Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jovian Purnomo
"Gangguan sendi temporomandibula mencakup perubahan morfologi atau fungsi permukaan artikulasi sendi rahang (intrinsik) dan perubahan fungsi sistem neuromuskular (ekstrinsik). Etiologi gangguan ekstrinsik adalah penggunaan otot yang berlebihan seperti pada kebiasaan clenching dan salah satu gejala yang biasa dilaporkan adalah nyeri kepala. Nyeri kepala yang dirasakan oleh penderita gangguan temporomandibula merupakan nyeri alih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan clenching dengan terjadinya gejala nyeri kepala pada 128 mahasiswa FKG UI program akademik, umur 18-22 tahun, yang terdiri dari 114 subyek perempuan dan 14 subyek lakilaki dengan mengisi kuesioner. Analisis secara univariat berupa distribusi frekuensi variabel jenis kelamin, gejala nyeri kepala, kebiasaan clenching saat marah, dan kebiasaan clenching saat konsentrasi penuh. Analisis statistik secara bivariat dengan uji Fisher menunjukkan nilai p = 0,019 (p < 0,05) untuk kebiasaan clenching saat marah dan p = 0,755 (p > 0,05) untuk kebiasaan clenching saat konsentrasi penuh. Sedangkan analisis secara bivariat dengan uji Chi-Square menunjukkan nilai p = 0,003 (p < 0,05) untuk kebiasaan clenching saat marah dan p = 0,381 (p > 0,05) untuk kebiasaan clenching saat konsentrasi penuh. Dari kedua uji tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mempertemukan gigi atas dan gigi bawah (clenching) saat marah dengan terjadinya gejala nyeri kepala, tidak ada hubungan antara kebiasaan mempertemukan gigi atas dan gigi bawah (clenching) saat konsentrasi penuh dengan terjadinya gejala nyeri kepala.

Temporomandibular disorders involve alterations to either the morphology or function of the mandible with respect to its articulation to the skull (intrinsic) and its neuromuscular function (extrinsic). An etiology of extrinsic disorder is muscle hyperactivity in a patient who suffers clenching habit. One of the most common symptoms that have usually been reported by patients was headache. This symptom was a referred pain. The purpose of this study was to know the relationship between clenching and headache on 128 subjects who are students of the Faculty of Dentistry, University of Indonesia. The subjects consisted of 144 female subjects and 14 male subjects, aged between 18-22 years old. Univariate statistical analysis included sex, headache symptoms, clenching habit when angry, and clenching habit when fully concentrated. Bivariate statistical analysis was done using the Fisher and Chisquare method to show the relationship between clenching habit and headache in two different criteria. The results using fisher method showed that the value was significant, p = 0.019 (p < 0.05) for clenching habit when angry and 0.755 (p > 0.05) for clenching habit when fully concentrated. The results using Chi-Square method showed that the value was significant, p = 0.003 (p < 0.05) for clenching habit when angry and 0.381 (p > 0.05) for clenching habit when fully concentrated. From both methods, it was concluded that there was a relationship between clenching when the subjects are being angry and headache, but the relationship between clenching when the subjects are being fully concentrate and headache could not be proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: UI-Press, 1986
616.072 UNI n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Riyanto Wreksoatmodjo
"Penelitian ini dilakukan pada penderita nyeri kepala menahun/berulang yang datang ke Poliklinik Saraf FKUI/RSCM selama jangka waktu lima bulan untuk mendapatkan
gambaran tentang penderita nyeri Kepala menahun/berulang di tempat tersebut, sekaligus dibandingkan dengan hasil penelitian yang serupa/ hampir serupa di tempat lain.
Penelitian secara kuesioner yang dilakukan atas masing-masing 100 mahasiswa di Jakarta dan.di Medan menghasilkan angka prevalensi migren masing-masing sebesar 4% dan 6% (5). Sedangkan di RS Dr.Soetomo, Surabaya, selama tahun 1984 tercatat 1227 penderita nyeri kepala di antara 6488 penderita baru; 180 di antaranya didiagnosis sebagai migren (6).
Penelitianpun telah banyak dilakukan, baik dari segi epidemiologik, klinik maupun eksparimental, yang semuanya bertujuan untuk lebih memahami penyakit yang sangat umum ini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selly Oktra Saputri
"Nyeri kepala digambarkan sebagai rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada struktur wajah atau tengkorak yang ditemukan pada remaja dengan prevalensi nyeri kepala lebih dari 50%, dan di Indonesia sendiri penelitian mengenai nyeri kepala lebih sering dilakukan pada dewasa, dan jarang ditemukan pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik remaja, frekuensi, jenis, dan dampak nyeri kepala pada remaja dengan nyeri kepala. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif, dengan jumlah sampel 412 responden, menggunakan sampel acak sederhana, dan accidental sampling, serta analisis univariat dengan aplikasi pengolah data statistik. Hasil penelitian menunjukan nyeri kepala lebih banyak terjadi pada remaja perempuan, dengan frekuensi 1-2 kali sebulan terakhir, kemudian jenis nyeri kepala yang paling sering dialami adalah migrain. Dampak yang dialami remaja akibat nyeri kepala berupa mengalami keterbatasan minimal dalam aktivitas, dan kualitas hidup lebih rendah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat, dan bagi peneliti selanjutnya dapat memberikan dasar untuk penelitian lanjutan. 

Headache is described as pain or discomfort in the structure of the face or skull found in adolescents with a headache prevalence of more than 50%, and in Indonesia alone research on headaches is more often carried out in adults, and rarely found in adolescents. This study aims to identify the characteristics of adolescents, frequency, type, and impact of headaches in adolescents with headaches. This study uses a descriptive research design, with a sample of 412 respondents, using a simple random sample, and accidental sampling, as well as univariate analysis with statistical data processing applications. The results showed that headaches were more common in adolescent girls, with a frequency of 1-2 times in the last month, then the most common type of headache was migraine. The impact experienced by adolescents due to headaches is in the form of experiencing minimal limitations in activities, and lower quality of life. It is hoped that the results of this study can provide information for the community, and for further researchers, it can provide a basis for further research."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amelia Maulidyani
"Perawat merupakan populasi yang banyak mengeluhkan nyeri kepala primer. Stres kerja menjadi faktor yang erat dikaitkan sebagai pemicu nyeri kepala primer pada perawat. Nyeri kepala primer dapat menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan kualitas hidup hingga peningkatan intensi perawat untuk meninggalkan pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan stres kerja dengan kejadian nyeri kepala primer pada perawat rumah sakit. Jenis penelitian yang dilakukan berupa studi cross-sectional terhadap 95 orang perawat rumah sakit yang dipilih menggunakan metode purposive sampling. Instrumen yang digunakan diantaranya Expanded Nursing Stress Scale (ENSS) untuk mengukur tingkat stres kerja serta Headache Screening Questionnaire (HSQ) untuk mengidentifikasi jenis nyeri kepala primer. Data yang telah didapatkan lalu dilakukan analisis secara statistik menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan kejadian nyeri kepala primer pada perawat (p = 0,033; α = 0,05). Berdasarkan hasil tersebut, rumah sakit dapat berperan untuk menciptakan lingkungan kerja yang positif dan minim stres serta diharapkan perawat mampu memanajemen stres dan memanfaatkan fasilitas klinik pegawai untuk mendapatkan perawatan.

Nurses are a population that often complains of primary headaches. Work stress is a factor that is closely linked as a trigger for primary headache in nurses. Primary headaches can have negative impacts, such as reducing quality of life and increasing nurses' intention to leave work. This study aims to identify the relationship between work stress and the incidence of primary headaches in hospital nurses. The type of research carried out was a cross-sectional study of 95 hospital nurses who were selected using the purposive sampling method. The instruments used include the Expanded Nursing Stress Scale (ENSS) to measure work stress levels and the Headache Screening Questionnaire (HSQ) to identify primary headache types. The data that has been obtained is then analyzed statistically using the Chi-Square test. The results of the study showed that there was a significant relationship between work stress and the incidence of primary headaches in nurses (p = 0,033; α = 0,05). Based on these results, hospitals can play a role in creating a positive and minimally stressful work environment and it is hoped that nurses will be able to manage stress and use of employee clinic facilities to receive treatment."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalita Audi
"ABSTRACT
Latar belakang: Overjet dan overbite diluar batas normal dapat meningkatkan kontraksi otot mastikasi yang merupakan salah satu kemungkinan penyebab dari tension-type headache TTH . Tujuan: Mendapatkan informasi mengenai proporsi masalah overjet dan overbite pada remaja kelas XI yang mengalami TTH di SMAN 81 Jakarta. Metode: 324 murid kelas XI mengisi kuesioner nyeri kepala mengunakan metode wawancara terpimpin. Didapatkan 112 subjek penelitian dan diperiksa overjet dan overbite menggunakan periodontal probe. Hasil: Sebanyak 43,4 remaja mengalami TTH. Diantaranya, 40,2 mengalami masalah overjet 26,8 overjet berlebih, 13,4 crossbite anterior dan 30,4 mengalami masalah overbite berupa deepbite. Kesimpulan: Jumlah subjek dengan TTH yang memiliki masalah overjet dan overbite lebih sedikit dibandingkan jumlah subjek dengan overjet dan overbite normal.Kata kunci: tension-type headache, overjet berlebih, crossbite anterior, deepbite.

ABSTRACT
Background Overjet and overbite beyond normal limits can lead to increased contraction of masticatory muscle which expected as one of the causes of tension type headache TTH . Objective To attain the proportion of overjet and overbite problems in adolescents on 11th grade at SMAN 81 Jakarta who sustain TTH. Methods 324 students on 11th grade were given headache questionnaires with guided interview. 112 subjects, who were chosen, were examined to measure their overjet and overbite using periodontal probes. Result 43,4 students experience TTH. From all of them, 40.2 having an overjet problems 26.8 of excessive overjet, 13.4 of anterior crossbite . Besides, 30.4 having an overbite problem as deepbite. Conclusion The number of adolescents with TTH who were having overjet and overbite problems is fewer than the number of adolescents with normal overjet and overbite.Keywords tension type headache, excessive overjet, anterior crossbite, deepbite."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fieka Meitaqwatiningarum
"Pendahuluan: Tension-Type Headache/nyeri kepala tipe tegang (TTH) merupakan jenis nyeri kepala yang paling umum terjadi pada populasi umum, termasuk pada tenaga kesehatan dimana seringkali dipicu oleh stres pekerjaan dan abnormalitas pola tidur. Masa pandemi COVID-19 meningkatkan risiko kekambuhan TTH pada tenaga kesehatan yang dapat berakibat menurunnya kualitas hidup dan produktivitas kerja. Terapi farmakologis seringkali menimbulkan efek samping. Akupunktur telah terbukti dapat menjadi salah satu pilihan terapi non-farmakologis pada TTH. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas akupunktur titik telinga dengan titik tubuh dalam memperbaiki gejala TTH.
Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada 46 tenaga kesehatan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan gejala TTH sesuai dengan kriteria ICHD-3beta serta memenuhi kriteria inklusi dan tidak sesuai kriteria eksklusi. Subjek penelitian dirandomisasi menjadi 2 kelompok, yaitu 23 subjek kelompok akupunktur titik telinga (AA) dan 23 subjek kelompok akupunktur titik tubuh (AT). Masing-masing kelompok mendapatkan 6 sesi terapi akupunktur dalam 2 minggu, selama 30 menit di tiap sesinya. Titik akupunktur yang digunakan adalah shenmen (MA-TF4), thalamus (MA-AT4), dan occiput (MA-AT3) pada kelompok AA, serta LI4 Hegu, LR3 Taichong, dan GB20 Fengchi pada kelompok AT. Perubahan intensitas dan frekuensi hari nyeri kepala, skor Short Form 36 (SF-36), serta ambang nyeri tekan otot perikranial adalah luaran primer yang dinilai. Heart rate variability (HRV) adalah sebagai luaran sekunder.
Hasil: Penurunan frekuensi hari nyeri kepala setelah terapi pada kelompok AA (-1,96 2,53) lebih besar dibandingkan kelompok AT (-0,43 1,75) dan berbeda bermakna (p = 0,022). Penurunan intensitas nyeri pada kelompok AA (-24,83 10,61) lebih besar dibandingkan kelompok AT (-23,04 15,15), namun tidak berbeda bermakna (p = 0,646)). Peningkatan kualitas hidup dan ambang nyeri tekan keempat otot perikranial lebih besar pada kelompok AA dibandingkan kelompok AT, namun tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Efek terapi akupunktur masih bertahan pada minggu ke-2 dan 4 setelah terapi pada masing-masing kelompok, namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok (p > 0,05). Nilai LF/HF dari HRV setelah terapi menurun pada kelompok AA dibandingkan kelompok AT yang meningkat, dan terdapat perbedaan yang bermakna (p = 0,030).
Kesimpulan: Akupunktur titik telinga memiliki efektivitas yang sama baiknya dengan titik tubuh dalam memperbaiki gejala TTH. Namun titik telinga lebih praktis dan mudah dijangkau hanya pada satu bagian tubuh saja dengan efek terapi yang lebih cepat.

Tension-Type Headache (TTH) is the most common type of headache that occurs in the general population, including healthcare workers, frequently triggered by job stress and abnormal sleep patterns. The COVID-19 pandemic increases the risk of TTH recurrence in healthcare workers which can result in decreased quality of life and work productivity. Pharmacological therapy often causes side effects. Acupuncture has been shown to be a non-pharmacological treatment option for TTH. This study aims to compare the effectiveness of ear point acupuncture with body point acupuncture in improving TTH symptoms.
Methods: A single-blind randomized clinical trial was conducted on 46 health workers at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta with TTH symptoms according to the ICHD-3beta criteria, met  inclusion criteria and were not included in exclusion criteria. The subjects were randomized into 2 groups, 23 subjects in the ear point acupuncture group (AA) and 23 subjects in the body point acupuncture group (AT). Each group received 6 sessions of therapy in 2 weeks, for 30 minutes in each session. The acupuncture points used were shenmen (MA-TF4), thalamus (MA-AT4), dan occiput (MA-AT3) in the AA group, and LI4 Hegu, LR3 Taichong, and GB20 Fengchi in the AT group. Changes in the intensity and frequency of headache days, Short Form 36 (SF-36) score, and pericranial muscle pain pressure threshold were the primary outcomes assessed. Heart rate variability (HRV) is a secondary outcome.
Result: The decrease in the frequency of headache days after therapy in the AA group (-1.96±2.53) was greater than the AT group (-0.43±1.75) and was significantly different (p = 0.022). The decrease in pain intensity in the AA group (-24.83±10.61) was greater than the AT group (-23.04±15.15), but not significantly different (p = 0.646). The improvement in quality of life and pain pressure threshold of the four pericranial muscles was greater in the AA group than the AT group, but not significantly different (p > 0.05). The effect of acupuncture therapy still persisted at 2 and 4 weeks after therapy in each group, but there was no significant difference between groups (p > 0.05). LF/HF values ​​of HRV after treatment decreased in the AA group compared to the increased AT group, with significant difference (p = 0.030).
Conclusion: Ear point acupuncture is as effective as body points in improving TTH symptoms. However, the ear point is more practical and easier to reach only on one part of the body with a faster therapeutic effect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Ilona
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengelolaan marah dengan pendekatan kognitif perilaku pada penderita nyeri kepala tegang Tension Type Headache . Ditemukan bahwa penderita nyeri kepala tegang memliki kecenderungan menahan emosi marah secara berlebihan. Selain itu, ditemukan bahwa para penderita nyeri kepala tegang berpotensi mengalami penurunan produktivitas dan waktu untuk bekerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi- eksperimental dalam bentuk within-subject design, dengan satu kelompok partisipan yang terdiri dari 6 subyek. Masing-masing partisipan mengikuti sesi sebanyak lima kali, disertai satu kali pra-sesi dan satu kali sesi post test. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif dan kualitatif dari hasil pre-test dan post-test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan emosi marah dengan pendekatan kognitif dapat mengurangi gejala nyeri kepala pada penderita Tension Type Headache. Seluruh partisipan menunjukkan pengurangan perilaku menahan marah Anger Expression-In dalam STAXI-2 dan penurunan gejala nyeri kepala secara frekuensi, durasi dan intensitas.

ABSTRACT
The purpose of this research is to the effect of anger management by using cognitive behavioral approach in Tension Type Headache TTH sufferers. Tension Type Headache sufferers tend to suppress their anger exceedingly. Tension Type Headache also can decreased productivity and amount of time to work the individual who has Tension Type Headache. This research is a form of quasi experiment, one group consists of six participants. Each participants attended five sessions, followed by one pre session and one post test session. After that, the analysis will be done by comparing quantitative and qualitative data from the result of the pre test and post test session. Results suggest that anger management by using cognitive behavioral approach reduced symptoms in Tension Type Headache sufferers. All participant reduced their Anger Expression In STAXI 2 and reported a decreasing in the frequency, intensity and duration of their headaches. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrul Jamal Isa
"Telah dilakukan penelitian kekerapan nyeri kepala pada
pasien pasca seksio sesaria dengan analgesia spinal dengan
pensil] di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunku-
Sejumlah 100 orang pasien yang menjalani operasi seksio
sesaria baik elektif dan darurat dengan status fisis ASA III.
Pasien-pasien ini dibagi dalam dua kelompok [ I dan II].
Kelompok I mendapat jarum spinal 27 tajam, kelompok II mendapat
jarum spinal 27 tumpul [keduanya dari produk UNISIS].
Sebelum dilakukan analgesia spinal semua pasien mendapat
perlakuan yang sama yaitu dipasang jalur intravena dan
diberikan cairan beban ringer laktat sebanyak 500 ml. Kemudian
pasien dibaringkan dalam posisi lateral dikubitus dan
dilakukan pungsi lumbal [L2-3 atau L3-4] dengan pendekatan
tajam].
Setelah operasi semua pasien dibaringkan dalam posisi
datar [horizontal] selama 6 jam dan mendapat cairan rehidrasi
3000 ml/hari untuk hari pertama dan dilakukan wawancara
keluhan nyeri kepala pasca pungsi dura (NKPPD) pada hari
I,III,V, pasca operasi. Pada pasien tersebut juga ditanyakan
keluhan lain, khususnya yang menyertai keluhan NKPPD. Pada
penelitian ini tidak ditemukan komplikasi NKPPD pada operasi
seksio sesaria dengan mempergunakan jarum no.27 tajam maupun
27 tumpul (UNISIS).
Vll sumo Jakarta dan Rumah Sakit Boedi Kemuliaan Jakarta.
median dengan jarum yang dipilih secara acak [tumpul atau
memakai jarum no.27 tajam [Standard] dan 27 tumpul (UNISIS)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Fitriani
"Meningioma salah satu tumor otak yang cukup sering terjadi. Tumor ini berada di area meninges dan gejala umum yang dihadapi penderita tumor otak yaitu sakit kepala. Perawat memiliki peran penting dalam manajemen nyeri non farmakologi. Salah satu yang umum yaitu teknik relaksasi napas dalam (deep breathing). Tujuan: mengurangi sakit kepala pada penderita meningioma dengan teknik relaksasi napas dalam. Metode: teknik relaksasi napas dalam dimulai dengan menghirup udara dari hidung sampai dada berkembang penuh. Lalu dikeluarkan melalui mulut secara perlahan-lahan. Teknik ini dilakukan sebanyak 6x/menit dan selama 2 menit. Pengukuran nyeri menggunakan numeric rating scale dan pengukuran tekanan darah, nadi, dan napas sebelum dan sesudah tindakan. Hasil: setelah dilakukan 4 hari intervensi teknik ini berhasil menurunkan skala nyeri baik secara subjektif maupun objektif. Dari skala nyeri 4 menjadi skala nyeri 1. Hal ini di dukung juga dengan penurunan tekanan darah, nadi, dan kecepatan napas. Kesimpulan: pemberian obat antiedema disertai teknik relaksasi napas dalam efektif dalam menurunkan sakit kepala penderita tumor otak.

Meningioma is one of the brain tumors that is quite common. This tumor is in the area of meninges and a common symptom faced by people with brain tumors is headache. Nurses have an important role in non-pharmacological pain management. One of them is the deep breathing relaxation technique. Aim: to reduce headaches in patients with deep breathing relaxation techniques. Methods: Deep breathing relaxation techniques begin by breathing air from the nose until the chest is expanded full. Then it is released by mouth slowly. This technique is done as much as 6x / minute and for 2 minutes. Pain measurement uses a numeric rating scale, then measurements of blood pressure, pulse, and breath performed before and after the action. Result: after 4 days of intervention, this technique succeeded in reducing the scale of pain both subjectively and objectively. From the scale of pain 4 to 1. This is also supported by a decrease in blood pressure, pulse and respiration rate. Conclusions: the administration of anti-edema drugs accompanied by deep breathing relaxation techniques was effective in reducing headaches of patients with brain tumors.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>