Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77041 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Netty Febriyanti Sugiarto
"Tomato (Solanum lycopersycum L.) that the fruit mainly contained lycopene, beta carotene, vitamin C and vitamin E indECated that the fruit had antioxidant activity. These compound were known able to prevent and retention of free radECal forming whECh can cause aging and chronEC disease. This research, tomato with different concentration 0,5%, 1%, 2%, and 3% were formulated in cream. PhysECal stability test including the storage at three different temperatures including cool temperature (4°C), room temperature, and high temperature (40+2°C), mechanECal test, and cycling test. Measurement of antioxidant activity tomato cream that using DPPH method pursuant to value of DPPH retention (EC50). This research resulted that shown tomato cream 0,5% 1%, 2%, and 3% have physECal stability with storage at cool temperature (4oC), room temperature, and high temperature (40+2°C). Tomato cream 1%, 2%, and 3% reach minimum value of retention DPPH (EC50) but tomato cream 0,5% not reach minimum value of retention DPPH (EC50). Cream tomato 1% have the best physECal stability and cream tomato extract 3% have the best antioxidant activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S32739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Kusmana
"Telah dilakukan pengujian pengaruh suspensi ekstrak tribulus (Tribulus cistoides) dosis 400, 800, 1600, dan 3200 mg/kg bb selama 3 hari terhadap mencit jantan yang sebelumnya ielah diberi asetaminophen dosis 140 mg/kg bb/ hari selama 30 hari berturut-turut. Hasil uji stastistik terhadap parameter-parameter lalensi penunggangan, latensi intromisi, latensi ejakulasi, jumlah penunggangan, dan jumlah tntromtsi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (a < 0,05) dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian dapal disimpulkan bahwa pemberian ekstrak tribulus dosis 400, 800, 1600, dan 3200 mg/kg bb selama tiga hari dapat meningkatkan libido mencit, semakin tinggi dosis maka semakin besar libido yang dihasilkan.

The effect of varying doses (400, 800, 1600, 3200 mg/kg body weight) of tribulus (Tribulus cistoides) extract suspension on libido of male mice for 3 days was investigated. Before treatment, the male mice were previously subjected with 140 mg/kg body weight of acetaminophen for 30 days. The statistical test on mount latency, intromtion latency, ejaculation latency, amount of mounts and amount of intromtions of the male showed significantly difference ( a < 0.05) compared with control. Notably, there was an increase in the male mice libido with increase in concentration of the tribulus extract."
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2005
SAIN-10-1-2005-11
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis distribusi liposomal-metilprednisolon palmitat (L-MPLP) di beberapa organ pada mencit C3H setelah pemberian secara intra-peritoneal. Sebagai formula baru, L-MPLP pada membran liposom meningkat dari 70% menjadi 95% setelah digunakan tetra eter lipid dalam komposisi liposom sebagai penstabil membran. Atas dasar penelitian tersebut, L-MPLP akan terdistribusi dengan lebih baik di beberapa organ pada mencit dibandingkan control yaitu MPLP sebagai obat bebas, metilprednisolon (MPL) sebagai standar dan liposom tanpa obat. Empat puluh dua mencit C3H dibagi ke dalam 5 grup penelitian. Setiap grup dibagi ke dalam 6 waktu penelitian. Setiap obat disuntikkan intra-peritoneal. Darah diambil dari vena ekor (menit ke 10; 30; 60; 90; 180 dan jam ke 48) dan dilakukan ekstirpasi organ (hepar, limpa, timus, ginjal dan sumsum tulang) pada menit ke setalah mencit dimatikan dengan eter. Distribusi L-MPLP dalam organ tampak jelas pada menit ke 180 dan menurun setelah 48 jam. Distribusi obat atau metabolitnya tampak menonjol pada hepar, diikuti secara berurutan oleh limpa, timus, ginjal dan sumsum tulang.

The Distribution of Liposomal-Methylprednisolone Palmitate (L-MPLP) in Several Organs in Mice after Intra-Peritoneal Injection. This study was to analyze the distribution of liposomal-methylprednisolone palmitate (L-MPLP) as a new drug formulation, in several organs of mice after intra-peritoneal injection. In a previous study, in vitro, the stability and the incorporation of methylprednisolone palmitate into liposome membranes were increased, from 70% to approximately 95% using tetra-ether lipid as a stabilizer of the liposome membrane. Based on this result, the stability of L-MPLP should also be proved, in vivo, that the drug, methylprednisolone palmitate, could be distributed into several organs more effective than in a control group (methylprednisolone palmitate and methylprednisolone as a standard of drug and liposome). Forty-two mice of C3H were divided into 5 study groups. Each group of animals was divided into 6 sub-groups of time from 10 minutes to 48 hours. Each drug was injected intra-peritoneal, blood was drawn from the vein of the tail and the organs i.e. liver, kidneys, spleen, thymus, and bone marrow were extirpated after sacrificing the mice using ether. The distribution of the drug or their metabolites was higher at the minute of 180 and tended to decrease at the time of 48 hours after injection. The higher distribution was shown in the liver and rather high in the spleen, thymus, kidney, and bone-marrow respectively."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; STK Yarsi ; Guru Besar Tamu FKUI, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Asih Widiastuti
"Penelitian ml dilakukari untuk mengetahul pengaruh pencekokan jus lidah buaya (Aloe vera L.) terhadap organ hati mencit (Mus musculus L.) galur Swiss. Dua puluh empat ekor mencit dibagi dalam 4 kelompok pérlakuan, yaitu 1 kelompok yang dicekok akuabides (ketompok kontrol) dan 3 kelompok yang dicekok jus lidah buaya dengan konsentrasi pengenceran (jus lidah buaya : akuabides) = (14), (1: 2), clan (1:0) selama 36 hari berturut-turut clan pada han ke-37 seluruh mencit percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi vertebrae servikalis. Hasil pengamatan makroskopik, tidak ditemukan adanya perubahan morfologi baik warna maupun berat organ hati. Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan diameter vena sentralis sangat nyata (a = 0,01) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yang dicekok jus lidah buaya. Hasil pengamatan struktur histologi hati menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi terus meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi jus yang dicekokan. Jenis kerusakan yang diamati yaitu: penluasan clan pembendungan vena sentralis, intl piknotik, clan lisis pada sel hati. NUal degenerasi derajat 2 vena sentralis tertinggi terlihat pada pencekokan jus Iidah buaya dengan konsentrasi 1 : 4 sebesar 33,3% dan degenerasi derajat 2 hepatosit sebesar 63,3% pada pencekokan jus dengan konsentrasi 1 : 0. .Sedangkan degenerasi derajat 3 vena sentralis tertinggi sebesar 80% dan degenerasi derajat 3 hepatosit sebesar 6,7% terlihat pada encekokan jus lidah buaya konsentrasi 1 :0."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Febriyanti
"Jamu ?DNR? merupakan salah satu obat tradisional Indonesia yang telah digunakan untuk mengatasi diare. Jamu ini mengandung attapulgit, karbon aktif, ekstrak daun jambu biji, ekstrak rimpang kunyit, ekstrak buah mojokeling, ekstrak kulit buah delima, dan ekstrak biji jali. Untuk menjamin penggunaannya, maka perlu dilakukan penelitian terhadap keamanannya, salah satunya dengan melakukan uji toksisitas akut.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai LD50 dan mengetahui efek toksik terhadap fungsi hati ditinjau dari aktivitas aminotransferase dan fungsi ginjal ditinjau dari kadar urea dan kreatinin plasma. Penelitian menggunakan hewan uji mencit putih galur ddY, yang dikelompokkan menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor mencit jantan dan 5 ekor mencit betina. Kelompok I, II, III, IV adalah kelompok perlakuan yang diberikan larutan uji dengan dosis berturut-turut 1650, 3300, 6600, dan 13200 mg/kg bb, sedangkan kelompok V adalah kelompok kontrol yang diberikan larutan CMC 0,5%. Penentuan nilai LD50 dilakukan dengan menghitung jumlah hewan yang mati selama 24 jam pemberian jamu ?DNR?.
Hasilnya adalah pada dosis tertinggi yang diberikan (13200 mg/kg bb) tidak menimbulkan kematian pada hewan uji. Selanjutnya, dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbital mata pada 24 jam dan 14 hari setelah perlakuan. Darah tersebut digunakan untuk mengukur aktivitas aminotransferase dengan metode kolorimetri(Reitmann-Frankel), kadar urea plasma dengan metofe Jaffe termodifikasi, dan kadar kreatinin plasma menggunakan Diasetil Monoksim.
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji statistik Analisis Varian Satu Arah dengan = 0,05. Pada hasil pengukuran tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antar kelompok dosis dengan kelompok kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa pada pemberian jamu ?DNR? sampai dosis tertinggi 13200 g/kg bb tidak mempengaruhi fungsi organ hati dan ginjal mencit putih. "
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S32738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Telah dilakukan uji aktivitas antidiare ekstrak etanol biji teratai putih (Nymphaea
pubescens Willd) terhadap mencit putih jantan galur swiss webster dengan metode transit
intestinal. Dari hasil karakterisasi simplisia biji teratai putih diperoleh kadar abu total (3,83%),
kadar abu tidak larut asam (2,90%), kadar abu larut air (0,80%), susut pengeringan (9,42%), kadar
sari larut etanol (3,86%), kadar sari larut air (20,48%), dan kadar air (9,99%). Hasil skrining
fitokimia menunjukkan adanya senyawa alkaloid, fenolat, tanin, flavonoid, monoterpen &
seskuiterpen, steroid & triterpenoid, kuinon, serta saponin. Hasil pengukuran panjang marker
terhadap panjang usus (rasio) setelah t = 65 menit menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji teratai
putih memiliki aktivitas antidiare pada variasi dosis yaitu dosis 0,52 mg/20 g BB; 0,585 mg/20 g
BB; 0,65 mg/20 g BB; 0,715 mg/20 g BB dan 0,78 mg/20 g BB. Kesimpulan, semakin besar dosis
ekstrak etanol biji teratai putih menghasilkan aktivitas antidiare yang semakin kuat."
615 JSTFI 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Jamu teh celup untuk pengobatan pirai mengandung beberapa simplisia
berkhasiat yaitu buah mengkudu (Morinda citrifolia), daun salam (Syzygium
polyanthum), rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza), herba sambiloto
(Andrographis paniculata), dan daun teh (Camellia sinensis) yang banyak
dimanfaatkan masyarakat untuk mengatasi penyakit pirai perlu diuji
keamanannya. Penelitian toksisitas akut jamu teh celup untuk pengobatan
pirai dilakukan untuk menentukan nilai LD50 dan mengetahui pengaruh
pemberian jamu tersebut terhadap hematologi, fungsi dan histologi hati serta
ginjal. Hewan uji dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan dosis. Masingmasing
kelompok terdiri dari 10 ekor mencit jantan dan 10 ekor mencit betina.
Kelompok-kelompok tersebut antara lain adalah dosis 2600 mg/kg bb, 5200
mg/kg bb, 10400 mg/kg bb, 20800 mg/kg bb, dan kelompok kontrol normal
yang hanya diberikan larutan CMC 0,5%. Pengamatan terhadap jumlah
kematian dilakukan dalam waktu 24 jam setelah pemberian jamu.
Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal dilakukan setelah 24 jam dan 14 hari
pemberian jamu. Pemeriksaan hematologis terhadap kadar hemoglobin,
jumlah sel darah putih, sel darah merah dan trombosit dilakukan pada hari
ke-0, setelah 24 jam dan 14 hari pemberian jamu. Pemeriksaan histologis hati
dan ginjal dilakukan setelah 14 hari pemberian jamu. Sampai dosis tertinggi
yang secara teknis masih dapat diberikan (20,8 g/kg bb) tidak menyebabkan kematian pada hewan uji sehingga nilai LD50 tidak dapat ditentukan. Potensi
ketoksikan dari sediaan jamu teh celup untuk pengobatan pirai pada mencit
praktis tidak toksik (berdasarkan tabel tingkat ketoksikan akut dosis 20,8 g/kg
bb lebih besar dari 15 g/kg bb). Pemberian jamu teh celup untuk pengobatan
pirai menyebabkan kenaikan aktivitas ALT dan penurunan jumlah sel darah
merah setelah 24 jam pada kelompok mencit jantan dan betina. Dosis 10,4
g/kg bb menyebabkan perpanjangan diameter glomerolus ginjal mencit
betina. Pada pemeriksaan fungsi ginjal, jumlah sel darah putih, jumlah
trombosit dan kadar hemoglobin pemberian jamu teh celup untuk pengobatan
pirai tidak berpengaruh."
Universitas Indonesia, 2006
S32574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>