Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"As the time flow, Gayo people hadn't built the traditional houses yet. around late 19 to begin 20 century, the old builing known as archaeological remain that had to be conservated. The architectured or it's carved indicated the culture development of the past. that building also had known as a monument which indicated that at that time there's an artistic skill and the glory of its art."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ajeng Mustika
"Periode pemberian makanan pendamping ASI merupakan waktu meningkatnya jumlah prevalensi gizi kurang yang dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang buruk pada anak. Menurut Riskesdas tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia sekitar 35-40% dan underweight 15-20% untuk anak usia bawah 5 tahun. Pada negara berkembang, praktik pemberian MP ASI masih bermasalah dalam ketidakcukupan jumlah zat gizi makro dan mikro, frekuensi makan yang sedikit, dan rendahnya kemampuan serta variasi bahan lokal yang digunakan untuk MP ASI. Penelitian ini bertujuan untuk membuat alternatif MP ASI dan mengetahui kualitas organoleptik cookies panambahan tepung tulang ceker ayam dan tepung ampas tahu. Penelitian dengan desain eksperimental yang dilakukan dengan membuat enam formulasi yaitu satu kontrol dan lima cookies formulasi. Pembuatan tepung dengan ukuran partikel 100 mesh dan dilakukan analisis kandungan gizi tepung dan cookies. Uji hedonik dilakukan pada 50 panelis yaitu ibu yang memiliki bayi berusia 6-12 bulan di Depok untuk melihat pengaruh rasa, aroma, warna, tekstur, after taste, dan keseluruhan cookies. Penelitian membuktikan adanya perbedaan signifikan terkait penilaian warna, aroma, rasa, after taste, dan keseluruhan cookies (p < 0,05) namun tidak pada variabel tekstur (p > 0,05). Cookies formulasi yang paling disukai adalah cookies 849 dengan komposisi 12 gram tepung tulang ceker ayam dan 28 gram tepung ampas tahu. Penambahan tepung tersebut memberikan peningkatan kandungan protein, kalsium, air, abu, dan zat besi.
Infants complementary feeding period can determine undernutrition prevalence for children in the future which later can lead to poor growth and development. Based on data RISKESDAS 2013, Indonesia has 35 ? 40% occurrence in stunting and 15?20% in underweight among children aged under 5 years old. In developing countries, most of complementary feeding practice still lacks in micronutrients and macronutrients adequacy, eating frequencies, and the use of local food variations. This study aims to made an alternative complementary food and determine the organoleptic quality of the cookies by adding of chicken feet bone flour and tofu waste flour. Research with experimental design were done by making six formulations: one control and five formulations cookies. Manufacture of flour with a particle size of 100 mesh and analysis of the nutrient content of the flour and cookies is done. The hedonic test conducted on 50 panelists are mothers with babies aged 6-12 months in Depok to see the effect of flavor, aroma, color, texture, after-taste, and overall cookies. Research shows significant differences related to the assessment of color, aroma, taste, after-taste, and overall cookies (p<0.05) but not in the variable texture (p>0.05). Most-favored formulation is found in code 849 cookies which contains 12 grams of chicken feet bone flour and 28 grams of tofu waste flour. The addition of chicken feet bone flour and tofu waste flour can improve the content of protein, calcium, water, ash, and iron.;;;"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reyhan Emirel Ardh
"Sampyong, seni pertunjukan tradisional, menghadapi ancaman kepunahan akibat konotasi negatif terkait kekerasan. Abah Uu / Ki Anom Aduy Mangkubumi, tokoh budaya Majalengka, berinovasi dengan menambahkan gestur, mimik dan ekspresi jenaka ke dalam Sampyong pada tahun 2017. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan etnografi untuk memahami bagaimana unsur jenaka dapat menjadi strategi pemertahanan. Melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus dengan informan kunci, termasuk Abah Uu, pemain Sampyong, tokoh budaya, dan tokoh masyarakat. Hasil dari penelitian ini berupa pengungkapan modifikasi Sampyong dari seni bela diri menjadi seni pertunjukan. Inovasi tersebut mendapatkan respon dari masyarakat yang beragam. Sampyong Jenaka, versi yang lebih modern, berhasil meningkatkan popularitas Sampyong, terutama di kalangan generasi muda dan perempuan. Namun, inovasi ini juga memicu perdebatan antara pendukung modernisasi, tradisionalis, dan moderat. Sebagian besar masyarakat yang tradisionalis merespon sinis terhadap kebaruan Sampyong dan menganggap sebagai upaya pelecehan Sampyong dan akan menghilangkan esensi, nilai nilai dan kesakralan Sampyong. Penamaan Sampyong Jenaka juga sebagai suatu sinisme dari pendukung tradisionalis karena ketidak seriusan dalam permainan Sampyong. Terdapat pergeseran fungsi Sampyong dari adu ketangkasan menjadi hiburan menghadirkan tantangan dalam menjaga keasliannya, meskipun memberikan dampak ekonomi yang positif. Sampyong Jenaka juga digunakan sebagai simbol identitas diri bagi Abah Uu.

Sampyong, a traditional performing art, faces the threat of extinction due to negative connotations associated with violence. Abah Uu/Ki Anom Aduy Mangkubumi, a cultural figure from Majalengka, innovated by adding humorous gestures, facial expressions, and expressions to Sampyong in 2017. This qualitative research uses an ethnographic approach to understand how the element of humor can be a preservation strategy. Through in-depth interviews and focused group discussions with key informants, including Abah Uu, Sampyong players, cultural figures, and community leaders. The results of this research reveal the modification of Sampyong from a martial art to a performing art. The innovation received a variety of responses from the community. Sampyong Jenaka, a more modern version, has succeeded in increasing the popularity of Sampyong, especially among the younger generation and women. However, this innovation also sparked debate between modernists, traditionalists, and moderates. Most traditionalist communities respond cynically to the novelty of Sampyong and consider it an attempt to harass Sampyong and will eliminate the essence, values, and sacredness of Sampyong. The naming of Sampyong Jenaka is also a cynicism from traditionalist supporters due to the lack of seriousness in the Sampyong game. There is a shift in the function of Sampyong from a test of agility to entertainment, presenting challenges in maintaining its authenticity, even though it has a positive economic impact. Sampyong Jenaka is also used as a symbol of self-identity for Abah Uu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang
Pelaksanaan GPPP muatan lokal kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan merupakan muatan lokal yang berdiri sendiri. Maka pelajaran seni musik tradisional Sulawesi selatan merupakan pilihan diantara 4 sub aspek kesenian daerah dari 0 aspek muatan lokal kebudayaan.
Muatan lokal ini diperuntukan bagi kelas V Sekolah Dasar di Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk melaksanakan muatan tersebut perlu disusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis kurikulum muatan lokal yang berdasarkan :
1, UUSPN (Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional) yaitu UU RI Nomor 2 Tahun 1989.
2. Peraturan Pemerintah ( PP Nomor 2 Tahun 1990 )
3. Acuan Pengembangan Kurikulum Muatan lokal Pendidikan dasar Provinsi Sulawesi Selatan (Buku A )
4. GBPP kurikulum muatan lokal pendidikan dasar Provinsi Sulawesi Selatan (Buku B)
5. Pedoman Pelaksanaan kurikulum muatan lokal pendidikan dasar Provinsi Sulawesi Selatan (Buku C ).
B. Fungsi
Adapun fungsi petunjuk teknis pelaksanaan kurikulum muatan lokal mata pelajaran seni musik Provinsi Sumatera Utara sebagai berikut :
1. Petunjuk dan Penyusunan Analisis Materi Pelajaran, Program Tahunan, Program Catur Wulan, Program Satuan Pelajaran, dan perangkat administrasi lainnya.
2. Petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar bagi para guru kelas V di Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Petunjuk untuk menentukan sumber dan sarana belajar yang memungkinkan untuk diterapkan.
4. Petunjuk untuk menentukan jenis penilaian proses dan hasil belajar."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia,
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"REBANA
I. Kesejarahan
Instrumen musik rebana sudah ada sejak 14 abad yang lalu, yakni sejak zaman kerasulan Nabi Muhammad SAW. Pada zaman itu musik rebana berfungsi sebagai media hiburan, pergaulan sosial, dan sebagai pendukung upacara keagamaan.
Rebana mempunyai beberapa sebutan antara lain ; di Arab disebut Tar, di Sinkiang Cilia disebut Daira, dan di Maroko rebana disebut Bendir. Di Indonesia rebana juga disebut Robbana yang berarti "permohonan kepada Allah"
Seiring dengan perkembangan Agama Islam di Indonesia, daerah Istimewa Aceh khususnya, rebana mempengaruhi alat musik daerah setempat, dan sekarang terkenal dengan nama Rapa'i.
II. Instrument
Rebana merupakan salah satu jenis musik yang hidup dan berkembang di daerah Aceh. Rebana dibuat dari kayu yang diberi lobang pada diametemya,. dan salah satu sisinya ditutup dengan kulit. Sisi lainnya untuk dipegang saat memainkan alat musik tersebut. Ukuran besar kecil alat musik ini tidak sama satu yang lainnya, tergantung penomoran serta fungsi instrumen tersebut dalam sebuah ensambel Musik Rebana.
A. Instrumen Musik Pokok
Pengertian instrument musik pokok dalam hal ini adalah instrumen rebana itu sendiri. Jumlah rebana yang digunakan dalam sebuah group/kelompok seni musik Rebana adalah 6 buah dengan pengelompokkan nomor sebagai berikut :
1. Rebana kecil, nomor 1 dan nomor 2.
Sesuai dengan namanya, jenis rebana ini berukuran paling kecil. Suara yang dihasilkan oleh rebana kecil biasanya lebih nyaring/kecil dibanding dengan rebana yang berukuran sedang dan ' besar. Rebana kecil dalam ensambel musik Rebana berfungsi sebagai instrumen melody.
2. Rebana sedang, nomor 3 dan nomor 4.
Rebana ini berukuran menengah/sedang dibanding dengan rebana kecil dan rebana besar. Demikian pula suara yang dihasilkan' dari alat musik ini. Rebana sedang dalam ensambel musik Rebana berfungsi sebagai pengiring atau rithem."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuning Hanurawati
"ABSTRAK
Glukoamilase menghidrolisis ikatan a-1,4 dan a-1,6 pada ujung non-reduktif dari pati.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan aktivitas glukoamilase dari A. awamori UICC 314 yang ditumbuhkan pada medium Sakai modifikasi dengan enam sumber karbohidrat yang berbeda. Pengukuran aktivitas glukoamilase dengan metode Nishise et al. (1988), dan konsentrasi glukosa dengan metode Somogyi-Nelson.
Dalam waktu fermentasi 24 jam urutan tinggi ke rendah aktivitas glukoami1ase dihasilkan dari tepung beras, tepung ubi, maizena, tapioka, soluble starch dan tepung sagu; pada tepung sagu dan soluble starch aktivitas berbeda nyata dengan tepung beras, tepung ubi, maizena, dan tapioka; aktivitas pada soluble starch juga berbeda nyata dengan tepung sagu; pada tapioka aktivitas tidak berbeda nyata dengan tepung beras dan tepung ubi, sedangkan dengan maizena berbeda nyata; pada tepung beras, tepung ubi, dan maizena hasilnya tidak berbeda nyata.
Dalam waktu fermentasi 48 jam tidak ada perbedaan aktivitas glukoamilase pada semua sumber karbohidrat.
Aktivitas glukoamilase berbeda dalam waktu fermentasi 24 dan 48 jam pada tepung beras, tepung ubi, maizena, dan tepung sagu; sedangkan pada tapioka dan soluble starch tidak ada perbedaan.
ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Evajune Widiyawati
"Serat merupakan salah satu jenis karbohidrat yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kesehatan. Bahan makanan yang mengandung serat tinggi antara lain serealia seperti jewawut atau millet, namun di Indonesia pemanfaatan millet pada produk camilan masih terbatas. Sebagai jenis serealia, millet dapat dimanfaatkan menjadi produk camilan seperti millet crispy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan produk millet crispy dan kandungan gizinya dengan uji laboratorium (proksimat dan uji kandungan serat pangan). Jenis penelitian yang dilakukan adalah R&D (Research and Development) dengan desain 4D (Define, Design, Development dan Disseminate). Uji kesukaan dilakukan oleh 50 panelis dari masyarakat umum dengan menggunakan borang uji kesukaan. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Hasil uji kesukaan menunjukkan secara keseluruhan tingkat kesukaan millet crispy mempunyai rata-rata 3,30 atau disukai. Hasil dari uji laboratorium menunjukkan bahwa kandungan gizi millet crispy terdiri dari protein sebesar 12,39gram, lemak sebesar 13,95gram, karbohidrat sebesar 52,68gram, dan energi sebesar 381,95kkal per 100 gram produk. Millet crispy dapat dikatakan sebagai snack sumber serat karena kandungan seratnya 19,05gram per 100 gram produk. Oleh karena itu, millet crispy dapat direkomendasikan sebagai snack sumber serat bagi masyarakat Indonesia."
Bogor: Balai Besar Industri Agro, 2020
338.1 WIHP 37:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>