Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14047 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Suryaningtyas
"Skripsi ini menceritakan tentang kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 1971 Walaupun sudah ada yang melakukan tapi tema ini tetap menarik untuk di teliti.Kebijakan Ekonomi baru dikeluarkan setelah peristiwa kerusuhan anti-Cina
pada 13 Mei 1969. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan kerusuhan yang sama tidak akan terjadi lagi di Malaysia. Karena perbedaan ekonomi antara etnis Melayu dan Cina diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya kerusuhan. Sehingga pemerintah Malaysia merasa perlu mengeluarkan Kebijakan yang tujuannya untuk memperbaiki ekonomi masyarakat Malaysia, khusunya ekonomi orang-orang melayu.

This Undergraduate thesis explain the economic policy that was released by the goverment of Malaysia in 1971. Although this theme has been written before but it still interesting to analyze. The Economic Policy was released after the anti-China riot event on May 13 th 1969. This policy expected to solve riot in Malaysia. The indiferent of the economic level between Malayan ethnic and Chinese ethnic is considered as one of the caused of the riot. Therefore, the Goverment of Malaysia thought of need to release the policy which was aimed to improve the economic of Malaysian, especially for the Malayan ethnic."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S12120
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mastuti Purwaningsih
"ABSTRAK
Kerusuhan anti Cina banyak terjadi di Indonesia terutama di Jawa sejak masa kolonial. Tindak kekerasan itu memiliki beragam latar belakang, tetapi pada dasarnya hal itu terjadi sebagai akibat kebijakan penjajah dalam mengelola tanah jajahannya. Kerusuhan anti Cina di Tangerang periode 1913-1946 tidak terlepas dari kebijakan tersebut, disamping terjadinya perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia sendiri. Arti penting dari kerusuhan anti Cina di Tangerang tidak hanya bahwa kerusuhan-kerusuhan itu sering terjadi di daerah itu, tetapi juga karena karakter masyarakat dan keberadaan Tangerang sendiri bagi pemerintah penjajah. Fenomena demikian belum banyak dikaji, apalagi terekam dalam sejarah yang bersifat nasional. Studi ini berusaha mencari jawaban atas masalah mengapa muncul peristiwa Tangerang, mengapa Tangerang menjadi daerah yang memunculkan konflik rasial dan bagaimana jalannya kerusuhan Tangerang?
Kerusuhan anti Cina dapat dikategorikan sebagai bentuk aksi kolektif. Aksi kolektif ialah tindakan bersama secara spontan, relatif tidak terorganisasi dan hampir tidak dapat diduga sebelumnya.
Aktivitas penelitian disesuaikan dengan langkah-langkah yang terdapat dalam metode sejarah. Meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan penyajian. Sumber data berupa arsip, arsip yang diterbitkan, catatan kenangan yang tidak diterbitkan, hasil wawancara, surat kabar, majalah, artikel dan buku.
Kerusuhan anti Cina yang terjadi di Tangerang memiliki pemicu yang berlainan sesuai dengan keadaan ketika kerusuhan itu muncul. Pada dasarnya faktor dendam pribadi pelaku turut mendorong aksi kekerasan rasial itu. Yang jelas kondisi sosial masyarakat menciptakan keadaan yang kondusif untuk munculnya tindak kekerasan rasial tersebut.
Keberadaan Tangerang sebagai wilayah tanah partikelir berdampak pada timbulnya pengaruh dan kekuasaan tuan tanah yang besar terhadap penduduk di wilayah tersebut. Sebaliknya penduduk pribumi selalu dalam kondisi subsisten akibat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebagai realisasi kebijakan pemerintah penjajahan. Pergantian penguasa dari Belanda ke Jepang tidak membawa perubahan ekonomi yang berarti bagi masyarakat pribumi. Justru tekanan dan penderitaan semakin memperparah kehidupan masyarakat pribumi. Di pihak lain orang-orang Cina tetap memegang kendali ekonomi dan berpenghidupan lebih baik, meskipun Jepang tidak sepenuhnya mempercayai kelompok ini. Keberhasilan orang-orang Cina menghindari eksploitasi Jepang menumbuhkan perasaan tidak suka dan kecurigaan pribumi bahwa kelompok etnis ini memihak penguasa penjajah.
Hubungan yang tidak harmonis antara etnis Cina dan pribumi sebagai akibat politik rasialis penjajah menumbuhkan prasangka-prasangka terhadap etnis Cina. Perbedaan kultural etnis Cina pribumi yang disertai kurang intensnya interaksi diantara kedua etnis itu turut memperlebar jarak diantara keduanya_ Kedekatan etnis Cina dengan penjajah menumbuhkan pendapat bahwa mereka juga penjajah. Hal ini dikuatkan dengan kondisi sosial masyarakat yang terjadi selama itu yaitu bahwa etnis Cina memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar khususnya dalam kehidupan ekonomi masyarakat pedesaan.
Perkembangan politik yang terjadi turut mempengaruhi hubungan tersebut. Kedekatan dengan penjajah, kesejahteraan yang lebih baik dan sikap pasif etnis Cina atas perjuangan kaum pribumi menjadikan pihak pribumi menganggap bahwa etnis Cina adalah bagian dari penjajah. Sehingga ketika terjadi kegoncangan politik maka etnis Cina menjadi sasaran tindak kekerasan kolektif.

ABSTRACT
Disturbance against Chinese occurs in Indonesia especially in Java since colonial era. The cruelty have various back ground, but basically the action happen as an outcome of colonizer policy in organize its colony. Disturbance against Chinese in Tangerang for the period 1913-1946 legible slip from that policy, beside the development of social, economy and politics in Indonesia itself The important interpretation of disturbance against Chinese in Tangerang not only that riots frequently occur in that area, but also because people characteristic and position of Tangerang toward government occupation. Not much research done for this phenomenon let alone recording in national history. This study try to get an answer from the question: why the Tangerang tragedy happens, why Tangerang become the area that arising racial conflict and how Tangerang disturbance goes?
Disturbance against Chinese categorized as collective action. Collective action is actions that done at the same time spontaneously, relatively not organized and almost unpredictable before.
Research activities adjusted by history methods step, including heuristic, criticism, interpretation, and presentation. Source data are archives, published archives, annotation remembrance that not published, interview, newspaper, magazine, article and book.
Disturbance against Chinese that occur in Tangerang has different trigger that variant due by moment when riot arises. Basically personal vicious factor of performer join with the factor, which push the racial violence. People social conditions create the situation that arising racial violence action.
Tangerang existences as private land area have an impact over arising of the big influence and power of Land Lord over the indigenous person in this area. Otherwise indigenous person frequently in the subsistence condition as a result of obligation to colonialized government. Colonialized changes from Netherlands to Japan not make a meaningful differential economic for the indigenous person. On the contrary, stress and suffer abuse existence of indigenous person. On the other hand Chinese still have economic control and have a better life, although Japanese can not fully trust this group. Successful of Chinese avoid Japanese exploitation affecting dislike and suspicion from indigenous person that Chinese support colonialized.
Inharmonic relationship between Chinese and indigenous person as result of colonialized racial politics to cultivate prejudice about Chinese. Cultural differences between Chinese and indigenous person and less interaction between the two ethnics make gap between two ethnics. Proximity Chinese with colonialized to cultivate that they are also colonialized. This matter forced by people social condition that occur along this period that Chinese possess big accession and influence specially in village people economic.
Politics developments have influence to that relationship. Proximity with colonialized, better wealth and Chinese passive action over the struggle of the indigenous person make the indigenous person have the assumption that Chinese are part of colonialized. As moment of uncertain situation happen so Chinese become object of collective violence action."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Achmad Hidayat
"Fokus kajian ini adalah kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17 18 Mei 1963 Kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan tersebut Adapun merode yang digunakan adalah metode sejarah yang meliputi empat tahapan yaitu heuristik kritik interpretasi dan historiografi Teori yang digunakan untuk mengetahui faktor determinan dari peristiwa kerusuhan itu adalah teori Colective Behavior dari Neil J Smelser yang menyatakan bahwa suatu perilaku kolektif ditentukan oleh enam determinan penting yaitu structutural conduciveness structural strain growth and spread of generalized belief the precipitating factor mobilization of participant for action dan lack social control Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17 18 Mei 1963 tidak hanya ditentukan oleh faktor kesenjangan sosial tapi ditentukan oleh beberapa faktor determinan sebagaimana dijelaskan dalam teori Neil J Smelser termasuk di dalamnya dukungan jaringan kultural dan ideologi Kemudian dari hasil penelitian disertai ini ditemukan pula mengenai keterlibatan anggota DI NII dalam peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut Selanjutnya peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut oleh masyarakat Garut lebih dikemal dengan sebutan "beset Cina"

The main focus of this study is rasist anti chinese riot in the towns of Garut on May 17 18 1963 This research is aimed at knowing factors causing such a riot happened The method used is a historical method consisting four stages heurestic critic intepretation and historiography The theory used for analyzing the determinant factors of the riot is Neil J Smelser`s collective behaviour confirming that a collective behaviour is constructed by six major determinant elements structural conduciveness structural strain growth and spread of general belief the participating factor mobilization of the participants for action and lack of social control The result of the research shows that the rasist anti chinese riot in the towns of Garut is not only determined by the social gap factor but also by some determinant factors as explained in Neil J Smelse`s theory including the cultural and ideological support Later on the members of DI NII based on the research data got involved in sucu an event in Garut In meanwhile it is known more as Beset Cina for the people of Garut"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Achmad Hidayat
"Fokus kajian ini adalah kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17-18 Mei 1963. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya kerusuhan tersebut. Adapun merode yang digunakan adalah metode sejarah, yang meliputi empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Teori yang digunakan untuk mengetahui faktor determinan dari peristiwa kerusuhan itu adalah teori Colective Behavior dari Neil J. Smelser yang menyatakan bahwa suatu perilaku kolektif ditentukan oleh enam determinan penting, yaitu structutural conduciveness, structural strain, growth and spread of generalized belief, the precipitating factor, mobilization of participant for action, dan lack social control.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusuhan anti Cina di Kota Garut pada 17-18 Mei 1963 tidak hanya ditentukan oleh faktor kesenjangan sosial, tapi ditentukan oleh beberapa faktor determinan sebagaimana dijelaskan dalam teori Neil J. Smelser, termasuk di dalamnya dukungan jaringan kultural dan ideologi. Kemudian dari hasil penelitian disertai ini ditemukan pula mengenai keterlibatan anggota DI/NII dalam peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut. Selanjutnya, peristiwa kerusuhan anti Cina tersebut oleh masyarakat Garut lebih dikemal dengan sebutan ?beset Cina?.

The main focus of this study is rasist, anti-chinese riot in the towns of Garut on May 17-18, 1963. This research is aimed at knowing factors causing such a riot happened. The method used is a historical method consisting four stages: heurestic, critic, intepretation, and historiography. The theory used for analyzing the determinant factors of the riot is Neil J. Smelser?s collective behaviour, confirming that a collective behaviour is constructed by six major-determinant elements: structural conduciveness, structural strain, growth and spread of general belief, the participating factor, mobilization of the participants for action, and lack of social control.
The result of the research shows that the rasist, anti-chinese riot in the towns of Garut is not only determined by the social gap factor but also by some determinant factors as explained in Neil J. Smelse?s theory, including the cultural and ideological support. Later on, the members of DI/NII, based on the research data, got involved in sucu an event in Garut. In meanwhile, it is known more as Beset Cina for the people of Garut."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D2090
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Onghokham
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
305.8 O287 a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Habibah BTE Adani
"ABSTRAK
Cerita Pendek atau cerpen merupakan salah bentuk komunikasi yang selain menghibur juga menjadi bagi para penulisnya untuk menyampaikan gagasan, harapan-harapan kepada khalayak pembaca sebagai dari persoalan dan situasi yang terjadi dalam masyarakat. satu wadah pesan dan refleksi Bertolak dari asumsi bahwa cerpen merupakan cerminan masyarakat, penulis beranggapan bahwa cerpen harus dapat menggambarkan kondisi dihadapi oleh sebuah negara dengan waktu penulisan cerpen itu sendiri. Penelitian ingin oleh pesan-pesan dalam rakyat dan permasalahan yang sesuai mi, melihat pesan-pesan apa saja yang disampaikan penulis-penulis cerpen Muiaysla lewat karya mereka setelah 15 tahun Dasar Ekonomi Baru dilaksanakan selama periode Januari 1986 - Desember 1990. yaitu Penelitian ini menerapkan metode analisis isi sampel yang dipilih adalah berdasarkan sampel yang dimuat di dalam dua buah dan sengaja yaitu cerpen-cerpen surat kabar minggu, yaitu Berita Minggu dan berjumlah 120 buah cerpen. leuat tema sentral, Mingguan Malaysia, Pesan-pesan dalam cerpen dapat sedangkan unit analisisnya adalah persoalan dan judul yang dapat diwakili dilihat oleh satu kalimat maupun keseluruhan alinea dalam menjamin reliability, penulis memakai rumus Holsti. Dari penelitian ini, terlihat yang dianalisis cenderung mencerminkan cerpen. Untuk bahwa cerpen-cerpen pesan sosial yang beraneka ragam. Penulis juga melihat adanya yang diasumsikan muncul akibat masalah baru kebijakan DEB. Semua permasalahan yang diungkap oleh cerpen-cerpen di dalam penelitian ini dianggap cukup dapat menggambarkan kondisi dan situasi di Malaysia."
1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Haryanto
"ABSTRAK
Kehadiran keturunan Cina seringkali menimbulkan rasa tidak suka dari beberapa kelompok di masyarakat mereka seringkali menjadi sasaran apabila terjadi sesuatu yang menyulitkan kehidupan bangsa Kerusuhan Mei 1998 menjadi salah satu contohnya peristiwa yang sedikit banyak disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah mengatasi krisis moneter justru menjadi ajang pelampiasan amarah bukan terhadap pemerintah sebagai pihak bertanggung jawab melainkan pada warga keturunan Cina Hal itu bukan muncul secara otomatis dan peneliti ingin mengupas peranan media massa dalam pengalihan isu dari anti Soeharto menjadi anti Cina pada harian Kompas dan Republika dengan menggunakan metode analisa wacana van Dijk Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan media dalam pengalihan isu tidak ada karena orde baru melakukan kontrol di segala bidang termasuk media membuat mereka hanya mengikuti keinginan pemerintah Jadi disini pemerintah merupakan pihak yang menciptakan sebuah simulacrum sejak dahulu sehingga pikiran rakyat menjadi takut terhadap orde baru dan menyalahkan kelompok masyarakat lainnya ketika terjadi sesuatu

ABSTRACT
Chinese descent presence makes few Indonesian society groups feels uncomfortable many times in few occasions they become the target when there rsquo s a problem with the country May 1998 riot is one of the example caused most likely because of the government can rsquo t handle the monetary crisis become a stage to anger impingement to Chinese descent That thing isn rsquo t come by itself and in this occasion researcher wants to find out mass media role on issue diversion from anti Soeharto become anti Chinese on Kompas and Republika reporting by using van Dijk rsquo s discourse analysis method The results shows if the media has no part in this issue diversion because the new order regime controls every single part of it rsquo s citizen life including massa media reporting so it makes the mass media just follow what the government wants and like to report In the end it affected how rsquo s the citizen mindset when facing this kind of problem it makes them fear of the government and as the outcome they blame another society group when something bad happens and this another group is Chinese descent "
2014
S60147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Anwar
"Abstrak
Program IMF tahun 1997 sampai 2003 telah merubah secara mendasar kebijakan moneter dan fiskal yang merupakan tumpuan kebijakan stabilisasi perekonomian Indonesia. Ada enam komponen penting dalam kebijakan tersebut, dimana terdapat tiga kebijakan mendasar di masing masing kebijakan moneter dan fiskal."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2014
330 ASCM 25 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Program IMF Tahun 1997-2003 telah merubah secara mendasar kebijakan moneter dan fiskal yang merupakan tumpuan kebijakan stabilisasi perekonomian Indonesia. Ada enam komponen penting dalam kebijakan tersebut, di mana terdapat tiga kebijakan mendasar di masing-masing kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan yang pertama adalah beralih dari sistem kurs devisa tetap ke sistem kurs devisa mengambang. Kedua, mengganti jangkar kebijakan moneter dari mempertahankan stabilisasi kurs devisa tetap menjadi target inflasi inti (inflation targeting). Ketiga, mekanisme operasional kebijakan moneter BI adalah tingkat suku bunga acuan yang ditetapkannya sendiri. Keempat, merubah cara pembelanjaan defisit anggaran dari maksimasi pinjaman lunak dari sumber resmi (ODA) ke penjualan SUN ke pasar komersil baik di dalam maupun di luar negeri maupun menjual asset negara, termasuk BUMN. Kelima, menggunakan disiplin anggaran dan disiplin berutang Uni Eropa. Keenam, memberikan status independen bagi BI dan melarangnya untuk membelanjai defisit APBN. Kebijakan stabilisasi perekonomian yang telah dijalankan tersebut masih tetap dipegang teguh hingga saat ini."
330 ASCSM 25 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Beren
Jakarta : Forum Mitra Daerah , 2006
338.642 GIN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>