Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Kusumawardani
"Skripsi ini membahas gambaran faktor-faktor predisposisi yakni umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang Filariasis yang berhubungan dengan praktik minum obat Filariasis di 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) dan menggunakan data primer. Hasil penelitian menyarankan bahwa kegiatan sosialisasi berupa penyuluhan tentang Filariasis dan pengobatan massal Filariasis agar diperbanyak sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang Filariasis dan membuat masyarakat mau meminum obat massal Filariasis.

The focus of this study is the description of disposing factors there are age, sex, job, education grade and knowledge about Filariasis disease which is related to Filariasis drugs consumption in 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok 2009. This research is quantitative descriptive interpretive with cross sectional design. The data were collected by means of interviews. The researcher suggest to increase dissemination activities of Filariasis and the drugs consumption information so we can improve people?s knowledge about Filariasis disease and make they already to eat the Filariasis drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tita Mia Sari
"Pengobatan massal filariasis merupakan program wajib pemerintah dalam upaya pemberantasan filariasis di wilayah-wilayah endemis, salah satunya di wilayah Depok. Penelitian deskriptif ini mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pengobatan massal Filariasis dengan desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 66 orang warga Kelurahan Pondok Cina Depok yang termasuk dalam kriteria penerima pengobatan mmsal filariasis. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat sosial ekonomi dan status pekerjaan dengan perilaku pengobatan massal filariasis.
Sementara itu, tidak ada hubungan antara karakteristik masyarakat meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan serta tingkat pengetahuan, persepsi, dan sikap tentang filariasis dengan perilaku pengobatan massal filariasis.

Mass drug administration is a government program to eliminate lymphatic tilarimis at endemic arm, included Depok. This research is a descriptive correlative research and use cross sectional design which ha a purpose to know factors related to community behavior about mass drug administration (MDA). The sample in this research is 96 people who live in Pondok Cina district of Depok and as target of MDA. Sampling technique which is use in this research is purposive sampling. Based on analyzing, there are significant relationships between social economic level and work status to behavior about mass drug administration. Besides, there are no relationship between age, sex, level of education, level of knowledge, perception, and attitude about lymphatic tilariasis to behavior about mass drug administration.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5783
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puhilan
"Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk.Program Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) merupakan salah satu program pencegahan filariasis.Cakupan Program Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) filariasis dari tahun 2005-2009 berkisar antara 28% -59,48%. Persentase kasus klinis yang ditatalaksana berkisar antara 17%- 40%. Pencapaian ini belum mencapai target yang ditetapkan oleh WHO (85%).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan cakupan pemberian obat massal pencegahan (POMP) terhadap keberhasilan pemberantasan filariasis di 32 Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2012.Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectionaldengan pendekatan data ekologi.Penelitian ini dilaksanakan terhadap Kabupaten/kota di Indonesia yang telah melaksanakan pemberian obat massal pencegahan filarisis. Berdasarkan laporan pemeriksaan mikrofilaria dalam darah hasil dari Subdit Pencegahan Filariasis dan Kecacingan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2012 terhadap kabupaten/kota yang telah melaksanakan pemberian obat massal pencegahan filariasis selama lima tahun yang diberikan sekali dalam setahun.Analisis data menggunakan cox regression.Hasil analisisdiperoleh prevalensi kabupaten/kota cakupan pemberian obat kategori tinggi sebesar 85% dan berhasil dilakukan pemberantasan sebanyak 22 kabupaten/kota. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan cakupan pemberian obat massal pencegahan (POMP) terhadap keberhasilan pemberantasan filariasis sebesar 2,04 kali (PR = 2,04; 1,019-4,05), hasil uji multivariat menunjukkan cakupan pemberian obat massal kategori tinggi berpeluang berhasil dalam pemberantasan filariasis sebesar 1,591 kali (PR = 1,591; 0,561-4,512) setelah dikontrol variabel tingkat pendidikan dan sex ratio. Dengan melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) filariasis yang diberikan satu tahun sekali selama lima tahun berturut-turut maka eliminasi filariasis di Indonesia dapat tercapai.

Filariasis(elephantiasis) is achronicinfectiousdiseasecaused byfilarial wormsandtransmittedbymosquitoes. Mass Drug AdministrationProgram(MDAP) is one offilariasispreventionprograms. FilariasisMass Drug AdministrationProgram(MDAP) Coveragefrom 2005-2009ranged from28% - 59.48%. Percentage ofclinical casesare administeredrangedfrom 17% -40%. This achievementhas notreached the assigned target by theWHO (85%0. This study aimstodetermine the relationshipcoverage ofmass drug administrationagainstthe success oftheprevention offilariasis inIndonesiain 2012. This study was using a cross sectional design with ecological data approach. This study was conducted to district / city in Indonesia that have implemented Mass Drug Administration (MDA) filarisis prevention which is based on inspection reports of microfilariae in the blood in the districts / cities that have implemented preventive filariasis Mass Drug Administration for five years, given once a year. Data obtained from the Filariasis Prevention and Worm Sub Directorate - Directorate of Animal Disease Control Sourced , Directorate General of Disease Control and Enviromental Health, Ministry of Health in 2012. Data analysisusingcoxregression.Results ofanalysis,the prevalence ofthe district/cityhighcoverage ofdrugcategoriesby 85% and successfull in preventing22 districts/cities.This studyshowedthat there are correlation of MassDrug Administrationagainst the success of filariasispreventionof2.04 times(PR =2:04; 1.019 to 4.05), test showing the coverageof MassDrug Administrationlikely tosucceedin thehigh categoryforthe prevention offilariasis1,591times(PR =1,591;0.561 to 4.512) after controllingvariablelevel of educationandsex ratio. By doingpreventivefilariasisMass Drug Administrationgivenonce a yearfor fiveyears regularly then theeliminationof filariasisinIndonesia can be achieved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Oktarina
"Penyakit kaki gajah (filariasis) adalah penyakit infeksi cacing filaria yakni 'wuchereria bancroftt, Brugia malayt dan Brugia timori. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk. Tahun 2000 WHO menetapkan kesepakatan global untuk eliminasi penyakit kaki gajah. Indonesia telah melaksanakan eliminasi ini secara bertahap pada tahun 2002 di 5 kabupaten. Obat fiariasis diberikan gratis dalam pengobatan massal di daerah endemis. Tujuan penelitian melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek minum obat filariasis di kabupaten Banyuasin tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan proporsi responden yang minum obat filariasis di wilayah Puskesmas Sukajadi 79,1% dan proporsi yang tidak minum obet 20,9%."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21799
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Jovita Kartiko
"Latar Belakang: Filariasis limfatik merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing nematoda dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara dua daerah endemis dan mengukur distribusi faktor risiko yang berhubungan signifikan dengan kejadian filariasis pada kedua daerah tersebut.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan desain studi cross-sectional. Analisis dilakukan terhadap proporsi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria dan distribusi faktor risiko filariasis pada kedua daerah. Analisis menggunakan uji proporsi kelompok tidak berpasangan Chi-Square.
Hasil: Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria pada penduduk kelurahan Jati Karya (73.9%) secara signifikan (p<0.001) lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Analisis distribusi faktor risiko menunjukkan faktor risiko yang signifikan (p=0.001) menentukan perbedaan prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria antara kedua daerah adalah status kependudukan, yang dibedakan menjadi penduduk asli dan pendatang.
Kesimpulan: Prevalensi filariasis berdasarkan status IgG4 antifilaria signifikan lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk kelurahan Jati Sampurna. Tingginya prevalensi filariasis pada penduduk kelurahan Jati Karya dipengaruhi penduduk asli yang secara signifikan lebih tinggi menyebabkan risiko pajanan filariasis lebih tinggi pada penduduk kelurahan Jati Karya dibandingkan dengan penduduk pada kelurahan Jati Sampurna.

Background: Lymphatic filariasis is an infectious disease caused by nematode and transmitted by mosquito?s bite. This research aims to compare filariasis proportion based on IgG4 antifilaria status between two endemic areas and to measure filariasis risk factors distribution in these two endemic areas.
Method: The method used in this research is observational analitic with cross-sectional design. The number of filariasis based on IgG4 antifilaria in the two regions was then compared, and the distribution of the risk factors of filarial infection affecting the difference of filariasis prevalence between the two regions were analyzed. Data analysis was made using Chi-Square test.
Result: Filariasis status based on IgG4 antifilaria in subjects living on kelurahan Jati Karya (73,9%) was significantly (p < 0.001) higher than subjects living on kelurahan Jati Sampurna (53.2%). Analysis of distribution of filariasis risk factors showed that the most important risk factors affecting the difference of IgG4 antifilaria status between the two regions was the demographic profile (p = 0.001), which was divided into indigenous and migrants.
Conclusion: Filariasis prevalence based on IgG4 antifilaria status was significantly higher in the residents of kelurahan Jati Karya than in the residents of kelurahan Jati Sampurna. The high prevalence of filariasis in kelurahan Jati Karya was affected by demographic profile, where indigenous people in kelurahan Jati Karya had significantly higher filarial status than those in kelurahan Jati Sampurna. As a result, compared to the residents of kelurahan Jati Sampurna, there was an increase in filariasis exposure to the residents of kelurahan Jati Karya.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mardesni
"Hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi belum banyak diteliti dan mf ratenya masih diatas 1% sehingga masih mungkin terjadi penularan. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode kasus kontrol, menggunakan data primer hasil wawancara dan observasi lingkungan responder_ Responder berjurniah 216 orang yang terdiri dari 72 kasus dan 144 kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik dari univariat sampai multivariat.
Penelitian menghasilkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah konstruksi rumah yang berupa plafon rumah dengan OR=2,8 pads 95% CI 1,43 - 5,47, dinding rumah nilai OR = 2,1 pads 95% CI 1,11-3,92 dan peneahayaan dalam rumah dengan OR = 6,7 pada 95% CI 1,76-25,64. Untuk lingkungan diluar rumah yang berupa rawa-rawa OR = 2,4 pada 95% CI 1,31-4,50 dan tumbuhan air OR = 2,0 pada 95% CI 1,08-3,55, perilaku yang berhubungan dengan kontak dengan nyamuk berupa perilaku memakai alat perlindungan diri OR = 2,5 pada 95% CI 1,42-4,55, perilaku menghindari did dari gigitan nyamuk OR = 2,5 pads CI 1,38-4,41 dan perilaku mencegah berkembangbiaknya nyamuk OR = 2,3 pads 95% CI 1,32-4,19. Pekerjaan didapat nilai OR = 7,4 pada 95%CI 3,29-16,45. Dalam penelitian ini pekerjaan menjadi faktor paling dominan yang berhubungan dengan filariasis karena odds ratio dan proporsi pekerjaan beresiko yang besar diantara faktor-faktor lainnya.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah lingkungan diluar rumah yang meliputi areal persawahan, semak belukar dan binatang resevoar. Untuk perilaku adalah perilaku kesehatan lingkungan dan berpergian.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dalam menetapkan program prioritas pemberantasan penyakit menular, menjadi bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan dapat memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan.

Relation among house environment, behavior and occupation with filariasis cases in Muaro Jambi Regency are not yet analyzed and mf rate is still above 1% so that infection is still possible. Therefore, research on house environment, behavior and occupation toward filariasis in Muaro Jambi Regency year 2006.
This quantitative research case control method, by primary data that are taken directly by interview and observation to respondent and local environment. The number of respondent are 216 people that consist of 72 cases and 144 controls. Result analysis is done by statistical test from univariate to multivariate step.
Research output that factor have significant relation with filariasis cases are house construction in the form of house ceiling is OR = 2,1 in 95% CI 1,11-3,92, plafond is OR = 2,8 in 95% CI 1,43 - 5,47 and inside house lighting is OR = 6,7 in 95% CI 1,76-25,64, outside house environment such as swamp is OR = 2,4 in 95% CI 1,31-4,50 and water plant is OR = 2,0 in 95% CI 1,08-3,55. For behavior that is related with contact with mosquito is using health safety equipment behavior is OR = 2,5 in 95% CI 1,42-4,55, preventive behavior from mosquito bite is OR = 2,5 in CI 1,38-4,4, land mosquito breeding prevention behavior is OR = 2,3 in 95% CI 1,32-4,19 and occupation is OR = 7,4 in 95%CI 3,29-16,45. Occupation has dominant factor of relation with filariasis because of odds ratio and proportion its risk the bigness among other factorses.
While factorses didnot have significant relation among filariasis are outdoors environment which rice field, coppice and animal resevoar. For behaviors are behavior health enviroment and mobility.
This research expected to become input material for Health Agency of Muaro Jambi Regency in decided priority program to control communicable desease, become input material for society to improve public health and give benefit for science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ely Setyawati
"Penyakit Kaki Gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filariasis. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan bersifat menahun (kronis). Dari segi epidemiologi, penyakit ini memerlukan beberapa factor untuk terjadinya penularan, diantaranya adanya manusia sebagai hospes, nyamuk sebagai vector dan lingkungan yang mendukung kehidupan vector. Berdasarkan hasil survai cepat tahun 2000, Jawa barat menempati urutan pertama kasus kronis filariasis yaitu sebanyak I56 kasus dibanding kasus kronis pada Jawa Timur 142 kasus, Jawa Tengah 136 kasus dan DKI Jakarta 12 kasus serta DI Yogyakarta 7 kasus (Rapid Mapping,2000). Penderita kronis di Kabupaten Bekasi sampai dengan tahun 2003 terjadi peningkatan (50 kasus klinis). Mengacu kepada terminology spatial bahwa penyakit tidak mengenal Batas administrasi namun lebih mengenal kepada ekosistem serta mengacu kepada epidemiologi penyakit filariasis maka dilakukan penelitian spatial kejadian penyakit filariasis di Kabupaten Bekasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan identifikasi faktor-faktor geografi (fisik dan iklim) serta demografi terhadap kejadian penyakit filariasis, hal ini guna mendukung program eliminasi penyakit Kaki gajah di Indonesia khususnya di Kabupaten Bekasi.
Desain penelitian merupakan studi ekologi exploratory dengan variabel penelitian adalah geografi (fisik: topografi, pola sµngai dan keberadaan situ, pengunaan lahan dan perubahannya, Iklim yaitu pola curah hujan), demografi (kepadatan dan persebaran penduduk) dengan sumber data agregat yang selanjutnya melalui pendekatan analisis spatial dilakukan overlay terhadap seluruh variabel independent dengan variabel dependent untuk mencari hubungan positif dan penentuan mode akhir prediksi daerah beresiko penyebaran filariasis.
Hasil penelitian menunjukkan sampai dengan tahun 2003 wilayah endemis penyakit filariasis di Kabupaten Bekasi mencakup 13 Kecamatan pada 17 Puskesmas dengan penyebaran di 20 desa dengan 50 kasus dengan Mf rate (+) 155 kasus 1,3%. Penyebaran Mf rate (+) berkisar antara jarak 5-500 meter dari kasus klinis. Pola Spatial Geografi secara fisik dan iklim terhadap penyebaran kasus filariasis adalah: berada pada pola ketinggian kurang dari 25 mdpl, banyak berkumpul pada pola aliran sungai yang rapat dimana geomorfologinya Iebih dikenal dengan pembentukan sungai dewasa dengan kategori kerapatan sungai yang tinggi, dan banyak berada pada wilayah perdesaan dengan pengguriaan lahan basah (pertanian). Pola curah hujan kearah 1501-2000 mmltahun dan kurang dari 1500 mmltahun dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap tahunnya <100 hari hujan. Pola spatial demografi, penyebaran filariasis lebih banyak pada area penduduk yang jarang dengan kategori 3 -- 33 jiwa/ha. Dengan kerapatan jalan yang rendah. Hasil Overlay keseluruhan variabel menghasilkan daerah beresiko tinggi penyebaran filariasis, Iebih mengarah kearah utara Kabupaten Bekasi.
Adanya kecenderungan terhadap peningkatan kasus filariasis yang ditunjukkan dengan angka Mf rate (+) perlu diwaspadai akan penyebaran kasus selanjutnya. Untuk itu pentingnya sistim kewaspadaan dini terhadap intervensi lingkungan dan dengan kegiatan survailans aktif terhadap penemuan kasus klinis yang lainnya atau dengan teknik sosialisasi serta perlu adanya perhatian khusus terhadap variabel factor lingkungan fisik melalui pengamatan secara langsung atau membangun base line data dasar (GIS) terhadap variabel Geografi secara fisik.

Spatial Analysis of Filariasis Disease Occurrences in Bekasi Regency in the Year of 2003.Elephantiasis (filariasis) is a chronicle contagious disease caused by worm named filariasis. The disease is carried by various type of mosquito and it is a chronic-type disease. From the epidemiological view, there are some factors needed make it spread out, that is the existence of human as a host, mosquito as a carrier or vector, and friendly environment for the vector itself. Refer to research in 2000, West Java took the first place for filariasis cases that is 156 cases while in East Java 142 cases, Central Java 136 cases, DKI Jakarta 12 cases and in Yogyakarta 7 cases (Rapid Mapping, 2000).Until 2003, there is an increase of of filariasis case in Bekasi (50 clinical cases). According to spatial terminology, the disease does not know administration boundary rather than ecosystem. And refer to filariasis epidemiologist consideration, some experts tried to conduct spatial research about filariasis disease occurrences in Bekasi. The target of this research is to define and identify geographical (physical and climate) and demographical factors of filariasis disease, it means to support the elephantiasis elimination program in Indonesia especially in Bekasi.
The design of research represents ecological exploratory study using variables like geography (physical: topography, pattern of river and the existence of Lake, the use of land and it changes, the climate or rainfall pattern), demography (resident density and disseminating) using aggregate data source combined with spatial analysis approach, all independent variables are overlaid to the entire dependent variables to look for positive relationship and determine final mode of prediction about an area with high risk lilariasis spreading
The Result shows that up to year 2003 endemic region of lilariasis in l3ekasi include: 13 Sub-districts on 17 Puskesmas where the spreading is in 20 villages with 50 cases and Mt-rate is (Al 155 cases or 1.3%. Mf rate(A 1 spreading ranging from 5 lo 500 meters from clinical case. Geographical spatial patterns, physically and climate, toward the spreading is: lies between less than 25 mdpl of height. gathers in rapid stream river pattern which close where its geomorphology known as adult river forming with high density river category, which lies a lot in regions having wet farm (agriculture). Rainfall pattern about '501-2000 mmlvear and less than 1500 mm/year with daily rain rate in each year 100 rainy day.
Demographical spatial pattern, lilariasis' spreading is greater in an area that lack of people or 3-33 soul: Ha and low street density. The result of entire overlay of all variables yields a high-risk area of lilariasis spreading, tend to the Northern Bekasi Regency.
A tendency about the increase of lilariasis case showed by Mf rate (--) the next spreading need to concerned. Therefore, we need an awareness system about environmental intervention and an active surveillance activity to recognize other clinical case or by social technique and special attention about physical environmental variable factors through direct observation or base line data base (GIS) toward Geographical variable physically.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kelurahan Jati Sampurna adalah daerah paling endemis filariasis se-Kota Bekasi. Maka dilakukan penelitian untuk melihat gambaran, hubungan, dan faktor risiko dominan yang berhubungan dengan kejadian filariasis di kelurahan tersebut. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan total responden sebanyak 93 orang. Variabel yang diteliti adalah lingkungan fisik dalam rumah dengan enam faktor risiko, karakteristik individu dengan tiga faktor
risiko, lingkungan fisik luar rumah, perilaku, serta sumber penular masing-masing sebanyak satu faktor risiko. Adapun faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian filariasis adalah konstruksi plafon rumah, barang-barang bergantung, keberadaan kawat kassa, jenis kelamin, dan kebiasaan keluar malam. Keempat faktor risiko tersebut dilengkapi dengan keberadaan kelambu dianggap sebagai faktor risiko paling dominan terhadap kejadian filariasis di Kelurahan Jati
Sampurna.
The subdistrict Jati Sampurna is the most endemic area of
filariasis in Bekasi City. This study was undertaken to get a picture of the situation and find the dominant risk factors associated with the occurrence of filariasis in the subdistrict. The research design encompasses case-study control with a total of 93 respondents. The variables studied were the physical environment in a house with six risk factors, characteristics of individuals with three risk factors, the physical environment outside the home, behavior, and the
source transmitters, each of which with one risk factor. The risk factors associated with the incidence of the disease are
the ceiling construction of the house, objects hanging in the house, the presence of wire screens, gender and the habit of
going out at night. These four risk factors, in addition to the use of mosquito nets, is considered as the most dominant
risk factors in the occurrence of filariasis in Kelurahan Jati Sampurna."
[Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2010
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yasni Rufaidah
"Hasil survey darah jari di empat Kelurahan wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II Kota Bekasi pada tahun 2003 menunjukkan angka Mf rate antara 2% - 3,2%. Angka tersebut mengisaratkan derajat endemisitas filariasis cukup tinggi sehingga risiko penduduk wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II untuk tertular filariasis lebih besar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor lingkungan rumah dan karakteristik responden yang berhubungan dengan kejadian filariasis. Desain penelitian menggunakan kasus kontrol. Kasus adalah penduduk yang usia > 2 tahun yang diperiksa survey darah jari yang dilaksanakan tahun 2003 dengan hasil positif mikrofilaremia sedangkan kontrol adalah penduduk yang berusia > 2 tahun dan tidak dalam keadaan sakit yang diperiksa survey darah jari dengan hasil mikrofilaria negatif. Jumlah kasus 22 dan kontrol 4 kali kasus yaitu sebesar 88. Responden adalah keluarga penderita atau keluarga suspek filariasis. Pengumpulan data melalui wawancara terstruktur dan observasi. Analisa data univariat dengan distribusi frekuensi, bivariat dengan uji kai kuadrat, dan multivariat dengan regresi logistik model prediksi.
Faktor lingkungan fisik dalam rumah yang berhubungan dengan kejadian filariasis di wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II adalah konstruksi dinding rumah (3,1 ; 1,137-8,535), langit-langit rumah (4,7 ; 1,739-12,525), dan penggunaan kawat kasa nyamuk (3,7 ; 1,411-968). Faktor lingkungan fisik di luar rumah yang berhubungan dengan kejadian filariasis adalah tempat perkembangbiakan nyamuk (6,9 ; 2,322-20,609. sedangkan karakteristik responden yang berhubungan adalah tingkat pendidikan (4,1 ; 1,321-12,700).
Faktor risiko yang dominan berhubungan dengan kejadian filariasis di wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang II adalah tempat perkembangbiakan nyamuk (7,9 ; 2,431-25,832), langit-langit rumah (4,6 ; 1,498-14,162), dan konstruksi dinding rumah (3,9 ; 1,041-15,211). Faktor risiko yang paling dominan hubungannya dengan kejadian filariasis adalah tempat perkembangbiakan nyamuk.
Kesimpulan penelitian ini adalah orang yang tinggal di sekitar rumahnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk, langit-langit rumah tidak ada plafon, dan konstruksi dinding rumah tidak permanen mempunyai risiko lebih besar menderita filariasis dibandingkan apabila tinggal di rumah yang sekitarnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk, langit-langit rumah ada plafon, dan konstruksi dinding rumahnya permanen.
Berdasarkan penelitian ini disarankan kiranya rumah yang disekitarnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk seperti comberan dapat ditutup dan genangan air limbah dibuatkan saluran. Mengusahakan langit-Iangit rumah ada plafon, tidak membiarkan kain bergantungan dan memasang kawat kasa pada ventilasi bagian luar rumah serta meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang tempat perkembangbiakan nyamuk, langit-Iangit rumah, konstruksi dinding dan penggunaan kawat kasa nyamuk.

Housing Environment Factors and Characteristic Responder Related to Occurrences of Filariasis in Region Work of Bantar Gebang II Public Health Centre, Bantar Gebang District, Bekasi Town, 2004Result of finger blood survey in four regional Sub-District in region work of Bantar Gebang Public Health Centre, Bekasi Town in2003 showing Mf rate number between 2 - 3,2 %. The number degree of so enough high filariasis endemisitas that regional resident risk of Bantar Gebang II Public Health Centre to be high contagious of filariasis.
This research aim to know housing environmental factors and characteristic responder related to occurrences of filariasis. Research Design use case control. Case is resident which is age > 2 year executed by finger blood survey in 2003 with positive result of mikrofilaremia while control is resident which is age > 2 year and not in a state of sick and finger blood survey with result of negative rnikrofilaria. Amount of ease 22 and control 4 times case that is equal to 88. Responder is patient family or filariasis suspek family. Data collecting pass structure interview and observation. Data univariat analysis with frequency distribution, bivariate with kai square test, and multivariat with Iogistics regresi model prediction.
Environmental factor of physical in house related to occurrence of filariasis in region work Bantar Gebang II Public Health Centre is house wall construction (3,1 ; 1,137-8,535), house roof ( 4,7 ; 1,739-12,525), and usage of mosquito wire netting ( 3,7 ; 1,411-968). Environmental factor of outdoors physical related to occurrence of filariasis is mosquito propagation place ( 6,9; 2,322-20,609). while corresponding responder characteristic is education level (4,1 ; 1,321-12,700) Dominant Risk factor related to occurrence of filariasis in region work Bantar Gebang II Public Health Centre is mosquito propagation place ( 7,9 ; 2,431-25,832), house roof (4,6 ; 1,498-14,162), and house wall construction (3,9 ; 1,041-15,211). Most dominan risk factor of its relation with occurrence of filariasis is mosquito propagation place.
Conclusion of this Research is one who live in around the house there is mosquito propagation place, house roof there no plafond, and house wall construction is not permanent have bigger risk suffer filariasis compared to if living in house which is vicinity there is mosquito propagation place, house roof there is plafond, and its permanent house wall construction.
Pursuant to this research is suggested presumably house which around there is mosquito propagation place like comberan can be closed and pond irrigate waste made by channel. Laboring house roof there is plafond, do not let cloth hang-on and wire gauze at house exterior ventilation and also improve counselling to society about mosquito propagation place, house roof, wall construction and usage of mosquito wire netting.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Praba Ginandjar
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Penentuan daerah endemis merupakan langkah paling awal yang harus dilakukan dalam program eliminasi filariasis. Dalam program eliminasi filariasis global WHO menganjurkan penggunaan metode serodiagnosis. Untuk filariasis brugia, metode serodiagnosis terbaik yang ada saat ini adalah deteksi antibodi IgG4 anti-filaria. Deteksi tersebut telah dikembangkan dalam bentuk dipstik (disebut brugia rapid) yang pengerjaannya sangat mudah dan singkat. Dalam penelitian ini ingin diketahui apakah brugia rapid dapat digunakan untuk mendeteksi IgG4 anti-filaria terhadap B. timori dan menentukan daerah endemis filariasis timori.
Penelitian ini merupakan studi uji diagnostik dengan desain cross-sectional. Sebagai pembanding digunakan metode baku emas diagnosis filariasis secara mikroskopis melalui deteksi mikrofilaria dengan teknik membran filtrasi (data sekunder), Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mainang di Pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, menggunakan 500 sampel. Untuk melihat perbedaan hasil membran filtrasi dan brugia rapid dalam mendeteksi infeksi filariasis digunakan uj: Chi-square Mc-Nemar.
Hasil dan kesimpulan: Dalam peneltitian ini diperoleh angka infeksi filariasis berdasarkan pemeriksaan membran filtrasi sebesar 27,2%, sedangkan berdasarkan brugia rapid sebesar 77%. Uji McNemar menyatakan kedua metode tersebut memiliki perbedaan bermakna (p=0,000). Hasil pemeriksaan dengan brugia rapid memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 31,59% terhadap membran filtrasi.
Disimpulkan bahwa: Metode brugia rapid dapat digunakan sebagai indikator daerah endemis filariasis timori. Brugia rapid dapat mendeteksi adanya infeksi filariasis timori, namun tidak dapat digunakan untuk memperkirakan angka mikrofilaria. Brugia rapid memberikan hasil yang lebih sensitif dibandingkan membran filtrasi. Brugia rapid dapat mendeteksi populasi normal endemik, karier mikrofilaremia dan pasien filariasis kronis di daerah endemis filariasis timori.

Scope and method: Identification of endemic area is needed to initiate global elimination program of filariasis. In such program, WHO proposed a serodiagnostic method to determine the endemic areas. The best serodiagnostic method for brugian filariasis is anti-filarial IgG4 antibody detection, which is now being available in dipstick format (named brugia rapid test). The test is easy to perform and the result can be read in ten minutes. In this study I intended to test the ability of brugia rapid to detect filariasis infection in order to determine timorian filariasis endemic area.
This was a cross-sectional diagnostic test study done in Mainang Puskesmas, Alor Island, East Nusa Tenggara. A total of 500 people were participated in this study. Conventional method, filtration membrane technique, was used as control method (secondary data). The result was analyzed by McNemar Chi-square test.
Result and conclusion: This present study showed that filariasis infection rate based on filtration membrane technique (mf rate) was 27.2%, while brugia rapid was 77.0%. McNemar test clarified that both methods were significantly different (p=0.000). Examination using brugia rapid has 100% sensitivity and 31.59% specificity against filtration membrane.
Based on the results, it was concluded that: Brugia rapid method could be applied as indicator to determine timorian filariasis endemic areas. Brugia rapid was able to detect timorian filariasis infection, but mf rate cannot be predicted by brugia rapid. However, brugia rapid gave more sensitive result compared to filtration membrane. Besides, brugia rapid was able to detect endemic normal, microfilaraemic carriers and chronic lymphoedema patients.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>