Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Saktius Susilo
"Beban dan tanggungjawab untuk merealisasikan penerimaan negara yang bersumber dari penerimaan pajak mengharuskan Direktorat Jenderal perpajakan melakukan reformasi aturan-aturan di bidang perpajakan. Rancangan Undang-undang (RUU) Perpajakan yang diajukan pemerintah mulai tahun 2005, pemerintah berencana menerapkan tarif tunggal untuk menggantikan tarif progresif Pasal 17 Pajak Penghasilan. Besaran tarif yang diusulkan adalah 28% dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun diturunkan menjadi 25%. Tarif tunggal diterapkan untuk wajib pajak badan dan berlaku sama untuk seluruh wajib pajak badan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan serta keadilan dan kesederhanaan tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan dibandingkan dengan tarif progresif pajak penghasilan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data SPT Tahunan PPh Badan dan data primer berupa kuisioner. Responden penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang.
Menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini menggunakan dua (2) metode, yaitu penelitian asosiatif/hubungan dan metode komparatif. Dalam metode asosiatif, penulis mencari hubungan antara variabel tarif tunggal dengan variabel jumlah pajak terhutang sehingga akhirnya dapat diketahui seberapa besar pengaruh tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Teknik sampling yang dilakukan adalah sampel random sederhana. Sedangkan dalam metode komparatif, penulis membandingkan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Dalam penelitian komparatif, penulis tidak melakukan teknik sampling artinya data yang digunakan adalah seluruh data SPT Tahunan PPh Badan. Setelah data terkumpul analisis dilakukan dengan menggunakan aplikasi software SPSS versi 13.00 dan dianalisa melalui statistik deskriptif, korelasi, regresi, uji signifikansi F serta uji beda T-Paired.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan berpengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,788. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 1,613 + 0,629X, artinya setiap penambahan 1% tarif tunggal akan meningkatkan jumlah pajak terhutang sebesar 1,6134% atau sebaliknya. Selain itu terdapat terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Apabila diterapkan tarif tunggal sebesar 28%, jumlah pajak terhutang di Kantor Pelayanan Pajak Pangkal Pinang meningkat sebesar Rp 4.319.166,019,-. Tarif tunggal tidak mencerminkan keadilan vertikal karena wajib pajak yang berpenghasilan tinggi dan wajib pajak yang berpenghasilan rendah dikenakan pajak dengan tarif yang sama. Keadilan horizontal akan tetap terpenuhi, dimana terlihat bahwa setiap wajib pajak badan akan membayar pajak atas laba mereka dengan tarif yang sama. Keadilan dalam pembebanan pajak akan tercapai karena dalam tarif tunggal, marginal rate tetap akan naik seiring dengan besarnya penghasilan yang dimiliki seseorang. Secara kuantitas, wajib pajak badan yang memperoleh laba yang lebih besar akan membayar pajak lebih besar daripada yang mempunyai laba lebih kecil. Akan tetapi tarif tunggal lebih sederhana dan mudah diaplikasikan. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa tarif pajak tunggal memberikan dampak atau pengaruh terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah diterapkannya tarif tunggal Pasal 17 PPh Badan. Aspek keadilan dalam tarif tunggal tetap terpenuhi.

Duty and responsibility of better realization of the receipt of tax has demanded the Directorate General of taxation to reform the regulations relating to taxation. In the Bill of Taxation which was proposed in the year of 2005, the government has planned to impose the flat tax as replacement of progressive tariff Article 17. The percentage of proposed tariff is 28% and it will be decreased into 25% within a period of 5 (five) years. Flat rate is imposed on the corporate taxpayer and prevail equivalently for all corporate taxpayers.
This research is aimed at identifying the effect of flat rate article 17 income tax on the total outstanding income tax, the difference of total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax as well as the fairness and simplicity of flat rate article 17 corporate income tax compared with the progressive tariff of income tax. Data being used in this research is secondary data in the form of annual tax return of corporate income tax and primary data in the form of questionnaires. The respondent of this research is corporate taxpayers in the working environment of Tax Service Office of Pangkal Pinang. According to the extent of its explanation. This research apply 2 (two) methods, namely associative methods and comparative methods. In the associative methods, the writer seek the correlation between the variable of flat rate and variable of total outstanding tax in order to identify the extent of effect of flat rate article 17 corporate income tax on the total outstanding income tax. The sampling technique being applied is simple random sampling. Whereas, in the comparative method, the writer compare total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. In the comparative research, the writer does not perform sampling technique, in which the data being used are all data annual tax return of corporate income tax. Upon collecting the data, analysis is performed by applying the software of SPSS version 13.00 and are analyzed through descriptive, statistic, correlation, regression, significance F Test and difference T-paired test.
Result of analysis reveal that there is a significant correlation between flat rate article 17 corporate income tax and total outstanding income tax in the value of 0.788. Regressional equation being obtained is Y = 1.613 + 0.629X which mean that every additional 1% of flat rate will increase total outstanding income tax of 1.613% or otherwise. Moreover, there is a difference on the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. If 28% flat rate is applied, then total outstanding income tax at the tax service office of Pangkal Pinang will increase in the value of IDR 4.319.166.019,- The flat rate deemed to be inadequate in properly reflecting the vertical fairness because the similar tax will be imposed on the taxpayers with high income and those with low income. Horizontal fairness will be remain satisfied, in which it may be seen that each taxpayers must pay the tax for their profit with the same tariff. Fairness in the tax imposition may be accomplished because, in the flat rate, the marginal rate will constantly raise in line with the extent of income obtained by an individual. Quantitatively, the corporate taxpayer may obtain higher profit are obliged to pay higher tax than those obtaining lower profit. However, viewed from the percentage of its effective tariff, the taxpayers will pay the tax in the same percentage. Moreover, flat rate is simpler and easier o be applied in the tax calculation. Thus, it may be concluded that the flat rate may cause an impact and effect on the total outstanding income tax. Furthermore, there is a difference in the total outstanding income tax before and after the application of flat rate article 17 corporate income tax. The aspect of fairness in the flat rate remain to be satisfied."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 19475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Mastura
"Untuk membiayai belanja negara yang semakin lama semakin bertambah besar diperlukan penerimaan negara yang berasal dari dalam negeri yakni sektor perpajakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pemeriksa pajak (fiskus) terhadap wajib pajak. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 1 (satu) kali, 2 (dua) kali dan 3 (tiga) kali sekaligus untuk mengetahui apakah pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional yang mengandalkan perhitungan uji statistika untuk mengetahui angka. rata-rata koreksi sebelum dan sesudah pemeriksaan dan pengaruh variabel babas (pemeriksaan) terhadap vanabel terikat (penerimaan PPh Badan).
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor Pemeriksaan Pajak di Karawang. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yalani : penelitian perpustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian perpustakaan terutama dilakukan dengan penelusuran dokumentasi yang ada di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Karawang, sedangkan penelitian lapangan dengan mewawancarai Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Karawang.
Populasi adalah jumlah rata-rata pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Karikpa Karawang sebesar 320 wajib pajak dan dari populasi ini ditarik 111 wajib pajak sebagai sampling yang diteliti (wajib pajak badan) dan tahun pemeriksaan 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, dan 2002. Sedangkan uji statistik dilaksanakan dengan one way Anova.
Hasil dari penelitian yang ada menunjukkan sebagai berikut :
1. Tidak ada perbedaan rata-rata koreksi yang signifikan antara wajib pajak yang diperiksa 1 (satu) kali, 2 (dua) kali maupun 3 (tiga) kali. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata koreksi yang dihasilkan oleh Penghasilan Peredaran Usaha (PPU), Harga Pokok Penjualan (HPP), Penghasilan Diluar Usaha (PDU), Pengurang Penghasilan Bruto (PPB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
2. Korelasi antara rata-rata koreksi PPU, HPP, PDU, PPB, dan PPh Badan tidak berkorelasi secara signifikan dengan jumlah koreksi PPU, HPP, PDU, PPB, dan PPh Badan.
Dari hal-hal di atas disarankan agar pemeriksaan tidak perlu dilakukan berulang-ulang pada wajib pajak yang sama. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan hanya sebagai fiingsi pengawasan saja.
Apabila pemeriksaan perlu dilakukan, hanya terhadap wajib pajak yang mempunyai indikasi jelas akan memberikan pemasukan terhadap penerimaan PPh Badan. Caranya dengan menjaring data wajib pajak melalui instansi lain, sehingga fiskus dapat segera mengenakan pajak.
Dari hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penenimaan PPh Badan dan frekuensi pemeriksaan pajak tidak berkorelasi secara signifikan dengan peningkatan PPh Badan.

To defray the larger state expenses, we need acceptance from within country namely taxation sector. This research has been conducted with an aim to reveal the circumstances resulting from the inspections of taxpayers by tax officers. Inspections have been conducted once, twice, and three times at a time for the purpose of concluding if these inspections are capable of increasing tax receipts.
This research used a co relational descriptive approach which relies on the determination of statistical tests to arrive at The average corrected figure prior to and after inspections and the impact of the independent variable, i.e., inspections, on the dependent variable, corporate income tax receipts.
Carried out in the Karawang Tax Inspection Office, the research caused the author to gather data in two manners: desk research and field research. Desk research was performed through the reviews of documentation which are kept by the Karawang TaxInspection and Examination Office and field research by means of interviews with the head of this office.
The population statistics amounted to 320 and 1I1 of them were made the sample statistics (corporate taxpayers) and the research covered the inspection years 1997 to 2002, inclusive. The statistics test was a one-way ANOVA.
The author's results show as follows:
1. There has been no significant average correction between those taxpayers which were subjected to one inspection, two inspections, and three inspections. This appears from the average correction made with regard to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation.
2. There is no significant correlation between the average correction made to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation, and sum of corrections made to Business Turnover Revenue, Cost of Goods Sold, Non-operating Income, Gross Revenue Sub traces, and Corporate Income Taxation.
For the reasons citied above, it is recommended that repeat inspections not be performed with respect to the same taxpayers and that inspections be carried out as part of the supervisory function only.
Where necessary, inspections should be performed for taxpayers who have clear signs of helping to increase corporate tax receipts. This may be done by way of gathering taxpayers information and data through other government agencies so that taxpayers are able to assess taxes immediately.
Based on the natters above, a conclusion can be drawn that inspections do not have any significant impact on corporate income tax receipts and that the frequency of tax inspections do not produce any significant co relation to increase in the receipts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Putu Ardana
"Administrasi pajak merupakan faktor yang berperan penting dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance). Dengan adanya administrasi pajak yang baik dapat mempermudah pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak (WP) dan dapat meningkatkan pelayanan terhadap WP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pelaksanaan administrasi PPh Pasal 25 Badan dengan kepatuhan PPh Pasal 25 Badan di KPP Jakarta Tamansari Dua.
Teori-teori yang terkait dengan penelitian ini adalah teori tentang pajak secara umum, teori pajak penghasilan (PPh), teori pajak penghasilan badan (PPh Badan), teori angsuran PPh Badan, teori administrasi pajak, PPh dan PPh Badan, teori kepaluhan serta toeri tentang kaitan administrasi pajak dengan kepatuhan.
Penelitian menggunakan desain korelasional dengan sampel penelitian sebanyak 173 responden yang diambil secara acak. Data primer dikumpulkan melalui kuisioner yang telah teruji validilas dan reliabilitasnya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan korelasi Rank Spearman's yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.
Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa pelaksanaan administrasi PPh Pasal 25 Badan (yang meliputi sistem dan prosedur, sosialisasi, bantuan dan pelayanan serta iklim perpajakan) di KPP Jakarta Tamansari Dua secara umum sudah baik, meskipun masih ada beberapa aspek yang dinilai belum memuaskan. Sementara dari hasil pengujian diketahui bahwa pelaksanaan administrasi PPh Pasal 25 Badan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap kepatuhan PPh Pasal 25 Badan, yang diperoleh dengan koefisien korelasi 0,494 dan signifikansi < 0,05.
Pelaksanaan administrasi PPh Pasal 25 Badan di KPP Jakarta Tamansari Dua perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan, terutama untuk faktor-faktor yan belum memuaskan WP yaitu: reformasi sistem perpajakan, konsistensi penerapan sanksi administratif, keadilan tarif PPh Badan, undangan dari kantor pajak dalam rangka sosialisasi peraturan, sosialisasi peraturan perpajakan di media publik, upaya pemerintah dalam menciptakan kesadaran masyarakat terhadap pajak, tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dalam hal efisiensi dan efekiifitas penggunaan dana pajak serta manfaat fasilitas publik yang didapatkan / dirasakan masyarakat dari pemerintah melalui pajak yang mereka bayar.

Tax administration plays an important rule in order to increase tax compliance. With good tax administration, the tax administrators can do they jobs easier in order to control the the tax payers obligation and make the services to the tax payers better. The aim of this research is to analyze the relationship between the implementation of article 25 corporate income tax administration with the tax compliance of corporate income tax article 25 tax compliance at Tamansari Dua Tax Office. The theories which related to this research are the theory of tax generally, theory of corporate income tax and corporate income installment payment, theory of income tax and corporate income tax administration, theory of tax compliance and theory which shows the relationship between tax administration and tax compliance.
The design of this research is a correlasional design that use 173 samples of tax payers which choose randomly. Primary data is collected by quisionaire which has been tested whether its validity and reliability. That data is analyzed with Rank Spearmen?s correlation and the SPSS version 1.3 is the programe which use to analyze the data.
The descriptive analysis shows that the implementation of tax administration of corporate income tax article 25 ( system and procedure, information, services for the taxpayers and the climate of tax paying) in Tamansari Dua tax ofice are generally good enough, but there are still many aspects that the respondents are not satisfy with. From the empirical result is shown that the implementation of article 25 tax administration has a positive relation and significant with article 25 tax compliance, which has correlation coefficient 0,494 and the correlation is significant at the < 0,05 level.
The implementation of tax administration of corporate income tax article 25 in Tamansari Dua Tax Office is generally good enough but it?s still need to make it better, especially for the aspects that the taxpayers are not satisfy with such as tax reform that Indonesian government has made, penalty implementation consistency, fairness of the corporate income tax rate, invitation by the Tamansari Dua to inform the new rules of corporate income tax, publicity of tax rules at public channel, govemment programs to increase tax awareness, transparency of the use of the tax revenue by govemment, trust level from society / tax payers to the government ability to spend tax revenue in efticient and effective way and what the society get or feel about a public facilities from the tax they had paid to the government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Winarti
"Penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 ditargetkan sebesar 70 % dari seluruh penerimaan. Posisi ini menggantikan pinjaman luar negeri yang selama ini mendominasi sumber penerimaan dalam APBN. Oleh karena itu segala upaya untuk mencapai target tersebut harus diusahakan untuk menjamin keamanan APBN.
Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang umum dikenal adalah intensifikasi dan eksensifikasi. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih dari krisis moneter dan untuk mewujudkan sistim perpajakan yang adil, dimana semua Wajib Pajak yang berpenghasilan sama harus dikenakan pajak yang sama, maka penulis berusaha melakukan penelitian yang mendiskripsikan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak penghasilan dengan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah Wajib Pajak berhasil ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatkan penerimaan negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak Wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. Oleh karena itu ekstensifikasi yang dilakukan harus ditindak lanjuti dengan intensifikasi.
Untuk meningkatkan kinerja maka dipaparkan bagaimana National Tax Administration Jepang memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui public relation yang baik dan sosialisasi yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan kewajiban Perpajakannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Dolok
"Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah pungutan pajak penghasilan yang bersifat final dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan secara keseluruhan ? dan apakah telah memenuhi prinsip-prinsip dan azas-azas perpajakan yang berlaku umum ? Untuk membahas pokok permasalahan dan tujuan penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait.
Pembahasan dan analisis masalah, diketahui bahwa pungutan pajak penghasilan final yang berlaku, hanya didasarkan pada aspek kemudahan pungutan pajaknya. Sedangkan aspek keadilan dan kepastian hukum dalam pemungutan pajak kurang mendapat perhatian.
Dilihat dari sudut pandang penerimaan, pelaksanaan pungutan pajak penghasilan final cukup berhasil dalam meningkatkan pajak penghasilan dari jasa konstruksi. Hal ini dibuktikan dari jumlah penerimaan yang meningkat setiap tahunnya yaitu dari Rp 293,14 milliar tahun 1996/1997 menjadi Rp 415,01 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 41,57 % dan Rp 560,39 milliar tahun 1997/1998 atau meningkat 91,16 % bila dibanding dengan tahun 1998/1997.
Akan tetapi bila dilihat dari kontribusi nya terhadap pajak penghasilan secara keseluruhan untuk masing-masing tahun yang bersangkutan, maka pungutan pajak penghasilan final tidak memberikan peningkatan yang cukup signifikan. Bila pada tahun 1996/1997 kontribusi pajak penghasilan jasa konstruksi adalah 1,08 % maka pada tahun 1997/1998 meningkat menjadi 1,21 % dan tahun 1998/1999 menurun menjadi 1,01 %. Keadaan ini terutama disebabkan penigkatan penerimaan pajak penghasilan yang setiap tahun cukup besar.
Untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan pajak, hendaknya peraturan yang berlaku, tidak membedakan sesama wajib pajak yang bergerak dalam bidang usaha yang sama, sebagaimana ditemukan pada peraturan bidang usaha jasa konstruksi yang membebaskan peredaran usaha di atas Rp. 1 (satu ) milliar dari pungutan pajak penghasilan final.
Atas pembahasan dan beberapa kesimpulan yang diperoieh, akhirnya penulis menyarankan agar pungutan pajak penghasilan final sebaiknya tidak diberlakukan bagi pengusaha jasa konstruksi, mengingat ketentuan tersebut tidak sesuai dengan kriteria keadilan dalam pemungutan pajak, baik ditinjau dari sudut keadilan horizontal maupun vertikal serta kurangnya kepastian hukum wajib pajak akibat peraturan atau ketentuan yang sering mengalami perubahan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Tursilo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windriaty
"Related to economic globalization era, many big scale companies make decision to hold their business in other countries. Indonesia as developing country also includes the nation actively conducts their efforts to attract investors. As the consequences of the business, many big scale companies develop their business in Indonesia. The form of business activities that many conducted by the big scale companies is branch (permanent establishment).
The income tax on the permanent establishment ("PE") operation actually represent great potential tax object, but the enforcement on its tax imposition still has not optimal yet. Therefore, the loss of fiscal potential contained in each BUT activity should be anticipated by Directorate General of Taxation by formulating the efforts that may be conducted by the Directorate General of Taxation in supporting the optimization of the income tax revenue on this PE. Moreover, the hindrances facing the tax imposition on this PE revenue should be identified carefully in order to seek the proper handling efforts.
The determination of the profit amount on the companies will be fit with the actual condition and is not conducted hypothetically if carried in resident country. However, in case the business is conducted in the source country, its consequences that the source country also requires the cost in order that the business may operate. Therefore, the source country also should be given the taxing right on the business income gained by PE in the source country. How far the taxing right of the source country on the income from its region is determined by some criterion. The main criteria of PE is a "fixed place of business", namely there is a permanent place to conduct the business activities in the source country.
The purpose of this thesis is to describe the treatment of income tax imposition on PE in Indonesia, arising issues and efforts that may be conducted by the Directorate General of Taxation in order that the collection of income tax on PE is more optimum.
The used research method in this thesis writing is descriptive analytical method. The research was conducted through interviews with some tax official and tax officers, tax consultants, taxpayers and the potential taxpayers. The document investigation was conducted based on the scientific works and the tax regulations either based on the law, its implementation terms, or terms contained in tax treaties.
Based on the research conducted in the field it was known that Badora Tax. Office had no sufficient capabilities to be able to identify BUT especially for the activity type of service provider. The difficulty to detect PE existence of the activity type of service provider also can not separated by the existing weaknesses in Badora Tax Office it self.
From analysis result was obtained conclusion that activity type of activity type of service provider actually represents the very potential tax object, but it was not explored optimally, as hindered by the low understanding especially concerning international tax (especially on PE) and the minimum English language ability in the tax officers, and the limited staff fully understanding the type of business of each PE taxpayer.
On the above conclusion, that it is suggested to improve the English language capability and the understanding on the international tax knowledge, it is better to hold the special education periodically and in sustainable way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi
"Obyek Pajak yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan bersifat "Global Taxation" yaitu sistem pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara menjumlahkan semua jenis tambahan kemampuan ekonomis dimanapun didapat, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kemudian atas jumlah seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak.
Penghasilan yang diperoleh dari bunga yang berasal dari deposito/ tabungan, merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang merupakan obyek pajak. Namun dalam pelaksanaannya, atas penghasilan itu dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan tarif flat dan bersifat final, kecuali yang diperoleh oleh Wajib Pajak Bank. Dengan demikian menimbulkan permasalahan yaitu apakah pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan yang diperoleh Wajib Pajak selain Bank sudah sesuai dengan azas keadilan, dan bagaimana akibatnya terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dari azas keadilan, dan apakah akibatnya terhadap penghasilan kena pajak serta pajak penghasilan yang seharusnya terutang apabila tidak diberlakukan ketentuan tersebut. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis, dengan tehnik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak terkait.
Dari hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan tidak memenuhi azas keadilan, baik keadilan horisontal maupun vertikal. Selain itu ketentuan final mempunyai akibat terhadap penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan yang seharusnya terhutang. Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam Undang-undang yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur sendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
2001
T1792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rusjdi
"Income tax with references to Indonesian laws and regulations."
Jakarta: Indeks, 2006
336.24 MUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Hariadi Oetomo
"Salah satu pelaku usaha di Indonesia adalah perusahaan tanpa badan hukum atau dikenal sebagai perusahaan perorangan. Peranan perusahaan perorangan cukup signifikan dalam perekonornian Indonesia. Sebagai gambaran gross output perusahaan perorangan pada tahun 2000 mencapai Rp 250 trilyun. Penghasilan yang dibayarkan kepada pekerja di perusahaan perorangan ini merupakan potensi obyek pajak penghasilan orang pribadi (PPh Pasal 21). Sedangkan pengusaha perusahaan peororangan yang statusnya Wajib Pajak Orang Pribadi selaku pemberi kerja wajib melakukan penghitungan,dan pemotongan PPh Ps 21 dan sekaligus melakukan penyetoran dan pelaporan kepada Kantor Pajak.
Selama ini telah dilakukan penyuluhan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Perorangan agar mereka mengerti tentang fungsinya sebagai pemotong pajak penghasilan Ps 21 seperti yang ditentukan oleh undang-undang . Penyuluhan dilakukan melalui berbagai macam cara antara lain melalui media masa baik cetak maupun elektronik serta melalui publikasi lain berupa booklet, pamphlet maupun yang bersifat tatap muka antara lain pelatihan, seminar. Penyuluhan ini duharapkan mampu mendorong Pengusaha Perorangan melakukan fungsinya sebagai pemotong pajak penghasilan Ps 21. Apabila hal ini terealisir maka akan mempunyai pengaruh yang berarti dalam penerimaan keuangan Negara dalam bentuk pajak, serta yang tak kalah pentingnya adalah terlaksananya prinsip equality (keadilan) dalam pengumpulan pajak dimana beban Negara ditanggung oleh seluruh masyarakat sesuai dengan kemampuannya. Suatu hal yang peneliti memandang sebagai masalah adalah apakah penenyuluhan yang selama ini dilakukan efektif untuk membuat pengusaha perorangan melakukan kewajibannya sebagai pemotong pajak, untuk itu menarik untuk diketahui efektivitas penyuluhan terhadap Pengusaha Perorangan sebaai pemotong pajak penghasilan Ps 21 Penyuluhan pajak dalam bentuk informasi, edukasi serta bantuan teknis akan membuat persoalan pajak menjadi jelas bagi Wajib Pajak dan oleh sebab itu penyuluhan menjadi elemen yang penting dalam mendorong terselenggaranya administrasi pajak yang baik. Salah satu faktor yang menyebabkan orang kurang antusias didalam membayar pajak karena kurangaya pengetahuan tentang pajak. Secara teoritik untuk menumbuhkan sikap posisitip tentang pajak harus bermula dari adanya pengetahuan terhadap pajak itu sendiri. Sejak menganut self assessment system usaha penyuluhan pajak menjadi suatu hal yang sangat panting dan menjadi perhatian mendasar bagi pemerintah dibanyak negara untuk mencapai kemungkinan yang maksimum tercapainya kepatuhan sukarela. Administrator Pajak harus memberikan perbatian khusus untuk memelihara hubungan dengan Wajib Pajak., dalam bentuk memberikan informasi yang cukup (adequate) dan jelas (clarity) serta pelayanan yang sifatnya membantu Wajib Pajak, sebagai usaha untuk mencegah tercadinya kecurangan pajak serta sebagai elemen yang mengaralikan peningkatan kepatuhan sukarela. Informasi yang penyampaiannya kepada wajib pajak melalui kegiatan penyuluhan haruslah memenuhi gagasan clarity: yaitu informasi yang diperoleh dapat membuat persoalan pajak menjadi jelas bagi masyarakat, rapidity: informasi tersebut harus dapat diperoleh dengan cepat serta accuracy, informasi tersebut harus akurat.
Untuk mengetahui efektivitas penyuluhan tersebut, dilakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang jenisnya deskriptif eksploratif, dinnana peneliti meaggali informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian dan menggambarkannya tanpa mengajukan hipotesis.
Populasi adalah wajib pajak orang pribadi yang merupakan Pengusaha Perorangan di KPP Kramat Jati. Jumlah populasi per I Januari mencapai 834 Wajib Pajak. Sampel diambil 15% dari populasi yaitu 127 responden, untuk itu disebar 150 kuesioner dan terkumpul kembali 143 bush atau 16,9% dari populasi.
Dan hasil penelitian diketahui bahwa penyuluhan yang dilakukan selama ini telah rnenjangkau sebagian besar Wajib Pajak KPP Kramat Jati dan cukup efektif meningkatkan pemahaman Wajib Pajak Pengusaha Perorangan tentang fungsinya sebagai pemotong PPH Ps 21. Namun hanya setengah dari Waajib Pajak yang menerima penyuluhan memahami prosedur teknis yang hams dilakukan dalam melakukan pemotongan tersebut.
Dari hasil penelitian ini disarakan agar penyuluhan terhadap Pengusaha Perorangan ird ditingkatkan terutama dalam bentuk pelatihan dan apabila potensi PPh Ps 21 di wilayah kerja KPP Kramat Jati ternyata besar maka perlu dibentuk suatu unit kerja khusus yang menangani penyuluhan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>