Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Hasil analisis kualitas air di perairan Teleuk Klabat dan beberapa parameter kimia zat hara dalam tahun 2003 mengindikasikan perairan ini belum tercemar dan masih baik sebagai peruntukan budidaya perikanan dan pariwisata. Berkaitan dengan program pemacuan populasi rajungan di perairan Teluk Klabat, beberapa aspek penelitian masih diperlukan untuk melengkapi informasi tentang perairan Teluk Klabat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi ekonomis penerapan budidaya rajungan di perairan Teluk Klabat. Evaluasi ini meliputi kajian (a) pemantauan kualitas perairan Teluk Klabat secara mikrobilogis dalam tahun 2006; (b) pemantauan stok pakan alami di perairan Teluk Klabat dalam tahun 2006; dan (c) alih teknologi pembenihan rajungan sampai penebaran benihnya di perairan Teluk Klabat dalam tahun 2007. Hasilnya evaluasi menunjukkan bahwa perairan Teluk Klabat Dalam mempunyai stok pakan alami yang sangat melimpah untuk program restocking benih rajungan, yaitu dapat menerima 10 benih rajungan per meter persegi (kira-kira 200 juta ekor benih). Apabila di dekat perairan Teluk Klabat dibangun satu hatchery dengan kapasitas total bak-bak budidaya sebesar 200 ton, maka diharapkan dapat diproduksi dalam waktu 25 hari adalah maksimum 1.380.000 ekor (6,9%) atau rata-rata 1 juta ekor Crab IV. Dalam satu tahun dapat berproduksi minimal 6x1 juta ekor. Bila sintasan benih rajungan di alam dapat mencapai 10% maka produksi rajungan di perairan Teluk Klabat mencapai 600.000 ekor x 100 g = 60.000 kg/tahun, dengan nilai jual minimal Rp. 1,2 milyard. hasil evaluasi ini juga menyarankan sembilan tindakan yang diperlukan untuk mengembangkan suatu model pengelolaan stok rajungan di perairan Teluk Klabat secara berkelanjutan."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Studi kesesuaian lahan untuk pengembangan silvofishery kepiting bakau (scylla serrata) telah dilakukan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2012. Penelitian dilakukan berdasarkan pengumpulan data dari penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (GIS) untuk pengolahan data spasial."
577 LIMNO 19:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Wijaya
"Telah dilakukan penelitian mengenai kepadatan populasi, pola persebaran, morfometrik, kecenderungan waktu makan, dan rekonstuksi lubang pada spesies kepiting Metopograpsus latifrons (White, 1987) di Pulau Panjang, Serang, Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan populasi, pola distribusi, morfometri, pola makan serta rekonstruksi lubang kepiting M. latifrons. Kepadatan kepiting M. latifrons rata-rata di pulau panjang 26 individu per m2, dengan pola persebaran mengelompok.
Hasil penghitungan morfometrik pada masing-masing jenis kelamin allometrik (b≠3), dan tidak terdapat perbedaan signifikan pada jantan dan betina (P<0, 01). Hasil pengamatan pola makan menunjukkan jam makan tertentu pada jenis kepiting tersebut. Hasil rekonstruksi lubang kepiting M. latifrons memperlihatkan bentuk yang bercabang-cabang, namun hanya memiliki satu pintu masuk dan keluar.

Population density, dispersion pattern, morphometric, feeding time, and crab burrow reconstruction was studied for mangrove leave feeder crab Metopograpsus latifrons (White, 1987) in Pulau Panjang, Serang, Banten. This study aims to determine the population density, distribution pattern, morphometric differences between male and female, feeding pattern and burrow reconstruction of mangrove crab M. latifrons. Indirect technique by counting burrow opening have been employed to measure crab population density, average population density of M. latifrons in Pulau Panjang is 26 individual per m2, with clumped dispersion pattern.
Morphometric analysis result shows allometric pattern (b≠3), and shows no significant differences between male and female (P<0, 01). Feeding activities of M. latifrons is time independent. Burrow reconstruction by making resin cast shows branching burrow shape, and only have one opening. However, the importance of burrow morphology is not yet confirmed."
Depok: Unversitas Indonesia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2014
S62704
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hikmat Jayawiguna
"Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan yang bernilai ekonomis tinggi. Tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis karakteristik biologi serta hubungannya dengan distribusi ukuran rajungan sebagai dasar pengelolaan perikanan rajungan secara berkelanjutan. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 - Maret 2015 di Perairan Teluk Jakarta dengan metode survey darat dan laut. Sampel rajungan sebanyak 1021 ekor dikumpulkan dengan alat tangkap gillnet dan bubu. Data karakteristik biologi dikumpulkan secara in situ dan dianalisis secara deskriptif. Kisaran panjang karapas rajungan jantan adalah 62 mm - 152,5 mm, sedangkan rajungan betina antara 67,5 mm - 132,5 mm. Pola pertumbuhan rajungan keseluruhan bersifat alometrik positif dimana rajungan jantan memiliki persentase tertangkap lebih tinggi dibandingkan betina (1,3:1). Persentase rajungan matang gonad dan belum matang adalah 56,57% : 43,43%. Selalu ditemukan betina matang gonad dan betina bertelur pada setiap bulan pengamatan. Fekunditas rajungan berkisar antara 218.781 sampai 1.100.470 butir. Terdapat hubungan linier antara fekunditas dan panjang karapas rajungan. Rata-rata faktor kondisi sebesar 1,07 dan 1,13 untuk jantan dan betina. Nilai Lc ditemukan kurang dari Lm sehingga ada indikasi tekanan penangkapan. Berdasar nilai Lm diperoleh nilai ukuran minimum rajungan layak tangkap adalah > 105 mm. Diperlukan adanya peraturan pengelolaan tentang : (1) Batas ukuran minimum rajungan yang boleh ditangkap, (2) Larangan penangkapan induk bertelur, (3) Pengaturan DPL dan zonasi penangkapan, (4) Larangan penggunaan alat tangkap destruktif, (5) Restrukturisasi pencatatan data produksi dan alat tangkap, (7) Rencana Pengelolaan Perikanan rajungan (RPP rajungan).

Blue swimming crab (Portunus pelagicus) is an export product with high economic value. The objective of the research was to analyze biological and habitat characteristic and its relationship on crab size distribution as base of sustainable fisheries management. The research was conducted from December 2014 to March 2015 in Jakarta Bays Waters with survey method. Samples were collected by gillnet and collapsible traps. Data was collected in situ and analyzed with descriptively. In the present research, data were covered; length frequency distribution, length-weight relationship, sex ratio, reproductive performance, condition factor, length at first capture, length at first maturity and minimum legal size. While ecological data covered substrat texture, water temperature, salinity, pH value and water depth. Biological data analyzed descriptively whereas sex ratio use chi-square analysis, growth used regression analysis, and reproduction performance analyzed descriptively. Ecological data analyzed descriptively through performance of substrate texture, water quality, depth and also the parameters relationship each other."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T41169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kemala
"ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan karbon aktif berbahan dasar kulit durian untuk pengaplikasiannya dalam mengadsorpsi pewarna Methylene Blue. Pada penelitian ini H3PO4 dipakai sebagai aktivator dengan variasi rasio impregnasi 1/1, 2/1, dan 3/1. Aktivasi dilakukan pada suhu 600oC selama 1 jam. Kulit durian dicuci dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 150oC selama 5 jam. Uji bilangan iodin terhadap sampel hasil penelitian menunjukkan bahwa karbon aktif dengan rasio impregnasi 2/1 memiliki daya serap iodin terbesar, yaitu 454.5 mg/g namun karbon aktif rasio 3/1 memiliki %removal terhadap Methylene Blue yang paling besar. Karbon aktif dari kulit durian dengan rasio impregnasi 1/1, 2/1, dan 3/1 secara berturut-turut memiliki %removal sebesar 5.25%, 80.3%, dan 90.35%. Adsorpsi pewarna Methylene Blue oleh karbon aktif kulit durian ini dilakukan dengan variasi rasio impregnasi, massa karbon aktif, konsentrasi awal Methylene Blue, dan waktu kontak

ABSTRACT
This research aimed to produce durian shell-based activated carbon for its application in the adsorption of Methylene Blue. In this research, H3PO4 was used as an activator with a variety of impregnation ratio which are, 1/1, 2/1, and 3/1. Activation was done at a temperature of 600oC for 1 hour. Durian shell was washed and dried using an oven at 150oC for 5 hours. Iodine number showed that the active carbon with impregnation ratio of 2/1 has the highest number which is 454.5 mg/g, but the activated carbon with impregnation ratio of 3/1 has the biggest % removal of the Methylene Blue dye. Activated carbon from durian shell with impregnation ratio of 1/1, 2/1, and 3/1 respectively have % removal of 5.25%, 80.3% and 90.35%. Methylene Blue dye adsorption by durian shell-based activated carbon was done by varying the impregnation ratio, the mass of activated carbon, the initial concentration of Methylene Blue, and the contact time."
2016
S64619
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etik Sukesti
"Fenomena penurunan sumberdaya Rajungan di perairan Cirebon dan sekitarnya terjadi disebabkan peningkatan laju eksploitasi tanpa mempertimbangkan dinamika atau perubahan stok ikan dan aspek optimasi pemanfaatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika populasi rajungan, tingkat pemanfaatan, dan optimasi pemanfaatannya di perairan Cirebon dan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan di Cirebon dan lokasi penelitian di perairan Cirebon dan sekitarnya dari bulan April ndash; Juni 2016. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan pengukuran rajungan yang tertangkap oleh alat tangkap bubu dan jaring insang. Analisis dinamika populasi digunakan program FiSAT II dan pengkajian potensi lestari dianalisis dengan model surplus produksi dalam menentukan Maximum Sustainable Yield MSY. Sementara optimasi pemanfaatan dilakukan dengan analisis Linier Programing terhadap aspek-aspek yang terkait dengan pemanfaatan rajungan.Kisaran lebar karapas rajungan berkisar antara 77,5 ndash; 157,5 mm. Pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif, dengan nilai Lc > Lm yang menunjukkan sebagian besar rajungan yang tertangkap dengan alat tangkap yang digunakan di perairan selatan Cirebon sudah memijah/dewasa. Nilai parameter pertumbuhan adalah L infin; 170 mm, K = 1,15 per bulan untuk rajungan jantan sedangkan rajungan betina L infin;177,25 mm, K = 1,1 per bulan, Z = 1,92 per tahun, M = 1,23 per tahun, F = 0,69 per tahun, dan E = 0,36 rajungan jantan dan Z = 2,94 per tahun, M =1,18 per tahun, F= 1,76 per tahun dan E = 0,60 pertahun rajungan betina. Nilai menunjukkan tingkat pemanfaatan sudah fully exploited. Pendugaan MSY dan F-Opt sebesar 3.124 ton/tahun dan 433 unit dengan alat tangkap standar bubu. Skenario optimasi menghasilkan jenis alat tangkap yang direkomendasikan yaitu 433 unit alat tangkap bubu dengan keuntungan Rp. 6,9 milyar per tahun.

The phenomenon of Blue swimming crab decrease due to because of exploitation occurs in Cirebon water. It will change the dynamics stocks of fish and utilization optimization aspects. This study aimed to examine the dynamics of blue swimming crab populations utilization rates and utilization optimization in Cirebon area and the surrounding waters. Research was carried out in Cirebon and surrounding waters from April to June 2016. Methods used was a survey method by measuring Blue Swimming Crab caught using fishing gears gillnet and collapsible traps . Analysis of population dynamics used FiSAT II program and assessment of the potential sustainable surplus production models were analyzed using Maximum Sustainable Yield MSY . Optimization was done using Linear Programming analysis of aspects related to the use of fishing gears and blue swimming crab caught. Range carapace wide for all crabs was 77,5 mm to 157,5 mm. Condition Growth Blue Swimming Crab is negative allometric with parameter values for male were L infin 170 mm, K 1,15 per month and for female L infin 177,25 mm, K 1.1 per month, , with a value of Lc Lm, the indicate that Blue Swimming Crab caught with fishing gear used in Cirebon and surrounding waters was an spawn mature. Mortality value for male were Z 1,92 per year, M 1,23 per year, F 0,69 per year, and E 0,36 and for female Z 2,94 per year, M 1,18 per year, F 1,76 per year and E 0.60 per year. The level of utilization has been fully exploited. Estimation of MSY and f Opt was 3.124 tons year while 433 units with standard fishing gear is collapsible traps. Scenario optimization produces type of fishing gear that are recommended was 433 units of collapsible traps with a net profit Rp 6,9 billion per year."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T47459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahratul Syifa Aisya
"Sintesis nanopartikel Sm2O3 menggunakan prekursor Sm NO3 3.6H2O dengan ekstrak daun brotowali Tinospora crispa yang berperan sebagai sumber basa telah berhasil dilakukan. Penambahan ekstrak daun brotowali dalam sintesis Sm OH 3 optimum pada konsentrasi 0,12 w/v yang menghasilkan spektrum absorbsi UV-Vis tertinggi pada panjang gelombang maksimum 318 nm. Karakterisasi dengan TEM Transmission Electron Microscopy menunjukkan Sm2O3 NPs memiliki ukuran sebesar 10-15 nm dengan bentuk batang. Hasil karakterisasi SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan Sm2O3 NPs memiliki morfologi berpori. Hasil karakterisasi XRD X-ray Diffraction Sm2O3 NPs memiliki fase kubik dengan Indeks Miller 222, 400, 440, dan 622. Hasil karakterisasi UV-Vis DRS Diffuse Refectance Spectroscopy menunjukkan Sm2O3 NPs hasil sintesis memiliki band gap 3,24 eV. Aplikasi Sm2O3 NPs pada uji fotodegradasi metilen biru di bawah sinar UV menunjukkan penurunan absorbansi pada panjang gelombang maksimum 664 nm dengan persen reduksi mencapai 57,52 selama 60 menit.

The synthesis of Sm2O3 nanoparticle using Sm NO3 3.6H2O precursor with brotowali leaf extract Tinospora crispa which act as base sources has been done. The optimum concentration of brotowali leaf extract in synthesis Sm OH 3 is 0.12 w v which gives highest absorbance at 318 nm. The characterization using TEM Transmission Electron Microscopy shows that Sm2O3 NPs having 10 15 nm rod particle and porous morphology that identified by SEM Scanning Electron Microscope. The characterization using XRD X ray Diffraction give the result of NPs have cubic crystal phase with Miller Index 222, 400, 440, and 622. The result of characterization by UV Vis DRS Diffuse Refectance Spectroscopy shows that Sm2O3 NPs having 3.24 eV band gap. The application of Sm2O3 NPs on photodegradation test of methylene blue under the light of UV results in decreasing of absorbance with maximum wavelength 664 nm and 57.52 percent of reduction within 60 minutes. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2016
S66672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Andre Wijaya
"ABSTRACT
Di bidang panas bumi, data magnetotelluric biasanya digunakan untuk mendapatkan informasi resistivitas di bawah permukaan. Salah satu pengolahan data magnetotelurik adalah inversi data, dimana inversi adalah proses mengubah data magnetotelurik menjadi penampang resistivitas. Inversi yang digunakan dalam penelitian ini adalah inversi 1D dan 2D. Salah satu informasi bawah permukaan yang menjadi fokus eksplorasi panas bumi adalah lapisan tudung yang dicirikan oleh nilai resistivitas kecil. Salah satu mineral yang terkandung dalam batu yang diubah adalah smektit. Smektit terbentuk pada suhu 20-180oC, pada suhu di atas 70oC, smektit menjadi tidak stabil dan lapisan smektit-ilit menjadi tidak terdeteksi pada batuan berpori pada suhu di atas 200oC. Untuk mendeteksi smektit ini, teknik sederhana, yaitu titrasi metilen-biru (MeB), digunakan pada batuan pemboran. Teknik ini telah lama digunakan untuk memperkirakan kandungan smektit pada batuan yang dipotong dengan baik di bidang panas bumi. Data penelitian diambil di wilayah kontrak Sarulla, bidang Namora I-Langit yang merupakan bidang panas bumi yang berlokasi di Sumatera Utara. Korelasi antara nilai MeB dengan data resistivitas berbanding terbalik. Ini karena nilai MeB yang tinggi dari konten smektit dalam lapisan juga tinggi, oleh karena itu nilai CEC dalam lapisan juga akan tinggi, akibatnya nilai resistivitas lapisan akan rendah.

ABSTRACT
Kata kunci: Magnetotellurik, Inversi 1D & 2D, MethyIn the geothermal field, magnetotelluric data are commonly used to obtain resistivity information below the surface. One of magnetotelluric data processing is data inversion, wherein inversion is a process of changing magnetotelluric data into resistivity cross section. The inversion used in this research is 1D and 2D inversion. One of the subsurface information that is the focus of geothermal exploration is the hood layer which is characterized by a small resistivity value. One of the minerals contained in the altered rock is smectite. Smectites are formed at temperatures of 20-180oC, at temperatures above 70oC, smectites become unstable and smectite-illite layers become undetectable in porous rocks at temperatures above 200oC. To detect this smectite, a simple technique, namely methylene-blue (MeB) titration, is used on the drilling rock. This technique has long been used to estimate smectite content in well-cut rocks in the geothermal field. The research data was taken in the Sarulla contract area, Namora I-Langit field which is a geothermal field located in North Sumatra. The correlation between MeB values ​​with resistivity data is inversely proportional. This is because the high MeB value of the smectite content in the layer is also high, therefore the CEC value in the layer will also be high, as a result the resistivity value of the layer will be low.
Keywords: Magnetotellurik, 1D & 2D Inversion, Methy"
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedia Susiani
"Pengelolaan perikanan tangkap rajungan seharusnya mempertimbangkan kondisi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Namun tren hasil tangkapan per satuan upaya di Teluk Banten mengalami penurunan pada tahun 2007-2012. Tujuan riset ini adalah 1 menganalisis kondisi pengelolaan perikanan tangkap rajungan pada aspek lingkungan domain sumber daya dan domain habitat dan ekosistem , aspek sosial domain sosial dan domain kelembagaan, aspek ekonomi domain ekonomi dan domain teknik penangkapan 2 menyusun strategi pengelolaan perikanan rajungan berkelanjutan dengan pendekatan ekosistem EAFM di Teluk Banten. Riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuantitatif dan kualitatif, melalui observasi, wawancara, kuesioner. Kondisi pengelolaan dengan status buruk ada pada domain ekonomi 6,81 , domain sosial 15,14 , domain sumber daya rajungan 16,23 , serta domain habitat dan ekosistem 17,10 . Status pengelolaan dengan status kurang pengelolaan ada pada domain teknik penangkapan 36,96 dan status pengelolaan dengan status sedang ada pada domain kelembagaan 43,26 . Nilai agregat seluruh domain adalah 22,58 yang berarti kondisi pengelolaan perikanan tangkap di Teluk Banten kurang pengelolaan. Prioritas langkah perbaikan dilakukan pada domain ekonomi dengan nilai indeks komposit ekonomi terendah dalam jangka waktu 5 tahun pertama sebagai strategi langkah perbaikan.

Fishery Management of Blue Swimming Crab BSC has to include environment, social and economy aspect into consideration. However, tren CPUE of BSC in Banten Bay are tending to decline year 2007 2012. The objectives of this research are 1 analysis the status of BSC fishery management with environment aspect BSC resources domain and habitat and ecosystem domain , social aspect social domain and institution domain , economic aspect economy domain and fishing technology domain 2 develop improvement strategy of fishery management in Banten Bay. This research employed quantitative approach with quantitative and qualitative methods, through observation, interviews, and questionnaires. Poor management conditions exist in economic domains 6.81 , social domains 15.14 , domain crab resources 16.23 , as well as habitat and ecosystem domains 17.10 . Management status with less management status exists in the capture technique domain 36.96 and management status with moderate management status exist in the institutional domain 43,26 . The aggregate value of the entire domain is 22.58, which means that the condition of capture fishery for BSC in Banten Bay is poor of management. Priority improvement steps is recommended to be performed on the economic domain with the lowest composite index value within the first 5 years as a corrective action strategy."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Widyasari
"Industri tekstil merupakan penyumbang terbesar limbah zat warna ke dalam air, contohnya zat warna metilen biru yang bersifat racun, karsinogenik, dan tidak dapat terurai secara alami. Salah satu teknik mengurangi kadar metilen biru adalah melalui degradasi secara fotokatalitik dengan menggunakan semikonduktor. CuBi2O4 merupakan semikonduktor tipe-p dengan celah pita yang sempit (1,5 – 1,8 eV) dapat digunakan sebagai fotokatalis untuk degradasi metilen biru karena memiliki respon cahaya tampak. Penambahan logam mulia Paladium (Pd) dapat meningkatkan kinerja aktivitas fotokatalitik CuBi2O4 karena dapat menekan rekombinasi pasangan e− dan h+. Penelitian ini, telah berhasil mensintesis CuBi2O4 melalui metode solvotermal, dan mensintesis nanokomposit Pd/CuBi2O4 dengan variasi perbandingan rasio mol Pd:CuBi2O4 (1:1, 1:2, dan 2:1) melalui metode presipitasi dan reduksi. CuBi2O4 dan Pd/CuBi2O4 hasil sintesis telah dibuktikan melalui karakterisasi dengan XRD, TEM, FTIR, dan UV-Vis DRS. Uji sifat katalis dilakukan pada larutan Metilen Biru dengan variasi penambahan massa katalis sebesar 5 mg, 10 mg, dan 15 mg, serta variasi kondisi (fotolisis dan adsorpsi). Persentase degradasi metilen biru paling optimum adalah pada katalis Pd/CuBi2O4 (2:1) 10 mg, yaitu sebesar 82,63% dengan laju degradasi 8,9 × 10-3 min-1.

Textile industry is the largest contributor of colorant waste into water, for instance, the toxic, carcinogenic, and non-biodegradable dye methylene blue. One of the techniques to reduce the concentration of methylene blue is through photocatalytic degradation using a semiconductor. CuBi2O4 is a p-type semiconductor with a narrow bandgap (1.5 - 1.8 eV) that can be utilized as a photocatalyst for methylene blue degradation due to its visible light response. The addition of the noble metal Palladium (Pd) can enhance the photocatalytic activity of CuBi2O4 by suppressing the recombination of electron-hole pairs (e− dan h+). In this research, CuBi2O4 has been successfully synthesized through the solvothermal method, and Pd/CuBi2O4 nanocomposites have been synthesized with various ratios of Pd:CuBi2O4 (1:1, 1:2, and 2:1) using the precipitation and reduction method. CuBi2O4 and Pd/CuBi2O4 synthesized products have been characterized using XRD, TEM, FTIR, and UV-Vis DRS. The catalytic properties test was performed on Methylene Blue solutions with varying catalyst masses of 5 mg, 10 mg, and 15 mg, as well as different conditions (photolysis and adsorption). The optimum percentage of methylene blue degradation was observed with the catalyst Pd/CuBi2O4 (2:1) 10 mg, which was 82.63%, with a degradation rate of 8,9 × 10-3 min-1."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>