Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106725 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melisa Mesra
"Agama merupakan faktor penting yang dapat membimbing manusia agar berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran agama yang bersangkutan. Sejumlah 88% (dari 210 juta penduduk pada tahun 2004) penduduk Indonesia memeluk agama Islam (http://ms.wikipedia.org/wiki/ Islam_Indonesia). Selain itu, Islam adalah salah satu agama yang melarang seks pra-nikah. Subjek penelitian ini khusus bagi yang beragama Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami gambaran disonansi kognitif pada wanita dewasa muda yang melakukan hubungan seks pranikah. Festinger (dalam Wortman, 1999) mengemukakan bahwa disonansi kognitif adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan dimana terdapat ketegangan yang dihasilkan dari kesadaran akan adanya dua pemikiran yang tidak cocok atau sesuai. Festinger (Sarwono, 2002) mengatakan bahwa disonansi kognitif juga dilakukan untuk menghilangkan konflik antar elemen kognisi hingga tercapai kembali keadaan konsonansi kognitif.
Hasil penelitian kualitatif ini menunjukkan bahwa ketiga subjek mengalami disonansi kognitif setelah mereka melakukan hubungan seks pranikah. Ketiga subjek tersebut melakukan cara yang berbeda-beda untuk mengatasi disonansi kognitif agar tercapai kembali keadaan konsonansi kognitif. Cara yang digunakan ketiga subjek tersebut adalah dengan mengubah perilaku, menambah elemen dan juga mengubah elemen. Hasil penelitian lainnya berupa tingginya frekuensi seks pra-nikah (begitu pula sebaliknya) sebagai suatu hal yang memerlukan penelitian lebih jauh dan dalam.

Religion is an important factor that can guide humans to act morally and live accordingly by religious guidance. 88% of Indonesians (from a total of 210 million people in 2004) is a Moslem http://ms.wikipedia.org.wiki/Islam_ Indonesia). In addition, Islam is one of the religions that forbid pre-marital sex. Therefore, the subjects of this research are especially Moslems. This research is aimed to find and understands the cognitive dissonance of young women that have pre-marital sex. Festinger (Wortman, 1999) says that cognitive dissonance is a condition where there is tension created from two thoughts that are contradictive. Festinger (Sarwono, 2002) stated that cognitive dissonance is also done to eliminate a conflict between cognition elements so that the cognitive consonance can be withdrawn.
The result of this qualitative research shows that the three subjects from this research are having cognitive dissonance after having pre-marital sex. The three subjects have three different ways to cope with their cognitive dissonance so that they are back into a state of cognitive consonance. The way of the three subjects are by changing behavior, gaining elements, and also changing elements. The other result of the increase of pre-marital sex frequency (so for the reverse), as a topic, needs a further research.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virlita Dwi Anggraeni
"Hubungan seksual yang diiakukan oleh wanita dewasa muda didorong oleh anggapan sebagai suatu cara untuk mengekspresikan rasa cinta pada pasangannya , sekaligus sebagai langkah menuju gerbang perkawinan. Namun hubungan seksual yang dilakukan biasanya tidak diikuti oieh usaha-usaha untuk menghindari konsekuensi yang sangat mungkin timbul, salah satunya adalah kehamilan. Terjadinya kehamilan yang sebenarnya tidak diinginkan ini adalah situasi yang sangat sulit bagi seorang wanita. Keputusan yang paling sering diambil adalah aborsi. Sementara masyarakat Indonesia kebanyakan masih bersikap negatif, yang umumnya didasarkan pada keyakinan bahwa janin adalah calon individu dan kelangsungan hidupnya harus dipertahankan semaksimal mungkin. Di Indonesia dibentuk Undang-Undang tentang aborsi yang kenyataannya sangat membatasi perilaku aborsi. Peraturan dalam agama pun melarang dilakukannya aborsi karena merupakan tindakan pembunuhan. Adanya hambatan dari Iingkungan yang kebanyakan melarang aborsi dan konsekuensi negatif lain dari aborsi ( infeksi,pendarahan, dsb), menyebabkan hubungan yang tak sesuai antara elemen-elemen kognitif (disonansi kognitif) pada diri seorang wanita dewasa muda. Hubungan yang tak sesuai ini menurut Festinger (1957), akan mendorong seseorang untuk menguranginya dengan cara merubah kognisi, tingkah laku atau menambah elemen kognitif baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran disonansi kognitif pada wanita dewasa muda pelaku aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, meningkatkah pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan aborsi dan upaya untuk mengurangi masalah ini. Penelitian dilakukan dengan cara studi kasus, berupa wawancara mendalam terhadap 4 wanita dewasa muda yang telah melakukan aborsi akibat hubungan seksual sebelum menikah, berusia 21-25 tahun dan berdomisili di Jakarta dan sekitarnya.
Dari penelitian didapatkan bahwa pada umumnya penyebab disonansi kognitif sebagai akibat dan perilaku aborsi sebelum menikah adalah subyek menyadari adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang wanita melakukan aborsi, khususnya akibat hubungan seksual sebelum menikah (pada inkonsistensi Iogis, nilai-nilai budaya, pendapat umum) dan kesulitan- kesulitan fisik dan mental yang dihadapi subyek ketika dihadapkan pada aborsi (pada pengalaman masa Iaku). Hal ini juga terlihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada tiap subyek, yang mempengaruhi kadar disonansi kognitif (tinggi atau rendah). Usaha yang dilakukan subyek untuk mengurangi keadaan disonansi ini adalah dengan mengubah elemen kognitif (misalnya mangubah pendapat teman yang tak menyetujui aborsi), tingkah Iaku (misalnya dari yang mulanya berniat meneruskan kehamilan akhirnya melakukan aborsi dan menambah elemen kognitif baru (misalnya mencari dukungan teman-teman ketika akan melakukan aborsi), untuk kembali lagi pada keadaaan yang konsonan.
Sedangkan faktor-faktor penyebab dilakukannya aborsi adalah adanya keinginan untuk melanjutkan pendidikan tanpa adanya hambatan anak maupun perkawinan, ketidaksiapan secara mental dan materi untuk memasuki kehidupan perkawinan, ketakutan terhadap reaksi masyarakat terhadap kehamilannya, rasa takut pada pihak otoritas yaitu orang tua dan adanya paksaan dari orang tua. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisha Dantiani
"With the new emerging media that caters to the audience's personal bias and reamplifying their beliefs. It aided with social media algorithms that personalize and limit the content consumption, it raises the question of whether we construct our own bubbles or are we simply victims of the algorithm. Tribal journalism being one of the methods that is used by emerging media to perpetuate these echo chambers among their audience. This study uses digital ethnography and in-depth interviews with followers and contributors of Magdalene.co to determine the engagement in cognitive dissonance and selective exposure to construct their own filter bubbles and echo chambers. The findings of the research revealed that echo chambers exist within emerging media in the form of ‘safe space’ to share opinion and how followers curate the content they consume on social media. Echo chambers are not entirely homogeneous due to the different standpoints that followers hold. Tribal journalism aids in the development of echo chambers as followers not only interact with the content, they are also able to produce their own work and include it into the online discussion.

Munculnya media baru memberikan audiens wadah bersuara dan mengamplifikasi keyakinan. Dibantu dengan algoritma media sosial yang mempersonalisasi dan membatasi konsumsi konten, hal ini menimbulkan pertanyaan terkait apakah pengguna membuat ‘gelembung’ nya sendiri atau hanya korban dari algoritma. Jurnalisme tribal menjadi salah satu metode yang digunakan oleh media baru untuk mengabadikan ‘ruang gema’ ini di antara audiens mereka. Penelitian ini menggunakan etnografi digital dan wawancara mendalam dengan follower dan contributor Magdalene.co untuk menentukan apakah pengikut mereka secara aktif terlibat dalam disonansi kognitif dan paparan selektif untuk membangun gelembung filter mereka sendiri dan ruang gema. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa ruang gema ada dalam media yang muncul dalam bentuk 'tempat aman' untuk berbagi opini dan bagaimana follower mengkurasi konten yang mereka konsumsi di media sosial. Ruang gema ini tidak sepenuhnya homogen karena sudut pandang yang berbeda yang dipegang follower. Jurnalisme tribal berkontribusi pada kemunculan ruang gema karena follower tidak hanya berinteraksi dengan konten, mereka juga mampu menghasilkan karya mereka sendiri dan memasukkannya ke dalam diskusi online."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sarlito Wirawan Sarwono
"Pada tahun 1979 pernah diterbitkan sebuah buku oleh BKMC/BAKIN (Badan Koordinasi Masalah Cina/Badan Koordinsi Intelijen Negara) yang berjudul RRC. Buku itu membicarakan mengenai politik dalam negeri dan luar negeri RRC, Angkatan Bersenjata RRC, keadaan perekonomian RRC, hubungan RRC dengan. Uni. Sovyet dan,Indocina, doktrin-doktrin politik RRC dan-strategi pemerintah RRC terhadap Cina Perantauan. Semuanya itu dihubungkan dengan strategi dan politik Hankam bangsa Indonesia, khususnya untuk menghadapi ancaman yang datang dari "Utara". Pendapat yang sangat.populer pada waktu itu adalah yang dikenal dengan-nama teori "Domino", yaitu dengan jatuhnya Vietnam Selatan ke tangan Vietnam Utara, maka berturut-turut akan berjatuhan pula negara-negara lainnya seperti Kamboja, Muangthai, Malaysia, Singapura dan akhimya Indonesia (BKMC, 1979).

Akan tetapi sejarah telah membuktikan bahwa hampir semua teori dan ramalan yang diuraikan dalam buku tsb. di atas tidak berlaku lagi sekarang. Alih-alih Indonesia jatuh ke tangan komunisme, malahan Indonesia telah berhasil memprakarsai perdamaian di Kamboja. Unit Sovyet, Jerman Timur melebur dengan Jarman Barat, Albania beralih ke pemerintahan non-komunis, perang dingin antar negara-negara adi-kuasa berakhir. Di satu pihak perkembangan politik dunia ini menggembirakan, tetapi di pihak lain juga membingungkan karena berbagai masalah seperti kemiskinan, pelanggaran hak 'asasi manusia, "perang-perang teritorial, dan terorisme masih berlangsung terus sementara kerangka pikir yang selama ini dipakai sebagai acuan sudah tidak berlaku lagi. Akibatnya, seperti yang dikatakan oleh Jendr. TIN (Pum.) Sumitro (1991), era pasta Perang Dingin irti dipandang sebagai masa yang penuh dengan perubahan cepat dan tidak dapat diramalkan.

Pekerjaan ramal-meramal ini terjadi juga dalam bidang perekonomian. Tahun 1970-1980 adalah masa yang penuh optimisme sehubungan dengan "oil boom" yang memberi pengaruh sangat positif terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan optimisme itu masih nampak hingga tahun 1990, seperti yang tercermin dalam ungkapan Dr Dorodjatun Kuntjarajakti dalam salah satu .seminar pada: tahun 1990 tentang perekonomian Indonesia. Dikatakannya bahwa optimisme tentang perekonomian Indonesia tsb adalah karena: lewat berbagai kebijaksanaan ekonomi yang mendasar, ekonomi Indonesia mulai secara tegas melepaskan diri dari ketergantungan kepada sektor migas, mulai beranjak dari sektor pertanian ke industri manufaktur dan berpaling dari pajak yang terkait migas ke pajak langsung dan tak langsung (Kuntjarajakti, 1990: 2).

Akan tetapi hanya lebih dari setahun sesudah itu, pandangan para pakar tentang perekonomian Indonesia berubah 180 derajat. Perang Teluk dan resesi dunia jelas bukannya tidak berpengaruh pada perekonomian Indonesia. sehingga Drs. Kwik Kian Gie, Drs Frans Seda dan Dr Marie Pangestu, dalam scbuah seminar tentang Prospek Perekonomian Indonesia 1992/1993, sama-sama menyatakan keprihatinan mereka tentang masa depan perekonomian Indonesia. Mereka mengamati berbagai gejala yang terjadi di tahun 1991 seperti Tight Money Policy, tingginya suku bunga, dll."
Jakarta: UI-Press, 1992
PGB 0507
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Mangaraja Agung
"Fokus penelitian ini adalah gambaran disonansi kognitif yang terjadi pada mantan narapidana anak yang bergabung kedalam LSM Sahabat Andik. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe studi kasus, peneliti melakukan wawancara mendalam dan observasi pada tiga orang mantan narapidana anak yang bergabung kedalam LSM Sahabat Andik. Melalui analisis intrakasus dan interkasus pada data, didapatkan hasil bahwa para subyek mengalami kondisi disonan yang menyebabkan mereka menjadi tidak optimal dalam berkontribusi dan bahkan mengurangi keaktifannya dalam program dan kegiatan-kegiatan yang diadakan LSM. Penyebab kondisi disonan yang pertama adalah adanya opini umum, yaitu stigma negatif terhadap mantan napi, yang tidak selaras dengan pendapat mereka. Kedua, adanya ketidaksesuaian masa lalu antara kepercayaan bahwa LSM dapat memberikan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dengan kenyataan bahwa ternyata penghasilan yang didapat tidak cukup. Ketiga adanya ketidaksesuaian masa lalu antara kepercayaan bahwa semua relawan LSM memiliki pandangan sama mengenai mantan napi, dengan kenyataan terdapat relawan yang tetap memiliki stigma. Subyek menguranginya dengan berbagai cara. Pertama adalah mengubah tingkah lakunya dengan mengurangi tingkah laku yang buruk dan membagi waktu keaktifan untuk memenuhi kebutuhan. Kedua mengubah elemen lingkungan dengan memutuskan untuk bergabung kedalam LSM. Ketiga menambah kognisi baru yang memperkuat pendapat mereka tentang mantan napi. Keempat adalah mengabaikan pernyataan orang yang memberikan stigma kepada dirinya.

The focus of this study is the description of cognitive disonance of former child prisoners who joined Sahabat Andik NGO. Using qualitative approach, specifically case study, we use depth interview and observation method to three former child prisoners who joined Sahabat Andik NGO. Through intracases and intercases data analysis, the research`s result shows that subjects experience cognitive disonance that make them don`t give the finest contribution and even decline their activity on the NGO`s programs and projects. The first reason of cognitive disonance is the existence of public opinion, which is negative stigma of former prisoners, that discordant with their opinion. Second, is the existence of earlier incongurency between their belief that NGO can give them proper salary to fulfill their needs, with the reality that it give them least amount of salary. Third, is the earlier incongruency between their belief that all NGO`s volunteers have the same opinion with them, with the reality that there are some volunteers who still have the stigma. Subjects decrease their cognitive disonance through some method. The first one is change their behavior by reduce their unpleasant behavior and share their activity to fulfill their needs. Second, is change the environment`s elements by deciding to join NGO. Third, enhance new cognition that can strengthened their opinion about former prisoners. And the fourth is by disdain peoples opinion about the former prisoners.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
153.8 MAN d
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Agias Fitri
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ridwan
"Pengguna rokok elektronik tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat umum, namun juga terjadi di kalangan mahasiswa, yang seharusnya menjadi contoh dalam berperilaku hidup sehat, keadaan ini mendorong mahasiswa dalam kondisi disonansi. Disonansi kognitif adalah diskrepansi atau kesenjangan yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten, menciptakan ketidaknyamanan psikologis. Tujuan penelitian ini ialah untuk menggambarkan disonansi kognitif pada mahassiswa yang menggunakan rokok elektronik di Universitas Cendekia Abditama. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan dengan metode pnemenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dilaksanakan pada bulan Juni 2023 pada 20 informan meliputi 16 mahasiswa perokok elektronik, 2 orang staff dosen dan 2 orang teman sebaya. Hasil penelitian menunjukan disonansi kognitif pada mahasiswa keperawatan lebih tinggi dari mahasiswa teknik ditinjau dari sumber elemen penyebab disonansi meliputi, inkonsistensi logika, nilai budaya, pendapat umum, dan pengalaman masa lalu, sedangkan gambaran cara mengatasi disonansi didapatkan dengan mengubah elemen tingkah laku, mengubah elemen kognitif lingkungan dan menambah elemen kognitif baru.

The use of electronic cigarettes does not only occur among the general public, but also among university students, who should be an example of healthy living behavior, this situation encourages students to be in a state of dissonance. Cognitive dissonance is a discrepancy or gap that occurs between two inconsistent cognitive elements, creating psychological discomfort. The aim of this research is to describe cognitive dissonance in students who use electronic cigarettes at Cendekia Abditama University. This study uses a qualitative approach, with the pnemenology method. Data collection was carried out by in-depth interviews carried out in June 2023 with 20 informants including 16 students who use electronic cigarettes, 2 lecturer staff and 2 peers. The results showed that cognitive dissonance in nursing students was higher than engineering students in terms of the source of the elements causing the dissonance including, logical inconsistency, cultural values, public opinion, and past experiences, while an overview of how to overcome dissonance was obtained by changing behavioral elements, changing cognitive elements. environment and add new cognitive elements."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Kirana
"ABSTRAK
Fenomena seorang opinion leaders yang namanya meledak di masyarakat pada tahun 2015, Karin Novilda, adalah fenomena yang mudah dijumpai dalam masayarakat sekarang. Sebagai masyarakat generasi Z, Karin Novilda mampu menyatakan ekspresinya dengan mudah dengan bantuan media sosial seperti Instagram dan Youtube. Dengan membentuk personal branding yang tepat, ia berhasil memanjat kelas sosial hingga menjadi seorang opinion leaders dan mendapatkan audiens yang menjanjikan. Dengan begitu, seseorang dapat dipercaya untuk mengiklankan suatu produk. Pekerjaan ini seringkali disebut sebagai celebrity endorser. Menjadi seorang opinion leaders membuat dirinya memiliki audiens yang mendukung serta tidak mendukung. Netizen yang memiliki kecenderungan tidak mendukung ini kerap disebut haters, dan para haters ini seringkali memberikan opini pedas yang bukan tidak mungkin dapat membuat seorang Karin Novilda mengalami ketidaknyamanan atas perilakunya yang dikritik pedas. Untuk terus menciptakan karyanya secara konsisten, Karin Novilda perlu mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Tulisan ini akan melihat fenomena yang dialami Karin Novilda dalam sudut pandang ilmu komunikasi, khususnya teori disonansi kognitif dengan menggunakan konten-konten yang diunggah Karin Novilda pada media sosialnya sebagai medium acuan.

ABSTRACT
Karin Novilda, an opinion leaders who become a phenomenon in 2015, is a common phenomenon which easily to find everyday. As a Z generation, Karin Novilda could express her expressiveness easily by the help of a social media such as Instagram and Youtube. By forming a proper personal branding, she succeed to climbing the social status and become an opinion leaders with promising audience. By that way, someone can be trusted to advertise a product. This kind of job frequently recognize as a celebrity endorser. Being an opinion leaders means have a supporting and opposing audience. The netizens who does not support or opposing the public figure often recognize as haters, and this kind of haters oftenly giving a harsh opinion and made Karin Novilda feel uncomfortable with her behaviour. To continue creating her work consistenly, Karin Novilda needs to reduce her uncomfortable feeling. This paper analyze the phenomenon experienced by Karin Novilda in communication theory point of view, cognitive dissonance theory in particular, using the uploaded content by Karin Novilda herself on her social media as the medium or reference."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Andersen
"Masih banyak orang yang beranggapan bahwa masalah polusi udara adalah masalah yang masih terlalu dini untuk dipikirkan. Hal ini disebabkan karena masih banyak orang yang mengandalkan indera penglihatan dan penciumannya saja sebagai alat mendeteksi terjadinya polusi udara. Bila efek yang ditimbulkan telah terlihat secara kasat mata maka barulah orang menganggap telah terjadi polusi udara yang mengganggu. Padahal banyak racun-racun dalam udara yang tidak nampak dan tidak berbau.
Mahasiswa yang dianggap memiliki pengetahuan yang luas, memiliki sumber bacaan yang memadai sehingga membantu proses berpikir yang lebih kompleks diharapkan lebih maju pemikirannya dalarn hal polusi udara. Akan tetapi ternyata tingkah laku yang ditampilkan oleh mahasiswa, yakni dengan menggunakan kendaraan bermotor ke kampus, membuat polusi udara menjadi bertambah. Hal tersebut tentunya menimbulkan suatu keadaan disonan pada proses kognitif mahasiswa karena mereka mengetahui bahwa tingkah laku menggunakan kendaraan bermotor pasti menambah polusi udara. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran disonansi kognitif yang dialami mahasiswa dan cara-cara yang dilakukan mahasiswa untuk mengatasi keadaan disonan tersebut sehingga tingkah laku menggunakan kendaraan bermotor oleh mahasiswa tetap tampil.
Penelitian survey ini bersifat kuantitatif; menggunakan kuesioner dan dilakukan terhadap 40 orang mahasiswa Universitas Indonesia. Sampel diambil dengan menggunakan teknik incidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa UI memiliki pengetahuan yang sangat baik terhadap masalah polusi udara. Mereka juga peduli terhadap kelestarian lingkungan. Akan tetapi ternyata masalah lingkungan bukan merupakan masalah yang penting untuk dinomor satukan penyelesaiannya. Masih banyak hal-hal lain yang menjadi prioritas dibandingkan masalah polusi. Hal tersebut menyebabkan disonansi yang terjadi pada proses kognitif hanyalah berlangsung dalam waktu yang singkat karena keadaan disonan tersebut akan berubah menjadi konsonan dengan cara menambah elemen-elemen kognisi baru dalam proses berpikir mahasiswa.
Untuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan pengukuran aspek-aspek psikologis lain agar mendapatkan gambaran yang lebih mendetil dan menyeluruh dari gejala disonansi kognitif terhadap masalah ini. Aspek-aspek psikologis yang perlu diteliti itu mencakup belief, nilai (value), sikap, dan motivasi. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilma Maaruf
"Pada masa remaja mulai timbul dorongan seksualitas. Melakukan hubungan seksual pranikah (premarital sexual intercourse) merupakan salah satu bentuk tingkah Iaku seksual yang dapat muncul sehubungan dengan adanya dorongan seksual. Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat begitu saja ditampilkan karena adanya aturan-aturan di masyarakat Monks dan Knoers (1984) mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi remaja untuk melakukan tingkah laku seksual karena adanya norma agama dan masyarakat yang hanya membolehkan hubungan seksual dalam perkawinan. Adanya hambatan dan lingkungan yang masih memegang adat ketimuran seperti masih mempertahankan kegadisan seseorang sebelum memasuki pemikahan serta akibat negatif lain yang disebabkan oleh hubungan seksual pranikah (cemas, malu, merasa bersalah, merasa berdosa dsb), menyebabkan pada diri remaja puteri tersebut akan mengalami apa yang disebut nonfitting relations atau juga disebut dengan hubungan yang tidak sesuai antara elemen-elamen kognitif yang ada pada dirinya. Hubungan yang tidak sesuai ini secara teoritis akan menimbulkan keadaan yang disebut Pengurangan Disonansi Kognitif yang terwujud dalam perubahan-perubahan kognisi, tingkah Iaku dan penambahan elemen kognitif baru yang sudah diseleksinya terlebih dahulu.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan Disonansi Kognitif pada remaja puteri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah dan meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor yang menjadi pemicu keterlibatan mereka dalam hubungan seksual pranikah dan berusaha mencari upaya untuk mengatasi masalah ini. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kasus terhadap 5 remaja puteri yang telah melakukan hubungan seksual pranikah, berusia 17-24 tahun dan bertempat tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara mendalam (depth interview).
Dari penelitian ini didapatkan bahwa penyebab terjadinya Disonansi Kognitif sebagai akibat dari hubungan seksual pranikah adalah karena semua subyek menyadari akan adanya norma-norma masyarakat dan agama yang melarang seorang remaja yang belum menikah untuk melakukan hubungan seksual (pada Logical inconsistency, cultural mores dan opinion generality) serta pentingnya keperawanan bagi seorang wanita, dan dampak yang diterima pelaku seksual pranikah dari masyarakat berupa hinaan dan cemoohan (pada past experience). Hal ini juga teriihat pada perbedaan tingkat kepentingan elemen-elemen kognitif pada setiap subyek penelitian, yang mempengaruhi kadar Disonansi Kognitif (tinggi atau rendah). Dan untuk mengurangi Disonansi Kognitif, semua subyek penelitian melakukan pengurangan Disonansi dengan cara menambah elemen kognitif baru dan dua subyek yang mengubah elemen tingkah laku. Pengurangan Disonansi Kognitif digunakan subyek agar dapat menghilangkan perasaan perasaan yang secara psikologis tidak menyenangkan dan dapat menjadikannya kembali pada keadaan yang stabil ( konsonan).
Faktor lain penyebab terjadinya perilaku seksual pranikah adalah adanya faktor emosional dan situasional. Faktor emosional seperti rasa cinta kepada pacarnya, ingin mengekspresikan rasa sayangnya serta ingin mengikat pasangannya kedalam hubungan yang lebih permanen. Sedangkan faktor situasional yang didapatkan adalah faktor suasana rumah yang sepi, orang tua yang sibuk, orang tua yang suka bertindak kasar kepada anaknya dan gangguan komunikasi antara orang tua dengan anaknya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>