Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67480 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamidsyukrie Z.M.
"ABSTRAK
Penelitian ini mempermasalahkan tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam budaya maja labo dahu (MLD) orang Bima dengan fokus etnografi pada pengalaman dan pandangan perempuan sebagai korban. Penelitian ini hendak menjelaskan tentang konstruksi gagasan, nilai-nilai dan norma-norma apa yang memungkinkan dan mendorong suami melakukan kekerasan terhadap istri, relasi kuasa yang terbangun antara suami dan istri, pemahaman dan pemaknaan kekerasan menurut perspektif budaya MLD, dan resistensi dan respon korban, masyarakat, negara terhadap kekerasan yang dialami istri. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa budaya MLD memiliki nilai yang baik namun KDRT terjadi. Mengapa dan bagaimana kekerasan terjadi dalam budaya MLD? Penelitian?yang dilakukan di Kota Bima yang bermotto ?Maja Labo Dahu??menggunakan metode kualitatif dengan analisis kritis terhadap kasus-kasus keributan dan kekerasan yang diperoleh melalui pengamatan, dokumen dan wawancara dengan korban (istri) dan pelaku (suami) KDRT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tekstual keagamaan dan nilai-nilai MLD cenderung menempatkan istri sebagai pihak yang subordinatif, yang posisinya rendah sebagai dampak dari relasi kuasa yang timpang dan kuat. Relasi kuasa ini dapat terbentuk dan didasari oleh konsep rangga (perkasa, maskulin), qawwam (pemimpin), fu'u mori (pilar kehidupan), co'i (mahar/harga), mitos penciptaan perempuan, dan pemahaman konsep kodrat yang simplistis dapat mendorong dan memberi kontribusi bagi terjadinya KDRT. Peristiwa peristiwa KDRT itu sendiri terjadi karena dipicu oleh hal-hal yang terkategori dalam persoalan ekonomi, sosial, dan personal. Kekerasan dilihat sebagai hal yang biasa dan diprakktikan dalam kehidupan rumah tangga yang dilatarbelakangi oleh pemahaman dan gagasan yang legitimatif; karena itu, KDRT bersifat ekskalatif dan repetitif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa MLD melegitimasi subordinasi dan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga karena diabsahkan oleh pemahaman keagamaan, pemahaman atas konsep laki laki sebagai rangga (perkasa/maskulin), sebagai qawwam (pemimpin), sebagai fu'u mori (pilar kehidupan), perempuan sebagai properti, dan mitos penciptaan perempuan yang semuanya menekankan istri sebagai subordinasi dari suami. Kepatuhan istri terhadap suami merupakan bentuk ibadah. Bias penafsiran dan pemahaman yang bersifat patriarkal pada gilirannya memungkinkan pula istri menerima saja perlakuan suami sebagai kodrat, dan tidak melakukan resistensi yang nyata terhadap perlakuan suami, meskipun dalam kondisi-kondisi tertentu istri mampu melakukan resistensi. Adanya resistensi mencerminkan bahwa budaya MLD tidak mampu memberi perlindungan terhadap keselamatan, kenyamanan, dan keadilan bagi istri sehingga mereka mencari dan mengakses keadilan di luar yaitu UUPKDRT, pranata yang disediakan pemerintah. Penelitian ini merekomendasikan untuk mengembangkan suatu ?wacana anti kekerasan? dalam komunitas budaya MLD, sebagai upaya membuka diskusi dan dialog ke arah penghapusan KDRT (zero violence). Untuk kebijakan, direkomendasikan kepada pemerintah untuk mengadakan pelatihan dan pendidikan terhadap calon pasangan suami-istri agar mereka memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana menjadi suami dan menjadi istri, tentang hak dan kewajiban suami-istri dalam rumah tangga, dan tentang kehidupan rumah tangga yang berkeadilan gender.

ABSTRACT
The research focused on the domestic violence based on women?s experience and ideas within maja labo dahu (MLD: shame and fright) culture. It studied the values that enable and force husbands to perpetrate violence against their wives; how the violence itself is understood in accordance with MLD cultural perspectives. It also studied the power relation between husband and wife, the women (wives) responses and resistances, responses of community and state against the violence within the Bimanese households. It was based on the assumption that MLD culture has good point of view (values) but domestic violence happens. The question arose: "Why and how does it happen?" Qualitative method was used for the research that conducted at Bima Municipality, in West Nusa Tenggara Province. Data?collected by using interview, observation, and documents?were critically analyzed throughout the cases of domestic violence. The ethnography of the research focused on the experience and the ideas of women (wives).
The result of the research shows that distortive understandings of religious and cultural values which place women as the second position in society life (power relation) encourage men to perpetrate violence to women (their wives). Apart from these, the construction and understanding of men as rangga (masculinity), as qawwam (leader), as fu'u mori (pillar of life), women as property or as a bought "thing", and mythological understanding of women's creation makes men dominate or subordinate women and perpetrate violence against women. Wives must be totally obedient to their husbands. The values of obedience as normative and dogmatic things make women (wives) themselves accept the violence as a kodrat (God's omnipotence), and as an act of ibada (devotion). Such internal values in the husbands' mind encourage them to perpetrate violence if they are stimulated by unsatisfactory service and ncemba (disobedience) of wives or categorized as personal, economic, and social problems. Some of the wives make resistances towards the abusive acts of their husbands. In connection with escaping resistance for example, the wives need to be free and to access justice outside the household. It means that the Bimanese culture ?maja labo dahu? is not able to protect the wives from their husbands' violence, to meet women's need: happiness and safety, and justice. This condition makes wives find out "thing", an access to justice outside. Their option is UUPKDRT (Law on the Elimination of Domestic Violence) in which they are able to get an access to justice and protect them from violence and unsafe life. The domestic violence in Bimenese community is seen as a natural thing and it is escalate and repetitive. Based on the data and analysis, it is concluded that MLD legitimates the subordination and violence against women (wives) because of the construction of understanding on the concepts of men as rangga (masculinity), as qawwam (leader) who also has a right to hit his wife, as fu'u mori (pillar of life), women as property or as a bought "thing", and mythological understanding of women's creation. The various concepts insist that women are subordinate to men. Based on the research findings, the writer recommends the government to develop a discourse of eliminating violence against women within and outside the household life. He also recommends the government to take urgent action: ?to conduct a short course or workshop on how to be a husband and a wife, to understand their rights and gender equality in the household life for (a couple of) girl and boy who are going to get married.?"
Depok: 2009
D632
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Saraswati
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009
305.4 RIK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Purnianti
Jakarta: Mitra Perempuan , 2004
305.4 PUR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lestari
"This article is shaped on the empirical facts of domestic violences phenomenon and many local peoples who have not be acquainted with the conceptions of domestic violences_ The author is launching suggestion to doing socialitation through Law No. 23 year 2004, regarding Elimination through Domestic Violence in integrally and institutionally methods. By the socialization then will be reconstructed the new order of social norms which can be convicted that the domestic violences is not in spousal only but has become public spheres. Also that domestic violences is as mis-conduct that needs to be criminalized. In the author thoughts it has broken rules of human rights that has been promulgated in amended UUD l 945, Law No.7 year 1984 on the Ratification Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women and Law No. 23 year 2004 it self."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-3-(Jul-Sep)2005-367
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Harsanti
"ABSTRAK
Hampir setiap hari kita melihat kekerasan yang dialami oleh perempuan seperti pemukulan, pemerkosaan atau tindak kekerasan lain, baik melalui media atau lingkungan
seldtar. Dari berbagai sumber dan penelitian yang dilaknkan, bentuk kekerasan yang paling banyak ditemukan adalah kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang lebih kita kenal dengan istilah kekerasan domestik (domestic violence). Pelaku kekerasan
pada umumnya adalah pasangan atau suami. Berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan
suami kepada istri ini membawa dampak yang membabayakan terhadap kesejahteraan fisik ataupun psikis perempuan. Meskipun sudah diketahui banyak efek negatif yang
ditimbulkan dari adanya kekerasan dalam rumah tangga, namun tidak sedikit dari istri-istri tersebut yang memilih untuk bertahan dan tetap tinggal bersama dengan suminya
selama mereka mampu. Ada beberapa pertimbangan mengapa seorang istri akhirnya memilih tetap tinggal bersama dengan suaminya. Fenomena bertahannya isrri dalam perkawinan yang penuh kekerasan merupakan hal yang menarik untuk kemudian diketahui ada tidaknya forgiveness istri terhadap suami.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya forgiveness istri pada suami. Jika memang ada, kombinasi forgiveness apa yang terbentuk berdasarkan teori
dimension of forgiveness yang dikemukakan oleh Baumeister, Exline & Sommer (hollow forgiveness, siient forgiveness, total forgiveness dan no forgiveness) Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara secara
mendalam dan observasi. Subjek penelitian berjumlah 3 orang, memiliki anak,mengalami kekerasan dalam rumahtangga dan belum bercerai.
Penelitian menunjukkan bahwa semua subjek mengakui adanya pelanggaran yang dilakukan oleh suami mereka, namun tidak semua subjck mampu memaafkan suami mereka. Satu subjek tidak dapat memaafkan suaminya, satu subjek lain dapat memaafkan
meski kombinasi yang dibentuk adalah hollow forgiveness yaitu adanya diskrepansi antara apa yang dirasakan dan apa yang dikatakan kepada pelanggar. Hanya 1 subjek yang dapat membentuk kombinasi total forgiveness. Mesld terkadang ia masih teringat-
ingat kejadian kekerasan yang dialaminya, tetapi dengan adanya forgiveness akan membuat korban memandang positif kepada pelaku pelanggaran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Meiyenti
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999
305.4 SRI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Surjadi
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011
303.6 ERN b;303.6 ERN b (2);303.6 ERN b (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewita Hayu Shinta
Jakarta: LBH APIK dan aliasi nasinal reformasi KUHP, 2007
323.43 DEW k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>