Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68172 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sam`un Jaja Raharja
"Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang tidak terpadu telah memunculkan permasalahan seiring dengan kompleksitas dalam pengelolaan daerah aliran sungaI tersebut. Permasalahan pengelolan Daerah Aliran Sungai menarik untuk dikaji karena pengelolaan saat ini menunjukkan kondisi yang tidak efektif dan relasi antar stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan berkepentingan atas keberadaan daerah aliran sungai tersebut cenderung konflik.
Masalah pokok dalam penelitian ini. Pertama, pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum dikelola secara fragmentaris, sektoral dan cenderung konflik antar stakeholder yang mengakibatkan pengelolaan DAS Citarum menjadi kompleks dan tidak kolaboratif. Kedua, diperlukan konsep baru pengelolaan DAS Citarum sehingga pengelolaan menjadi lebih efektif.
Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan Pertama, mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis relasi antar stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum. Kedua, merumuskan model kolaborasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum sehingga lebih efektif.
Kerangka teori penelitian ini disusun berdasarkan beberapa preposisi. Pertama, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum saat ini membutuhkan konsep kerja sama antarorganisasi yang mengarah pada pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum yang lebih efektif. Kedua, pengelolaan DAS Citarum merupakan urusan pemerintahan yang dapat didesentralisasikan yang bersifat multiaktor yang melibatkan instansi pemerintah dan organisasi non pemerintah dalam konsep kolaborasi.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kerangka berfikir serbasistem. Kerangka berfikir serbasistem yang digunakan adalah metodologi sistem lunak (soft systems methodology) Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dirumuskan beberapa butir simpulan. Pertama, pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum saat ini menunjukkan model pengelolaan yang independen dan sektoral.
Kedua , relasi antar organisasi dalam pengelolaan DAS Citarum secara keseluruhan belum terstruktur dengan baik yang berimbas terhadap implementasi peran dan fungsi organisasi yang tumpang tindih, berbenturan dan juga kekosongan manakala ada persoalan urgen yang muncul di lapangan.
Ketiga, analisis berfikir serba sistem pada pengelolaan DAS Citarum menunjukkan ciri-ciri tidak sistemik dan ciri-ciri organisasi yang Model kolaborasi mengalami ketidakmampuan belajar (a) Setiap stakeholder cenderung berposisi pada sudut pandang atau kepentingan sendiri yang menunjukkan ciri membelah seekor gajah tidak akan menghasilkan dua gajah kecil yang sama besar (b) Penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan DAS Citarum cenderung parsial, teknikal, tidak radikal dan tidak bersifat perubahan mindset dan maupun kultural yang menunjukkan ciri shifting the burden (c) Dalam pengendalian pengelolaan DAS Citarum sering terjadi peralihan sumberdaya untuk kepentingan yang lain yang menunjukkan ciri eroding the goals (d) Visi bersama pengelolaan DAS Citarum tidak sampai pada tataran implementasi yang menunjukkan ciri growth to underinvestment.
Keempat, model kolaborasi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengelolaan DAS Citarum adalah model interdependen yang didasarkan atas kerangka berpikir serbasistem yang mengarahkan perubahan mindset untuk melihat sesuatu secara utuh (keseluruhan).
Penelitian ini merekomendasikan. Pertama, penataaan kembali tugas pokok dan fungsi setiap organisasi berdasarkan struktur dan kapasitas organisasi tersebut dalam suatu collaborative governance. Penataan tersebut dirumuskan dalam bentuk instrumen-aransemen kerjasama dan tata kelola terpadu (collaborative governance). Kedua, melakukan langkah-langkah pengelolaan secara kolaboratif (a) menumbuhkan saling percaya antar organisasi yang terlibat dengan menciptakan sense of mission yang "clear" (b) perubahan mindset dari ego sektoral ke berfikir serbasistem dengan melihat permasalahan pengelolaan DAS Citarum sebagai masalah bersama. Proses tersebut diarahkan pada pemahaman tidak terpisahkannya antara C (customer) dengan A (actor) dan O (owners) (c) Membangun visi dan misi bersama antara organisasi terkait yang diwujudkan dalam bentuk rumusan tujuan bersama dipadu dengan tujuan masing-masing organisasi yang saling mendukung.
Implikasi teoritis penelitian ini adalah, pertama, kolaborasi merupakan salah satu bentuk proses pengorganisasian, disamping sebagai alat resolusi konflik. Model kolaborasi melengkapi model kooperasi dan koordinasi sebagai model kerjasama antarorganisasi. Kedua, menyempurnakan model kolaborasi dengan memetakan interaksi dimensi sebagai suatu siklus (cycles).
Implikasi metodologis yang dapat dikemukakan adalah, pertama, menyempurnakan konstruksi variabel bebas-terikat (independendependen) menjadi variabel terkait (interdependen). Kedua, penerapan CATWOE dalam analisis definisi permasalahan yang menunjukkan bahwa antara C, A dan O sebagai komponen tak terpisahkan satu sama lain. Implikasi kebijakan berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan menunjukkan bahwa pengelolaan DAS terkait dengan aktivitas stakeholder lain, selain pemerintah. Berkenaan denan pengelolaan DAS, Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 perlu disempurnakan dengan memasukan unsur lembaga non-pemerintah.

Unintegrated management and complicated factors lead to complex problem in Citarum Watershed management. The researcher interest to study about the problems because there are not resolution conflict model sufficiently settle the conflict among stakeholder.
The main problem of the research are, first, the management of Citarum`s Watershed has been fragmented and conflict among stakeholders. This condition cause the problem of Watershed management are more complicated and ineffective. Second, there are need a new concept for managing Citarum`s Watershed so that the management of Citarum watershed more efective.
The purpose of the research are, first to describe, identify and analyze relation among stakeholders which is involving in Citarum Watershed management. Second, to formulating a colaboration model for Citarum Watershed management that can assist authorities and regulators in designing effective and integrated policies The research theoretical framework designed base on some preposition. Firstly, Citarum Watershed management requires a concept about cooperation among stakeholders that can settle the conflict among them as consequence of fragmented-sectoral management. Second, in the context of decentralization in Indonesia, Watershed management involve multi actors. Collaboration concept used to learn the process and an outcome in which shared interest or conflict between government and non government organization (NGO).
The research using qualitative method and system thinking framework in term of soft systems methodology. Based on research analysis, this research formulated some finding. Firstly, actually Citarum Watershed management are independent. It caused the absence of an institution which function as a leader for all agent that involving in Citarum Watershed management. Second, relationship among organizations in management of Citarum Watershed has not been well structured. This condition cause overlapping role and function among organization involving Watershed management. As a result generates dispute among them when urgent problem emerging in field. Third, actually, Citarum Watershed management is characterized by nonsystems learning disabilities, as follow : (a) Each stakeholder tend to work in their own interest and their own perspective partially which can be illustrated the characteristic dividing an elephant in half not produce two small elephants; (b) Problem settlement are partial, technical, not radical and there are not mindset and cultural changing , shown the characteristic Model kolaborasi shifting the burden; (c) in controlling the management of Citarum`s watershed there are often changes of resources for other purpose, which shown the characteristic eroding the goals; (d) The vision of Citarum`s watershed management not end to the implementation shown the the characteristic growth to underinvestment.
Fourth, the most appropriate collaboration model for Citarum Watershed Management is interdependen model. This model based on system thinking, that changes need to be conceptualized in the context of the total system. Individu or institution as a part of system are interdependent, mutual interaction and interconnected systematically.
The research recommendations are: Firstly, it`s needed to rearrangement core task and function of organization based on organization`s structure and capacity in term of collaborative governance. The arrangement formulated in: (a) instrument of cooperation covering rights, obligations and authority for every institution and organization; (b) cooperation arrangement covering way of designing of cooperation planning and decision making procedure; (c) governance, how the cooperation is implemented and who will doing the cooperation. The rearrangement followed by confidence building among stakeholders so that commitment will be effective implemented.
Second, to take collaborative stake in management : (a) building mutual trust among organization/stakeholders involved by creating a clear sense of mission; (b) changing the mindset from sectoral view to systems thingking view by looking the problems of Citarum`s Watershed as share/collective problems. The process gives direction to understanding that C (customer), A (actor), and O (owner) are integrated - not be separated (c) Building integrated vision and mission among stakeholder/organization with collective goal and each organization`s objective as complementary as each other. Third, improving effective collaboration through (a) improving stakeholder`s participation in Watershed management autonomosly ; (b) trust maintain; (c) consistent in implementing commitment among stakeholders. The theoretical implications of the research are: firstly, collaboration use both as organizing process and conflict resolution. Collaboration model is one of cooperation model besides cooperation and coordination. Second, the research improving models of collaboration by introduce the dynamic interaction among dimension as cycle. The methodologcal implications of the research are: first, improving independent-dependent variable construction to become interdependent variable. The second reffering to CATWOE analysis of the problem definition, which shows that C, A, and O are unseparable components. The policy implications, the settlement of Citarum Watershed management can`t do partially so that Government Regulation No. 38/2007 should be completed by involved the non-government organization and / or civil society."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D886
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Suprayogi, 1957-
"On watershed management in Indonesia"
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press , 2015
333.7 SLA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Setia Ningrum
"Daerah Aliran Sungai DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dan merupakan DAS yang menjadi sumber air minum bagi kawasan urban Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang dan DKI Jakarta. DAS Citarum bagian hulu berfungsi sebagai daerah konservasi, oleh karena itu indeks kekritisan air di daerah ini perlu diperhatikan agar kebutuhan masyarakat di sepanjang sungai Citarum dapat terpenuhi. Namun, nilai pengamatan seperti indeks kekritisan air dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, memuat informasi spasial, oleh karena itu seringkali terdapat keterkaitan spasial antar pengamatannya nilai dari suatu pengamatan di suatu lokasi memiliki keterkaitan dengan nilai dari pengamatan di lokasi sekitarnya sehingga jika dimodelkan dengan model regresi linier maka asumsi keacakan residual seringkali tidak terpenuhi. Salah satu solusinya yaitu dengan memodelkannya menggunakan model regresi spasial. Model regresi spasial merupakan model regresi yang memperhatikan unsur spasial lokasi koordinat data.
Tujuan dari studi ini yaitu untuk memodelkan indeks kekritisan air di DAS Citarum hulu menggunakan Spatial Durbin Model SDM dan Spatial Durbin Error Model SDEM . Pengujian autokorelasi residual menggunakan uji Moran's I memberikan hasil bahwa terdapat autokorelasi spasial pada residual model regresi linier, variabel terikat indeks kekritisan air, dan juga pada variabel-variabel penjelas persentase luas hutan, luas kebun, luas perkebunan, dan kepadatan penduduk. Uji likelihood ratio menunjukkan bahwa model SDM dan SDEM lebih baik dari model regresi linier berganda dalam memprediksi indeks kekritisan air di DAS Citarum hulu. Berdasarkan nilai AIC dan R squared pada model SDM dan SDEM diperoleh kesimpulan bahwa model SDM lebih baik dibandingkan dengan model SDEM.

Citarum Watershed is the largest watershed in West Java and serves as the water supply for urban communities in Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang and Jakarta. Upper Citarum watershed serves as a conservation area, therefore, water criticality index in this area should be noted so that the needs of the communities along the Citarum river can be met. However, the observed values such as the index criticality of water and the factors influencing it, contain spatial information, where an observation at a locations correlates to the observations around it so that the assumption of randomness of the linear regression rsquo s residuals are often not fulfilled. One of the alternative solution is using spatial regression models. Spatial regression model is a regression model that takes into account the element of spatial location coordinate of the data .
The purpose of this study is to model the critical index of water in the upper Citarum watershed using Spatial Durbin Model SDM and Spatial Durbin Error Model SDEM . Residual autocorrelation testing using Moran 39 s I test showed there is significant spatial autocorrelation in the residual of linear regression model, the dependent variable water criticality index, and also the explanatory variables population density, the percentage of forest area, gardens, and plantations. Likelihood ratio test showed that the SDM and SDEM are better than multiple linear regression model in predicting the water criticality index in the upper Citarum watershed. Based on the value of AIC and R2 of the SDM and SDEM models, the SDM model is better than SDEM.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiti Setyaning Utami Mudjiardjo
"Tahun 2017 Balai Besar Wilayah Sungai Citarum mencatat pencemaran Sungai Citarum terutama daerah hulu DAS terus mengalami peningkatan yang ditandai penurunan kualitas air secara signifikan. Menurut laporan, 47,1% DAS Citarum Hulu mengalami pencemaran berat dengan total cemaran mencapai 280 ton limbah setiap harinya. Penelitian ini bertujuan menganalisis indeks kerentanan yang meliputi: variasi sumberdaya air, kelangkaan air, eksploitasi air, pencemaran air, kapasitas alam, kapasitas fisik, modal sosial, dan kapasitas ekonomi. Hasil analisis kerentanan tersebut menjadi dasar perumusan strategi intervensi untuk menjaga keberlanjutan fungsi eksosistem sungai di wilayah DAS Citarum Hulu.Metode riset yang digunakan adalah kombinasi antara metode analisis spasial, analisis statistik, SEM dan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks kerentanan sebesar 1 yang berarti bahwa kondisi lingkungan di wilayah DAS Citarum Hulu sangat buruk dan diperlukan restorasi wilayah sungai. Kondisi ini mengharuskan berbagai pihak untuk melakukan strategi intervensi yang meliputi aspek sosial, kebijakan, dan teknologi untuk menjaga keberlanjutan fungsi ekologisnya.

In 2017, the Citarum River Basin Center noted that pollution of the Citarum River, especially the upstream watershed, continued to experience an increase marked by a significant decrease. 47.1% of the Upper Citarum watershed is polluted with a total of 280 tons of waste per day. This study aims to analyze the vulnerability index which includes: variations in water resources, water scarcity, water exploitation, water pollution, natural capacity, physical capacity, social capital, and economic capacity. The results of the vulnerability analysis are the basis to maintain the sustainable. The research method used is a combination of spatial analysis methods, statistical analysis, SEM and questionnaires. The results showed a vulnerability index value of 1, which means the environmental conditions in the Upper Citarum watershed area are bad and require restoration. This condition requires various parties to carry out intervention strategies covering social, policy and technological aspects to maintain the sustainability."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelina Chandra
"Daerah Aliran Ci Leungsi Hulu memiliki kondisi geologi dan topografi yang beragam. Disamping itu, terjadi peningkatan lahan terbangun yang dapat memberikan dampak terhadap keseimbangan unit respon hidrologi URH Penelitian ini fokus pada pemodelan hidrologi dengan model SWAT untuk mengetahui pengaruh perubahan penggunaan tanah terhadap perubahan limpasan dan memprediksi perubahan limpasan yang akan terjadi tahun 2020 dan 2030 Prediksi perubahan penggunaan tanah dibuat dengan memproyeksikan perubahan penggunaan tanah historis tahun 1989 2014 yang diperoleh dari citra Landsat Hasil penelitian menunjukan bahwa keberagaman kondisi URH mempengaruhi karakteristik limpasan di setiap sub DAS Hasil uji akurasi dan kalibrasi model adalah memuaskan dengan nilai NS sebesar 0 61 Perubahan penggunaan tanah terutama lahan terbangun URHD meningkat sebesar 12 5 pada tahun 2020 dan 36 5 pada tahun 2030 terhadap luas URHD pada tahun 2014 menyebabkan terjadi peningkatan terhadap rata ndash rata limpasan bulanan limpasan maksimum dan limpasan minimum pada tahun 2020 dan 2030 di seluruh sub DA Ci Leungsi Hulu

Ci Leungsi Hulu watershed has a varied geological and topographical condition Apart from that there is increased build up area affects the Hydrology Response Unit URH This study focuses on the hydrological modelling made by SWAT to find the effects of land use changes to the surface runoff changes and to predict how it will change in 2020 and 2030 The landuse change prediction is made by projected the land use change in 1989 ndash 2014 which obtained from Landsat This study shows that variations of HRU conditions affect the characteristics of the surface runoff in every subwatershed The result of accuracy and calibration test satisfies the NS minimum which has the mark of 0 61 The changes of land use particularly build up area URHD increased of 12 5 in 2020 and 36 5 in 2030 to URHD in 2014 caused an increased to the average maximum and minimum surface runoff of the subwatersheds of Ci Leungsu Hulu watershed;"
Universitas Indonesia, 2014
S58107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Herliana
"Pendahuluan: Air bersih merupakan komponen penting yang diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar penduduk wilayah Jawa Barat memanfaatkan sungai Citarum sebagai sumber daya air, khususnya pada warga Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Sungai Citarum memiliki tingkat pencemaran yang tinggi akibat berbagai kegiatan pemanfaatan air sehingga tidak layak digunakan sebagai air baku minum. Air yang tercemar dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Di samping itu, pengetahuan memiliki kaitan dengan sikap dan perilaku seseorang yang berdampak terhadap kesehatan. Oleh karena itu, penelitian ini menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, khususnya tentang pemanfaatan air sungai Citarum.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara status ekonomi dan status pendidikan terhadap nilai pengetahuan warga DAS Citarum tentang pemanfaatan air sungai Citarum.
Metode: Sampel penelitian untuk studi potong lintang ini merupakan warga DAS Citarum berusia produktif yang bertempat tinggal di Kelurahan Andir dan Desa Gajahmekar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seratus lima puluh lima responden dipilih secara acak dengan teknik clustered random sampling. Data terkait profil sosiodemografi dan pengetahuan pemanfaatan air warga DAS Citarum diperoleh menggunakan kuesioner melalui wawancara terpimpin.
Hasil: Mayoritas responden memiliki status ekonomi di bawah UMR Kabupaten Jawa Barat (81,6%) dan memiliki status pendidikan rendah (74,2%). Median nilai pengetahuan adalah 54,55 dengan nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100 Terdapat hubungan signifikan antara status ekonomi dan status pendidikan dengan nilai pengetahuan (p=0,027 dan p=<0,001). Nilai pengetahuan yang tinggi berhubungan dengan penghasilan dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kesimpulan: Status sosioekonomi dan nilai pengetahuan warga DAS Citarum masih tergolong rendah. Selain itu, terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan status pendidikan dengan nilai pengetahuan pemanfaaran air. Oleh karena itu, pengetahuan perlu ditingkatkan melalui edukasi yang dilakukan sejak masa pendidikan dasar serta perlu memprioritaskan warga dengan status ekonomi rendah sebagai target edukasi kesehatan

Introduction: Clean water is an important component needed by humans in everyday life. Most of the inhabitants of the West Java region use the Citarum river as a water resource, especially for the residents in the Citarum Watershed. Citarum River is highly polluted due to various water utilization activities which makes it as not suitable for usage on water drinking-purpose. Contaminated water can cause numerous health problems. On the other hand, knowledge is known to have an association with attitude and behavior related to health status. Therefore, this study aims to assess factors associated to knowledge, especially on Citarum water utilization.
Objective: The primary objective of this study is to identify the relationship between economic status and educational level of residents in Citarum Watershed with knowledge score of Citarum water utilization.
Method(s): Data for this cross-sectional study were retrieved from residents of productive age who live in Citarum watershed area, specifically in Andir sub-district and Gajahmekar village, Bandung Regency, West Java. One hundred and fifty five respondents were randomly selected by using clustered random sampling technique. Data related to the sociodemographic profile and knowledge of water utilization were obtained using a questionnaire through interview.
Result(s): The majority of respondents have an economic status below the regional minimum wage of West Java Regency (81.6%) and have low educational level (74.2%). The median score for knowledge is 54.55 with minimum and maximum score of 0 and 100 respectively. Most of the respondents have knowledge scores below the median (47.3%). There is a significant relationship between economic status and educational level with the knowledge score (p=0.027 and p=<0,001). High knowledge scores are associated with higher income and higher education level.
Conclusion: The socioeconomic status and knowledge score of residents in Citarum watershed are low. In addition, there is a significant relationship between economic status and educational level with the knowledge score. Therefore, knowledge needs to be improved through education carried out since the elementary education period and health promotion should be prioritized in low economic status population
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Bohari
"Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang mempunyai peranan sangat panting di Sulawesi Selatan terutama Kabupaten Gowa dan Kotamadya Makassar. Sebagai daerah aliran sungai yang mempunyai potensi sumberdaya alam, DAS Jeneberang memberikan manfaat dalam pembangunan pertanian, perikanan, industri, pertambangan, sumber air bersih, sumber energi, sumber hara dan menyediakan lahan yang baik untuk pencarian nafkah dan permukiman bagi penduduk. Namun demikian pemanfaatan lahan di DAS Jeneberang cenderung menurunkan kuaIitas DAS akibat erosi dan kerusakan tanah. Meningkatnya laju erosi dan kerusakan tanah tersebut terutama disebabkan oleh penduduk yangmemanfaatkan lahan secara berlebihan tanpa memperhatikan prinsip konservasi tanah dan mengolah Iahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya.
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menetapkan faktor penyebab menurunnya kualitas DAS Jeneberang.
2. Menetapkan pola pemanfaatan lahan yang meningkatkan kualitas DAS Jeneberang
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan metode eksposfakto. Penelitian dilakukan di DAS Jeneberang Sulawesi Selatan. Satuan analisis yang digunakan adalah kelas kemampuan lahan.

Jeneberang Watershed has important roles in South Sulawesi, especially for Gowa Municipality and Makassar City. As watershed that has natural resource potential, Jeneberang Watershed gives benehts for the development of agriculture, tisheries, industry, mining, clean water resource, energy resources, nutrient resources, space for income eaming, and for settlement. However, the utilization of land in Jeneberang Watershed degrades the quality of watershed as consequences of erosion and land damage. The increasing of erosion and land damage caused by the over utilization of land without pay attention to the land conservation principle and the use of land which does not fit with the population?s capability.
The purposes of research:
1. To determine the causing factor of the decreasing of Jeneberang Watershed quality.
2. To determine the land utilization pattem to improve the quality of the Jeneberang Watershed.
This research is a descriptive analysis with expostfacto method. The location in Jeneberang Watershed is in South Sulawesi. The unit analysis is the land capability."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Rolia
"Kesehatan DAS (KesDAS) adalah ukuran struktur dan fungsi ekosistem yang ditandai dengan kelimpahan dan keragaman spesies, sumber anorganik dan organik, serta atribut fisik (termasuk kompleksitas habitat). Beberapa negara mulai mengembangkan instrumen penilaian kesehatan DAS, sebagai dasar untuk menentukan langkah pengelolaan DAS yang menjadi prioritas. Pendekatan sistem untuk penilaian dan perlindungan DAS yang sehat didasarkan pada evaluasi terpadu menurut US-EPA (2012) adalah kondisi lanskap, habitat, hidrologi, geomorfologi, kualitas air, dan kondisi biologis. Dan di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan RI No. 60 tahun 2014, klasifikasi DAS dihitung dengan kriteria kondisi lahan, kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air, sosial ekonomi dan kelembagaan, investasi bangunan air, pemanfaatan ruang wilayah.
Tujuan penelitian ini adalah menghitung kesehatan DAS di Provinsi Lampung, mengembangkan model penilaian kesehatan DAS dengan gabungan variabel Permnehut 60/2014 dan US-EPA 2012, serta membuat aplikasi untuk menghitung kesehatan DAS berdasarkan persamaan hasil pemodelan. Penelitian dilakukan di 28 lokasi yang tersebar di 5 DAS Provinsi Lampung. Data primer yang digunakan yaitu data kualitas air, data kondisi habitat, dan kondisi biotilik. Pembobotan dan skor variabel yang digunakan mengikuti aturan Permenhut 60/ 2014, untuk kualitas air memakai standar WQI, untuk habitat dan biotilik sesuai dengan panduan dari Ecoton 2011.
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa 18% (3 sub- DAS) dalam kondisi dipulihkan daya dukungnya berdasarkan perhitungan Klasifikasi Permenhut 60/2014. Penilaian kesehatan DAS dengan variabel US-EPA 2012 memiliki nilai bervariasi sesuai dengan kriteria yang ditinjau. Berdasarkan kondisi lanskap, hanya 5,8% (1 sub-DAS) yang dikategorikan sehat, dan berdasarkan kondisi geomorfologinya ada 2 sub-DAS dikategorikan tidak sehat. Hasil pemodelan diperoleh persamaan KesDAS dan biotilik dengan nilai R2 masing-masing sebesar 0,998 dan 0,946.
Untuk memudahkan dalam menghitung nilai kesehatan DAS dan menentukan upaya pengelolaan DAS berdasarkan skala prioritas, maka berdasarkan persamaan model yang diperoleh dibuatlah aplikasi perhitungan yang diberi nama DYTERasDAS (Dwita, Yasman, Titin, Eva, Retno, assesmen Daerah Aliran Sungai) menggunakan bahasa program PHP, jQuery, bootstrap, dan css yang berbasis web.

The watershed health (KesDAS) is a measure of the ecosystem structure and function characterized by the abundance of species diversities, organic and inorganic resources, and physical attributes (including the habitat complexity). Several countries have been established to develop the instrument for the assessment of the watershed health as the basis to justify procedures to set a priority in the watershed management. The system approach to the assessment and protection of a healthy watershed is based on the integrated evaluation by the United States-Environmental Protection Agency/US-EPA (2012) namely landscape condition, habitat, geomorphology, water quality, and biological condition. Furthermore, in Indonesia, the assessment refers to the regulation of the Ministry of Forestry Number 60 in 2014 (Permenhut 60/2014). In this standard, the watershed classification is justified by the criteria of the land condition, the water quantity, quality, and continuity, the socioeconomic and institutions, the investment on the water infrastructures, and the spatial utilization.
This research aims to estimate the watershed health in Lampung Province and to develop the assessment modelling of the estimation. The model combines the variables coming from the Permenhut 60/2014 as well as the US-EPA 2012. Besides, the application based on the results of the assessment modelling is also developed in this study. Furthermore, the data collection was conducted in 28 locations that are scattered in Lampung Province. The primary data used in this research includes the water quality, the habitat condition, and the macro invertebrate living on the riverbed. The variable scoring and weighing method applied in this study follows the Permenhut 60/2014 while the Water Quality Index (WQI) is used to justify the water quality. In the case of the habitat condition and the existence of the macro invertebrate, the analysis refers to the guidance of the Ecoton 2011.
The estimation based on the Permenhut 60/2014 shows that 18% (3 sub-watersheds) are categorized as ‘to be recovered’. Meanwhile, the calculation based on the US-EPA resulted in various categorizations in accordance with the assessed criteria. According to the criteria of the landscape condition, only 5.8% (1 sub-watershed) can be categorized as the healthy watershed. On the other hand, 2 sub-watersheds are categorized as unhealthy watersheds based on the criteria of the geomorphology. Besides, the value of the R2 resulted from the watershed health equation and bio-monitoring on the macro invertebrate are respectively 0.998 and 0.946.
Eventually, the results gained from the assessment modelling are continued with the development of the computational application that is called as DYTERasDAS. The DYTERasDAS stands for Dwita, Yasman, Titin, Eva, Retno, asesmen Daerah Aliran Sungai). This application uses the computer programming languages such as PHP, jQuery, bootstrap, and css that are on the web basis.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Abidin
"Seperti kebanyakan konflik sumber daya alam yang terjadi secara umum di Indonesia), Konflik dalam pengelolaan sarang burung Walet yang terjadi antara Masyarakat ketiga Desa, Lubuk Mabar, Sukajadi, Tanjung Raya dengan pihak perusahaan CV.Agung Putra selain dikarenakan oleh adanya tarik-menarik kepentingan antara kedua pihak secara iangsung dalam penguasaan dan pengelolaan, juga tampak dari adanya keterlibatan unsur Pemerintah di dalamnya yang mengakibatkan munculnya konflik itu.
Pemerintah dengan seperangkat wewenang, kekuasaan, dan hukum yang dimiiikinya terutama diera Pemerintahan yang IaIu mengeluarkan suatu kebijakan yang kurang memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat lokal. Kebijakan atau keputusan yang diambil kebanyakan hanya untuk kepentingan pihak-pihak tertentu saja, terutama kepada perusahaan atau orang-orang yang secara materi mempunyai modal yang besar dan mempunyai akses terhadap pemerintah (resources acces).
Pada kasus Sarang burung Walet diketiga desa tersebut, terlihat bagaimana Pemerintah telah mengambil kebijakan yang di kemudian ternyata menimbulkan keributan atau konflik. Di Sumatera Selatan secara Umum termasuk di lokasi penelitian hal ini sudah dimulai sejak pemberlakuan UU No.5 tahun 1979 yang secara otomatis menghapus Pemerintahan Marga yang sudah dijalankan sejak dahulu. Secara spesifik untuk kasus sarang burung Walet, SK dari Diden PHPA menimbulkan dampak yang signifikan pada konflik antara masyarakat ketiga Desa dengan pihak perusahaan CV.Agung Putra.Suka atau tidak suka setelah timbul keributan atau konflik yang notabene sumbernya banyak dari Pemerintah itu sendiri, Pemerintah juga yang harus menyelesaikan keributan atau konflik itu. Dalam kasus sarang Burung Walet Pemerintah di tuntut untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi antara masyarakat ketiga desa dengan CV Agung Putra dengan sebaik-baiknya dan mengedepankan prinsip "win-win solution". Tetapi yang terpenting dan harus benarbenar diperhatikan dalam proses penyelesaian konflik tersebut Pemerintah tidak boleh mengabaikan masyarakat yang mana secara adat adalah pemilik gua suruman (Sarang burung Walet), yang menjadi sumber kehidupan bagi mereka sejak zaman puyang (nenek moyang).
Untuk itulah tesis ini meneliti tentang bagaimana peran pemerintah dalam konflik yang terjadi antara masyarakat ketiga desa dengan pihak perusahaan CV.Agung Putra, balk selaku pihak yang menimbulkan konflik, maupun selaku pihak yang harus menyelesaikan konflik .Penelitian ini berlokasi pada tiga desa, Lubuk Mabar, Sukajadi, Tanjung Raya di Kecamatan Kota Lahat Kabupaten Lahat Surnatera Selatan_ Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini merupakan pro sedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berdasarkan uraian informan (wawancara tidak terstruktur) serta pengamatan terhadap fenomena konflik. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan dan kajian secara langsung, selain wawancara yang tidak terstruktur dan mendalam untuk memperoleh data tentang konflik yang terjadi.
Temuan Penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi antara rnasyarakat tiga desa dengan CV.Agung Putra meningkat setelah adanya SK dari Dirjen PHPA yang memperpanjang masa berlaku pengelolaan sarang Burung Walet. Kondisi tersebut di dukung oleh perubahan drastis wiring bergulirnya era reformasi yang disikapi secara "euphoria".
Dalam hal penyelesaian konflik, maka dari pihak pemerintah telah melakukan upaya-upaya antara lain dengan mengadakan pertemuan antara masyarakat ketiga desa tersebut dengan CV.Agung Putra. Dalam pertemuan tersebut dihasilkan beberapa kesepakatan, terutama tentang pembagian hasil panen sarang burung walet. Akan tetapi kesepakatan yang telah ditetapkan selalu saja dilanggar, terutama oleh pihak CV.Agung Putra. Karena penyelesaian konflik sarang burung walet ini sampai sekarang belum dapat diselesaikan secara tuntas, maka Pemda Lahat, sekarang ini menetapkan sarang burung walet dalam keadaan status quo."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Dianus
"Sungai-sungai di Propinsi Riau dengan kondisi fisik yang sama, menyebabkan terjadinya pertambahan daratan di muara sungai seperti di muara sungai Rokan. Berbeda dengan sungai Inderagiri yang hanya menyebabkan kecilnya endapan yang terjadi di muara sungainya.
Atas dasar pemikiran di atas, penulisan ini dilakukan untuk mengetahul wilayah kikisan dan wilayah endapan serta hubungannya dengan pertambahan daratan di muara sungai dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan bentuk sungai Inderagiri.
Yang masalah di dalam tulisan ini adalah
1. Dimana wilayah kikisan dan wilayah endapan DAS Inderagiri ?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan bentuk sungai Inderagiri ?
Batasan :
1. Yang dimakaud dengan perubahan bentuk sungai yaitu, berubahnya bentuk sungai yang disebabkan oleh terkikisnya tebing-tebing sungai dan terendapkannya hasil kikisan tersebut.
2. Wilayah penelitian hanya mencakup setengah dan luas DAS Inderagirl yang termasuk di dalam wilayah Propinsi Riau.
Dalam menjawab masalah tersebut di atas, digunakan metode korelasi peta : 1. Peta-peta yang dikorelasikan yaitu, peta ketinggian, peta hentuk wilayah, peta lereng dan peta penggunaan tanah. Dari hasil korelasi peta-peta tersebut di atas, diperoleh peta wilayah kikisan dan wilayah endapan. Wllayah kikisan terletak pada ketinggian 10 - 500 meter yang terdiri dari 21 wilayah yang masing-masing - nya terbagi etas; ketinggian 10 - 25 meter 4 wilayah, 25 - 100 meter 12 wilayah dan 100 - 500 meter 5 wilayah; sedangkan wilayah endapan terletak pada ketinggian 0 - 10 meter yang terdiri dari 8 wllayah."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>