Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83697 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This paper is based on an observation on mollusc's life in mangrove forest of sepanjang Island, Sumenep Regency, east Java. a total of 25 species of molluscs that belong to 12 families was found in the Island. However only 19 species were used to found in Sepanjang's mangrove, others were immigrants from the sea. This paper also discusses the mollusc's density, reproduction conservation and potency."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Lake area , such as Klakah , Ranu Gedang and Ranu Segaran , is the past settlements area which occupied by people since the neolithic period which were marked by the use of square pickaxe artifact. Activity in ranu region continu until the next period which is characterized by the existence of megalithics monuments, the remains of on old temple, and tomb from the early days of the entry of Islam, even now, the location of ancient settlements are still used as a residential location."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Arfando
"Mangrove memiliki peranan yang sangat besar, terutama bagi pulau kecil seperti Pulau Panjang yang rentan akan pengaruh arus dan gelombang. Penelitian mengenai perubahan mangrove di Pulau Panjang dilakukan untuk mengetahui perubahan distribusi area dan kerapatan tajuk mangrove selama kurun waktu 17 tahun (1991-2008) melalui interpretasi citra Landsat yang dikaitkan dengan variabel perkembangan jumlah penduduk, perubahan penutup lahan dan kondisi fisik perairan Pulau Panjang. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif secara keruangan, terungkap bahwa mangrove di Pulau Panjang terus mengalami degradasi, baik dari segi luas area maupun kerapatan tajuknya, akibat dari peningkatan abrasi pantai, pertambahan jumlah penduduk dan konversi area mangrove, yang terutama terjadi di bagian luar area mangrove yang berbatasan dengan lahan terbangun maupun lahan terbuka.

Mangroves has very important function, especially for isle like Panjang Island which susceptable from wave and current influence. The research about mangroves change at Panjang Island is done to detect distribution change area and coronet closeness mangrove during range of time 17 year (1991-2008) pass image landsat interpretation relating with citizen total development variable, land cover change and waters physical condition in Panjang Island. By using qualitative descriptive analysis method according to spatial, revealed that is mangrove at long island then experiences degradation, either from vast aspect area also the coronet closeness, effect of enhanced abrasi coast, citizen total increase and conversion area mangrove, most off all happen at exterior area mangrove that abut on tune awaken also opened tune.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S34107
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Savitri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perencanaan pengembangan kawasan
minapolitan di Kabupaten Sukabumi, dimana kawasan minapolitan masih belum
optimal karena masyarakat nelayan yang masih banyak miskin. Penelitian ini
digunakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara
mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perencanaan secara menyeluruh dibuat dalam dokumen perencanaan masterplan
yang melibatkan pihak Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Swasta, dan masyarakat dan menunjukkan adanya koordinasi vertikal
dan horizontal dalam perencanaannya. Terdapat permasalah dalam perencanaan
tersebut yaitu partisipasi masyarakat nelayan khusunya nelayan buruh yang masih
kurang dan terdapat ketidaksesuaian terkait dengan rencana pembangunan jalan
tol Jakata ? Bogor ? Ciawi dan Palabuhanratu. Pengembangan yang dilakukan
mengarah pada industrialisasi dengan pembangunan melalui zona inti dan zona
pendukung. Namun pembangunan masih belum maksimal karena masih terdapat
kendala seperti infrastruktur yang belum maksimal, akses peminjaman modal
yang masih sulit dan budaya masyarakat nelayan yang tidak disiplin

ABSTRACT
This paper discusses about the development planning of Minapolitan area in
Sukabumi, which Minapolitan still not optimal because many fishermen are still
poor. This study uses a qualitative approach with in-depth interviews and
literature study. The results showed that the plans are made in the master plan
which involves the central government, provincial government, local government,
private, and society. it shows that there are vertical and horizontal coordination in
planning. There are problems in the planning that is about participation of
fishermen is still less, especially fishermen who work to other fishermen and there
is a mismatch between the master plan and the RTRW of provincial and district
related to the plan construction of toll roads Jakata - Bogor - Ciawi and
Palabuhanratu. Development conducted with a focus on industrialization, with
the construction of the core zone and the supporting zone. But development is still
not maximal because there is some constraints like infrastructure is still not
maximal, access to capital lending is still difficult and fishermans culture
undisciplined"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Raden Muhammad Ali Fathoni
"ABSTRAK
Kasus sengketa tanah dapat terjadi antara institusi dengan masyarakat baik institusi swasta maupun pemerintah. Pada tesis ini dilaporkan kasus sengketa tanah antara Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perhutani) dengan masyarakat di Kabupaten Sumenep.
Tujuan studi ini adalah mengkaji kekuatan hukum dari alat bukti kohir/petok D sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan mengkaji hak-hak masyarakat atas tanah yang termasuk kawasan hutan dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1888k/PDT/2014.
Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan melakukan telaah terhadap kasus yang telah menjadi putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada kasus ini empat orang warga Sumenep menggugat Perhutani karena menganggap Perhutani telah menyerobot tanah milik mereka. Warga menggugat Perhutani berdasarkan kohir/petok D yang dimilikinya padahal kohir/petok D bukan alat bukti penguasaan tanah. Sementara itu Perhutani menggunakan penunjukan kawasan hutan sebagai dasar penguasaan tanah. Penunjukan kawasan hutan bukan dasar yang kuat terhadap kepemilikan tanah di kawasan hutan karena harus diikuti proses penataan batas dan penetapan kawasan hutan. Pada kasus ini, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi warga. Seharusnya Mahkamah Agung mempertimbangkan hasil penilaian dari tim IP4T karena bila terjadi sengketa tanah di kawasan hutan, perlu dibentuk tim IP4T yang akan menilai dan menyelesaikan sengketa di kawasan hutan. Selanjutnya tanah tersebut dapat dikeluarkan dari kawasan hutan dan didaftarkan permohonan hak atas tanah di kantor pertanahan setempat. Dengan demikian warga dapat melakukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung tersebut.

ABSTRACT
Land dispute cases could occur between institutions with society, either private and government institutions. This thesis reported cases of land disputes between the State Forestry Public Company (Perhutani) with peoples in Sumenep.
The purpose of this study are to assess legal force of the evidence Kohir/Petok D as Proof of Land Entitlement Rights in Forest Areas and examine the rights of peoples over land including forest area is related with the Supreme Court verdict No. 1888k / PDT / 2014.
The method used is the literature research to perform study towards a case that has become a court verdict and has enforceable. In this case there are four Sumenep villagers sued Perhutani because it assume Perhutani had usurped their properties. The residents that sued Perhutani based kohir/Petok D while them are not evidence of land tenure. Meanwhile, Perhutani use the designation of forest areas as a basis of entitlement of land. The designation of forest area is not a strong basis for the entitlement of land in the forest because they have followed structuring limit process and establishment of forest. In this case, the Supreme Court rejected the resident cassation. The Supreme Court should consider the results of the assessment IP4T team because, when there is land disputes in forest areas, need to be formed IP4T team that will assess and resolve disputes in the forest area. Furthermore, the land could excluded from of forest area and registered the application of land rights in the local land office. Thus residents can undertake a reconsideration of the verdict of the Supreme Court.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
NMIK 12-13(2
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Saraswati
"Pemerintah kota dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah memperkirakan bahwa tahun 2010, penggunaan tanah kota mencapai 73 persen, sedangkan 63 persen diantaranya untuk permukiman. Perluasan wilayah tutupan itu, selain tidak sesuai dengan harapan agar Depok menjadi wilayah resapan, diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan lokal maupun wilayah. Dari hasil penelitian, penduduk yang tinggal di permukiman perumnas maupun di permukiman sederhana, sama-sama melakukan perluasan bangunan rumahnya guna memenuhi kebutuhannya. Perluasan bangunan itu dimungkinkan karena adanya kelebihan tanah di masing-masing jenis permukiman itu. Perbedaan pertambahan luas wilayah tutupan itu disebabkan oleh berbagai variabel antara lain variabel luas tanah asal, lama tinggal, jumlah orang yang tinggal di rumah itu serta jumlah anak dan komposisi anggota keluarga. Sedangkan variabel pengeluaran rumah tangga itu per bulan, tidak menjadi penentu untuk penduduk melakukan perluasan bangunan rumahnya.

The Depok Land Use Planning predicts that in 2010, urban land use will be 73 percent, while 63 percent is for settlement. Depok is allocated for catchment area, so the expansion of paving area should be monitor. In this study, there were four types of settlement lower and middle type in perumnas and in middle type (perumnas kecil dan besar serta perumahan sederhana kecil dan besar). Average of paved area in the perumnas kecil was 66 m², in perumnas besar was 89.5 m². In perumahan sederhana kecil was 54.4 m² and in perumahan sederhana besar was 121.3 m². Land square meter and length of stay were the variables that infl uence the expansion of paved area. They did that because they have more space to expand their house, and now, there was no open space left."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ricki Fauzan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang implementasi kebijakan
pembangunan permukiman kumuh yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota
Tangerang. Penelitian ini penting mengingat Kota Tangerang merupakan penyangga
Kota Jakarta dimana pertumbuhan penduduknya yang sangat besar yailu 4,86%.
Tingginya angka tersebut disebabkan laju urbanisasi penduduk dari daerah ke Kota
Tangerang yang cukup besar. Kebanyakan dari mereka datang untuk mencari kerja
sebagai buruh pabrik, mengingat di Kota Tangerang terdapat hampir 1000 buah
pabrik industri, baik berskala kecil, menengah maupun besar. Tingginya jumlah
penduduk tanpa disertai dengan penanganan tata kota yang belum baik menyebabkan
bermunculannya permukiman-permukiman kumuh.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam
(indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan
dilakukan secara snowball sampling, informan pertama memberikan petunjuk
tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan
mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan
permukiman kumuh yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Tangerang telah mampu
mengubah kampung Sukatani dan Bulak Kambing ini menjadi terlihat lebih baik dari
sebelumnya, baik dari segi kondisi Iingkungannya, peningkatan pendapatan
masyarakatnya, peningkatan pendidikan masyarakatnya dan peningkatan kualitas
kesehatan masyarakamya. Selain itu pula ada perubahan prilaku penduduk untuk
menjaga kondisi lingkungannya tetap bersih dengan mengadakau kerja bakti secara
berkala.
Dalam implementasi kebijakan ini, masyarakat diajak untuk turut serta
memperbaiki kondisi kampungnya mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaksanaan semua kegiatan program. Ini berarti mereka tidak diperlakukan sebagai
obyek pembangunan, melainkan sebagai subyek pembangunan yang aktif dalam
berperan serta mensukseskan perbaikan kampungnya. Tanggapan masyarakat sendiri
terhadap kebijakan ini sangat positif sekali. Mereka menyambut baik adanya
kebijakan ini dan siap untuk rnembantu agar dalam pelaksanaan kegiatan
programnya dapat berjalan dengan baik.
Akan tetapi kelemahan daripada implementasi kebijakan ini adalah
kurangnya koordinasi antar aparat terkait di lapangan Serta tidak adanya pembinaan
yang berkelanjutan pasca kebijakan ini berakhir di kedua kampung tersebut. Oleh
karena itu Bappeda selaku instansi yang bertugas sebagai koordinator dinas/instansi
yang terlibat dalam kebijakan ini harus lebih mampu lagi mengkoordinir
dinas/instansi tersebut dengan mengadakan pertemuan minimal 1 bulan sekali selama
implementasi kebijakan tersebut sedang berjalan. Hal ini penting untuk membahas
permasalahan yang terjadi di lapangan agar tidak ada tumpang tindih dalam
pelaksanaan kegiatan program diantara para aparat pelaksana dari berbagai
dinas/instansi tersebut. Sedangkan pembinaan yang berkelanjutan penting
dilaksanakan pasca kebijakan ini berakhir di kedua kampung tersebut untuk
mengantisipasi agar kondisi kedua kampung tersebut tidak kembali kumuh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan
"Luasan daerah otonom terformulasi dalam penentuan batas-batas daerahnya. Penentuan batas-batas yang dimaksud harus mampu menggapai apa yang disebut oleh Hoessein (1993) sebagai Catchment area yakni luas wilayah yang optimal bagi layanan, pembangunan, penarikan sumberdaya, partisipasi dan kontrol baik masyarakat maupun birokrasi. Namun demikian penataan batas daerah semata,tidak mampu menjawab keinginan yang tinggi untuk menciptakan masyarakat madani (civil society) di tingkat lokal. Untuk itu diperlukan suatu "tata organisasi' daerah.
Penelitian ini mengupas tata organisasi dan batas daerah yang berangkat dan konsep "catchment area" tersebut. Berdasarkan kajian teoritis, ditemui aspek-aspek sosio-administratif dan ekonomi-geografis sebagai pembentuk proses "catchment area" di daerah. Aspek pertama terdiri dari: kohesi masyarakat, fungsi birokrasi dan efisiensi administrasi pemerintahan daerah; sedangkan aspek kedua terdiri dari: kegiatan ekonomi di Daerah., keadaan permukaan daerah dan penarikan sumber-sumber pajak baik potensiil maupun secara riil. Tipe penelitian ini adalah deskriptif -analitis bersifat kualitatif dengan metode pengumpulan data meliputi wawancara mendalam, studi pustaka dan analisa data sekunder --termasuk foto- dan observasi lapangan dengan lokasi penelitian di Daerah Kota Depok. Pertimbangan lokasi di daerah ini antara lain daerah ini telah diangkat statusnya menjadi Daerah Otonom yang semula bagian dari Kabupaten Bogor yang sebelumnya melakukan perluasan wilayah; dan dilakukan pada saat transisi UU Pemerintahan Daerah dari UU No. 5 Tahun 1974 ke UU No. 22 Tahun 1999.
Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti yang kuat di Daerah Kota Depok tidak cukup terjadi "catchment area". Dan aspek-aspek yang berpengaruh, baik sosio-administratif maupun ekonomi-geografis daerah ini kurang memiliki kemampuan untuk menciptakan "catchment area". Bahkan kondisi geografis tata guna lahan menunjukkan adanya "dis-catchment area".
Ada beberapa saran/rekomendasi dan hasil penelitian ini yang mampu disumbangkan dalam dua kategori: pertama, kelompok tata batas antara lain: perlu ditinjau kembali peraturan perundangan yang mengatur perihal penataan batas daerah kota di Indonesia dengan mendasarkan pada terciptanya "catchment area" yang lebih komprehensif, batas-batas yang tercipta di Depok yang tidak mendasarkan pada adanya pembentukan "community" di Depok harus ditengarahi dengan kebijakan-kebijakan lokal yang berorientasi pada masyarakat, seperti sosialisasi Pemerintahan Depok, menciptakan visi kebersamaan sebagai warga Depok, dan ikut sertanya partisipasi masyarakat yang lebih luas di berbagai sektor. Diperlukan visi pembangunan yang terfokus pada kompetensi lokal dengan mengupayakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
Kedua, kelompok tata organisasi yakni, antara lain: sebagai unsur birokrasi pemerintahan daerah, pembentukan dinas-dinas harus didahului dengan analisis beban tugas secara seksama. Jika kecamatan dan kelurahan sebagai basis yurisdiksi kerja cabang-cabang dinas bagi dinas yang tidak hanya di Kantor Pusat (headquarters) pemerintahan daerah, maka terlebih dahulu pembentukan kecamatan dan kelurahan harus berdasarkan kondisi riil kepadatan penduduk, keadaan geografi, aktivitas penduduk, tingkat kebutuhan, dan rentang kendali operasional dan analisis beban tugas lainnya. Memfokuskan kerja pelayanan dinas-dinas yang ada dan juga kecamatan yang terbentuk di Kota Depok, sangat kondusif jika kerja birokrasi tujuan-ganda baik kecamatan maupun kelurahan diarahkan ke upaya membangun dan mengembangkan "sistem informasi masyarakat kota", sehingga penetrasi politik birokrasi ini dapat ditekan sekecil mungkin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>