Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63356 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Secara realita masalah sosial merupakan fenomena yang selalu dijumpai dalam kehidupan masyarakat. Masalah sosial sebagai kondisi yang tidak diinginkan karena mengandung unsur-unsur yang dianggap merugikan, baik dari segi fisik maupun non fisik bagi kehidupan masyarakat. Masalah sosial yang ada di masyarakat telah menjadikan sebagian masyarakat lain berempati dan berusaha memberikan bantuan. Lembaga Swadaya Masyarakat Afiliasi Masyarakat Peduli Bangsa terinspirasi adanya masalah sosial yang terjadi pascagempa bumi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 silam...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Nur Hidayah merupakan rumah sakit yang mempunyai misi sosial, yaitu memberikan pelayanan kepada kaum dhu'afa dan kepada siapa saja yang membutuhkan pelayan termasuk korban gempa...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Wahyuni
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan modal sosial (kebiasaan gotong royong, keberadaan kegiatan olah raga, jumlah kegiatan yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa) terhadap proses pemulihan bencana gempa bumi yang diikuti tsunami dan likuifaksi yang terjadi di Sulawesi Tengah pada 26 Septetmber 2018. Dengan menggunakan intensitas cahaya malam hari (data Suomi National Polar Partnership Visible Infrared Imaging Radiometer Suite-SNPP VIIRS) dalam menilai waktu proses pemulihan aktivitas ekonomi dan PODES 2018, dilakukan analisis survival. Hasil analisis menunjukkan desa yang memiliki modal sosial yang lebih tinggi membutuhkan waktu yang lebih cepat untuk mencapai kondisi sebelum bencana terjadi/pulih.  Peluang desa terdampak bencana yang memiliki kegiatan olah raga lebih cepat 13,046 kali dibandingkan desa yang tidak memiliki kegiatan olah raga. Penelitian ini juga mengindikasikan adanya peran positif institusi dan infrastruktur desa dalam mempercepat proses pemulihan desa terdampak bencana.

This study aims to analyze the relations of social capital ("gotong royong", the existence of sporting activities, the number of activities carried out by the Badan Permusyawaratan Desa) on the earthquake followed by tsunami and liquefaction disaster recovery process that occurred in Central Sulawesi on September, 26th 2018. By using the intensity of the night light (Suomi National Polar Partnership Visible Infrared Imaging Radiometer Suite-SNPP VIIRS data) in assessing the time for recovery of economic activity and PODES 2018, a survival analysis was performed. The analysis shows that villages with higher social capital need a shorter time to reach their pre-disaster recovery. The chances of a village affected by the disaster having sports activities were 13,046 times faster than that of villages without sports activities. This research also indicates the positive role of village institutions and infrastructure in accelerating the recovery process of villages affected by disasters."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Heri Putra Cahyono
"Kesiapsiagaan psikologis diperlukan untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengelola respon emosional dan psikologis ketika bencana alam. Tujuan penelitian melihat pengaruh pemahaman kesiapsiagaan psikologis (psychological preparedness) terhadap tingkat ansietas yang dipersepsikan pada pelajar SMA dalam menghadapi gempa bumi. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross sectional. Responden dipilih dengan metode stratified random sampling dengan jumlah 204 responden dengan kriteria inklusi siswa kelas 10, 11, 12 yang aktif bersekolah di tempat penelitian dan bersedia menjadi responden. Penelitian ini telah lolos uji etik dengan nomor surat: SK-61/UN2.F12.D1.2.1/ETIK 2020. Hasil penelitian didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pemahaman tentang kesiapsiagaan psikologis (dua dimensi yaitu 1) knowledge and management of the external situasional environmental dan 2) anticipation, awareness and management of one's psychological response) dengan tingkat ansietas dalam menghadapi gempa bumi pada siswa SMA di Banten (p value ˃ 0,05). Hasil univariat penelitian didapatkan karakteristik responden diantaranya, rata-rata usia responden adalah 16,44 tahun, dengan rentang usia antara 14-18 tahun, jenis kelamin terbanyak yaitu perempuan dengan presentase 59,3%, pernah mengalami bencana gempa bumi sebesar 98% dan tidak pernah mengikuti pelatihan kesiapsiagaan psikologis sebesar 66,7%. Pada hasil univariat juga ditemukan pemahaman responden tentang kesiapsiagaan psikologis sebesar 68,4%, untuk pemahaman tentang knowledge and management of the external situasional environmental sebesar 67,26% dan untuk pemahaman tentang anticipation, awareness and management of one's psychological response sebesar 69,53%. Hasil dari tingkat ansietas didapatkan sebanyak 44,1% mengalami tingkat ansietas normal dan 0,5% mengalami tingkat anisetas berat. Kesimpulan penelitian ini menjadi masukan kepada pemerintah dan lembaga kebencanaan untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang kesiapsiagaan psikologis (psychological preparedness) kepada masyarakat Indonesia khususnya daerah rawan bencana.

Psychological preparedness is needed to improve one's ability to manage emotional and psychological responses when natural disasters. The purpose of this study is to look at the effect of understanding psychological preparedness (psychological preparedness) on the level of anxiety perceived by high school students in dealing with mental illness, the design of the study uses a cross sectional approach. Respondents were selected by the stratified random sampling method with a total of 204 respondents with the inclusion criteria of 10th, 11th, 12th grade students who actively attend the study site and become respondents. This study has passed the ethical test with a letter number: SK-61/UN2 F12D1.2.1/ETIK 2020. The results of the study found no significant relationship between understanders about psychological preparedness (two dimensions namely 1) knowledge and management of the external situational environment and 2) anticipation, awareness and management of one's psychological response) with the level of anxiety in dealing with earthquakes in Banten high school students (p value> 0.05). Univariate results showed that the characteristics of the respondents were delivered, the average age of respondents was 16.44 years, with an age range between 14-18 years, the most sex was women with a percentage of 59.3%, had experienced an earthquake disaster of 98% and had never followed psychological preparedness training is 66.7%. On the univariate results also found respondents' understanding of psychological preparedness by 68.4%, for an understanding of the external situational knowledge and management of 67.26% and for an understanding of anticipation, awareness and management of one's psychological response of 69.53% . The result of anxiety level was 44.1% experienced normal anxiety level and 0.5% experienced severe anxiety level. The conclusion of this study was an input to the government and disaster agencies to develop insight and knowledge about psychological preparedness (psychological preparedness) to the people of Indonesia specifically disaster-prone areas."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kawuryan, Megandaru W.
"ABSTRAK
Pada tanggal 27 Mei 2006, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diguncang oleh gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter, akibat dari gempa bumi tersebut tercatat 428.909 orang kehilangan rumah tinggal. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman merupakan dua Kabupaten yang wilayahnya mengalami kerusakaan paling parah, di Kabupaten Bantul tercatat 245.073 rumah rusak, sedangkan di Kabupaten Sleman tercatat 96.792 rumah rusak. Untuk menangani musibah Gempa Bumi di Yogyakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 23 tahun 2006, dimana dalam Peraturan Gubernur tersebut tersurat prinsip dasar Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah di DIY Berbasis Pada Komunitas. Berdasarkan dari Peraturan Gubernur tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman memilih kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dengan menyerahkan sepenuhnya proses pendataan sampai dengan pencairan dana rekonstruksi kepada masyarakat. Menurut pemerintah Kabupaten Sleman, pembagian dana rekonstruksi akan sulit dikontrol oleh pemerintah karena masyarakat memiliki cara tersendiri untuk membagikan bantuan yang mereka terima, kebijakan yang bersifat bottom up ini kemudian diwadahi dalam lembaga yang disebut dengan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan 13 informan yang sengaja dipilih oleh peneliti berdasarkan pemikiran yang logis dan sesuai dengan informasi yang dicari dan mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka didapatkan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut: OMS adalah terobosan kebijakan yang dibuat Pemkab Sleman untuk meminimalisasi peluang munculnya konflik di tengah-tengah masyarakat Posisi OMS bertanggung jawab kepada dua pihak sekaligus, yaitu pemerintah dan masyarakat. Lembaga ini melaporkan hasil penilaiannya kepada pemerintah.
Laporan ini dijadikan dasar bagi pembentukan kelompok-kelompok masyarakat yang pada gilirannya akan menerima bantuan dana rekonstruksi. OMS menjalankan sebagian peran Pemkab Sleman, yaitu dalam pendataan kerusakan rumah warga. OMS dirasa lebih mampu melakukan pendataan karena mereka mengetahui secara pasti letak rumah, status kepemilikan dan kondisinya setelah diguncang gempa. Pemberdayaan masyarakat terlihat dari beberapa indikasi. Pertama, para tukang menjadi pemain kunci karena penguasaan mereka dalam hal-hal teknis menyangkut bangunan rumah. Ke dua, individu-individu yang memiliki kecakapan administratif ditempatkan pada salah satu posisi penting dalam pokmas, Ke tiga, sejumlah keputusan penting pada tingkat lokal lebih banyak diselesaikan oleh warga sendiri tanpa banyak campur tangan dari pejabat pemerintah di atasnya. Gotong-royong dalam membangun rumah warga tidak dapat berjalan maksimal. Gotong-royong dijalankan pada rumah-rumah yang pemiliknya dipandang tidak mampu secara ekonomis dan tidak memiliki tenaga kerja. Kemandirian masyarakat dapat dilihat dari cepatnya proses pembangunan kembali rumah warga serta besarnya porsi dana mandiri (di atas 80 per sen) yang mereka gunakan dalam seluruh proses pembangunan rumah. Saran dari penelitian adalah sebagai berikut: OMS dapat dijadikan sebagai model pendataan korban bencana berbasis masyarakat, dapat diterapkan untuk daerah-daerah lain yang menghadapi masalah serupa. Diperlukan patokan baku dalam menentukan kriteria warga penerima bantuan. Patokan baku menjadi penting, karena berimplikasi pada wilayah hukum positif. Lembaga RT, RW, dusun dan pemimpin formal di pedesaan dapat dioptimalkan kinerjanya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan selain administrasi kependudukan. Perlu ada operasi pasar secara lebih intensif untuk menstabilkan harga yang melonjak akibat besarnya permintaan bahan bangunan dan tenaga kerja pasca bencana. Komposisi keanggotaan OMS sebaiknya diisi oleh para tokoh masyarakat setempat seperti di Kecamatan Prambanan, sehingga akurasi pendataan akan lebih baik. Penyelesaian sengketa masalah, di Kecamatan Berbah mengenal system berlapis, dari RT keatas sampai Camat, dengan system penyelesaian berlapis, maka Kepala Desa dan Camat tidak terlalu terbebani masalah sengketa teknis lapangan. Kesulitan yang dihadapi selama penelitian adalah beberapa informan tidak menjelaskan hal-hal relevan yang diketahuinya secara transparan. Ada kekhawatiran akan adanya masalah yang menimpa diri mereka jika ternyata di kemudian hari ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan program ini.

ABSTRAK
On May 27, 2006, Yogyakarta province was hit by a 5.9 Richter scale earthquake. It caused 428.909 people loose their houses. Bantul and Sleman districts are the most seriously affected areas. In Bantul district it was reported that 245.073 houses were damaged, while in Sleman district it was known that 96.792 houses were ruined into pieces. To handle such situation, Governor of Yogyakarta province issued a Governor Rule Number 23 2006, which states that the basic principles of Rehabilitation and Reconstruction of Housing in the region is a community-based one. According to the Governor Rule, local government of Sleman district decided the policy of rehabilitation and reconstruction in its area by giving people full authority to list the broken houses and eventually distribute reconstruction fund. Local government of Sleman district stated that the distribution of reconstruction fund will be difficult to control by the government because society has its own local wisdom in distributing aid they receive. This bottom-up policy was then manifested in an institution so-called Organisasi Masyarakat Setempat (Local Community Organization) (OMS).
This research utilizes qualitative approach, by using qualitative ? descriptive method. Data was collected by using techniques, such as interview, observation, and literary studies. Interview was conducted to 13 informants who are intentionally chosen based on logical frame of thinking and are relevant to the research topic. Referring to the analysis of research results, it is concluded that: OMS is a brilliant policy made by local government of Sleman district in order to minimize any conflict among members of the society. OMS holds responsibilities to two parties, namely government and society. This institution reports its assessment to the government.
This report becomes a data-base for the formation of local community groups that will eventually receive reconstruction fund. OMS plays some roles of Sleman local government, namely assessing damaged houses. OMS is considered as more able to do such assessment because they know exactly the house locations, their ownership statuses, and their condition after the earthquake. Community development can be seen at a number of indicators. Firstly, carpenters play key roles for their mastery of technical skills on building. Secondly, individuals with clerical skills are given special position in the local community groups. Thirdly, a number of important decisions at local level are mostly made by the community without any government?s intervention. Gotong-royong in building people?s houses cannot be effectively conducted. It is only the case for those are considered as economically incapable and for those are unemployed. Community?s self-reliance can be seen from the quickness of the housing reconstruction and the bigger portion of self-finance (above 80 per cent) they spend for building of their houses. This research recommends: OMS can be model for community-based victim of disaster assessment, and it can be practiced in other regions facing similar problems. It is necessary to have a fixed regulation in determining the criteria of those who receive aid. It is important for it implied to positive law. RT, RW, sub-village and rural informal leaders can be optimized their roles other than clerical things pertaining to population administration. It is necessary to do a more market intervention in order to stabilize the prices heightening caused by the inflation of demand in building materials and labors after the disaster. Composition of OMS membership is more better filled by local leaders like in Prambanan sub-district. It results in the data accuracy. Concerning conflict resolution, Berbah sub-district implements multi-layered conflict resolution, by encouraging resolution from the lowest level to the higher. By this system, the head of sub-district is not so much burdened by technical problems. Difficulty faced during the research is that a number of informants do not explain relevant things they know transparently. They are worried about any possible serious problems they will face if in fact there are things breaking the rule in the implementation of such policy.
"
2007
T22901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Mario Rannu
"Keamanan dan rasa aman tinggal di dalam hunian bantuan pasca gempa dan tsunami adalah faktor yang sangat penting. Hunian bantuan yang tahan gempa dan lebih tahan terhadap tsunami dibutuhkan, agar manusia dapat tinggal dengan aman di dalamnya. Rasa aman diperlukan agar manusia dapat dengan nyaman tinggal di dalam hunian bantuan tersebut. Masalahnya adalah belum ada evaluasi di Aceh, yang pertama terhadap keamanan tinggal di dalam hunian bantuan dari gempa dan tsunami, dan yang kedua terhadap pembentukkan rasa aman manusia yang tinggal di dalam hunian bantuan selama proses pembangunan. Untuk menjawab masalah secara umum, dilakukan kajian teori tentang prinsip desain tahan gempa dan tsunami, serta kajian teori tentang pembentukkan rasa aman pada manusia. Lebih jauh, dilakukan studi kasus pada hunian bantuan pasca gempa dan tsunami di Kampung Lam Teh, untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang ada. Keselamatan pengguna merupakan faktor utama yang harus dipikirkan dalam desain tahan gempa dan tsunami. Desain hunian serta penataan permukiman yang baik akan menciptakan keamanan tinggal di dalam hunian bantuan. Apa yang ada dalam diri manusia menentukan cepat atau lambatnya proses pemulihan psikososial (juga rasa aman) pasca gempa dan tsunami di Aceh. Dari luar, metode partisipatif masyarakat dan dukungan masyarakat sekitar secara jelas membantu proses pemulihan psikososial korban. Rasa aman sifatnya relatif, berbeda-beda pada tiap individu."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
624.176 KON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Matthew
"Indonesia sebagai negara wilayah yang rawan gempa masih tertinggal dibandingkan negara rawan gempa lainnya dalam hal perencanaan bangunan tahan gempa. Hal ini terlihat terutama dalam perencanaan struktur fondasi tiang di Indonesia yang belum memasukkan konsep performance-based design sehingga struktur masih didesain berperilaku elastis dan tidak mengijinkan struktur mengalami deformasi dalam batas tertentu. Ini adalah pendekatan yang sangat tidak ekonomis karena seharusnya struktur tiang dapat didesain berperilaku daktail. Sebuah studi penurunan persamaan parametrik secara teoritis sudah dilakukan oleh Chiou,dkk. Pada tahun 2011 untuk mengestimasi daktilitas pada tiang pejal dengan curvature ductility yang tinggi. Studi ini menyimpulkan bahwa daktilitas tiang sangat dipengaruhi oleh overstrength ratio, curvature ductility, dan soil-pile interaction. Kajian ini dilakukan berbasis data dari tiang pejal berdaktilitas kurvatur yang berada pada rentang 16-20, sedangkan spun pile eksisting di Indonesia memiliki daktilitas kurvatur <10. Studi pemodelan numerik pushover analysis dengan bantuan software OpenSees Navigator dilakukan untuk melihat apakah perbedaan karakteristik dari spun pile eksisting di Indonesia dengan tiang pejal yang diteliti dalam kajian referensi mempengaruhi applicability dari persamaan parametrik yang sudah diturunkan, dan mencoba menawarkan persamaan parametrik baru yang lebih applicable untuk mengestimasi daktilitas spun pile di Indonesia.

Indonesia as one of the regions prone to earthquakes is still lagging behind other countries in terms of designing earthquake-resistant buildings. This can be seen especially in the designing of pile foundations in Indonesia which has not included the concept of performance-based design so that the structure is still designed to behave elastically and does not allow the structure to deform within a certain limit. This is a very uneconomical approach because the pile structure should be designed to behave in a ductile manner. A theoretical derivation study of parametric equations has been carried out by Chiou, et al. In 2011 to estimate the ductility of solid piles with high curvature ductility. This study concludes that pile ductility is strongly influenced by overstrength ratio, curvature ductility, and soil-pile interaction. This study was conducted based on data from solid piles with curvature ductility in the range of 16-20, while the existing spun piles in Indonesia have curvature ductility <10. A pushover analysis numerical modeling study with the help of OpenSees Navigator software was conducted to see whether the different characteristics of the piles affected the applicability of the derived parametric equations, then tried to offer a new parametric equation that is more applicable to estimate ductility of existing spun piles in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melki Adi Kurniawan
"Mengembangkan onsite-EEW (Earthquake Early Warning) merupakan masalah yang menantang karena keterbatasan waktu dan jumlah informasi yang dapat dikumpulkan sebelum peringatan dikeluarkan. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencegah bencana akibat gempabumi adalah dengan memprediksi tingkat percepatan tanah di suatu lokasi menggunakan sinyal gelombang-P awal dan memberikan peringatan sebelum puncak percepatan tanah yang besar terjadi. Dalam kondisi sebenarnya, keakuratan prediksi merupakan masalah yang paling penting untuk sistem peringatan dini gempabumi. Pada penelitian ini mengimplementasi metode berbasis kecerdasan buatan untuk memprediksi tingkat getaran gempabumi secara dini, ketika gelombang P tiba di stasiun seismik. Sebuah model CNN dibangun untuk membuat prediksi dengan menggunakan small window 3 detik awal gelombang P dari rekaman accelerometer. Model ini dibangun dengan dataset dengan input gelombang seismik dengan variasi 3,2 dan 1 detik data gempabumi di wilayah Jawa Barat 2017 hingga 2023 dengan pembagian 80% data latih,, 10% data validasi dan 10% data uji . Dari evaluasi model terbaik, skema yang diusulkan mendapatkan akurasi 99.30%±0.63% dengan data uji.

Developing onsite-EEW (Earthquake Early Warning) is a challenging problem due to the limited time and amount of information that can be gathered before a warning is issued. A possible approach to preventing earthquake-induced disasters is to predict the level of ground acceleration at a site using early P-wave signals and provide warnings before large ground acceleration peaks occur. In actual conditions, the accuracy of prediction is the most important issue for earthquake early warning systems. This study implements an artificial intelligence-based method to predict the level of earthquake tremors early, when P-waves arrive at seismic stations. A CNN model is built to make predictions using a small window of the first 3 seconds of P-waves from accelerometer recordings. The model was built with a dataset with seismic wave input with 3,2 and 1 second variations of earthquake data in the West Java region from 2017 to 2023 with a division of 80% training data, 10% validation data and 10% test data. From the evaluation of the best model, the proposed scheme obtained an accuracy of 99.30%±0.63% with test data."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>