Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Kurniasih
"Tesis ini membahas mengenai faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2007. Penelitian ini merupakan studi observasional deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah perlu meningkatkan upaya promotif dan preventif dalam rangka mengeliminir berkembangnya penyakit tuberkulosis paru; pemerintah juga harus meningkatkan anggaran kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari sisi kesehatan.

This thesis concerns the relationship of risk factors of lung tuberculosis prevalence in Indonesian labor force at 2007. This research uses descriptive observation analysis with cross sectional design model. The recommendation are the government needs to increase the promotion and preventive effort for eliminating of spreading lung tuberculosis disease, and the government should to increase especially health budget for increasing the human resources quality."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26272
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sefti Fazila
"TB merupakan penyebab utama kematian yang kedua setelah Human Imunnodeficiency Virus (HIV). Sekitar 80 % dari kasus TB yang dilaporkan, terjadi di 22 negara pada tahun 2013. Di pasar minggu kasus TB terus meningkat secara signifikan. Pada tahun tahun 2014 terjadi 332 kasus TB paru BTA (+). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Pada Tahun 2015, meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi, status gizi, kepadatan serumah dan sekamar tidur, ventilasi rumah dan kamar tidur, cahaya matahari masuk rumah dan kamar tidur, sumber penular, dan perilaku merokok.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus kontrol, sampel penelitian adalah penderita TB Paru BTA positif berusia ≥ 15 tahun dan tercatat dalam buku register TB dari seluruh puskesmas di Kecamatan Pasar Minggu pada bulan januari - September 2015, dan tetangga terdekat dari kasus (penderita TB) yang berusia ≥ 15 tahun. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. Dari hasil analisis bivariat, variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian TB adalah jenis kelamin (OR=3,07), status ekonomi (OR=5,71), status gizi (OR=23,58), dan, cahaya matahari masuk kamar (OR=5,3).

TB is the second leading cause of death after Imunnodeficiency Human Virus (HIV). Approximately 80% of TB cases were reported, occurred in 22 countries in 2013. In the Pasar Minggu of TB cases continued to rise significantly. In the year 2014 occurred 332 cases of pulmonary TB BTA (+). This study aims to identify factors related to the incidence of pulmonary TB smear positive in Puskesmas Subdistrict Pasar Minggu In 2015, included age, sex, occupation, education, economic status, nutritional status, overcrowding at home and roommates sleep, ventilation houses and bedrooms, solar light into the house and bedroom, a source of transmitting and smoking behavior.
This research was conducted with the approach of case-control studies, the study sample was patients with pulmonary TB smear-positive individuals aged ≥ 15 years and recorded in the register of TB from all health centers in the district Pasar Minggu in January ? September 2015, and the nearest neighbor of cases (TB) which aged ≥ 15 years. Data was analyzed using univariate and bivariate analyzes. From the results of the bivariate analysis, the variables associated with a statistically significant incidence of TB is gender (OR = 3.07), economic status (OR = 5.71), nutritional status (OR = 23.58), and, incoming sunlight room (OR = 5.3).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.H. Mahpudin
"Tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia. WHO melaporkan, di seluruh dunia setiap tahunnya ditemukan tidak kurang dari 8 juta kasus baru. Indonesia diantaranya merupakan negara penyumbang kasus TBC terbesar ketiga setelah India dan Cina. Diperkirakan jumlah kasus TBC di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 627.047 penderita, 281.946 diantaranya termasuk kategori TBC paru BTA positif. TBC paru BTA positif adalah jenis TBC yang sangat menular sehingga apabila tidak dilakukan pengobatan yang adequat dapat menularkan kepada 10-15 penderita baru dalam setahun. Risiko terjadinya penularan akan lebih tinggi pada orang yang dekat dengan sumber penular Kondisi lingkungan, status sosial ekonomi, gaya hidup, genetik dan adanya penyakit lain seperti diabetes, campak dan HIV merupakan faktor risiko yang selama ini diyakini berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. Namun penelitian tentang faktor risiko tersebut di Indonesia masih jarang dilakukan. Ketersediaan data sekunder dari Survei Prevalensi TBC Nasional dan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2004 (Susenas) yang terintegrasi, menarik minat penulis untuk memanfaatkan data ini untuk menganalisis beberapa faktor risiko TBC paru.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah, faktor sosial ekonomi dan faktor respon biologis terhadap kejadian TBC paru BTA positif pada penduduk dewasa di Indonesia.
Penelitian ini memakai rancangan studi kasus kontrol tidak berpadanan, dengan menggunakan perbandingan kasus kontrol 1:4. Sampel penelitian adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang menjadi sampel Susenas 2004 dan dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada Survei prevalensi TBC 2004. Jumlah sampel terpilih sebanyak 380 orang yang terdiri dari 76 kasus dan 304 kontrol. Penduduk yang berdasarkan pemeriksaan sputumnya menunjukan hasil BTA positif ditetapkan sebagai kasus. Sedangkan yang menjadi kontrol adalah penduduk yang sputumnya menunjukkan hasil BTA negatif dan berasal dari wilayah kecamatan yang sama dengan kasus. Kontrol dipilih secara acak. Untuk menguji hipotesis digunakan uji Kai Kuadrat dan untuk melihat derajat hubungan menggunakan nilai Odds Rasio dengan CI 95%.
Berdasarkan basil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC Pam BTA positif adalah keberadaan sumber kontak serumah OR 3,46 (1,316;9,091) kondisi rumah yang berlantai tanah OR 2,2 (1,135;4,269) dan pendapatan perkapita OR 2,145 (1,249;3,683). Berdasarkan temuan tersebut penulis menyarankan kepada pembuat kebijakan agar melaksanakan program khusus terhadap masyarakat golongan ekonomi rendah, terutama dalam hal program upaya penemuan penderita sedini mungkin, memberikan pengobatan secara cepat guna memutus rantai penularan, melaksanakan program active case finding dan untuk jangka panjang perlu dijalin kerjasama dengan lintas sektor terkait untuk melaksanakan program rumah sehat bagi kalangan masyarakat yang mempunyai status sosial ekonomi rendah.

Tuberculosis (TBC) is still become the word health problem. WHO reported that every year in the word has been founded not less than 8 millions of new cases. Indonesia is the third biggest countries which contribute TB cases after India and China. It is estimated the number of TB cases in Indonesia in the year 2003 was 627.047 infected, 282.946 among it was the category of pulmonary tuberculosis with smear positive. Pulmonary tuberculosis with smear positive is a kind of TB which is very infectious, so it should have adequate treatment, unless it will spread to 10-15 new patients within a year. The people who are close to the source of disease have the high risk to be infected.
The environment condition, social economy status, life style, genetic and other disease such as diabetes, measles and HIV are believed has the relation with TB. But research about those risk factors in Indonesia is rarely done. The interest of the writer to analyze same risk factor of pulmonary TB is based on integrated of availability of secondary data from National TB Prevalence Survey (SPTBC) and National Social Economy Survey (Susenas) year 2004.
The purpose of this research is to know the relation between the house environment condition, social economy factor and biologic response toward pulmonary TB with smear positive cases for adult in Indonesia.
The research is using unmatched case control study, with comparison of 1 : 4 case and control. The sample of this research is the people of 15 years old and above, which was the sample of Susenas 2004 and was examined by sputum smear microscopy in SPTBC 2004 Survey. The number of chosen sample is about 380 person, consisting of 76 cases and 304 controls. The people whose sputum smear positive, decided as a case, but the people from the sputum smear negative decided as control. Control was chosen randomly. To test these hypotheses, chi square is used and to see the relation degrees of Odds Ratio with Cl 95% value is used.
The research found that the factors which association with pulmonary TB smear positive is the availability of contact source in one house OR 3, 46 (1,316 ; 9,091), the condition of the house with soil floor OR 2.2 (1,135 ; 4,269) and private income OR 2,145 (1,249 ; 3,683). According to those finding, the writer advise to the policy maker to take special program for the people with low income, especially the program of finding the infected person as soon as possible to heal them with proper treatment. to cut the cycles of infections, to make program of active case finding program and for long term, there should be cooperation between other sector related to activate healthy house program for the people with low income.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika
"Default adalah salah satu masalah penting dalam pengendalian TB paru. Default menyebabkan penderita berpotensi untuk mengalami resistensi terhadap OAT sehingga sulit disembuhkan. Penelitian ini menilai proporsi default TB paru dan faktor yang berhubungan di RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2008, dan desain studi penelitian adalah Cross Sectional. Jumlah sampel yang dianalisis adalah 188 dari 407 penderita. Penelitian ini menemukan proporsi kasus default TB paru di RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2008 sebesar 8,0% (15 kasus). Faktor- faktor yang berhubungan bermakna secara statistik dengan default penderita TB paru di RSUD Budhi Asih Jakarta tahun 2008 adalah umur (nilai p=0,002) dan efek samping obat (nilai p=0,05) sedangkan jenis kelamin, status pekerjaan, tipe penderita, riwayat pengobatan, jenis ESO, keberadaan PMO dan jenis PMO berhubungan tidak bermakna secara statistik dengan default penderita TB paru. Pengelola TB harus meningkatkan penyuluhan kepada pasien TB bahwa OAT memiliki efek samping, lebih menekankan pentingnya keteraturan berobat dan pengawasan minum obat pada penderita yang tergolong umur tidak produktif.

Default is one of the most important things in controlling lung TB. Default causes patients having treatment resistance and it makes them more difficult to be cured. This research determines default proportion among lung TB patient and factors related to it in RSUD Budhi Asih Jakarta 2008 and Cross Sectional is the study design. This research analyses 188 samples from 407 populations. Statistically, factors that significantly related to default among lung TB patient in RSUD Budhi Asih Jakarta 2008 are treatment side effect and age, while sex, work status, patient type, patients? treatment history, type of treatment side effect, treatment supervisor and it?s type are not related to default. TB administrator must reminding all TB patients that TB treatment has side effects and also must reminding those patients about treatment adherence especially to non productive age ones."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Yuliharti
"Penyakit tuberkulosis paru sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sendiri merupakan negara ke 3 terbanyak penderita tuberkulosisnya setelah India dan China, diperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis paru dengan kematian 140.000 penderita.
Dalam program penanggulangan tuberkulosis paru ini, tujuan dari pemeriksaan dahak adalah untuk menegakkan diagnosis, menilai kemajuan pengobatan dan menentukan tingkat penularan. Melihat kompleksnya permasalahan pada keteraturan pemeriksaan dahak tersebut mendorong penulis untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pemeriksaan dahak.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan beberapa faktor terhadap ketidakpatuhan memeriksakan dahak pada fase intensif pengobatan tuberkulosis paru di Kota Sukabumi tahun 2002.
Desain penelitian ini adalah kasus kontrol, populasi penelitian adalah penderita tuberkulosis paru berumur ≥ 15 tahun yang berobat di seluruh puskesmas di Kota Sukabumi. Kasus adalah penderita tuberkulosis paru berumur 15 tahun atau lebih yang tidak memeriksakan dahak pada akhir fase intensif pengobatan tuberkulosis paru yaitu pada hari ke 53-60 pada kategori-1 dan kategori-3 atau hari ke 83-90 pada kategori-2 dan kontrol adalah penderita tuberkulosis paru berumur 15 tahun atau lebih yang memeriksakan dahak pada akhir fase intensif pengobatan tuberkulosis paru yaitu pada hari ke 53-60 pada kategori-1 dan kategori-3 atau hari ke 83-90 pada kategori-2. Alat pengumpul data berupa Kartu Pengobatan TB 01 dan kuesioner dengan sampel sebanyak 144 orang yaitu 72 kasus dan 72 kontrol.
Hasil analisis bivariat terhadap 12 variabel independen dengan variabel dependen, menghasilkan 4 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p < 0,05). Variabel yang berhubungan dengan ketidakpatuhan memeriksakan dahak pada akhir fase intensif pengobatan tuberkulosis paru adalah pengetahuan yang rendah (OR = 5,58; p = 0,000), sikap yang buruk (OR = 2,25; p = 0,018), status belum/tidak kawin (OR = 2,31; p = 0,020), dan tipe puskesmas (Puskesmas Rujukan Mikroskopis OR = 2,50 dan Puskesmas Pelaksana Mandiri OR= 3,99 dengan nilai p = 0,008).
Hasil analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik metode enter dari 6 variabel independen yang menjadi kandidat untuk masuk dalam model (p < 0,25), ternyata hanya 3 variabel yang masuk dalam model akhir yakni; pengetahuan (OR = 8,46 ; p = 0,000), status perkawinan (OR = 4,82 ; p = 0,001) dan tipe puskesmas (Puskemas Rujukan Mikroskopis OR = 2,87, p = 0,014; Puskesmas Pelaksana Mandiri OR = 6,09, p = 0,008 ; Puskesmas Satelit OR = 1,00, p = 0,006).
Kemudian disarankan agar lebih mengintensifkan program penyuluhan kesehatan dengan menggunakan leaflet atau poster. Perlunya ditunjuk tenaga PMO yang dibekali dengan buku pintar (buku saku) berisi tentang penyakit tuberkulosis dan cara penanggulangannya secara singkat dan jelas. Petugas laboratorium hendaknya memberikan pengertian kepada setiap penderita tuberkulosis tentang pentingnya pemeriksaan dahak yang teratur dan tepat waktu. Kemudian adanya upaya kemitraan dengan kalangan swasta, organisasi profesi atau Lembaga Swadaya Masyarakat.

The Factors Related to in-Obedience for Having Sputum Examination at the End of Intensive Phase of Pulmonary Tuberculosis Treatment at Sukabumi, 2002Pulmonary tuberculosis disease up to present remains a serious public health problem, especially in developing countries. Indonesia is the third biggest country having tuberculosis after India and China, it was estimated that each year occur 583,000 new cases of lung tuberculosis with the death 140,000 sufferers.
The National tuberculosis program, smear sputum examination is an important part of the entire processes of pulmonary 'tuberculosis treatment. The objective of the sputum examination for follow up is to make the appropriateness of diagnoses, to measure the progress of the treatment and to determine the level of communication. Considering the problems were complex on the regularity of sputum examination for follow up, it is encourage the writer to determine what factors related to in-obedience of the sputum examination for follow up.
The objective of this study is to determine the relationship of some factors of in-obedience of check the sputum at the end of intensive phase of pulmonary tuberculosis treatment in Sukabumi, in 2002. The study design was control cases, with the population are the pulmonary tuberculosis patient?s age ≥ 15 years who have had their treatment at the entire of the Health Centers of Sukabumi City. The tools of data collection were TB 01 treatment card and questionnaires. The total samples was 144 patients, covering of 72-cases group and 72-control' group. Cases are those of 15 years old or over who have not examined their sputum for follow up. Controls are those of 15 years old or over who have their sputum examined for follow up.
The result of bivariate analysis of 12 independent variables with dependent variables, shown that four variables having significant relationship (p < 0.05). The variable that related to in-obedience of checking the sputum at the end of the intensive phase of pulmonary tuberculosis treatment were education (OR = 5, 58; p = 0,000), attitude (OR = 2, 25; p = 0,018), marital status (OR = 2, 31; p = 0,020), and type of the Health Center (Microscopic Referral Health Center OR = 2, 50 and Self-implemented Health Center OR = 3, 99 with value p = 0,008).
The result of multivariate analysis using logistic regression enter method, out of 6 independent variables who became the candidate to be a model (p < 0,25), the fact that only three variables whom enter at the end of model, i.e. knowledge (OR = 8.46; p = 0,000), marital status (OR = 4.82; p = 0,001) and the type of Health Center (Microscopic Referral Health Center OR = 2.87, p = 0.014; Self-implemented Health Center OR = 6,09, p = 0,008; Satellite Health Center OR = 1.00, p = 0,006).
Based on this study, it is recommended to provide more intensive health education in order to improve the attitude and knowledge of the TB patients. Selection of PMO (treatment observer) is crucial. The PMO has to be supplied the pocket book on tuberculosis treatment. The book has to be simple but easy to understand. Besides that, the laboratory technician should give information to every TB patient that they should come to check the sputum for follow up the important of having sputum examination for follow up on routine base and on time has to be explained to the patients. Efforts to increase collaboration to the private sectors, the professionals and non government organization are encouraged."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Pramurtiwati
"Jumlah penderita TB Pam BTA positif di Kecamatan Mustika Jaya pada tahun 2006 sebesar 19.2% melebihi positif rate 10% dari tersangka TB sehingga risiko tertular cukup tinggi di mana satu orang dcngan BTA positif dapat menularkan 10 - I5 orang setiap tahun.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor fisik mmah dan kamkteristik responden dcngan kejadian tuberkulosis Paru BTA positifl Desain penelitian mcnggunakan kasus kontroi. Kasus adalah penduduk berusia 2 15 tahun pada tahun 2006 dan pada bulan Januaxi sampai April 2007 yang diperiksa sputumnya dcngan hasil BTA positif sedangkan kontrol adalah tetangga kasus yang berusia 2 I5 tahun yang tidak dalam keadaan sakit dan diperiksa sputumnya dengan hasil BTA negatifi. Jumlah kasus 78 dan kontrol 78 pcngumpulan data melalui wawancara dan observasi.
Analisa data deskripsi dengan distribusi frckuensi, nnalisa hubungan dengan uji kai kuadrat dan multivariat dengan regresi logistik model prediksi. Faktor fisik nnmah yang bermakna berhubungan dengan kejadian TB adalah ventilasi rumah. Faktor kanakteristik rcsponden yang berhubungan adalah 1 Jenis kelamin (2,764, 1435 - 5,327) dan status gizi (3.136, 1,496-6,S79) Faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA positif adalah status gizi (3,495, 1,543-7,9l'7), Jenis kelamin (2,724, 1,304-5,69l) dan faktor risiko yang paling dominan hubungannya dengan kejadian TB Paru BTA positif adalah status gizi.
Kesimpulan penehtian ini adalah Keadaan fisik rumah di wilayah kccamatan Muslika Jaya hampir sama apau homogen dan yang bermakna berhubungan dcngan TB Paru adalah vcminasiummah dan dengan giza yang jelek maka mempunyai rasiko lebih besar mcnderita TB Paru BTA positif dibandingkan dengan penduduk yang mempunyai gizi baik.
Berdasarkan hasil ini disarankan. Pemerintah Kota Bekasi mcmberikan bantuan dana stimulan sebagai modal untuk menciptakan keluarga mandiri khususnya keluarga miskin, dan Dinas Kcsehatan Kota Bekasi secara periodik memberikan penyuluhan kepada masyarakat tcntang rumah yang sehat dan asupan gizi seirnbang.

Total amount of TB Lung BTA positive patient in Mustikajaya sub-district year 2006 as much as l9,2% more than positive rate i 10% from TB suspect. Theref`ore, contagims risk in quite high where one person with BTA positive could infect 10 - 15 people per year.
This research purpose is to recognize house physical factor and respondent characteristic with TB Lung BTA positive cases. Research design is using case control. Case is residence age of > 15 years old in 2006 until April 2007 that examined before with BTA positive result. While control is case neighbor age of > I5 years old with healthy condition that examined before with BTA negative result. Total cases are 78 and control 78. Data obtained from interview and observation.
Analysis of data description is frequency distribution, relation analysis with chi-square test, and multivariate with logistic regression model. Prediction of house physical faktor that significantly related with TB cases is house ventilation. Respondent characteristic factor that related are gender (2.764, 1.435 - 5.327) and nutrition status (5.I36, 1. 496 - 6.579). The most related factor with TB Lungs BTA positive cases are nutrition status (3.495, l.S43 - 7.9l7), gender (2.724, 1.304 - 5.69l) and the most dommam related risk factor with TB Lungs BTA positive is nutrition Status.
Research conclution is house physical environment in Mustikajaya sub-disuict are almost the same/homogeny and related significantly with TB Lungs are house ventilation and with bad nutrition so has higher risk to infected by TB Lungs BTA positive compared to residence who has good nutrition.
Based on this result is suggested to govemment of Bekasi city to give stimulant fund assistance as assets to create autonomous family especilly poor family. Moreover, Health agecy of Bckasicity periodically give counseling to public toward healthy housing and balanced nutrition input.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsi Novitasari
"Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama pada kesakitan serta termasuk ke dalam 10 penyebab kematian di dunia. Prevalensi kejadian tuberkulosis paru berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0.4% pada tahun 2013. Status gizi diketahui sebagai salah satu faktor risiko kejadian tuberkulosis paru. Di wilayah Asia, prevalensi malnutrisi pada penderita TB beriksar antara 68.6% - 87%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian tuberkulosis paru pada usia > 18 tahun di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari hasil Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 pada tahun 2014-2015 serta menggunakan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini sebanyak 29.545 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah diabetes melitus, merokok, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan. Hasil stratifikasi yang diperoleh: Diabetes melitus (OR= 3.02; 95% CI 2.32–3.95), merokok (OR= 2.93; 95% CI 2.24–3.84), usia (OR= 2.79; 95% CI 2.14–3.65), jenis kelamin (OR= 2.77; 95% CI 2.12–3.62), tingkat pendidikan (OR= 2.89; 95% CI 2.22–3.77), tingkat pendapatan (OR = 2,65; 95% CI: 1,82 – 3,87).

Tuberculosis or TB is an infectious disease that is a major cause of illness and is among the 10 causes of death in the world. The prevalence of pulmonary tuberculosis based on the diagnosis of doctors in Indonesia was 0.4% in 2013. Nutritional status is known as one of the risk factors for pulmonary tuberculosis. In the Asian region, the prevalence of malnutrition in TB patients varies between 68.6% - 87%. This study aims to determine the relationship of nutritional status with the incidence of pulmonary tuberculosis at age > 18 years in Indonesia. The data used in this study are secondary data from the results of the Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 in 2014-2015 and using a cross sectional design. The sample in this study were 29.545 respondents who met the inclusion and exclusion criteria. The control variables in this study were diabetes melitus, smoking, age, gender, education level, and income level. Stratification results obtained: Diabetes melitus (OR = 3.02; 95% CI 2.32-3.95), smoking (OR = 2.93; 95% CI 2.24-3.84), age (OR = 2.79; 95% CI 2.14-3.65), gender (OR = 2.77; 95% CI 2.12-3.62), education level (OR = 2.89; 95% CI 2.22-3.77), income level (OR = 2,65; 95% CI: 1,82 – 3,87).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sugiarto
"Tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit yang muncul sebagai pembunuh yang disebabkan oleh salah satu jenis kuman yaitu Mycrobucterium tuberculosis. Delapan juta penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit TB Paru dengan tingkat kematian penderita sekitar tiga juta orang (33,3 %). Penyakit ini 75 % menyerang kelompok usia produktif (15-50 tahun) dan kematian yang diakibatkannya merupakan 25 % dan seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah.
Indonesia pada tahun 1999 menempati peringkat ketiga sebagai negara yang jumlah penderita TB Paru terbanyak setelah India dan Cina. Peningkatan kasus tuberkuliosis, dari hasil beberapa penelitian yang teiah dilakukan selama ini, dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan diantaranya adalah lingkungan fisik, karakteristik ,individu dan lingkungan sosial yang ada disekilar pemukinnan atau perumahan penduduk.
Di Kabupaten Bengkulu Utara telah dilaksanakan upaya penemuan kasus secara terus-menerus, upaya ini mampu menemukan suspek TB Paru. Tahun 2001 dari 1307 suspek, diperiksa 5,121 specimen dan ditemukan penderita BTA (+) sebanyak 220 orang. Periode bulan Januari 2002 sampai dengan Desember 2002, jumlah specimen diperiksa sebanyak 5.343 specimen dari 1.781 orang dan ditemukan BTA (+) sebanyak 261 orang, sedangkan periode tahun 2003 dari 1687 suspek dan 5.061 specimen yang diperiksa ditemukan 258 orang dengan BTA (+).
Penelitian ini menggunakan desain case control dengan menggunakan data primer dan sekunder, penelitian dilakukan di 16 (enam helas) Puskesmas wilayah Kabupeten Bengkulu yaitu Puskesmas Penimnas, Kota Arga Makmur, Air Lais, Air Bintunan, Lubuk Durian, Pekik Nearing, Lubuk Pinang, Sebelat, Napa] Putih, Ketahun, D6 Ketahun, Karang Pulau, Kerkap, Karang Tinggi, Taba Penanjung dan Puskesmas Kembang Seri, Pengambilan sampel dilakukan dengan Cara random sederhana sebanyak 182 sampel yang terdiri dari 91 sampel kasus dan 9I sampel bukan kasus.
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan tahapan analisis univariat, bivariat dan multivariate. Variabel independen dalam penelitian adalah karakteristik individu (usia, jenis'kelamin, kontak penderita, riwayat imunisasi, perilaku, status gizi), lingkungan fisik (ventilasi, suhu, pencahayaan, kclembaban), lingkungan social (kepadatan penghuni, pendidikan, pengetahuan, penghasi]an).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghuni rumah kebun yang pcrnah kontak dengan penderita TB paru BTA (+) mcmpunyai risiko 5,09 kali, status gizi yang kurang mempunyai risiko 2,26 kali, kelembaban tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,56 kali, kepadatan hunian tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 2,716 kali, tingkat pengetahuan tentang penyakit TBC yang kurang mempunyai risiko 2,37 kali untuk terkena TB paru BTA (+).
Saran yang dapat disampaikan, agar kegiatan program terkait di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Utara dapat melakukan penanganan masalah TB paru di rumah kebun ini melalui kegiatan pendataan dan pemetaan rumah kebun yang ada di tiap wilayah Puskesmas sehingga diperoleh gambaran populasi yang berisiko, penempatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan rumah kebun,. melakukan koordinasi program gizi, P2M dan kesehatan Iingkungan serta promosi kesehatan.

Pulmonary tuberculosis (TB) is a severe disease caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis. Around 8 million people suffer from pulmonary TB with a death rate of 3 million people (3,3 %). Approximately 75 % of the pulmonary TB cases occur in the productive age group (15-50 year old) and 23 % of deaths are actually preventable.
Indonesia in 1999 occupy the third rank as a country that have the most cases of pulmonary TB after India and China. From previous studies, there are several environmental factors that influence the increase of pulmonary TB cases, such as physical environment, individual characteristics, and the social environment surrounding the residences.
In north Bengkulu, continuous efforts have yielded new cases suspected as being pulmonary TB sufferer. In 200], out of 1,707 people suspected, 5,121 specimens were examined and those with BTA (+) were 220 people. During January to December 2002, there were 5,343 specimens examined from 1,78I people, end there were 261 of of those with BTA (+). In 2003, of of 1687 suspected, 5,061 specimens were examined and those with BTA (+) were 258 people.
Design of this studying case control study using primary an d secondary data, and was undertaken in 16 public health centers in Bengkulu district, namely Perumnas, Kota Arga Makmur, Air Lais, Air Bintunan, Lubuk Durian, Pekik Nyaring, Lubuk Pinang, Sebelat, Napa! Putih, Ketahun, D6 Ketahun, Karang Pulau, Kerkap, KarangTinggi, Taba Penanjung and Kembang Seri. Samples were collected using a sample random method, and there are 91 case 91 case samples and 91 control sample.
Hypothesis testing was done through univariate, bivariate. and multivariate analysis. Independent variables of this study include individual characteristics (age, sex, Ievel of education, knowledge, contact with TB sufferer, history of immunization, behavior, and nutritional status), physical environment (ventilation, temperature, the amount of light entering the house, and humidity), and social environment (density of house occupants, and income).
The result of the study show that occupant of plantation house that have had contact with a pulmonary TB BTA (-i) sufferer are 5.09 times more likely to suffer from pulmonary TB BTA (t]. There are risks 2,26 times more for those with poor nutritional status, 3.56 times for poor humadity, 2.72 times for high density of occupants, and 237 times for a lack of knowledge about pulmonary TB.
Recommendations that can be derived from this study are the implementation of programs by the district health service of North Bengkulu that include data recording of plantation houses in the areas around various public health centers, thus enabling the District Health Service to determine the population at risk for pulmonary TB. as well as building several several health service facilities that can be easily accessed from the plantation houses, coordinating programs on nutrition, control of infectious diseases, environment health and health promotion.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibupertiwi
"Penyakit TB Paru usia 0-14 tahun di Jakarta Timur tahun 2003 merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dengan jumlah kasus yang tertinggi di antara 5 wilayah di Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru usia 0-14 tahun.
Desain penelitian menggunakan studi kasus kontrol. Kasus adalah pasien usia 0-14 tahun yang.berkunjung ke Puskesmas dan diagnosa dokter/perawat berdasarkan gambaran Minis dan rontgen dada (+), sedangkan kontrol adalah tetangga kasus yang berusia 0-14 tahun dengan gejala batuk, tidak mempunyai gambaran Minis TB Paru serta rontgen dada (-). Kasus diambil dari data dari register TB 01 Puskesmas.. Jumlah kasus dan kontrol diambil berdasarkan proporsi penderita TB Paru di 10 Puskesmas Kecamatan Jakarta Timur dengan perincian kasus 80 dan kontrol 80.
Faktor risiko yang diteliti adalah lingkungan fisik rumah, meliputi ventilasi rumah, cahaya rumah, kelembaban rumah dan suhu rumah, sedangkan karakteristik individu meliputi umur, status BCG, gizi, kontak penderita, pengetahuan, perilaku dan penghasilan. Data dikumpulkan melalui pengukuran, observasi dan wawancara.
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa 5 variabel faktor risiko lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian TB Paru usia 0-14 tahun, yaitu ventilasi rumah OR = 2,053 (95% CI:1,087-3,875), hunian rumah OR = 2,149 (95% CI:1,140-4,051), human kamar OR = 2,170 (95% CI:1,146-4,107), cahaya rumah OR = 2,542 (95% CI:1,309-4,937), kelembaban rumah OR = 3,092 (95% CI:1,465-6,525). Sedangkan 3 variabel faktor risiko karakteristik individu menunjukan hubungan bermakna dengan kejadian TB Paru usia 0-14 tahun, yaitu gizi OR = 2,371 (95% CI:1,257-4,471), kontak penderita OR = 2,931 (95% CI:1,542-5,572) dan penghasilan OR= 0,023 (95% CI: 1,179-4,885).
Selanjutnya analisis multivariat menunjukan bahwa faktor yang paling dominan adalah kontak penderita berturut-turut diikuti oleh gizi, pencahayaan rumah dan penghuni rumah.
Dari hasil penelitian ini maka disarankan penyuluhan tentang rumah sehat dan hygiene dengan melibatkan tokoh masyarakat, alim ulama serta lintas sektoral Iainnya, sehingga keluarga penderita TB Paru usia 0-14 tahun dan masyarakat dapat mencegah penularan TB Paru usia 0-14 tahun serta segera mungkin memeriksakan diri ke petugas kesehatan apabila terdapat gejala klinis TB Paru usia 0-14 tahun.

In 2003, pulmonary tuberculosis (TB) in children under 14 years old in East Jakarta was a serious health problem, marked by the high rate of cases found among five districts of DKI Jakarta province. Therefore, this study aims to determine the factors related to incidence of pulmonary TB in children under 14 years old in East Jakarta.
Design of study in control case study. Case samples are children under 14 years old diagnosed by a doctor or nurse with pulmonary TB based on clinical symptoms and positive chest X-ray scan result. The control samples are neighbors of those being the case samples who are also under 14 years old and show symptoms of coughing but do not show clinical symptoms of pulmonary TB and have a negative chest X-ray scan result. Potential case samples were identified from registration data in local public health centers in East Jakarta district.
The risk factors being studied are the physical environment of the house, such as house ventilation, the amount of light entering the house, humidity, and temperature, while the individual characteristics studied include age, BCG status, nutritional, contact with TB sufferer, knowledge, behavior, and income. Data were colleted through measurement, observation, and interview.
Bivariate analysis shows there are six variables of the physical environment of the house that are related to incidence of pulmonary TB in children under 14 years old, namely house ventilation OR = 2.053 (95% CI;1.087-3.875), density of house occupants OR = 2.149 (95% CI; 1.140-4.051), density of occupants in a room OR = 2.170 (95% CI;1.146-4107), the amount of light entering the house OR = 2.542 (95% CI;1.309-4.937), house humidity OR = 3.092 (95% CI; 1.465-6.525). As for the individual characteristics, there are three variables showing a significant relation to incidence pulmonary TB in children under 14 years old, namely nutritional OR = 2.371 (95% CI; 1.257-4.471), contact with TB sufferer OR = 2.931 (95% CI; 1.542-5.572), and income OR = 0.023 (95% CI; 1.179-4.885). The multivariate analysis shows that the most dominant factor in contact with TB sufferer, followed by nutritional status, the amount of light entering the house, and density of occupants in the house.
Several recommendations can be derived from this study in order to minimize the incidence of pulmonary TB among children. One is a need for improvement in the quality of housing. There is also a need for improvement of the people's behavior in order to minimize the spread of pulmonary TB among children under 14 years old.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wayan Apriani
"Program Pemberantasan TB Paru bertujuan untuk memutuskan rantai penularan penyakit TB Paru. Salah satu upaya dalam pemutusan rantai penularan adalah menemukan dan mengobati penderita BTA (+) sampai sembuh, dengan menggunakan obat yang adekuat dan dilakukan pengawasan selama penderita minum obat.
Kegiatan pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kabupaten Donggala telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan atau memang dimasyarakat TB Paru masih banyak ditemukan.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Kabupaten Donggala. Jenis disain yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan 2 jenis kontrol. Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+), kontrol-1 yang merupakan kontrol yang berasal dari sarana pelayanan kesehatan yaitu adalah tersangka TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA (-) dan tidak diobati dengan obat anti tuberkulosis serta pada saat wawancara tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih dan kontrol-2 berasal dari masyarakat yaitu tetangga kasus dengan criteria tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 270 kasus dan 540 kontrol.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-1 adalah umur, adanya sumber penular, cahaya matahari dalam rumah, kepadatan penghuni rumah, interaksi antara sumber penular dan cahaya matahari dalam rumah, dan sumber penular tidak berobat.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada kasus dan kontrol-2 adalah jenis kelamin, status vaksinasi BCG, keeratan kontak, lama kontak, sumber penular tidak berobat dan kepadatan penghuni rumah.
Dari basil penelitian ditemukan bahwa adanya kontak dengan penderita TB yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian TB, sehingga disarankan untuk meningkatkan penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin hingga penderita sembuh dan dilakukan penyuluhan secara terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar segera mencari pengobatan.

The objective of Pulmonary Tuberculosis Control Programme is to reduce TB transmission. In order to reduce the transmission, the first priority is to decrease the risk of infection by case finding, treatment and cure of AFB (+) tuberculosis patients with adequate regimens and proper supervision during the treatment.
TB Control Programme activities with DOTS strategy in Donggala District has been implemented since 1995. Due to the increasing of case finding of new AFB (+) patients, tuberculosis still remain as public health problem. This is caused by the awareness of community to get the treatment or the existence of Pulmonary Tuberculosis in the community.
The research aim is to identify the related factors to Pulmonary Tuberculosis in Donggala District. The case-control method had been used with two different controls. The case is the new AFB (+) tuberculosis patients while the first control is the TB suspect with the result of the examination is negative as facilities based control and the second is the neighbor of cases as community based control. Both controls were not coughing for last 3 weeks at the time of the interview. 270 cases and 540 control had been interviewed as the respondents.
The result of the research reveals that related factors to Pulmonary Tuberculosis with facilities based control are age, source of infection, house lighting, house density, interaction of house lighting and source of infection, and the source of infection who were not treated.
Related factors to the incidence of Pulmonary Tuberculosis with community based control are sex, BCG vaccination status, contact closeness, duration of contact, the source of infection who were not treated and house density.
Based on the result of the study, it is identified that a contact with TB patients who were not treated is the risk factor that closely relates to the Tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, early treatment and cure the patients. In addition, it is necessary to provide continuous health education in order to improve the awareness of community to seek the treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>