Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134815 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Amalia Nuril Aqmarina
"Persaingan usaha di Indonesia, yang pada pokoknya diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, secara garis besar dibuat untuk memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang sama rata kepada seluruh pelaku usaha dalam menjalankan usaha dengan membatasi terjadinya monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Salah satu bentuk praktik usaha yang dilarang dalam UU tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan melakukan perjanjian tertutup, dimana perwujudan dari adanya perjanjian tertutup dapat berupa perjanjian mengikat (Tying Agreement). Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 ketentuan pasal 15 ayat 2 mengenai tying agreement yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Terlapor) terkait dengan pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi dan pemasaran pupuk non-subsidi. Dugaan tersebut didasari dengan ditemukannya Perjanjian Jual Beli Pupuk Bersubsidi yang memuat klausul tambahan dimana distributor diharuskan membeli produk lain (pupuk non-subsidi) dari pihak Terlapor. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk membahas apakah perjanjian yang dilakukan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk dapat dikatakan sebagai praktek tying agreement menurut hukum persaingan usaha, dan apa langkah yang kemudian dapat dilakukan oleh pihak Terlapor atas kasus tersebut. Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk terbukti memenuhi unsur pelanggaran tying agreement danĀ  melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

Business competition in Indonesia, regulated under Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, was created to give legal clarity and equal protection to all business actors in conducting business by limiting the establishment of monopolies and/or unfair business competition. One condition of an unfair business practice prohibited by the law is the abuse of the dominant position and entering into closed agreements, where the embodiment of closed agreements can be in the form of tying agreements. In this thesis, the author will discuss the alleged violation of Law Number 5 Year 1999 provisions of article 15 paragraph 2 regarding the tying agreement by PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (Reported Party) related to the distribution of subsidized fertilizers and the marketing of non-subsidized fertilizers. This alleged violation was based on the discovery of the Sale and Purchase Agreement of Subsidized Fertilizer, which contained an additional clause in which the distributor was required to purchase another product (non-subsidized fertilizer) from the Reported Party. The issues addressed in this thesis are whether or not the PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk agreement is classified as a tying agreement according to business competition law and what actions can be taken by the Reported Party according to this case. The results of writing this thesis show that PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk has fulfilled all of the tying agreement elements, thus violating Law no. 5 Year 1999."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Daniel Suryana
"Kepailitan merupakan lembaga hukum yang mempunyai fungsi sebagai realisasi dari tanggungjawab debitur terhadap krediturnya atas perikatan-perikatan atau lebih dikenal dengan asas tanggungjawab debitur terhadap krediturnya, tidak dibedakan atau tidak dibatasi oleh kedudukan debitur ataupun subjek Termohon Pailit tersebut, apakah debitur tersebut merupakan badan usaha Indonesia atau badan usaha asing baik perorangan maupun badan hukum.
Penelitian ini akan meneliti Apakah Pengadilan Niaga Indonesia berwenang untuk rnemeriksa, mengadili dan memutus perkara permohonan pernyataan pailit terhadap badan usaha asing?. dan Kendala apakah yang timbul berkenaan pelaksanaan eksekusi putusan kepailitan Pengadilan Niaga Indonesia terhadap badan usaha asing yang telah berkekuatan hukum tetap?
Penelitian ini merupakan metode penelitian hukum nonnatif (yuridis normatif) dengan pendekatan analisis kualitatif terhadap dan atas informasi atau data yang diperoleh dan diperlukan guna menjawab permasalahan pokok dalam penelitian ini, dengan mengacu kepada norma-norma atau asas-asas hukum baik yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan Konvensi-konvensi sebagai law in books maupun yang sudah secara konkrit ditetapkan oleh Hakim dalam kasuskasus yang diputuskan di dan oleh pengadilan sebagai law in action, yang tidak selalu ditentukan oleh jumlah (kuantitas) peristiwa yang terjadi atau banyaknya jumlah putusan pengadilan yang dimaksudkan, akan tetapi dilakukan pendalaman atas Peristiwa, Pertimbangan Hukum hakim dan Amar Putusan Pengadilan.
Dari penelitian lapangan yang dilakukan oleh peneiiti, ditemukan beberapa perkara kepailitan menyangkut permohonan pernyataan pailit terhadap pelaku usaha atau badan usaha asing baik berbentuk badan hukum maupun perorangan selaku debitur sebagai Termohon Pailit yang diajukan oleh krediturnya baik pelaku usaha Indonesia ataupun pelaku usaha asing sebagai Pemohon Pailit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talita Tamara Sompie
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24920
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Eleonora Novena Pritasari Boli Pain
"Kegiatan distribusi berfungsi untuk melancarkan arus perpindahan barang dan jasa. Melalui kegiatan distribusi transaksi pemasaran akan menjadi lebih aman dan terjamin dengan adanya pihak lain yang memindahkan barang. Namun Pemerintah memberlakukan larangan bagi distributor untuk mendistribusikan barang secara eceran kepada konsumen. Selain itu produsen dengan skala usaha besar dan menengah termasuk importir dilarang untuk mendistribusikan barang kepada pengecer. Aturan tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir monopoli perdagangan dan melindungi usaha kecil. Larangan tersebut diterapkan dalam perizinan berusaha pada sistem OSS yang melarang perdagangan besar dan perdagangan eceran untuk digabungkan. Oleh karenanya muncul permasalahan bagaimana fungsi dan pelaksanaan perizinan berusaha bagi pelaku usaha importir sebagai distributor dan pengecer. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan dan mengaitkannya dengan fakta di lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah nyatanya penerapan larangan dalam perizinan berusaha tersebut memiliki pengecualian dan celah sehingga pelaku usaha dapat tetap menjalankan usahanya. Pelaku usaha dapat menjalankan izinnya selama dapat dibuktikan bahwa sebelum aturan terkait perizinan berusaha diberlakukan, ia memiliki klasifikasi usaha sebagai distributor dan pengecer. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menyarankan perlu adanya pengkajian ulang terhadap Peraturan Pemerintah terkait pendistribusian barang dengan cara melakukan koordinasi antar lembaga agar terciptanya aturan dan pelaksanaan perizinan berusaha yang seimbang bagi semua pihak khususnya importir sebagai distributor dan pengecer. Penyelarasan antara maksud dan tujuan masing-masing instansi khususnya yang berkaitan dengan bidang perdagangan diperlukan dalam rangka menunjang perizinan kegiatan usaha.

Distribution activities function to expedite the flow of movement of goods and services. Through distribution activities, marketing transactions will become safer and more secure with other parties moving goods. However, the Government imposes a ban on distributors to distribute goods in retail to consumers. In addition, producers with large and medium scale businesses, including importers, are prohibited from distributing goods to retailers. The regulation is intended to minimize trade monopolies and protect small businesses. This prohibition is implemented in business licensing in the OSS system which prohibits wholesale trade and retail trade from being combined. Therefore, a problem arises as to how the function and implementation of business licensing for importer business actors as distributors and retailers. To answer these problems, this study uses a normative juridical method, namely by examining laws and regulations andrelate it with facts on the ground. The results of this study are in fact the implementation of the prohibition on business licensing has exceptions and loopholes so that business actors can continue to run their business. Business actors can carry out their licenses if it can be proven that before the regulations related to trying licensing were enforced, they had business classifications as distributors and retailers. Therefore, in this study the authors suggest that there is a need for a review of Government Regulations related to the distribution of goods by coordinating between agencies so that the rules and implementation of business licensing are balanced for all parties, especially importers as distributors and retailers. Alignment between the aims and objectives of each agency, especially those related to the trade sector, is needed in order to support licensing of business activities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Naomi Silviana
"Suatu negara dapat menjangkau para Pelaku Usaha asing, terutama yang didirikan dan berkedudukan di luar negeri serta tidak melakukan kegiatan ekonomi di negaranya tetapi memiliki dampak bagi perekonomian dalam negeri dengan Prinsip Ekstrateritorial hukum persaingan usaha. Hingga kini terjadi perdebatan ada tidaknya dasar Prinsip Ekstrateritorial dalam hukum persaingan usaha kita. Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah mengeluarkan sejumlah putusan yang menjatuhkan sanksi kepada Pelaku Usaha asing dengan putusan nomor 07/KPPU-L/2004 sebagai putusan pertamanya. Dalam rangka mengetahui dasar penjatuhan sanksi dalam putusan tersebut, dilakukanlah suatu penelitian hukum yuridis normatif dengan pengolahan data secara kualitatif untuk mengetahui peran prinsip ekstrateritorial dalam hukum persaingan usaha Indonesia dan keabsahan penjatuhan sanksi dalam putusan Nomor 07/KPPU-L/2004. Hasilnya diketahui bahwa kedua pelaku usaha asing dalam putusan tersebut, Goldman Sachs dan Frontline, Ltd mampu memenuhi definisi pelaku usaha sebab sesuai dengan unsur melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia meskipun tidak didirikan dan berkedudukan di tanah air. Terpenuhinya unsur-unsur yang diperlukan membuat penjatuhan sanksi dalam putusan tersebut adalah sah sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, baik putusan itu maupun peraturan yang ada tidak memberikan jalan keluar penegakan hukum persaingan usaha bagi Pelaku Usaha yang tidak memenuhi unsur didirikan, berkedudukan, dan melakukan kegiatan di Indonesia padahal perbuatannya melanggar ketentuan hukum persaingan usaha dan menimbulkan dampak bagi negara kita. Fakta ini membawa evaluasi bahwa Indonesia sejatinya masih memerlukan sejumlah ketentuan dalam menunjang keberlakukan Prinsip Ekstrateritorial dalam hukum persaingan usaha.

A country can reach out to foreign Business Actors, especially those that are established and domiciled abroad and do not carry out economic activities in their country but have an impact on the domestic economy with the Extraterritorial Principles of business competition law. Until now there has been a debate whether there is a basis for extraterritorial principles in our business competition law. The Business Competition Supervisory Commission has issued a number of decisions imposing sanctions on foreign Business Actors with decision number 07/KPPU-L/2004 as its first decision. In order to find out the basis for imposing sanctions in the decision, a normative juridical law study was carried out by processing qualitative data to determine the role of extraterritorial principles in Indonesian business competition law and the validity of the imposition of sanctions in decision Number 07/KPPU-L/2004. As a result, it is known that the two foreign business actors in the decision, Goldman Sachs and Frontline, Ltd, are able to meet the definition of business actors because they are in accordance with the element of carrying out activities within the jurisdiction of Indonesia even though they are not established and domiciled in Indonesia. The fulfillment of the necessary elements makes the imposition of sanctions in the decision valid according to the applicable provisions. However, neither this decision nor existing regulations provides a way out for enforcing business competition law for Business Actors who do not meet the elements of being established, domiciled, and carry out activities in Indonesia even though their actions violate the provisions of business competition law and have an impact on our country. This fact leads to an evaluation that Indonesia actually still needs a number of provisions to support the enforcement of the Extraterritorial Principles in business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doloksaribu, Carolina T. Vienna
"Tesis ini membahas mengenai Perjanjian Kerjasama Penjualan yang dilakukan oleh Manajer Investasi dengan Bank sebagai agen penjual dalam pemasaran produk investasi unit Kontrak Pengelolaan Dana, dan perlindungan hukum bagi manajer investasi ketika agen penjual bertindak melebihi kapasitasnya dalam pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Penjualan. Dalam Perjanjian Kerjasama Penjualan ini, bank sebagai agen penjual mewakili perusahaan efek sebagai Manajer Investasi untuk menjual produk investasi berupa unit Kontrak Pengolaan Dana yang dilaksanakan oleh bank berdasarkan info memo yang diterbitkan oleh manajer investasi. Perjanjian Kerjasama Penjualan pada hakekatnya merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, terpisah dan terlepas dari Kontrak Pengelolaan Dana. Apabila agen penjual berhasil memasarkan produk investasi Kontrak Pengelolaan Dana, maka barulah dibuatkan Kontrak Pengelolaan Dana antara Manajer Investasi dengan masing-masing investor. Kontrak Pengelolaan dana pada saat ini merupakan salah satu bentuk investasi yang sedang berkembang pesat. Adapun yang dimaksud dengan Kontrak Pengelolaan Dana adalah bentuk pengelolaan dana investor yang dibentuk dengan perjanjian bilateral antara investor dengan Manajer Investasi, dimana untuk selanjutnya Manajer Investasi akan menginvestasikan uang investor tersebut dalam portofolio efek. Namun ternyata penggunaan agen penjual dalam pemasaran Kontrak Pengelolaan Dana dapat menimbulkan masalah hukum baru. Tanggung jawab Agen Penjual yang tidak diatur dan dibatasi oleh regulator pasar modal mengakibatkan Perjanjian Kerjasama Penjualan menjadi sangat penting peranannya untuk mengatur tugas dan tanggung jawab Agen Penjual secara terperinci.

This thesis discusses Selling Agreement between Investment Manager as the issuance and the management of the Discretionary Fund and Bank as Selling Agent of Discretionary Fund, and the legal protection for Investment Manager when Selling Agent fortress it's capacity as stated in Selling Agreement. In this Selling Agreement, Securities Company as Investment Manager represent by Bank as their investment product's Selling Agent, therefore Bank obliged to sell the investment product such as Discretionary Fund based on The Info Memo issued by Investment Manager. Discretionary Fund is made by the Investment Manager and the investor after the Selling Agent managed to sell the Discretionary Fund. Currently, Discretionary Fund is one of the most rapidly growing forms of investment. Essentially, Selling Agreement is an independent contract, separated and detached from Discretionary Fund. The definition of Discretionary Fund itself is investors fund management formed by bilateral agreement between the investors and Investment Manager, where for further more the Investment Manager will invest the investors fund in securities portfolios. Where in practise, another legal issue still arise from Discretionary Fund's managed by selling agent. The capital market regulation does not explicitly address the marketing and selling activities of Discretionary Fund by selling agent, and caused Discretionary Fund Unit Selling Agreement have an important role to regulate the work scope and responsibility activity of selling agent.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nardo Rafael
"Untuk menjadi investor di pasar modal, maka investor dapat menjadi nasabah dengan membuka rekening efek di perusahaan efek khususnya yang menjalankan usaha sebagai perantara pedagang efek. Investor agar dana investasinya aman dan menguntungkan perlu memperhatikan perusahaan efek yang memiliki reputasi baik, volume transaksi besar dan kemudian telah memiliki izin dan registrasi yang valid oleh Bapepam-LK. Namun ada kalanya terdapat resiko yang tidak terduga dalam berinvestasi dengan menjadi nasabah di perusahaan efek. Selain resiko investasi efek di pasar modal, juga terdapat potensi resiko dari kejahatan pasar modal yakni penyalahgunaan dana investasi di rekening efek milik nasabah yang dilakukan oleh perusahaan efek baik melalui pialangnya maupun anggota direksi (direktur) perusahaan efek. Menjadi persoalan pokok dalam skripsi ini ialah siapa pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kejahatan penyalahgunaan dana nasabah ini? mengapa perusahaan efek yang menyalahgunakan dana nasabah cenderung cukup hanya dikenakan sanksi administratif oleh Bapepam-LK dan sanksi pidana terhadap pelakunya baik pialang maupun direktur perusahaan efek yang bersalah? dapatkah sanksi demikian mengembalikan kerugian nasabah? Jika dicermati Pasal 31 Undang-Undang Pasar Modal, dijelaskan bahwa Perusahaan efek bertanggungjawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan efek yang dilakukan oleh direktur perusahaan tersebut. Dengan berlakunya ketentuan ini, seolah hanya perusahaan efek sebagai suatu entitas badan hukum saja yang harus bertanggungjawab terhadap semua masalah dan kerugian yang timbul dari pelanggaran maupun kejahatan yang dilakukan direktur perusahaan efek?. Perlu adanya pertanggungjawaban pribadi direktur yang menyalahgunakan dana nasabah didasari pemberlakuan doktrin piercing the corporate veil dengan mengenyampingkan sifat pertanggungjawaban terbatas perusahaan. Berdasarkan hasil analisa dalam penulisan skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa direksi perusahaan efek dapat diberlakukan doktrin piercing the corporate veil jika direktur terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (tort) seperti penggelapan atau transfer modal secara ilegal dan terbukti melanggar prinsip fiduciary duty (yang diatur secara alternatif dan tidak kumulatif).

For a person to become an investor in the capital market an action of opening a stock account in a securities company is necessary especially a company conducting business as a securities broker dealer. The investor for the assuring the security of his investments should appoint a stock exchange company with excellent reputation, conducting high volume transactions and having obtained a permit and valid registration from Bapepam-LK. But the existences of an unexpected risk in investment are still present by the appointment of a securities company. Other than the risk of investment usually encountered in the stock exchange, there is the risk of stock exchange criminal acts such as the misuse of investment funds by the securities company, the company broker or the Director of the company. The subject of this thesis is to define the counterpart mostly responsible in the cases of misuse of investment funds, the reason of the consideration of sufficiency in the inflicting of administrative sanction regarding the securities company by Bapepam-LK while attributing penal sanction regarding the convicted brokers and or company directors. Does the sanction necessarily benefit to the losses incurred by the clients?. According to Article 31 of the Law concerning the Capital Market, it is stated that a securities company could be held responsible towards all activities conducted by the company director related to stock exchanges. The wording of the article implies that the company as an entity is solely responsible of the actions conducted by the company director. A personal responsibility of the director could be applied if the piercing the corporate veil doctrine is applied derogating the limited liability character of the company. The result obtained based on the analyses of the present thesis concludes that the piercing the corporate veil doctrine could be applied if the director has been proven guilty of conducting an action categorized as a tort such as misuse or illegal transfer of capital and proven of having breached the principle of fiduciary duty (regulated in terms of alternative and not cumulative).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S473
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>