Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trina Liztyani
"Runtuhnya gedung World Trade Centre (WTC) di New York tanggal 11 September 2001 akibat serangan teroris kini dilihat banyak pihak sebagai momen yang dramatis yang mengakhiri era Pasca Perang Dingin. Memang, tragedi 11 September 2001 membawa implikasi fundamental terhadap situasi dan percaturan politik internasional. Bagi Amerika Serikat (AS) sendiri, peristiwa tersebut merupakan pukulan telak bagi supremasi adidaya, yang menuntut respon dalam bentuk ?perang terhadap terorisme.? Bagi negara-negara lainya, selain menyadarkan mereka bahwa ancaman serius terhadap kemanusiaan dapat mengambil bentuk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, tragedi WTC dan respon AS terhadap terorisme merupakan awal dari terbangunnya sebuah tatanan politik dunia yang ditandai oleh meningkatnya ancaman non-tradisional (khususnya dalam bentuk terorisme) dan hegemonisme AS sebagai adidaya tunggal. Presiden George W. Bush memiliki pandangan yang paralel dengan Samuel P.
Huntington, seorang penasihat Gedung Putih, yang melihat serangan teroris 11 September, bahwa kepentingan keamanan negara itu tidak dapat dilepaskan dari situasi keamanan global, yang pada gilirannya menuntut penguatan posisi hegemoni AS dan keterlibatan luas dalam percaturan politik internasional. Dalam merespons terorisme, kalkulasi kebijakan keamanan, pertahanan, dan luar negeri AS dapat dikatakan berubah secara signifikan, yang pada gilirannya telah mempengaruhi konstelasi politik internasional. Di sini sikap Bush yang keras terhadap terorisme teraktualisasi dalam kebijakan AS yang melahirkan semacam struktur "bipolar" baru yang memperumit pola-pola hubungan antarnegara. Pernyataan Bush, "either you are with us or you are with the terrorists", secara hitam-putih menggambarkan dunia yang terpilah dalam sebuah pertarungan antara kekuatan baik dan kekuatan jahat.
Pembelahan dunia demikian mempersulit posisi banyak negara.Bagi Bush dan Huntington, tragedi 11 September 2001 juga telah membuka kemungkinan berubahnya parameter yang digunakan AS dalam menilai sebuah negara. Kenyataan bahwa Presiden Pervez Musharraf di Pakistan naik ke tangga kekuasaan melalui kudeta militer tidak lagi menjadi kendala dan penghalang bagi AS untuk menjalin aliansi antiterorisme dengan negara itu. Persepsi Bush paralel dengan Huntington, yang menyatakan musuh utama Barat pasca-Perang Dingin adalah ''Islam militan'', dan dari berbagai penjelasannya, definisi Islam militan melebar ke manamana, ke berbagai kelompok dan komunitas Islam, baik radikal maupun fundamental.
Peristiwa serangan 11 September 2001 di Amerika memunculkan isu terorisme internasional. Kedekatan Pakistan dengan Afghanistan menyebabkan Pakistan masuk ke dalam situasi dilematis. Pakistan harus memilih antara berpihak pada Amerika Serikat dan koalisi internasional anti ?terorisme? atau tetap mempertahankan hubungannya dengan Taliban. Pada akhirnya Pakistan memilih untuk berpihak pada Amerika Serikat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007.
T 22745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pakpahan, Baginda
"Pasca peristiwa kelabu 11 September 2001 serangan terorisme di Amerika Serikat (New York dan Washington), situasi dunia telah berubah sebagai titik balik dari hubungan internasional. Titik balik dari hubungan yang biasanya diidentifikasikan dengan blok-blok yang saling berkonfrontasi menjadi sulit untuk identifikasikan. Terorisme menjadi pusat kutukan dan musuh bersama dari seluruh negara dan bangsa di dunis. Teroris merupakan pendatang / aktor baru hubungan internasional yang tidak nyata atau bayangan. Dunia menghadapi rencana ancaman dan pelaksanaan teroris global dan Amerika Serikat sebagai sasaran perdana dari aksi teroris global sebagai tanda eksisnya kelompok itu. Amerika Serikat melakukan peningkatan lebih ekstra dalam pertahanan dalam negeri dari biasanya. Hal ini merupakan ancaman kepada kebebasan dan demokrasi yang telah diyakini atau ditetapkan."
Jurnal Studi Amerika, 2002
JSAM-VIII-JanDes2002-42
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Egalita Irfan
"Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan pesawat tanpa awak yang bersenjata, yang juga adalah sebagai salah satu teknologi mutakhir yang dikembangkan Amerika Serikat. UAV memiliki begitu banyak kelebihan dibandingkan dengan jenis senjata lain, UAV digunakan di berbagai negara di dunia sebagai bagian dari operasi kontra-terorisme Amerika Serikat. Namun, pada kenyataannya, penggunaan UAV di Pakistan pada tahun 2004 hingga 2012 tidak berhasil mengurangi serangan teroris di negara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa ketidakberhasilan penggunaan UAV tersebut terjadi menggunakan metode congruence. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakberhasilan tersebut terjadi karena (1) Amerika Serikat tidak benar-benar memahami karakteristik kelompok teroris di Pakistan, (2) adanya kesalahan dalam proses pembuatan keputusan dilihat dari intelligence cycle, dan (3) tidak adanya dukungan dari masyarakat lokal Pakistan.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) is an armed unmanned plane, which is also one of the most advanced technologies developed by the United States. UAV is more superior compared with other kinds of weapon. Currently, it is used in many parts of the world as a part of the United States’ counter-terrorism measure. However, the use of UAV in Pakistan since 2004 to 2012 does not successfully reduce the number of terrorist attack that happens on that country. This research aims to figure out the reasons behind this failure through the use of congruence in retrospective. The results show that the failure of UAV relies upon 3 factors: (1) US did not really understand the characteristic of targeted terrorist organizations, (2) there is a mistake in the decision making based on the intelligence cycle, and (3) the nonexistent of local society’s support.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ushwatul Jannah
"Tulisan ini menjelaskan tentang mengapa suatu negara tetap mempertahankan kerangka aliansi dengan negara lain, terlepas dari perlakuan negara tersebut yang cenderung menjatuhkan negara aliansinya. Analisis dalam tesis ini menggunakan teori dilema keamanan aliansi dari Snyder untuk menjelaskan alasan mengapa Korea Selatan memilih untuk menggunakan strategi cooperate dalam menghadapi dilema aliansi dengan Amerika Serikat dibawah masa pemerintahan Presiden Donald Trump tahun 2017 – 2021. Hasil dari penelitian yang menggunakan kualitatif-deskriptif ini menunjukkan bahwa pilihan Korea Selatan menggunakan strategi cooperate tersebut adalah untuk menghindari konsekuensi diabaikan (abandonment) oleh Amerika Serikat, sekutunya yang merupakan negara patron (pelindung). Penggunaan strategi cooperate ini selanjutnya di jelaskan dalam tesis ini karena dipengaruhi oleh 2 faktor penentu yaitu faktor possible of consequences dan faktor determinant of choices. Berdasarkan kedua sudut pandang faktor tersebut, Korea Selatan mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat selain karena takut akan risiko ditinggalkan, yaitu faktor kergantungan, kepentingan strategis, kejelasan kesepakatan dalam aliansi, serta tingkat kepentingan sekutu juga merupakan alasan Korea Selatan untuk mempertahankan aliansi dengan Amerika Serikat.

The present study explains why a country maintains an alliance framework with other countries, regardless of the country's treatment which likely brings down its allies. The analysis applied an alliance security dilemma theory by Snyder to clarify the reasons why South Korea preferred to use a cooperative strategy in dealing with the dilemma of alliance with the United States under the President Donald Trump administration of 2017-2021. The results of the present qualitative - descriptive study showed that South Korea’s preference to use the cooperative strategy aimed at avoiding a consequence of being neglected (abandonment) by the United States that is the patron ally (protector). The use of the cooperative strategy was later emphasized in this study as it was influenced by two determinants, namely the possible of consequences and the determinant of choices. Based on perspectives of these two factors, South Korea maintains an alliance with the United States apart from being apprehensive to be left, which is a dependency factor, strategic interests, clarity of the deal in the alliance and the ally’s level of interest are also the South Korea’s reasons to maintain an alliance with the United States."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidy Amanda
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis tindakan Amerika Serikat yang tidak menunjukkan komitmen yang kuat dalam aliansinya dengan Jepang. Studi ini menggunakan teori dilema aliansi yang dapat mempengaruhi perilaku negara sehingga mempengaruhi komitmen negara dalam aliansi tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis tersebut memberikan hasil bahwa komitmen Amerika Serikat yang samar dipengaruhi oleh dilema aliansi yang dialami Amerika Serikat. Lima faktor penentu dilema aliansi oleh Snyder secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu ketergantungan langsung dan tidak langsung. Ketergantungan langsung adalah tingkat ketergantungan yang meliputi empat hal. Pertama, ketergantungan militer Amerika Serikat yang rendah terhadap Jepang; kedua kemampuan Jepang dalam memberikan bantuan; ketiga tingkat ketegangan dan konflik dengan musuh; dan keempat alternatif yang dimiliki Amerika Serikat untuk beraliansi kembali. Sedangkan ketergantungan tidak langsung yaitu, kepentingan strategis Amerika Serikat, tingkat kejelasan dalam perjanjian, perbedaan kepentingan aliansi dalam konflik, dan perilaku aliansi (behavioral record) Jepang. Analisis tersebut menunjukan Amerika Serikat memiliki ketergantungan langsung dan tidak langsung yang rendah. Akibatnya, Amerika Serikat lebih takut terjebak (entrapped) dalam aliansinya dengan Jepang. Untuk menghindari hal tersebut Amerika Serikat memberikan komitmen yang lemah (defect) dengan cara mendorong peningkatan kapabilitas militer Jepang.

ABSTRACT
This study analyzes the actions of the United States which show a vague commitment in its alliance with Japan. Using alliance dilemma theory which can influence the behavior of the state, particularly the commitment of the state in the alliance. This research is a qualitative study using a causal-process tracing (CPT) method by collecting data through literature studies.. The analysis shows that the United States' commitment is vaguely influenced by the dilemma of alliance experienced by the United States. The five determinants of the alliance dilemma by Snyder are broadly divided into two categories: direct and indirect dependence. Direct dependence is the level of dependency which includes four things. First, the US military's low dependence on Japan; second Japanese ability to provide assistance; third level of tension and conflict with the enemy; and fourth, an alternative owned by the United States to realignment. Indirect dependence are; the strategic interests of the alliance, the degree of explicitness in the alliance agreement, the degree to which the allies' interests that are in conflic, and behavior record of alliances. The analysis shows that the United States has a low direct and indirect dependence to Japan. As a result, the United States is more afraid of being trapped in its alliance. To avoid this, the United States has a strategy of defect by encouraging an increase in Japanese military capabilities."
2019
T54148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saufi Salamun
"Tesis ini membahas mengenai strategi yang dijalankan oleh Amerika Serikat dalam kampanye globalnya untuk memerangi terorisme sejak serangan 911 yang difokuskan pelaksanaanya di Pakistan dan Indonesia. Kerja sama yang terjalin dalam pemberantasan yang terjalin oleh Amerika Serikat kepada Pakistan dan Indonesia tetap diwarnai tindakan sepihak Amerika Serikat untuk melakukan serangan atau agresi militer ke dalam wilayah Pakistan, sedangkan Indonesia yang relatif lemah angkatan bersenjatanya Amerika Serikat tetap mengedepankan kerjasama penuh kepercayaan. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pengambil keputusan dalam pelaksanaan agresi militer di Pakistan dan kerjasama di Indonesia akan dikupas termasuk faktor-faktor dari sisi Amerika Serikat sendiri. Analisis dalam tesis ini menggunakan dasar pemikiran konsep strategi yang terdiri dari berbagai faktor dan antara faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi. Kajian dalam penelitian ini menemukan sejumlah kondisi-kondisi yang menyebabkan Amerika Serikat harus bertindak keras secara militer terhadap Pakistan dan menekankan kerjasama pada kondisi Indonesia.

The thesis discusses the strategy pursued by the United States of America in its global campaign to fight against terrorism since the September Eleven (9/11) attacks. The focus of the thesis is the fights conducted in Pakistan and Indonesia. In holding such cooperation with Pakistan, the United States directly often attacks its targets in the jurisdiction of the country. Meanwhile, the superpower country always promotes a trustful cooperation in conducting such cooperation in Indonesia which has relatively weak armed forces. The thesis will discuss several factors that must be considered by the United States of America?s decision makers in conducting a military aggression in Pakistan and a trustful cooperation in Indonesia. The thesis employs the rationales of the concept of strategy which consist of a variety of factors and such factors affect each other. The results of the research reveal several conditions forcing the United States of America take harsh actions in Pakistan and, on the other side, emphasize a trustful cooperation in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isyana Adriani
"Tesis ini membahas berbagai kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS) menyangkut terorisme sejak serangan 11 September 2011. Jika dibandingkan dengan perlakuan AS terhadap Irish Republican Army (IRA), kelompok terorisme asal Irlandia yang telah jauh lebih lama merajalela dan masih termasuk yang terbahaya, perlakuan AS terhadap apapun yang dicurigai berhubungan dengan Al-Qaeda (termasuk negara, organisasi, bahkan warga Muslim di AS sendiri) bisa dibilang tidak manusiawi. IRA bahkan secara terbuka didukung oleh para pejabat pemerintah dan organisiasi-organisasi yang diduga menyumbang dana bagi serangan-serangan terorisme IRA tetap berjalan dengan tenang. Tesis ini menjelaskan bahwa rasisme atau nosi etnisitas adalah satu-satunya alasan mengapa AS memihak IRA, meski seperti Al-Qaeda ia juga merupakan kelompok teroris, dan bukannya perdagangan bebas serta keinginan untuk mendominasi.

This thesis covers USA's different treatments on Irish Republican Army (IRA) and anything that is suspected to have relations with Al-Qaeda, including Muslim countries or countries with most Muslims, Muslim organizations and even Muslims in USA itself. Like Al-Qaeda, IRA is also a terrorist group, hailing from Ireland, which has been around far longer than Al-Qaeda. Like Al-Qaeda as well, IRA has conducted terrorist attacks worldwide, mostly in Ireland, Northern Ireland, The UK and UK colonies all over the world. Yet IRA is openly supported by many American high officials and organizations suspected to channel funds to IRA still operate to date. This thesis offers that the only explanation why The US is far less harsh to IRA than Al-Qaeda is notion of ethnicity or racism, instead of free trade or desire to dominate."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30582
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Hapsari
"Politik luar negeri Iran terhadap Amerika Serikat pada masa pemerintahan Ahmadinejad mempunyai ciri khas tersendiri yaitu konfrontatif. Politik luar negeri yang demikian ini dapat terjadi bilamana kepentingan nasional masing-masing negara tidak bisa dipertemukan atau bertentangan antara satu dengan yang lain. Konfrontatisme yang dikembangkan oleh Iran terhadap Amerika Serikat pada masa pemerintahan Ahmedinejad ini berlangsung sejak ia terpilih pada bulan Mei 2005, dan bahkan hingga dimasa awal periode kepemimpinannya yang kedua, yaitu pada setelah bulan Mei 2009. Terdapat indikator yang menunjukkan karakter konfrontasi itu antara lain disebabkan oleh sikap politik luar negeri Amerika Serikat yang cenderung berusaha mendominasi, mengembangkan unilateralisme dan menjalankan praktek hegemoni. Tipikal politik luar negeri Amerika Serikat yang demikian ini bertentangan dengan nilai dan orientasi politik luar negeri Iran yang lebih menekankan anti unilateralisme dan anti hegemoni. Konfrontatisme yang dikembangkan oleh Iran tersebut dapat dilihat ketika terjadi perdebatan pandangan yang mencolok terutama dalam memandang persoalan nuklir yang dikembangkan oleh Iran serta posisi dan status Israel sekaligus kesangsian atas peristiwa holocaust.

Iranian foreign policy toward the United States under the govemment of Ahmadinejad has its own characteristic, it is confrontational. Foreign policy can be happen when the nationai interests of each country cannot be reconcilable with each other. Confrontations which developed by Iran against the United States during the Ahmedinejad govemment since his election in May 2005, and even until the early days of his leadership of the second period after May 2009. There are indicators ihat show the character of the confrontation was partly due to the foreign policy stance of the United States tends to dominate, to develop a practice unilateralism and hegemony. The typical foreign policy of the United States is contrary to such values and orientation of Iran's foreign policy which emphasizes non-unilateralism and hegemony. Confrontations developed by Iran can be seen when there is a strong debate, especially in view of the nuclear issue which was developed by Iran and Israel's position as well as doubts over the Holocaust events."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26884
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>