Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148517 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"20 (29) - lupene - 3a - ol and 20 (29) - lupene - 3 - on are pentacylic triterpenes isolated from Aegle marmelos Correa collected in Yogyakarta , Indonesia. Their molecular structures were confirmed in University Putra Malaysia. These compounds were compained from petroleum ether extrak of the plant.s stem bark.. This study invitigated the effects of the compounds on the B- hexoaminadase enzyme release from mast cell culture (RBL--2H3 cell line). DNP 234 BSA was used as immunologic inducer for the B - hexominidase release from the mast cells. The enzyme release was determinet by colometric methods with a a substrate, p-nytropenyl -2 acetamydo -2 deoxy B--B-gluko-pranocide,anda and a microplate reader at 405 nm...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Timotius Sutto Halim
"ABSTRAK Pembentukan senyawa dimer dari senyawa amina aromatis, dengan bantuan biokatalis, diketahui dapat menghasilkan senyawa produk yang memiliki sifat bioaktif. Sifat bioaktif ini dapat berupa aktivitas antioksidan, antikanker, dan antimikroba. Pada penelitian ini digunakan anilin dan orto-anisidin, masing-masing sebagai prekursor, dalam pembentukan senyawa dimer menggunakan biokatalis peroksidase. Peroksidase yang digunakan berupa enzim kasar yang diekstrak dari tanaman brokoli (Brassica oleracea). Aktivitas spesifik enzim kasar adalah 0,161 U/mg protein. Senyawa produk yang terbentuk, baik yang berasal dari anilin maupun orto-anisidin tersebut, kemudian diekstraksi dengan etil asetat lalu dimurnikan dengan kromatografi kolom silika gel. Masing-masing prekursor menghasilkan suatu senyawa berupa padatan berwarna merah. Identifikasi senyawa produk dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis dan GC-MS. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa senyawa dimer padatan adalah para-amino difenil amina dengan m/z = 184 dan waktu retensi 19,06 menit untuk senyawa produk yang berasal dari anilin. Senyawa produk yang berasal dari orto-anisidin merupakan kelompok kuinon diimina dengan m/z = 242 dan waktu retensi 20,07 menit. Kedua isolat senyawa produk tersebut diuji aktivitas biologisnya sebagai senyawa antitumor dalam medium Eagle?s MEM yang mengandung sel leukemia L1210 dan ditentukan nilai IC50 dengan metode least square. Nilai IC50 yang diperoleh untuk senyawa para-amino difenil amina dan anilin adalah berturut-turut sebesar 94,52 ?g/mL dan 171,65 ?g/mL, sedangkan untuk senyawa kelompok kuinon diimina dan orto-anisidin adalah berturut-turut sebesar 78,22 ?g/mL dan 145,93 ?g/mL. Kata kunci: amina aromatis, antitumor, enzim peroksidase, senyawa bioaktif."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Indriyani
"Niosom adalah vesikel yang dibentuk oleh perakitan sendiri surfaktan nonionik. Niosom mampu menjerap obat hidrofilik, lipofilik dan amfifilik. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh maltodekstrin DE 10-15 dan 15-20 terhadap laju pelepasan CTM sebagai model obat amfifilik dari sediaan niosom. Pelepasan CTM dari niosom secara in vitro ini ditunjukkan dengan metode disolusi. Sebagai medium disolusi, digunakan dua jenis medium dalam penelitian ini, yakni larutan asam klorida pH 2,0 dan larutan dapar fosfat pH 7,2. Niosom yang terjerap pada niosom dapat dipisahkan dari obat bebas dengan metode dialisis. Beberapa faktor seperti kandungan obat dan konsentrasi surfaktan, diuji dan dioptimasi untuk mendapatkan efisiensi penjerapan paling tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjerapan paling tinggi adalah 92,39% dengan menggunakan maltodekstrin DE 10-15 sebagai pembawa. Sistem vesikel dalam penelitian ini menunjukkan stabilitas yang baik. Efisiensi penjerapan obat setelah disimpan selama 6 minggu pada dua suhu yang berbeda, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti dibandingkan dengan sampel pada awal pembuatan. Berdasarkan hasil penelitian, CTM sebagai model obat amfifilik dalam sistem niosom ini, kurang berpotensi untuk digunakan sebagai sediaan lepas lambat."
Universitas Indonesia, 2006
S32514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Niosom adalah sistem pembawa obat vesikular yang terbentuk secara spontan dari surfaktan non-ionik sintetik. Sistem ini telah diteliti untuk menjerap berbagai tipe obat, hidrofilik, hidrofobik, maupun ampifilik. Dalam penelitian ini penulis menggunakan kolesterol, span 60, dan disetil fosfat (DCP) dengan perbandingan molar 47,5 : 47,5 : 5 untuk membentuk vesikel, maltodekstrin dari pati singkong (Manihot utilissima) yang digunakan sebagai carrier, dan ketoprofen sebagai obat model lipofilik. Maltodekstrin digunakan untuk mengganti sorbitol yang lebih umum digunakan sebagai carrier dalam formulasi konvensional. Dalam penelitian ini diteliti pengaruh nilai DE maltodekstrin terhadap laju disolusi obat lipofilik dari sediaan niosom, nilai DE yang digunakan adalah DE 1 – 5 dan DE 10 – 15. Hasil penelitian menunjukan walaupun laju disolusi ketoprofen dalam formula niosom maltodekstrin DE 10 – 15 lebih besar daripada sediaan niosom dari maltodekstrin DE 1 – 5, perbedaan diantara keduanya tidak signifikan, hal ini karena maltodekstrin dalam formulasi tidak mengalami kontak langsung dengan obat model. Obat lipofilik dalam sediaan niosom terjerap diantara lapisan lipid bilayer."
Universitas Indonesia, 2006
S32518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Tantri Ayu Novrita
"Pembentukkan dispersi padat telah banyak digunakan untuk meningkatkan kelarutan dari bahan obat yang sukar larut. Glibenklamida merupakan salah satu obat yang mempunyai sifat praktis tidak larut dalam air. Sehingga mengakibatkan laju disolusi yang rendah dan menurunkan daya absorbsi pada saluran gastrointestinal. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan disolusi glibenklamida dari sediaan tablet menggunakan sistem dispersi padat dengan menggunakan pembawa avicel PH 102. Jumlah perbandingan yang digunakan yaitu 1:1, 1:5, 1:10, dan 1:20. Dispersi padat dibuat dengan metode pelarutan. Dispersi padat glibenklamida-avicel dikarakterisasi menggunakan alat Difraksi sinar-X (XRD) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan laju disolusi pada perbandingan 1:20 menjadi hampir 10 kali lebih tinggi daripada laju disolusi glibenklamida tunggal. Hasil disolusi tablet glibenklamida dari dispersi padat dan standart pada menit ke 120 masing-masing sebesar 110,88 % dan 98,55 %.
Solid dispersions technique has been widely used in enhancing dissolution rate of poorly water soluble drugs. Glibenclamide is one of the drug that practically insoluble in water which leads to poor dissolution rate and subsequent decrease of its gastrointestinal absorbtion. The purpose of this research is to enhance glibenclamide dissolution rate in tablet prepared by solid dispersion technique using microcrystalline cellulose PH 102 as the carrier in different ratios. The ratios used were 1:1, 1:5, 1:10 and 1:20. Solid dispersions were prepared by solvent method. Glibenclamide-avicel solid dispersion was characterized using X-ray diffractometer (XRD) and differential scanning calorimetry (DSC). Solid dispersion with the drug to carrier ratio of 1:20 showed the highest dissolution rate almost 10 times compared to pure glibenclamide. Dissolution rate showed that tablet consist of solid dispersion is higher than pure glibenclamide tablet with the drugs dissolved percentage in 120 minutes for solid dispersion tablet is 110,88 % and 98,55 % for pure glibenclamide tablet."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33028
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandajanwulan Arozal
"Enzim papain merupakan enzim yang berasal dari getah pepaya (Carica papaya) yang terkenal akan khasiatnya sebagai pelunak daging. Hal ini disebabkan karena papain merupakan enzim protease, yaitu biokatalis dalam reaksi hidrolisis protein. Berdasarkan aktivitas protease enzim papain tersebut, papain banyak dimanfaatkan dalam bidang industri tekstil, kosmetik, bir, dan farmasi. Hal ini menyebabkan penelitian dan pengembangan proses isolasi papain menjadi penting. Proses isolasi enzim papain yang dilakukan pada makalah ini adalah dengan homogenisasi, sentrifugasi, dan pengendapan protein dengan variasi konsentrasi dan jenis presipitan. Homogenisasi dilakukan pada pH 7 untuk menjaga agar enzim papain tidak terdenaturasi. Sebelum melakukan pengendapan enzim, teriebih dahulu ditentukan waktu dan suhu inkubasi optimum untuk reaksi hidrolisis kasein. Penentuan waktu inkubasi optimum dilakukan pada suhu 37°C dan rentang waktu 10 s.d. 50 menit. Sedangkan untuk menentukan suhu optimum, dilakukan pada waktu inkubasi optimum yang telah didapatkan dari prosedur sebelumnya dan pada rentang suhu 30°C s.d. 70°C. Waktu dan suhu optimum tersebut akan digunakan untuk uji aktivitas setelah dilakukan pengendapan enzim. Presipitan yang digunakan adalah ammonium sulfat, garam dapur (NaCl), etanol, dan isopropanol. Variasi konsentrasi dan jenis presipitan digunakan untuk mendapatkan enzim papain hasil isolasi yang memiliki tingkat aktivitas protease tertinggi. Adapun uji aktivitas protease dilakukan dengan menpikur absorbansi spektrofotometri reaksi hidrolisis kasein yang dikatalisis oleh papain. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pengendapan dengan ammonium sulfat dengan konsentras1 10% memberikan aktivitas yang paling baik, yaitu sebesar 22,599 FU (Enzyme Unit). Sedangkan pengendapan enzim dengan isopropanol memberiKan aktivitas sebesar 22,113 EU, dengan etanol sebesar 22,092 EU, dan dengan NaCI pada konsentrasi 40% sebesar 5,078 EU. Hal ini disebabkan karena ammonium sulfat mempunyai valensi anion yang paling bespr, kestabilan yang paling tinggi, dan toksisitas yang rendah terhadap papain."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esih Praharaningsih
"Tumbuhan nanas memiliki kandungan enzim bromelin yang bermanfaat sebagai biokatalisator dalam reaksi hidrolisis protein. Karena aktivitas protease tersebut, enzim bromelin banyak diaplikasikan dalam bidang kedokteran, farmasi maupun industri tekstil, kosmetik dan bir. Untuk mendapatkan enzim bromelin dari buah nanas memerlukan teknik isolasi dan pengendapan yang tepat dan ekonomis. Metode isolasi enzim bromelin yang akan diajukan pada penelitian ini adalah dengan homogenisasi, sentrifugasi, dan pengendapan protein dengan variasi jenis presipitan. Pada tahap awal, enzim bromelin diekstrak menggunakan aseton sehingga diperoleh enzim kasar yang kemumiannya masih rendah. Selanjutnya ekstrak enzim kasar diuji dalam berbagai kondisi operas! untuk mendapatkan pH, waktu dan temperatur inkubasi optimum. Kemudian enzim dimumikan dengan variasi jenis pengendap seperti garam netral anorganik seperti NaCI, Na2S04, (Nh4)2SO4 dan pelarut organik seperti metanol, etanol, dan isopropanol. Untuk memperoleh aktivitas spesifik enzim tertinggi, digunakan variasi konsentrasi presipitan dan diuji dengan metode anson pada kondisi operasi optimum. Uji aktivitas protease dilakukan dengan metode Anson yaitu mengukur absorbansi spektrofotometri reaksi hidrolisis kasein yang dikatalisis enzim bromelin hasil isolasi. Perbedaan hasil serapan antara enzim yang dimumikan dengan variasi jenis pengendap dan blanko merupakan derajat kemumiaan enzim tersebut yang diberikan dalam bentuk aktivitas enzim dalam satuan nanokatal/mg protein. Kadar protein hasil isolasi sebesar 0.51 mg/ml diukur dengan metode Lowry. Ekstrak kasar enzim memiliki aktivitas spesifik sebesar 32.2 nkat/mg protein. Dari hasil percobaan diperoleh pH optimum enzim bromelin adalah 7, suhu dan waktu inkubasi optimum pada 50°C dan 30 menit. aktivitas tertinggi enzim bromelin sebesar 89.1 nkat/mg protein, naik sekitar 2.5 kali enzim yang tidak dimumikan. Hasil tersebut merupakan hasil pemumian enzim dengan garam anorganik amonium sulfat yang bersifat stabil, toksisitas rendah dan kekuatan anionnya paling tinggi diantara garam anorganik serta pelarut organik lain. Hasil pemurnian enzim dengan NaCI, Na2SO4 CH3OH, C2H5OH, dan isopropanol masing-masing sebesar 37.4, 64.9, 53.1, 74.9 dan 71.5 nkat/mg protein."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrie
"Konsumsi obat melalui mulut (oral drug administration) merupakan salah satu metode konsumsi obat yang paling banyak digunakan karena kemudahannya dalam proses pengiriman obat ke dalam tubuh dan juga karena efek sampingnya yang ditimbulkan relatif kecil. Masalah yang ada pada metode konsumsi ini adalah ekstrimnya perubahan pH yang terdapat dalam sistem pencernaan manusia. Perubahan pH yang ekstrim ini dapat membuat obat luruh terlebih dahulu dan tidak dapat bekerja secara efektif. Untuk itu dikembangkan sediaan yang dapat melepaskan obat secara terkendali (controlled drug release/CDR). Pada penelitian ini sediaan CDR dibentuk dengan metode gelasi ionotropik menggunakan biopolimer kitosan, senyawa tripolifosfat (TPP) sebagai penaut silang, dan parasetamol sebagai model obat. Pada penelitian ini pengaruh konsentrasi TPP sebagai penaut silang diamati terhadap muatan parasetamol dalam sediaan dan terhadap profil pelepasan parasetamol dalam fluida yang menyerupai fluida dalam sistem pencernaan manusia. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mikrosfer kitosan-TPP yang dibuat melepaskan parasetamol paling banyak dalam larutan buffer pH 6,8, yang menstimulasi larutan pada usus besar. Sementara muatan obat maksimum dalam sediaan CDR ini diperoleh dari mikrosfer kitosan dengan TPP sebesar 4%.

Oral drug administration is one of the drug delivery methods that is most widely used because of its simplicity in the process of drug delivery into the body and also because of the side effects caused are relatively small. However, this method had a problem. The problem with this method of consumption is extreme pH changes are present in the human digestive system. This extreme pH changes can damage the drug so the drug may not work effectively. For that reason, This study developed drugs preparations that can release drugs in a controlled time (controlled drug release/CDR). In this study, the method of formation of CDR preparations is ionotropic gelation using biopolymers chitosan, Tripolyphosphate as cross-linking agents, and paracetamol used as a model drug. In this study the influence of the concentration of TPP as a cross-linking agents are observed against paracetamol’s loading in the preparation and the release profiles of paracetamol in a fluid-like fluid in the human digestive system. From the results of this research note that the chitosan-TPP microspheres made most of paracetamol release in pH 6.8 buffer solution, a solution that stimulates the colons. While the maximum drug payload in the preparation of this CDR obtained from chitosan microspheres with TPP by 4%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>