Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112228 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Some of marine worm (Polychaeta, Annelida) in eastern part of Indonesia (Lombok, Maluku, and Sumba) swarm once a year. This is a phenomenon as some species of polychaeta in full moon or a few days after full moon become sexsually mature and pelagic to reproduce...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marlina
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap telur jenis-jenis cacing parasit usus pada sapi dan kerbau yang terdapat di R.P.H Cakung, Jakarta Timur. Pada sapi yang berasal dari Jawa Timur terbanyak diinfeksi oleh cacing Trichuris spp., Trichostrongylus spp., dan Bunostomum spp. Pada sapi asal Bali banyak diinfeksi oleh Toxocara spp., dan Bunostomum spp. Pada sapi asal Nusa Tenggara Timur banyak diinfeksi Moniezia spp., Toxocara spp. Dan Oesphagostomum spp. Pada kerbau asal Jawa Timur banyak diinfeksi oleh Fasciola spp. Dan Mecistocirrus spp. Pada kerbau asal Sulawesi Selatan banyak diinfeksi oleh Fasciola spp. Dan Mecistocirrus spp.
Dari berbagai jenis cacing parasite usus pada sapid an kerbau yang didapatkan, terdapat jenis yang juga dapat menginfeksi manusia, yaitu Fasciola spp., Toxocara spp., Oesphagostomum spp., Trischostrongylus spp., dan Trichuris spp."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurwadhiar
"ABSTRAK
Keong Lymnaea rubiginosa telah diketahui sebagai hospes perantara di dalam siklus hidup beberapa cacing Trematoda. Dalam penelitian ini keong diberikan sebagai makanan tikus putih (Rattus norvegicus) strain WN, untuk mengetahui species cacing Trematoda pada keong yang dapat hidup di saluran pencernaan tikus. Sebelum diberi makan keong, tinja tikus diperiksa ada tidaknya telur atau larva cacing untuk meyakinkan bahwa tikus bebas dari parasit, dan tikus dilaparkan selama 1 hari. Tiap tikus diberi makan 20 ekor keong, dan tikus dipelihara. Enam hari setelah infeksi, dilakukan kembali pemeriksaan tinja tikus. Tikus yang positif mengandung telur cacing, dibedah, dicari cacingnya, dihitung jumlahnya, dan dicatat tempat ditemukannya. Untuk keperluan identifikasi, spesimen cacing diwarnai dengan pewarnaan HE dan dibuat sediaan. Hasil identifikasi terhadap 111 ekor cacing yang ditemukan pada saluran pencernaan tikus putih, terdiri dari 4 species, yaitu: 68 ekor (61,26 %) cacing Echinostoma ilocanum, 23 ekor (20,72 %) cacing E. malayanum. 8 ekor (7,21%) cacing E. recurvatum, dan 7 ekor (6,31 %) cacing E. revolutum, serta 5 ekor (4,50%) tidak dapat diidentifikasi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keong L. rubiginosa berperan sebagai hospes perantara cacing Echinostoma spp. tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Cendawan selain digunakan untuk keperluan industri, dapat pula digunakan sebagai alat pengendali parasit. Beberapa jenis kapang tanah dapat diuji potensinya untuk digunakan sebagai agen alternatif biokontrol terhadap cacing nematoda parasit. Penelitian di beberapa negara di kawasan beriklim dingin telah membuktikan beberapa kapang nematofagus potensial, baik yang tumbuhnya cepat maupun lambat, mampu menurunkan populasi parasit. Kapang tersebut bertindak sebagai predator potensial dengan cara membuat perangkap, merusak telur dan berfungsi sebagai endoparasit nematoda."
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Masidin
"Penelitian mengenai upava penurunan prevalensi lnfeksi cacing tambang telah dilakukan terhadap pekerja Perkebunan Agra Palindo Sakti Kabupaten Musi Banyuasin. Propinsi Sumarera 5elatan. Penelirian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi lnfekil cacing tambang dan fakror-faktor yang mempengaruhinya. hasil tempi anthelminik terhadap penderita serta upava pencegahan dan pemberantasan lnfeksi.
Desain penelitian menggunakan pendekaran studi prevalensi terhadap 117 subyek penelitian. Pengumpulan data dasar dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau wamancara, pemeriksaan tinja pertama dan kadar hemoglobin. Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan. tempi anthelmintik terhadap 39 orang pekerja yang positif menderita infeksi cacing tambang pada pemeriksaan tinja pertama serta pemeriksaan tinja ulang setelah tempi anthelmmtik.
Evaluasi dilakukan dengan melihat perubahan sikap dan perilaku pekerja serta penurunan prevalensi cacing tambang pada pemerlksaan tinja ulang.
HASIL DAN KESIMPULAN
Pemeriksaan tinja pertama dari 117 subyek penelitian didapatkan 39 orang (33332) positif terinfeksi cacing tambang. Setelah dilakukan lntervensi dengan pemberian terapi anrhelmintik yang sesuai, didapatkan penyembuhan total semua penderita.
Faktor yang berhubungan dengan prevalensi cacing tambang adalah pengetahuan tentang lrrfeksi cacing tambang dan kebiasaan memakai alas pelindung diri. Sedangkan faktor lain seperti jenis kelamin, umur, status perkaminan. pendidikan, status, riwayat penyakit, kebiasaan buang air besar dan higiene perorangan tidak ditemukan hubungan yang bermakna.

Intervention Research Decreasing the Prevalence of Hookworm Infection among Workers of Agro Palindo Sakti Plantation In Musi Banyuasin Sumatera Selatan 1998
SCOPE AND METHODOLOGY
A study about decreasing the prevalence of hookworm infection among workers of Agra Palindo Sakti Plantation. regency of Musi Banyuastn, Province of Sumatera Selatan has been conducted to Improve the health of workers. The design of study is an intervention research with specific objectives to identify the prevalence of hookworm Infection. to decrease the prevalence and to assess the relationship between prevalence of several risk factors.
RESULTS AND CONCLUSIONS
Our of 217 subjects. 39 persons (3333) were rested positively in the first stool examination. Post intervention by giving appropriate anthelminric therapy, there was a decrease in the prevalence rhar all cases showed negative stool findings.
The major factors that might significantly influenced the prevalence of hookworm infection were the knowledge of hookworm infection among workers and the habit of using self protector equipment. However no correlation was found between the prevalence and sex, age, marital status. education, nutrition status, sickness histotj the habit of defecation or personal hygiene.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alavoe Ta'livin Makhfudya
"
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama yang mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. Peran Apoteker di puskesmas meliputi pelayanan kefarmasian klinik dan pengelolaan sediaan farmasi. Sebagai tugas khusus dalam praktek kerja profesi Apoteker di Puskesmas Kecamatan Palmerah, calon Apoteker melakukan promosi kesehatan mengenai pencegahan cacingan pada anak dengan leaflet sebagai media informasi. Hal ini dikarenakan tingkat kejadian cacingan di Indonesia yang masih tinggi antara 2,5% - 62% (2017) dan bahaya cacingan bagi tumbuh kembang dan kesehatan anak-anak. Peran Apoteker dalam penyuluhan ini memberikan edukasi dan informasi kepada orang tua anak-anak usia sekolah dan pra sekolah tentang pencegahan cacingan melalui obat cacing yang dapat digunakan atau sebagai pengobatan pada anak-anak yang sudah terinfeksi sebagai salah satu program kesehatan yang dapat diperoleh di puskesmas. Adanya upaya ini, diharapkan dapat menurunkan cacingan pada anak dan meningkatkan kesehatan anak. Peyuluhan ini masih memiliki kekurangan yakni tidak adanya kuisioner yang diberikan setelah penyuluhan sebagai evaluasi. Oleh karena itu, kuisioner dapat diberikan kepada audiens sebagai evaluasi dalam mengukur tingkat pemahaman dan keberhasilan terhadap kegiatan yang dilakukan.

Puskesmas is the first level public health service facility that prioritizes promotive and preventive efforts in its working area. The role of the pharmacist at the puskesmas includes clinical pharmacy services and management of pharmaceutical preparations. As a special task in the work practice of the pharmacist profession at the Puskesmas Kecamatan Palmerah, prospective pharmacists carry out health promotion regarding the prevention of worms in children with leaflets as information media. This is because the incidence rate of worms in Indonesia is still high between 2.5% - 62% (2017) and the danger of worms for the growth and development and health of children. The pharmacist's role in this outreach is to provide education and information to parents of school-age and pre-school children about worm prevention through deworming that can be used or as a treatment for children who are already infected as one of the health programs that can be obtained at the puskesmas. This effort is expected to reduce worms in children and improve children's health. This training still has drawbacks, namely the absence of a questionnaire given after the counseling as an evaluation. Therefore, a questionnaire can be given to the audience as an evaluation in measuring the level of understanding and success of the activities carried out."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Davin Nathan Wijaya
"Pendahuluan: Toksokariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit Toxocara canis dan Toxocara cati dengan inang definitif anjing dan kucing domestik. Infeksi pada manusia terjadi melalui ingesti telur matang. Manifestasi klinis toksokariasis meliputi visceral larva migrans dan ocular larva migrans. Nusa Tenggara Timur merupakan daerah yang berisiko terhadap infeksi Toxocara karena populasi anjing yang cukup tinggi. Namun, belum terdapat penelitian mengenai seroprevalensi toksokariasis di daerah ini. Selain itu, penelitian mengenai hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan seroprevalensi toksokariasis juga menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui seroprevalensi toksokariasis dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin di Desa Karang Indah, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
Metode: Sebanyak 110 sampel plasma dipilih secara acak dari sampel darah penduduk Desa Karang Indah yang dikumpulkan pada bulan Oktober 2016 – Desember 2016. Sampel plasma yang terpilih diuji menggunakan ELISA untuk mendeteksi antibodi IgG anti rTc-CTL-1 dengan hasil berupa nilai absorbansi (OD). Data sekunder, berupa usia dan jenis kelamin, didapat dari Tim Peneliti Departemen Parasitologi FKUI. Data usia dikelompokkan ke dalam dua kategori (anak-anak dan dewasa) dan empat kategori (5-10, 11-20, 21-35, dan >35 tahun).
Hasil: Penelitian ini menunjukkan seroprevalensi toksokariasis di Desa Karang Indah sebesar 80,91%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan jenis kelamin dengan seroprevalensi toksokariasis (p>0,05). Seroprevalensi toksokariasis tertinggi terdapat pada kelompok usia >35 tahun (91,3%) dan terendah pada kelompok 11-20 tahun (52,4%). Kelompok jenis kelamin laki-laki memiliki seroprevalensi toksokariasis yang lebih tinggi (85,1%) daripada perempuan (77,8%).
Kesimpulan: Seroprevalensi toksokariasis di Desa Karang Indah tergolong tinggi. Usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap seroprevalensi toksokariasis. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko selain usia dan jenis kelamin.

Introduction: Toxocariasis is a disease caused by parasitic worms, Toxocara canis and Toxocara cati, with domestic dogs and cats as the definitive hosts. Human infections occur through ingestion of mature eggs. Clinical manifestations of toxocariasis include visceral larva migrans and ocular larva migrans. East Nusa Tenggara is an area that is at risk of Toxocara infection because the dog population is quite high. However, there has been no study regarding the seroprevalence of toxocariasis in this area. In addition, the researches on the association between age and gender with the seroprevalence of toxocariasis also showed inconsistent results. Therefore, this study aimed to determine the seroprevalence of toxocariasis and its association with age and gender in Karang Indah Village, Southwest Sumba Regency, East Nusa Tenggara.
Method: A total of 110 plasma samples were randomly selected from blood samples of people in Karang Indah Village collected between October 2016 – December 2016. Selected plasma samples were tested using ELISA to detect anti- rTc-CTL-1 IgG antibodies with the results in the form of absorbance values (OD). Age and gender as secondary data were obtained from the Research Team of the Parasitology Department of FMUI. Age data are grouped into two categories (children and adults) and four categories (5-10, 11-20, 21-35, and >35 years of age).
Result: This study showed that the seroprevalence of toxocariasis in Karang Indah Village was 80.91%. There was no significant association between age and gender with the seroprevalence of toxocariasis (p>0.05). The highest seroprevalence of toxocariasis was found in the age group of >35 years (91.3%) and the lowest in the 11-20 years group (52.4%). The males had a higher seroprevalence of toxocariasis (85.1%) than women (77.8%).
Conclusion: The seroprevalence of toxocariasis in Karang Indah Village was high. Age and gender had no effect on the seroprevalence of toxocariasis. Further research needs to be done to identify risk factors besides age and gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian di daerah kampus UI, Depok untuk mengetahui jenis-jenis cacing endoparasit pada saluran pencernaan bangkong (Bufo spp.) dan jenis-jenis bangkong yang terinfeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 ekor bangkong yang tertangkap ada 2 jenis, yaitu Bufo melanostictus 25 ekor (terinfeksi 24 ekor) dan Bufo bipocartus 5 ekor (terinfeksi semua). Cacing endo parasit terdiri dari 58 ekor Oxyuride dari kelas Phasmidia dan 149 ekor Acanthocephalus sp. filum dari Acanthocephala. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi mengenai keragaman fauna cacing parasit pada Amphibia, khususnya pada bangkong di Indonesia. "
MPARIN 7 (1-2) 1994
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyakit cacing Nematoda saluran pencernaan (NSP) pada ruminansia sangat merugikan peternak kecil. Untuk penanggulangannya dilakukan beberapa cara, yaitu pengobatan dengan antelmintika yang diikuti dengan perbaikan manajemen peternakan dan kontrol biologi (biokontrol) dengan kapang atau kumbang kotoran. Pengobatan dengan antelmintika dilaporkan telah menimbulkan resistensi agen penyakit dan meningkatkan residu bahan kimia pada produk ternak dan lingkungan. Kontrol biologi dengan menggunakan kapang nematofagus, terutama dari genus Arthrobotrys dan Duddingtonia, dapat menurunkan infeksi larva infektif NSP dari golongan Trikhostrongilid pada tinja dan padang penggembalaan. Iklim Indonesia yang tropis basah sangat mendukung pertumbuhan kapang nematofagus, sehingga kontrol biologi terhadap cacing NSP dengan kapang ini mempunyai prospek yang baik di masa mendatang. "
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam pemberantasan cacing yang ditularkan melalui tanah dipakai obat cacing berspektrum luas terutama bila ada infeksi campuran dengan T.trichuria. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat potensi trasmisi A.lumbricoides dan T.trichuria pada murid sekolah dasar. Cara Kato-Katz digunakan dalam pemeriksaan tinja 684 murid SD. Murid yang terinfeksi diobati dengan oksantel pirantel pamoat (OPP) atau mebendazol (MBZ) dosis tunggal. Biakan tinja pada genting steril yang direndam dalam formalin 1,0% dilakukan pada 15 anak kelompok OPP dan 15 anak kelompok MBZ. Angka penyembuhan dan angka penurunan telur pada askariasis sangat baik, sedangkan pada trikuriasis diperoleh angka penyembuhan dan angka penurunan telur yang lebih kecil. Hambatan pertumbuhan telur A.lumbricoides ditemukan 2 hari pasca pengobatan OPP. Pada kelompok MBZ, hambatan pertumbuhan telur ditemukan pada hari ke-5 pasca pengobatan, dan ditemukan telur yang degenerasi pada tinja 2 hari dan 5 hari pasca-pengobatan MBZ. Angka transmisi pada kelompok OPP dan MBZ tidak berbeda bermakna. Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh obat terhadap angka transmisi maupun pertumbuhan telur T.trichuria."
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>