Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134811 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elina Magdalena D.
"Karena kaya dengan mineral, Indonesia menjadi tempat yang menarik bagi para investor asing untuk menanamkan modalnya. Sebagai pebisnis di bidang pertambangan, investor memiliki kelebihan berupa modal dan keahlian. Agar menjadi negara tujuan investasi, Indonesia haruslah tetap memiliki keunggulan, selain ketersediaan sumber energi juga berupa kearifan para pembuat kebijakan untuk menjaga kepentingan demi kesejahteraan rakyat. Dalam upaya mengelola suatu investasi bisnis yang padat modal, cara-cara yang lazim digunakan oleh investor dalam pembiayaan proyek pertambangan adalah dengan hutang dan atau dengan modal. Pilihan yang menarik adalah maksimalisasi keuntungan yang akan diperoleh investor dengan berhutang kepada pihak ketiga, baik yang memiliki hubungan istimewa maupun tidak, karena biaya hutang merupakan unsur biaya yang boleh menjadi pengurang dari penghasilan yang diperolehnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implementasi kebijakan anti "Thin Capitalization" dalam perjanjian Kontrak Karya Pertambangan Umum khususnya pada 7 (tujuh) perusahaan pertambangan dan apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan di lapangan oleh Direktorat Jendral Pajak dan Direktorat Jendral Mineral, Batubara dan Panas Bumi serta untuk menganalisis perbedaan kebijakan anti "thin capitalization" di beberapa negara. (1)Jenis penelitian yang digunakan adalah adalah penelitian kualitatif. Pemilihan jenis ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam membahas suatu masalah pertama-tama akan digambarkan secara rinci sumber dan penyebab permasalahan yang akan dianalisa. Beberapa pertanyaan yang menjadi titik berat pembahasan penelitian ini adalah Apakah ada pedoman umum dalam menentukan besarnya rasio hutang dengan modal dari 7 (tujuh) perusahaan kontrak karya? (2)Apakah pelaksanaan pedoman rasio hutang dengan modal oleh 7(tujuh) perusahaan telah sesuai dengan perjanjian Kontrak Karya ?. (3)Bagaimanakah indikasi-indikasi terjadinya praktik ?thin capitalization? dari 7 (tujuh) perusahaan kontrak karya serta kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaannya tersebut?, (4)Bagaimana pedoman kebijakan anti ?thin capitalization? di negara lain?.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tekhnik pengumpulan data berupa studi literatur ,pengolahan data sekunder, dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pedoman umum dalam menentukan besarnya rasio hutang dengan modal telah dimiliki pada perjanjian kontrak karya generasi IV, V, VI, VII, VIII namun untuk kontrak karya generasi I, II III belum diatur tentang rasio hutang dengan modal. (2) Dalam proses penelitian ditemukan adanya pelanggaran rasio hutang dengan modal oleh perusahaan pertambangan umum dengan kontrak karya sebagai praktik minimalisasi modal ( thin capitalization). Objek penelitian yang melanggar adalah PT Galuh Cempaka dan juga terdapat perusahaan yang memiliki rasio tidak wajar yaitu PT Indo Muro Kencana selama tahun 2006 dan 2007. (3)Terdapat indikasi-indikasi yang dapat menjadi acuan dari adanya praktik "Thin Capitalization" sebagai berikut : DER-Arms Length Principle (DER yang wajar), interest non-bearing loan (pinjaman tanpa bunga), rate interest by market (bunga pasar), fixed repayment (jadwal pembayaran tetap), loan from related parties (Pinjaman dengan hubungan istimewa). Terdapat kendala-kendala dalam implementasi kebijakan anti "thin capitalization" yaitu : (a) pemahaman atas praktik "thin capitalization" yang belum matang, (b) Peraturan pelaksanaan anti "thin capitalization". (4)Panduan OECD, Amerika Serikat dan China mengenai "thin capitalization" telah dilaksanakan dan dengan peraturan pelaksanaan yang lebih jelas dan rinci mengenai aturan mainnya sehingga penerimaan pajak di negara mereka dapat lebih maksimal. Upaya-upaya yang dilakukan Direktorat Jendral Mineral, Batubara dan Panas Bumi untuk mengatasi kendala-kendala adanya praktik ?thin capitalization? khususnya pada perusahaan pertambangan umum relatif masih kurang, sehingga kasus-kasus penghindaran pajak masih terus dapat dilakukan oleh wajib pajak."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26806
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhania Deninta Sismi
"ABSTRAK
Thin capitalization merupakan perencanaan pajak yang dilakukan dengan mengoptimalkan utang perusahaan atau meminimalkan modal. Perencanaan tersebut meningkatkan kesempatan penggunaan beban bunga untuk mengurangi nilai pajak penghasilan perusahaan. Thin capital diukur dari perbandingan jumlah utang dengan modal. Penelitian ini menganalisis ketentuan thin capitalization yang berlaku di Indonesia dan Australia dan menguji faktor-faktor yang mempengaruhi thin capitalization. Australia menjadi pembanding karena ketentuan thin capitalization yang jelas dan studi literatur yang lengkap. Hasil penelitian menunjukkan ketentuan thin capitalization yang lebih ketat di Australia dibanding Indonesia. Secara rata-rata, nilai thin capitalization di Indonesia lebih tinggi dari Australia, namun di Indonesia terjadi penurunan rasio utang setelah dikeluarkan peraturan tentang thin capitalization. Hasil pengujian regresi menunjukkan bahwa perusahaan dengan subsidiari di luar negeri, perusahaan dengan subsidiari di haven countries, dan perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor memiliki nilai thin capitalization yang lebih kecil. Hasil penelitian secara umum tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa variabel tersebut justru meningkatkan thin capitalization. Kepemilikan asing terbukti mempengaruhi hubungan foreign exposure terhadap thin capitalization.

ABSTRACT
Thin capitalization is a form of tax planning through optimization of company's debt or minimizing capital. This plan will create an opportunity to use interest expense in reducing company income tax. Thin capital is measured by comparing the amount of debt and capital. This study analyzes thin capitalization rule in Indonesia and Australia and examines the factors that influence thin capitalization. Australia used as a comparison because it has pronounced thin capitalization rule and comprehensive literature. Study results show thin capitalization rule is stricter in Australia compared to Indonesia. On average, thin capitalization in Indonesia is higher than Australia, but there is a decrease in Indonesia debt ratio after the issuance of thin capitalization rule. Regression test results show that companies with subsidiaries abroad, companies with subsidiaries in haven countries, and companies that carry out export activities have lower thin capitalization value. The results of the study are generally not in accordance with previous research, which states that these variables increase thin capitalization. Foreign ownership is proven to affect the relationship of foreign exposure and thin capitalization."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siregar, Lolita R.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T 24507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Dwi Putra
"Secara umum, penelitian ini melakukan pembahasan mengenai perbandingan antara pendekatan interest to EBITDA ratio dengan debt to equity ratio dalam rangka menangkal skema thin capitalization ditinjau dari prinsip sufficiency dan productivity, faktor-faktor yang melatarbelakangi penerapan kebijakannya di Indonesia, serta potensi permasalahanpermasalahan yang dihadapi oleh otoritas perpajakan dalam penerapan pendekatan interest to EBITDA ratio sebagai kebijakan anti-thin capitalization di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari prinsip sufficiency dan productivity, baik pendekatan interest to EBITDA ratio dan debt to equity ratio memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Terkait dengan penerapan kebijakan interest to EBITDA ratio di Indonesia, terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi penerapannya, yaitu (i) adanya rekomendasi dari OECD melalui BEPS action plan 4 yang merekomendasikan penggunaan pendekatan earning stripping rule, (ii) adanya tren global yang mengarah kepada penggunaan pendekatan earning stripping rule, dan (iii) pendekatan DER dinilai tidak cukup efektif dalam menangkal skema thin capitalization. Di samping itu, terdapat potensi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh otoritas perpajakan dalam penerapan kebijakan interest to EBITDA ratio, yaitu (i) peningkatan cost of compliance di sisi wajib pajak dan cost of collection di sisi otoritas perpajakan, (ii) fluktuasi interest rate yang dapat menyebabkan pembebanan biaya bunga menjadi sulit untuk diprediksi, (iii) perbedaan interpretasi dalam memaknai prinsip substance over form yang berpotensi memunculkan sengketa, serta (iv) perbedaan konsep dalam penentuan nilai EBITDA yang digunakan sebagai basis perhitungan.

Basically, this research carried out discussion regarding the comparison between the interest to EBITDA ratio approach and the debt to equity ratio approach in order to counteract thin capitalization schemes in terms of sufficiency and productivity principle, the factors behind the policy application in Indonesia, as well as the potential problems faced by the tax authorities in the policy implementation. The approach used in this study is a qualitative approach. Meanwhile, the results of the study show that in terms of the sufficiency and productivity principles, both of these policy have their respective advantages and disadvantages. Regarding interest to EBITDA ratio policy in Indonesia, it can be known that there are factors behind its implementation, namely (i) the recommendation from the OECD through BEPS action plan 4 which recommends the use of the earning stripping rule approach, (ii) there is a global trend that leads to the use of the earning approach stripping rule, and also (iii) the DER approach is considered not effective enough in counteracting thin capitalization schemes. Furthermore, the potential problems faced by the tax authorities related to the implementation are (i) increased cost of compliance and cost of collection, (ii) fluctuation in interest rates which can cause the interest become unpredictable, (iii) different interpretations in understanding the principle of substance over form, which has the potential to cause disputes, and also (iv) the different concepts in determining the value of EBITDA which is used as a basis of interest to EBITDA ratio calculation."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Richard Pardomuan Parulian
"Tesis ini membahas tentang praktik-praktik thin capitalization yang dilakukan Wajib Pajak di Indonesia dan perbandingan ketentuan thin capitalization di Indonesia dengan negara Amerika Serikat, Inggris, Luxembourg, Cina, Perancis, Belgia, Canada, Spanyol, Rusia dan Jerman serta menganalisa upaya-upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dalam menangani praktik-praktik thin capitalization. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan positivism.
Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan Pajak Penghasilan atas praktik-praktik thin capitalization masih belum memenuhi asas kepastian hukum sehingga disarankan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap ketentuan perbandingan utang terhadap modal agar mampu memenuhi asas kepastian hukum tersebut.
This thesis describes the practices of thin capitalization by Indonesian taxpayer and comparison on thin capitalization tax policy to United States, United Kingdom, Luxembourg, China, France, Belgium, Canada, Spain, Russia dan Germany also analysis on Directorate General of Taxation action to deal with thin capitalization practices. The research approach used shall be a qualitative research with positivism approach.
The research results indicates that tax policy of Thin Capitalization Practice have not met certainty principle. It is recommended that government perform an evaluation on debt to equity ratio to meet the certainty principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T28140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Lukito Wibowo
"Penelitian ini menguji dan menganalisis pengaruh multinationality, pemanfaatan tax haven, dan corporate governance terhadap praktik thin capitalization. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan data sampel dari 178 perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara pemanfaatan tax haven dengan praktik thin capitalization dengan proksi debt to equity ratio. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki karakter multinationality, proporsi komisaris independen yang lebih tinggi, kepemilikan institusional, serta menggunakan auditor big-4 memiliki hubungan negatif dan pengaruh signifikan dengan praktik thin capitalization.

This study aim to examines and analyzes the influence of multinationality, tax havens utilization and corporate governance toward the practices of thin capitalization. This research uses quantitative approach by using data sample of 178 publicly listed companies in Indonesia Stock Exchange year 2013-2015.
The results calculate that there is significant and positive association between the utilization of tax havens with the practice of thin capitalization using debt to equity ratio proxy. Conversely, companies that have the character of multinationality, the higher proportion of independent commissioners, institutional ownership, and big-4 auditor utilization has a significant and negative association with thin capitalization.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S63868
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Budiman
"Pendanaan yang dilakukan perusahaan induk di luar negeri kepada anak perusahaan di dalam negeri bisa dengan dua cara : (i) penambahan modal dan (ii) pemberian pinjaman. Modal akan memberikan pengembalian berupa dividen, sedangkan pinjaman akan memberikan kompensasi berupa bunga kepada pemberi pinjaman. Dari sisi perpajakan ada dua perlakuan yang berbeda terhadap kedua kompensasi tersebut dalam penghitungan Pajak Penghasilan Tahunan. Dividen tidak dapat dibiayakan dan hanya dikenakan withholding tax. Perlakuan berbeda dengan pinjaman yang dapat dibebankan sebagai biaya sehingga akan mengurangi beban pajak anak perusahaan di Indonesia. Perbedaan ini mendorong perusahaan induk di luar negeri untuk lebih suka memberikan pinjaman kepada anak perusahaan daripada menambah modal. Hal ini akan berakibat kepada potensi penghindaran pajak. Transaksi ini biasa disebut dengan thin capitalization. Banyak negara yang mengklasifikasikan transaksi ini ke dalam penghindaran pajak yang harus diatur lebih lanjut dalam regulasi perpajakan agar tidak merugikan negara. Dalam Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 36 tahun 2008, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah mengatur ketentuan tentang thin capitalization ini, yaitu pemberian kewenangan kepada menteri keuangan untuk mengatur perbandingan antara hutang dan modal antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Namun sayangnya peraturan pelaksana aturan tersebut belum diberlakukan. Pada tahun 1985, Menteri Keuangan telah menerbitkan telah peraturan pelaksana dengan perbandingan 3:1 untuk hutang dan modal. Namun atas nama investasi maka peraturan ini ditunda sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Hal ini terus memicu kekosongan hukum dan berakibat ketidakpastian dalam pengaturan transaksi thin capitalization ini. Regulasi ini sangat dibutuhkan baik bagi wajib pajak maupun petugas pajak sebagai panduan dalam pendanaan dari pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Bagi Wajib Pajak yang ‘nakal’, ketidakpastian ini menimbulkan kerawanan yang dapat berakibat penyimpangan kewajiban pajak. Maka dari itu kepastian hukum dalam pengaturan transaksi thin capitalization ini harus segera diberikan dengan pengaturan yang jelas dan penempatan aturan tersebut harus sesuai hirarkhi norma hukum yang berlaku.

Foreign Parents Company can fund their sister company with 2 ways: (i) injecting the equity and (ii) lending the loans. The compensation to investor are dividend for equity and interest for debt. In Indonesia tax term, there are differences treatment between dividen and interest. Dividen is non deductable expenses but interest is deductable from taxable income. This differences cause parents company in other tax jurisdiction prefer to choose the loan rather than equity to avoid tax burden in Indonesia. This transaction is called as thin capitalization. Many countries classified this transaction as tax avoidance that has to be regulate in their tax regulation to minimize potential tax loss. Actually, Indonesia Tax Authority has regulated thin capitalization transaction in article 18 Indonesia Tax Law. It gives Minister of Finance to regulate debt to equity ratio between related party companies. In 1994, Minisiter of Finance has issued tax regulation about this concern, but postponed to implement the regulation in 1995. It caused the ”vacuum of law” in thin capitalization rules. Tax payers and tax official need the regulation to guide the funding transaction of related party. It uncertainty makes ”loophole” for ’bad taxpayers’ to abuse of their tax obligation. Indonesia Tax Authoritiy has to issue thin capitalization regulation immediately to provide ’certainty of law’ and to accord to applicable hierarchi of law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T38151
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Syarfina
"Peningkatan realisasi Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia diimbangi dengan peningkatan utang luar negeri. Utang luar negeri dengan afiliasi dapat digunakan untuk penghindaran pajak, yakni dengan memaksimalkan biaya bunga pinjaman dan menurunkan laba kena pajak. Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Keuangan menerbitkan PMK No.169/PMK.01/2015 yang mengatur ketentuan rasio utang dan modal perusahaan (rasio DER) sebesar 4:1. Dalam penelitan ini disimpulkan bahwa rasio DER dalam PMK No.169/2015 ditentukan dengan data SPT yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dan benchmark dari negara lain. Alasan adanya pengecualian industri dalam peraturan tersebut adalah struktur modal industri tersebut didominasi oleh utang dan sudah diatur oleh ketentuan peraturan lain seperti Otoritas Jasa Keuangan dan kementerian lain. Jika dibandingkan thin capitalization rules Indonesia dan Tiongkok, Indonesia membutuhkan escape rules seperti Tiongkok agar thin capitalization rules tidak terlalu ketat terhadap struktur modal perusahaan. Oleh karena itu, sebaiknya pendekatan thin capitalization rules Indonesia dikombinasikan dengan arm‟s length principle seperti di Tiongkok, dan industri yang dikecualikan dari rasio 4:1 segera diatur serta industri infrastruktur segera diatur definisi dan kriterianya. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan memperoleh data dari wawancara mendalam kepada narasumber terkait dan studi kepustakaan.

Realization of Foreign Direct Investment (FDI) in Indonesia is increased, but this increasing is aligned with foreign debt. Foreign debt from affiliated company may be used to avoid tax by maximizing interest expense and reducing taxable income. To overcome that situation, Minister of Finance issued PMK No.169/PMK.01/2015 which regulates provision of Taxpayer's debt to equity ratio (DER) in the amount of 4:1. In this research, debt equity ratio in PMK No.169/PMK.01/2015 was set by Taxpayer's Tax Review which is collected by Directorate General of Tax and benchmark from other countries. The reason why there are exceptional of industries in the rules are the industries have capital structure which is dominated by loan and DER's the industries have been regulated by other Ministers and Financial Services Authority. Then, if Indonesia's thin capitalization rules is compared with Tiongkok, Indonesia needs escape clause as Tiongkok so that Indonesia's thin capitalization rules is not too rigid with company's capital structure. Therefore, approach of Indonesia's thin capitalization rules is combined with arm's length principle as well as Tiongkok, and excluded industries in PMK No.169/PMK.010/2015 should be regulated soon and also industrial infrastructure should be regulated the definition and criterias more detail. This research uses qualitative descriptive research method and collects the data through deep interview and study of literature.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>