Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65460 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"One of the program to increase production of rice is application of low environment impact organic source matter, such as using microorganism selulotic to accelerate of eceng gondok degradation. The objective of the experiment is to analyze the effect of water hyacinth without or with innoculation and urea fertilizer and to find efficient treatment..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Dirga Harya Putera
"ABSTRAK
Eceng gondok tergolong serat alam yang keberadaannya melimpah di Indonesia. Serat alam ini tersusun atas serat selulosa yang merupakan komponen struktural utama dinding sel tanaman hijau. Untuk mendapatkan serat selulosa dari eceng gondok, dilakukan beberapa perlakuan. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan pengekstrakkan serat selulosa secara kimiawi, antara lain proses dewaxing, penghilangan hemiselulosa, delignifikasi, tahap pendapatan selulosa murni, dan tahap pengeringan. Digunakan variasi pelarut, yakni Sodium Chlorite (NaClO2), Hydrocloric Acid (HCl), dan Hydrogen Peroxide (H2O2), yang bertujuan untuk mengetahui pelarut mana yang paling efektif dalam pengekstraksian serat selulosa tanaman eceng gondok. Didapatkan pada penelitian ini bahwa, pelarut NaClO2 dinilai paling efektif untuk ekstraksi serat selulosa. Hal ini berdasarkan dari gugus fungsi serat yang terbentuk pada analisis FTIR (Fourier Transform Infrared), karakteristik termal yang didapat dari analisis TGA (Thermogravimetric Analysis), dan dari kandungan hemiselulosa yang paling sedikit dibandingkan dengan pelarut lainnya dari analisis HPLC (High Pressure Liquid Chromatography).

ABSTRACT
Water hyacinth, classified as a natural fibres that is abundance in Indonesia. This natural fibre consists of cellulose fibres which is the main structural component of cell wall of green plant. To obtain cellulose fibers, chemical treatment such as dewaxing, removal of hemicelluloce component, delignification, until drying process of cellulose fibre have been made in this research. Variation of solvent is used, Sodium Chlorite (NaClO2), Hydrogen Peroxide (H2O2), and Hydrocloric Acid (HCl) Ammonia, with a purpose to determine which are the most effective solvent in this extraction. From this study, we obtained that the most effective solvent in the extraction of cellulose fibre from water hyacinth plant is NaClO2 solution. It is based on the functional group formed on the analysis of FTIR (Fourier Transform Infrared), thermal characteristic obtained from thermagravimetric analysis, and content of hemicellulose from high pressure liquid chromatography analysis."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43696
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ridla Bakri
"Unsur nutrisi P yang bertambah secara berlebihan didalam suatu perairan, dapat mengakibatkan terjadinya keadaan lewat subur (keadaan eutrofikasi) pada perairan tersebut. Penyebab terbesar dari pencemaran unsur P di dalam perairan yaitu, berasal dari limbah deterjen hal ini dikarenakan deterjen tersebut mengandung senyawa poli fosfat, yang umumnya berupa senyawa sodium tri poli fosfat (STPP). Sehubungan dengan pencemaran P yang berasal dari deterjen tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan, untuk mengetahui pengaruh senyawa poli fosfat terhadap pertumbuhan eceng gondok (Eichornia Crassipes (Hart) Solms)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendi Anata
"Limbah dari pengolahan tahu dan tempe mempunyai kadar COD yang tinggi sekitar 7,000 ? 12,000 mg/L. Dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat tercemarnya air di sekitar pabrik tahu dapat mempengaruhi kualitas air sungai yang dapat mengganggu ekosistem perairan. Parameter kualitas air dapat diukur dengan nilai Chemical Oxygen Demand (COD). Diperlukan peningkatkan kualitas air agar kadar COD dapat sesuai dengan standar baku mutu (COD 150 mg/L). Salah satu cara menjaga kualitas air yang dapat digunakan adalah adsorpsi menggunakan karbon aktif. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yakni proses persiapan bahan eceng gondok, dehidrasi pada suhu 120 °C selama 12 jam, karbonisasi tanpa udara pada suhu 400 °C selama 70 menit, penyaringan ukuran 100 mesh, dan aktivasi kimiawi menggunakan KOH dengan variasi konsentrasi 2 M, 3 M, 4 M, dan 5 M. Nilai bilangan iod yang menyatakan luas permukaan karbon aktif terbesar adalah dengan menggunakan aktivator KOH 5 M, yakni 469,790 mg/g. Selanjutnya, dilakukan pengujian karakterisasi karbon aktif dengan analisis SEM-EDX yang menghasilkan morfologi luas permukaan karbon akibat pengaruh konsentrasi zat pengaktif. Setelah itu, sampel karbon aktif dipilih yang terbaik dengan luas permukaan optimum dan dilakukan uji kinerja adsorpsi untuk penurunan COD terhadap air limbah tahu dengan mengaduk 1 g karbon aktif dengan 100 mL air sampel dengan variasi waktu kontak 30, 60, 90, 120, dan 150 menit. Waktu kontak yang paling optimum dalam penelitian ini adalah dengan pemberian adsorben karbon aktif selama 150 menit dengan penurunan COD sebesar 57,96%.

Waste from processing and tofu has a high COD levels of around 7,000 to 12,000 mg/L. The environmental impact caused by contamination of water around the plant out can affect the quality of river water can disrupt aquatic ecosystems. Water quality parameters can be measured by the value of Chemical Oxygen Demand (COD). Water quality improvement is required in order to be able to COD levels in accordance with quality standards (COD 150 mg/L). One way to maintain the quality of water that can be used is adsorption using activated carbon. This research was conducted in several stages, namely the process of preparation of materials hyacinth, dehydrated at 120 °C for 12 hours, carbonization without air at a temperature of 400 °C for 70 minutes, filtering size of 100 mesh, and the activation of chemically using KOH with various concentrations 2 M, 3 M, 4 M and 5 M. Values iodine number is declared the largest surface area of activated carbon is to use 5 M KOH activator, namely 469,790 mg/g. Furthermore, activated carbon characterization testing performed by SEM-EDX analysis that generates a surface area morphology of carbon due to the influence of the concentration of activators. After that, the sample activated carbon have the best surface area is optimized and tested the performance of adsorption for COD reduction of the waste water out by stirring 1 g of activated carbon with 100 mL of water samples with a variation of contact time 30, 60, 90, 120, and 150 minute. The most optimum contact time in this research is the provision of an activated carbon adsorbent for 150 minutes with a COD reduction about 57.96%."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasti Ristina Sari
"[Selulosa mikrokristal merupakan salah satu turunan selulosa yang biasanya dimanfaatkan dalam industri farmasi sebagai eksipien dalam pembuatan tablet cetak secara langsung. Salah satu tumbuhan gulma yang memiliki kadar selulosa cukup tinggi (sekitar 60%) yaitu eceng gondok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat kapang selulolitik, memperoleh kondisi optimum hidrolisis enzimatis dan membandingkan selulosa mikrokristal yang diperoleh dari eceng gondok dengan Avicel pH 101.Pada penelitian ini, selulosa mikrokristal diperoleh dengan metode hidrolisis enzim selulase.Enzim selulase diperoleh melalui ekstraksi dari kapang selulolitik.Kemudian selulosa mikrokristal hasil hidrolisis diidentifikasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM (Scanning Electron Microscope) serta dibandingkan dengan Avicel pH 101. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kondisi hidrolisis selulase teroptimal pada jam ke-1 dengan volume enzim sebanyak 2 mL. Berdasarkan perbandingan pola difraktogram dan secara morfologi sudah terlihat adanya kemiripan antara mikrokristalin selulosa hasil hidrolisis dengan mikrokristalin selulosa standar (Avicel pH 101).
, Microcrystalline cellulose is one of the cellulose derivatives which normally used in the pharmaceutical industry as an excipient in the manufacturing of tablets. One of the weed plants that have pretty high cellulose( about 60 % ) is water hyacinth . The purpose of this study was to obtain isolates of cellulolytic fungi , obtain optimum of enzimatic hydrolysis conditions and comparing microcrystalline cellulose derived from water hyacinth with Avicel pH 101. In this study , microcrystalline cellulose obtained by the hydrolysis method of cellulase enzymes. Cellulase enzyme obtained through extraction from the mold cellulolitic. The microcrystalline cellulose obtained from hydrolysis was identified by XRD ( X - Ray Diffraction ) and SEM ( Scanning Electron Microscope ) and also compared with Avicel pH 101. Based on experiment result that the optimum condition for cellulase hydrolysis is 1 hour and by 2ml volume. Based on the comparison of diffractogram patterns and morphology, there is similiarity for both microcrystalline cellulose from hydrolysis and Avicel pH 10.
]"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S61207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yuli Hastuti
"ABSTRAK
Eceng gondok (!Eichhornia crassipes (Mart.) Solms:) merupakan salah satu gulmasir yang banyak dijum- pai di perairan indonesia. Tumbuhan ini mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat, oleh karenanya mempunyai kemampuan menyerap unsur hara, senyawa organik, dan unsur kimia lain dari air limbah dalam jumlah besar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan pemanfaatan eceng gondok sebagai penyerap unsur N, P, dan CD bahan organik dengan mengadakan pengukuran BOD dari efluen kolam sedimentasil di Instalasi Kolam Oksidasi Pulo Gebang, serta mengetahui pengaruh pencemaran efluen kolam sedimentasi terhadap pertumbuhan eceng gondok. Dari hasil yang diperoleh, ternyata karena tingginya kandungan bahan organik, N total, 'dan P total, maka air limbah yang langsung ditanami eceng-gondok^menyebabkan tumbuhan hanya dapat hidup selama 3-6 hari, tetapi tumbuhan
ini dapat hidup dalam efluen kolam sedimentasi yang telah diendapkan selama 7 hari. Eceng gondok yang ditanam dalam bak berisi efluen kolam sedimentasi selama 15 hari inampu menurunkan kadar N total dan BOD, tetapi tidak mampu tc^rh^-,dap kadar P. Dari hasil penanaman eceng gondok dalam '",ak berisi efluen kolam sedimentasi yang kemudian.diaerasi, d-i-peroleh;- bahwa semakin lama waktu perlakuan aerasi, pertumbuhan makin baik, terlihat dari kenaikan berat basah maupun jumlah daun yang mak-in meningkat walaupun masih jauh di bawah kondisi normal (Hoagland 25 %). Sedangkan dalam. efluen kolam sedimentasi yang diencerkan dengan air sungai kemudian diaerasi, dipproleh kenaikan. berat basah dan,jumlah daun yang lebih tihggi daripada dengan perlakuan aerasi saia. Dari hasil penelitian.ini dapat diambil kesimpulan bahwa e-ceng gondok sangat efektip terhadap penurunan kadar N dan BOD dari efluen kolam sedimentasi, sementara eceng gondok tidak efektip terhadap penurunan kadar P. Makin tinggi kadar unsur-unsur hara terkandung dalam-efluen kolam. Sedimentasi yang menyebabkan makin rendahnya kadar oksigen terlarut, tidak memberikan tambahan herat basah dan jumlah daun, tetapi menekan pertumbuhan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriani
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian kandungan sterol dalam bagian-bagian (daun,gondok dan akar) tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes Solins ). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kandungan sterol dalam tanaman eceng gondok, yang nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bahan baku hormon steroid kontraseptif. Isolasi sampel dilakukan dengan metode standar International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC). Identifikasi dan penetapan kadar sterol dilakukan secara kromatografi lapisan tipis (KLT) dan metode spektrofotometri berdasarkan reaksi Liebermann-Burchard. Hasil analisa kualitatif menunjukkan bahwa tanaman eceng gondok mengandung sterol, yang diduga sebagai Stiginasterol. Radar sterol terbesar terdapat pada bagian gondok (± 1 mg/9 bobot kering)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tambunan, Usman Sumo Friend
"ABSTRAK
Komposisi utama tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) (Solms) kering adalah. molekul selulosa. sedang komponen lain terdiri dari lignin, lemak, protein, abu dan lain-lain. Kadar selulosa di dalam tumbuhan ini agak tinggi, boleh karenanya mempunyai potensi untuk- digunakan sebagai bahan baku pulp. Tumbuhan eceng gondok yang diambil dari daerah Krawang, waduk Curug dan danau Rawa Pening, dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran—kotoran dan lumpur, kemudian dipotong-potong menjadi 2-4 cm dan selanjutnya dimasukkan kedalam oven pada suhu 1O5 ± 3 derajat C dalam waktu 2 jam Pulp yang diperoXeh ditentukan sifat-sifatnya yaitu : derajat putih, bilangan permanganat, kadar abu dan panjang serat. Rendemen dan sifat-sifat pulp eceng gondok berbeda-beda tergantung pada asal tumbuhan, tinggi eceng gondok, bagian tumbuhan yang dimasak dan cara pemasakan. Ren demen pulp yang paling tinggi dari hasil percobaan adalah 52,8 % dengan sifat sebagai berikut : derajat putih 20,8 GE, bilangan permanganat X2,27, kadar abu 8,78 % dan panjang serat rata-rata X,99 mm. Hasil ini diperoleh dari pemasakan . tangkai eceng gondok dari Curug, yang mempunyai tinggi X0X,5 i 5 cm dengan kadar NaOH X5 % per berat bahan baku kering."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1978
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>