Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145534 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gede Komang Chahya Bayu Anta Kusuma
"P.A.Y.E merupakan salah satu mekanisme pemungutan pajak atas gaji karyawan, yang dilakukan pada sumber penghasilan. Mekanisme pemungutan pajak melalui P.A.Y.E. dilakukan dengan pertimbangan kesederhanaan dan pengawasan hanya perlu dilakukan pada Pemberi Kerja. Di Indonesia atas penghasilan yang diterimaoleh orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan wajib dipotong PPh pasal 21 oleh Pemberi Kerja untuk selanjutnya disetor ke kas negara.
Dalam kenyataannya, sering ditemukan adanya penundaan penyetoran PPh pasal 21 yang sudah dipotong oleh pemotong pajak, tindakan merupakan salah satu bentuk tax avoidance yang dilakukan dengan melaporkan SPT Masa PPh pasal 21 ?NIHIL? dan menunda penyetoran pajaknya sampai dengan akhir tahun takwim. Dengan demikian kewajiban perpajakan PPh pasal 21 yang seharusnya dilakukan pada setiap masa pajak menjadi tertunda bahkan tindakan WP ini cenderung merupakan salah satu bentuk penghindaran pajak yang membebani administrasi di kantor pajak sehingga tujuan pemotongan pajak untuk mempercepat pengumpulan pajak tidak tercapai serta penerimaan pajak menjadi belum optimal.
Selain itu hal yang perlu mendapat perhatian DJP adalah penentuan tax relief yang berlaku saat ini. Tax relief berupa PTKP, biaya jabatan, iuran pensiun menurut Wajib Pajak semestinya diperhatikan menurut kondisi yang berlaku saat ini sehingga mampu memberikan rasa keadilan memungut pajak. Kondisi ini kurang wajar dirasakan oleh Wajib Pajak dalam hal PTKP misalnya untuk Wajib Pajak dengan status kawin hanya diberikan tambahan kurang dari 10% dari Wajib Pajak sendiri. Hal ini tentunya belum cukup untuk memenuhi kondisi yang sebenarnya, sehingga perlu ada tranparansi dan penelitian yang lebih mendalam dalam penentuan besarnya tax relief.
Ketentuan pasal 21 menurut UU PPh mewajibkan pemungutan pajak melalui pemberi kerja khususnya berhubungan dengan pembayaran penghasilan berupa gaji karyawan baik yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri atau diterima Wajib Pajak Luar Negeri. Mekanisme perhitungan untuk withholding tax ini lebih rinci diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 dan telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2006 tanggal 23 Pebruari 2006 mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi. Pemberian tax relief dalam ketentuan perpajakan saat ini diberikan dalam beberapa bentuk antara lain pertama biaya Jabatan, hanya diberikan terhadap pegawai tetap yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 1.296.000,00 ( satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah). Kedua tax relief diberikan dalam bentuk biaya pensiun sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah ) sebulan. Ketiga Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya Rp 13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak , tambahan Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) untuk Wajib Pajak Kawin dan tambahan Rp 1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) untuk tanggungan Wajib Pajak maksimum 3 (tiga) orang.
Jenis penelitian yang akan diterapkan dalam penyusunan tesis ini adalah deskriptif analisis yaitu menggambarkan, menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasikan data yang ada seperti situasi yang dialami, dengan melakukan teknik interview dan hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang menampak atau suatu proses yang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang muncul, kecenderungan yang menampak dan kondisi lainnya. Penelitian ini menganalisis berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dengan key informan studi kepustakaan, mempelajari peraturan perpajakan dan laporan.
Dari hasil analisis penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Ketentuan pasal 21 menurut Undang-undang PPh telah memenuhi prinsip P.A.Y.E, dengan menerapkan metode perhitungan end year adjustment. Penerapan P.A.Y.E ini merupakan sistem withholding tax yang memberikan kepercayaan kepada pemberi penghasilan untuk memotong pajak atas pembayaran gaji, upah, penggantian sehubungan dengan pekerjaan. Disamping itu Ketentuan pasal 21 yang berlaku saat ini tidak memenuhi azas equality secara mutlak. Karena tax relief yang ada berupa biaya jabatan, biaya pensiun dan PTKP, besarnya belum sesuai dengan beban hidup minimum Wajib Pajak. Oleh karena itu sebaiknya ditentukan dasar perhitungan yang transparan dalam menentukan tax relief.
Kemudian apabila ditinjau lebih dalam penerapan ketentuan pajak, ternyata masih terdapat beberapa kelemahan (loophole) pada PPh pasal 21 sehingga menyebabkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak hanya 30% dari jumlah Wajib Pajak terdaftar. Beberapa loophole yang ada antara lain tidak dilakukan law enforcement yang jelas apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau tidak ada keharusan penyampaian alamat yang jelas atau menunda penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 sampai dengan akhir tahun. Dalam rangka mengurangi penghindaran pajak, upaya DJP melakukan pemeriksaan, reformasi sistem dll telah dilakukan DJP, namun hal ini belum sepenuhnya dapat mengurangi peluang penghindaran pajak. Oleh karena itu reformasi dibidang perpajakan sangat tepat dalam rangka meningkatkan pengawasan kepada Wajib Pajak, berbarengan dengan hal ini diperlukan adanya perubahan administrasi sehingga dapat mewujudkan simplicity dan kepastian hukum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ning Rahayu
"Dalam rangka memasuki era globalisasi diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di kalangan dunia usaha, bentuk-bentuk alih teknologi dilakukan dengan berbagai cara, seperti hak untuk menggunakan intelectual property, technical advise dan sebagainya baik dari pihak asing maupun domestik. Untuk itu pemakai hak/pemakai jasa harus membayar royalti atau imbalan jasa teknik.
Pembayaran royalti dan imbalan jasa teknik itu sendiri merupakan obyek pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak (khususnya dari PPh) secara berarti. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan sering terjadi dispute antara Wajib Pajak dengan fiskus dalam menentukan royalti (khususnya yang berupa informasi) dan imbalan jasa teknik sebagai obyek pajak (PPh), sehingga berpengaruh pada treatment (perlakuan pemajakan) antara keduanya. Hal ini menyebabkan tingkat kepastian hukum mengenai hal tersebut menjadi kurang terjamin dan dapat menimbulkan penghindaran maupun penyelundupan pajak.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memperjelas perbedaan antara royalti dan imbalan jasa teknik, perlakuan pengenaan PPh antara keduanya serta menguraikan permasalahan-permasalahan yang timbul sekaligus mencari jalan keluarnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analistis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan'melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait.
Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa royalti dan imbalan jasa teknik sebenarnya merupakan obyek pajak yang sangat potensial, namun belum tergali secara maksimal, karena terhambat oleh kendala pemahaman yang belum merata mengenai pengetahuan perpajakan yang menyangkut masalah-masalah khusus di kalangan petugas, serta belum adanya surat edaran/penegasan lebih lanjut yang lebih terperinci mengenai royalti dan imbalan jasa teknik. Hal ini menyebabkan baik petugas pajak maupun wajib pajak membuat penafsiran sendiri-sendiri yang cenderung menguntungkannya. Untuk menjamin kepastian hukum, sebaiknya dibuat surat edaran khusus yang menjelaskan mengenai perbedaan dan ciri-ciri khusus antara royalti dan imbalan jasa teknik disertai dengan contoh-contohnya. Sedangkan untuk meningkatkan keseragaman. pemahaman mengenai pengetahuan perpajakan yang bersifat khusus, sebaiknya dilakukan pendidikan khusus secara periodik dan berkesinambungan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magda Magdalena Sani
"Garis Besar Haluan Negara 1993 menetapkan bahwa dana untuk pembiayaan pembangunan terutama digali dari sumber kemampuan sendiri. Sektor minyak dan gas bumi adalah salah satu sumber dana dan sumber energi bagi pembangunan ekonomi negara. Pertamina sebagai satu-satunya Perusahaan Milik Negara yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas pengusahaan minyak dan gas bumi, dalam melaksanakan tugas tersebut Pertamina dapat kerjasama dengan investor asing dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil.
Ketentuan perpajakan dalam Kontrak Bagi Hasil sering dikurangi oleh Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, ada yang secara tegas mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tidak mempengaruhi ketentuan ketentuan Kontrak Bagi Hasil, ada pula Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang tidak memberikan penegasan semacam itu, oleh karena itu Kontraktor Bagi Hasil dari negara yang bersangkutan menuntut agar "reduced rate" berdasarkan Persetujuan diterapkan dalam Kontrak Bagi Hasil sehingga penerimaan Negara berkurang.
Agar supaya jumlah bagian yang menjadi hak Pemerintah tidak berkurang, sebaiknya didalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan secara tegas dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan tidak mempengaruhi ketentuan-ketentuan Kontrak Bagi Hasil, atau dalam Kontrak Bagi Hasil ditambahkan suatu klausul yang menegaskan bahwa apabila Kontraktor menuntut penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda kepadanya, sehingga mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar, dapat dilakukan dengan syarat kekurangan pembayaran tetap dibayar oleh Kontraktor Bagi Hasil, sehingga jumlah bagian yang menjadi hak Pemerintah sama seperti yang telah disetujui antara Pemerintah dan Kontraktor Bagi Hasil.
Metode penelitian yang dilakukan untuk menyusun tesis ini adalah penelitian kepustakaan dan wawancara dengan pejabat-pejabat yang terkait dengan bidang perminyakan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku buku mengenai dan yang berhubungan dengan perpajakan perminyakan dan menggunakan data-data sekunder dari buku Statistik "South East Asia Service", serta bahan tertulis lainnya seperti "Petroleum Report Indonesia" dan "The Economist Intelligence Unit, Country Profile Indonesia"."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Winarti
"Penerimaan negara dari pajak sangat diharapkan bagi Indonesia, terlebih lagi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2001 ditargetkan sebesar 70 % dari seluruh penerimaan. Posisi ini menggantikan pinjaman luar negeri yang selama ini mendominasi sumber penerimaan dalam APBN. Oleh karena itu segala upaya untuk mencapai target tersebut harus diusahakan untuk menjamin keamanan APBN.
Upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang umum dikenal adalah intensifikasi dan eksensifikasi. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih dari krisis moneter dan untuk mewujudkan sistim perpajakan yang adil, dimana semua Wajib Pajak yang berpenghasilan sama harus dikenakan pajak yang sama, maka penulis berusaha melakukan penelitian yang mendiskripsikan pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak penghasilan dengan studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Tamansari.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa ekstensifikasi Wajib Pajak Penghasilan sudah dilaksanakan dengan beberapa kegiatan diantaranya penyisiran, pemanfaatan data internal, pemanfaatan data eksternal dan kerjasama dengan instansi lain. Sekalipun jumlah Wajib Pajak berhasil ditingkatkan tetapi tidak secara langsung dapat meningkatkan penerimaan negara karena banyak faktor lain yang mempengaruhi misalnya kondisi perekonomian yang belum pulih sehingga banyak Wajib pajak yang kehilangan penghasilan, kondisi politik yang kurang kondusif dan kerjasama dengan instansi lain yang belum baik. Oleh karena itu ekstensifikasi yang dilakukan harus ditindak lanjuti dengan intensifikasi.
Untuk meningkatkan kinerja maka dipaparkan bagaimana National Tax Administration Jepang memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak melalui public relation yang baik dan sosialisasi yang terus menerus untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan kewajiban Perpajakannya. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T9802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad lchwan
"Dengan diundangkannya Undang-Undang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 tentang Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, berdampak terhadap kemampuan pemerintah dalam membiayai pemerintahan dan pembangunan. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, Pemerintah DKI Jakarta, dituntut untuk meningkatkan kemampuan keuangannya guna membiayai sarana, prasarana perkotaan serta kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Dalam kondisi krisis, jelas makin mempersulit posisi Pemerintah DKI Jakarta untuk memenuhi kekurangan kebutuhannya, belum lagi tajamnya persaingan di era liberalisasi. Oleh karena itu,. Pemerintah DKI Jakarta dituntut berpikir dan berwawasan global dalam pemberdayaan dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan lokal dan lebih mengkonsolidasikan peningkatan kinerja Pemerintah DKI Jakarta, sehingga mampu meningkatkan competitive advantages, comparative advantages, akuntabilitas serta tranparansi sebagai prasyarat untuk mewujudkan visi Jakarta sebagai kota pelayanan. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini ditujukan untuk 1).
Melihat laju pertumbuhan dan realisasi penerimaan pajak reklame sebagai indikator kinerja pemungutannya, 2) Mengetahui potensi dan upaya pemungutan pajak reklame dengan pendekatan analisis tingkat kepekaan (elastisitas) pajak reklame terhadap perubahan kegiatan ekonomi atau usaha perdagangan dan 3) Merumuskan kebijakan peningkatan pajak reklame melalui Ad-valorem tax.
Sebagai hasil penelitian ini diperoleh beberapa temuan, yaitu:
1. Laju pertumbuhan realisasi penerimaan pajak reklame selama tahun anggaran 1991/1992 - 1997/1998 rata-rata 86.83 %, pertumbuhan terbesar terjadi pada 1992/1993 sebesar 356.61 %, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata bila dihitung dari 1992/1993 - 1997/1998 sebesar 32.87 %. Terjadi penurunan pada 1998/1999 sebesar - 28.07 % karena adanya krisis ekonomi. Efektifitas penerimaannya menunjukkan hasil melampaui target, yaitu rata-rata 24.75 % dan terjadi penurunan padas 1997/1998 sebesar -11.9 %. Kontribusi pajak reklame pada PAD juga meningkat pada 1991/1992-1996/1997, yaitu mencapai 12 %, sedangkan 1998/1999 terjadi penurunan menjadi 5.29 %. Terhadap APBD juga meningkat kontribusinya dari 1991/1992-1998/1999 mencapai 3.6 %. Elastisitasnya rata-rata terhadap pertubuhan ekonomi pada 1993-1997 sebesar 2.65. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD pada 1997/1998 sebesar 79.88 %, sedangkan kontribusi reklame terhadap pajak daerah meningkat yaitu mencapai 6.03 %.
2. Pengelolaan pajak reklame di DKI Jakarta terbesar di tingkat propinsi (Balai Dinas) yaitu sebesar 66.32 % dengan nilai total potensi Rp.71.941.218.503,-, pada total luasan 267.272,85 m2, sedangkan 5 Kotamadya (Suku Dinas) hanya 19.33 % dengan luas 70.475,79 m" sedangkan 42 Kecamatan (PDK) hanya 14.35 % dengan luas 63.334,82 m2 . Dengan terbitnya UU No.3411999, pengelolaan reklame nantinya dilimpahkan ke Kotamadya/Kabupaten.
3. Perubahan pengenaan tarif pajak reklame dari Perda DKI Jakarta No.1011989 dengan "Unit Tax" menjadi Perda DKI Jakarta No.811998 dengan "Ad-Valorem lux", sampai saat ini belum dilaksanakan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pendekatan baru sangat elastis terhadap perubahan ekonomi makro dan lebih mudah melakukan penyesuaian tarif yang ditetapkan berdasarkan persen (25 %) dari Nilai Sewa Reklame. Cara lama pengenaan tarifnya didasarkan pada pengenaan lokasi, luas, jenis, ketinggian, dan waktu penyelenggaraan (rupiah per meter persegi). Dari hasil simulasi di Jakarta Selatan diperoleh peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 68.81 % dengan cara baru (Ad-valorem Tax).
4. Upaya penting yang dilakukan untuk peningkatan pajak reklame adalah dibentuknya Unit Pelaksana Teknis Sistem Informasi Manajemen Reklame (SIM-R) sebagai upaya pengalihan dari pihak swasta yaitu PT. Bina Citra Sentra Makmur (BCSM). Namun demikian dari hasil analisis ternyata masih diperlukan adanya upaya-upaya untuk membangun atau meningkatkan kinerja organisasi dengan berpedoman pada Inpres Nomor 711999 tentang Akuntabililas Kinerja Instansi Pemerintah, karena hingga saat ini organisasi belum memiliki prosedur dan operasi baku untuk pelayanan pajak reklame."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T3099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fauzi
"Obyek Pajak yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan bersifat "Global Taxation" yaitu sistem pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara menjumlahkan semua jenis tambahan kemampuan ekonomis dimanapun didapat, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kemudian atas jumlah seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak.
Penghasilan yang diperoleh dari bunga yang berasal dari deposito/ tabungan, merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang merupakan obyek pajak. Namun dalam pelaksanaannya, atas penghasilan itu dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan tarif flat dan bersifat final, kecuali yang diperoleh oleh Wajib Pajak Bank. Dengan demikian menimbulkan permasalahan yaitu apakah pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas bunga deposito dan tabungan yang diperoleh Wajib Pajak selain Bank sudah sesuai dengan azas keadilan, dan bagaimana akibatnya terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak yang bersangkutan.
Tujuan Penelitian adalah untuk menganalisis apakah ketentuan tersebut telah tepat ditinjau dari azas keadilan, dan apakah akibatnya terhadap penghasilan kena pajak serta pajak penghasilan yang seharusnya terutang apabila tidak diberlakukan ketentuan tersebut. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analitis, dengan tehnik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak terkait.
Dari hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan tidak memenuhi azas keadilan, baik keadilan horisontal maupun vertikal. Selain itu ketentuan final mempunyai akibat terhadap penghasilan kena pajak dan pajak penghasilan yang seharusnya terhutang. Menerapkan kembali tarif umum yang progresif dan tidak final lebih mencerminkan keadilan. Selanjutnya perlu ditinjau kembali ketentuan dalam Undang-undang yang memberi wewenang terlalu besar kepada Peraturan Pemerintah untuk mengatur sendiri perlakuan PPh atas jenis-jenis penghasilan tertentu."
2001
T1792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisa Gewa Syahbani
"Sistem administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam ketentuannya mewajibkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melakukan pemungutan PPN. Faktur pajak berfungsi sebagai instrumen yang digunakan sebagai bukti dari pemungutan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PKP. Pada tahun 2014, berdasarkan permasalahan terkait penyalahgunaan faktur pajak diterbitkan kebijakan faktur pajak elektronik oleh DJP yang bertujuan memberikan kemudahan administrasi perpajakan bagi PKP dan fiskus dalam proses pemeriksaan. PT Pembangunan Perumahan (PP) - EPC menerapkan e-Faktur sebagai bentuk modernisasi sistem administrasi PPN perusahaannya. Setelah diimplementasikan lebih kurang lima tahun, masih terdapat beberapa kasus faktur pajak fiktif dalam sistem e- Faktur. Penelitian ini membahas mengenai penerapan kebijakan electronic tax invoice system pada PT PP – EPC dalam upaya antisipasi faktur pajak fiktif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan e-Faktur dalam sistem administrasi PPN pada PT PP – EPC dan mengetahui upaya yang PT PP - EPC lakukan untuk mengantisipasi faktur pajak fiktif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa selama penerapan sistem administrasi PPN menggunakan e-Faktur di PT PP – EPC masih timbul beberapa kasus faktur pajak fiktif karena terdapat penyesuaian dan penyempurnaan sistem e-Faktur. Namun, seiring berkembangnya teknologi permasalahan tersebut menjadi berkurang karena dilakukan pengembangan sistem administrasi internal sebagai bentuk perencanaan pajak PT PP – EPC. Pembaharuan sistem administrasi PPN dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi oleh DJP sehingga dapat mengurangi peluang kecurangan tersebut.

The Value Added Tax (PPN) administration system in its provisions requires Taxable Entrepreneurs to collect VAT. The Tax Invoice serves as an instrument used as evidence of the collection and crediting of VAT. In 2014, based on problems related to misuse of tax invoices, the DGT issued an electronic tax invoice policy with the aim of facilitating tax administration for PKP and tax authorities in the audit process. PT Pembangunan Perumahan (PP) - EPC implemented e-Faktur as a form of modernizing the company's VAT administration system. After being implemented for approximately five years, there are still several cases of fictitious tax invoices in the e-Faktur system. This study discusses the application of the electronic tax invoice system policy at PT PP - EPC in an effort to anticipate fictitious tax invoices. This study aims to analyze the application of e-Faktur in the VAT administration system at PT PP - EPC and find out the efforts that PT PP - EPC did to anticipate fictitious tax invoices. This research is a descriptive study, with a qualitative approach and qualitative data collection techniques. The results of this study indicate that during the implementation of the VAT administration system using e-Faktur at PT PP - EPC, several cases of fictitious tax invoices still arise because there are adjustments and improvements to the e-Invoice system. However, along with the development of technology, these problems have been reduced due to the development of an internal administration system as a form of PT PP - EPC tax planning. The DGT has updated the VAT administration system in a comprehensive and integrated manner so as to reduce the opportunities for fraud."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumiwa, Ignatius Ryan
"Definisi penghasilan yang dapat dipakai sebagai objek pajak baIk yang dapat memenuhi asas keadilan maupun yang secara adminsitratif dapat dilaksanakan pemungutannya adalah tambahan kemampuan ekonomis, baik secara stelsel kas maupun stelsel akrual, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dapat dipergunakan untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan. Tambahan kemampuan ekonomis ini mengandung arti penghasilan neto.
Tariff pajak yang mencenninkan Azas Keadilan Vertikal adalah tarif pajak yang progresif, di mana tingkat progresivitas tarif pajak tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pelaksanaan dari Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 dan yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1994 sangat mengutamakan target penerimaan pajak berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan temyata mengabaikan faktor keadilan. Secara yuridis yang dipakai untuk mengatur perlakuan pajak dan tarif-tarif pajak yang berbeda dengan ketentuan Undang - Undang Pajak Penghasilan sendiri adalah Pasal 4 ayat 2 dari Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 yang diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.
Produk-produk hukum yang berdasarkan Pasal 4 ayat 2 tersebut seperti Peraturan-Peraturan Pemerintah bahkan Keputusan-keputusan Menteri Keuangan Ialu menjadi berbeda dengan ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang sendiri. Oleh karena itu, ketentuan seperti Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan-peraturan pelaksanaan yang bertentangan dengan a$as-asas yang dianut oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan disarankan untuk dibatalkan dan diganti dengan ketentuan yang sepenuhnya sejaian dengan azas,vzas yang dianut oleh Undang-Undang, khususnya azas keadilan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyani Yuningsih
"Pembangunan nasional yang dilakukan Bangsa Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, apalagi adanya dampak krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 masih dirasakan sampai sekarang. Pada tahun-tahun yang lalu, di mana sumber daya alam saat itu masih berlimpah, penerimaan negara masih dominan berasal dari sumber daya tersebut. Seiring dengan pemanfaatan sumber daya alam secara terus-menerus, Bangsa Indonesia tidak dapat lagi hanya bergantung dari sumber daya alam yang makin lama makin berkurang.
Pada saat ini, akibat penerimaan dari sumber daya alam semakin berkurang maka penerimaan negara dari sektor pajak sudah menjadi primadona. Sebagai salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan maka pemerintah terus menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak terus dilakukan pemerintah, demikian Pula perbaikan dan perubahan Undang-Undang Perpajakan terus dilakukan seperti amandemen Undang-Undang Perpajakan Tahun 2000 lalu, termasuk Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun arah dan tujuan penyempurnaan Undang - Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 adalah :
Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka dilakukan perluasan Subjek Pajak dan Objek Pajak. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, system.self assessment tetap dipertahankan namun dengan penerapan yang terus menerus di perbaiki . Dalam rangka mendorong investasi langsung di Indonesia, diatur kembali bentuk-bentuk insentif Pajak Penghasilan yang dapat diberikan. Namun demikian, perlu perhatian pemerintah bahwa fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atau di daerah-daerah tertentu, seperti tercantum dalam Pasal 31A Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000,belum ada implementasinya sampai saat ini.
Mengenai sistem perpajakan harus diakui bahwa usaha Direktorat Jenderal Pajak untuk mengembangkan dan menegakkan sistem yang baik secara konsekuen dan konsisten tidaklah mudah, kendala yang dihadapi sangat dipengaruhi situasi umum dan sangat banyak.
Peranan pajak yang dominan saat ini karena pajak merupakan sumber yang pasti bagi pembiayaan Negara. Dari data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1981/1982 sampai dengan tahun 2003, perkembangan peranan pajak dalam APBN sangat fenomenal. APBN yang sejak 1981/1982 lebih bertumpu pada penerimaan sektor minyak dan gas (migas)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Riza Fahlevi
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas tentang pengaturan pemungutan pajak penghasilan di Indonesia, studi ats peraturan di bawah undang-undang tahun 1984-2006. Ada prinsip yang berlaku universal yakni, tidak ada pajak tanpa perwakilan, atau pajak tanpa perwakilan adalah perampokan. Di In donesia, dasar pemungutan pajak tercantum dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 (naskah asli), yang kemudian dalam perubahan ketiga UUD 1945 diatur dalam asal 23A. Pada dasarnya pemungutan pajak harus di atur dngan undang-undang. Praktiknya, banyak peraturan-peraturan di bawah undang-undang yang mengatur pemungutan pajak penghasilan. Dengan pendekatan teori Economic analysis of law, penulis mencoba mencari jawaban mengapa banyak pengaturan pemungutan pajak penghasilan diatur melalui peraturan di bawahundangundang. Teori ini mengedepankan konsep efesiensi. Efisiensi dalam pengaturan pemajakan, terhadi bila peraturan dibuat dengan memperhatikan bahwa atas kegiatan ekonomiyang mempunyai elastisitas tinggi dikenakan trif pajak rendah, begitu pula sebaliknya, atas kegiatan ekoomi yang mempunyai eleastisitas rendah dikenakan dengan tarif tinggi."
Depok: 2009
D1016
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>