Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This research is cunducted to understand seasonal variation of surface current circulation over the Indian Ocean. The method used in this research was discriptive analysis. The data used were the seasonal surface wind direction and velocity from Ocean Surface Current Analysis Real - Time - National Oceanic and Atmospheric Administration (OSCAR - NOAA). The result showed that the seasonal variation of surface current circulation is influeced by movement of wind. During west season the north equatorial current is formed. during west season, the first transition season and east season is formed eddy current at western of Sumatera Island. "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Khanza Aulia Prijonggo
"Latar Belakang: Gipsum tipe III banyak digunakan pada bidang kedokteran gigi dalam pembuatan model studi dan model kerja yang hanya digunakan sekali dan menjadi limbah. Gipsum memiliki sifat reversibel sehingga dapat dilakukan daur ulang gipsum melalui proses dehidrasi untuk mengubah limbah menjadi menjadi gipsum daur ulang berupa pengganti bubuk pabrikan. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh variasi suhu dehidrasi terhadap waktu pengerasan pada gipsum tipe III daur ulang. Tujuan: Menganalisis pengaruh variasi suhu dehidrasi terhadap waktu pengerasan pada gipsum tipe III daur ulang. Metode: Dua belas spesimen gipsum tipe III dengan dimensi 5x5x5 cm3 dibagi menjadi enam kelompok uji gipsum daur ulang spesimen berdasarkan variasi suhu dehidrasi dengan rentang 110-160˚C menggunakan laju pemanasan 10˚C selama 60 menit dengan masing-masing kelompok empat spesimen. Perhitungan durasi waktu pengerasan dilakukan dengan menggunakan uji Vicat sesuai ISO 6873:1983 dan ADA No. 25. Analisis data yang digunakan menggunakan uji One way ANOVA dengan uji post hoc Bonferroni. Hasil: Uji waktu pengerasan pada gipsum Pro Solid Super Yellow tipe III, terdapat perbedaan waktu pengerasan antar kelompok. Kelompok dengan suhu dehidrasi 110˚C dan 120˚C tidak terjadi pengerasan sehingga tidak dapat dilakukan uji data. Pada kelompok suhu dehidrasi 130˚C, 140˚C, 150˚C, dan 160˚C didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05). Kesimpulan: Semakin tinggi suhu dehidrasi maka durasi waktu pengerasan menjadi lebih lama. Namun, pada kelompok dengan suhu dehidrasi 110˚C dan 120˚C tidak terjadi pengerasan selama waktu pengerasan.

Background: Type III gypsum are widely used in the field of dentistry in the manufacture of study models and working models that are only used once and become waste. Gypsum has reversible reaction properties so that gypsum recycling can be carried out through a dehydration process to convert waste into recycled gypsum in the form of a substitute for manufactured powder. Until now, there has been no research on the effect of dehydration temperature variations on the setting time of recycled type III gypsum. Objective: Analyzing the effect of dehydration temperature variation on setting time of recycled type III gypsum. Research Methods: Twelve type III gypsum specimens with dimensions of 5x5x5 cm3 were divided into six groups of recycled gypsum test specimens based on variations in dehydration temperature with a range of 110-160˚C used a heating rate of 10˚C for 60 minutes with each group of four specimens. The calculation of the setting time test was carried out using a Vicat needle according to ISO 6873: 1983 and ADA No. 25. Data analysis used the One way ANOVA test with Bonferroni post-hoc test. Results: Setting time test on Pro Solid Super Yellow type III gypsum, there is a difference in setting time between groups. The 110˚C and 120˚C dehydration temperature groups had no change so that the data test cannot be carried out. In the 130˚C, 140˚C, 150˚C, and 160˚C dehydration temperature groups, the significance value was 0.001 (p<0.05). Conclusion: The higher the dehydration temperature, the longer the setting time reaction. However, in the groups with dehydration temperatures of 110˚C and 120˚C, no change during the setting time. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., 1992
331.127 MAC
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jones, Clara B.
"The proposed project will place particular emphasis upon the adaptive complex in relation to endogenous (e.g., genomes, neurophysiology) and exogenous (abiotic and biotic, including social environments) organismal features discussed as regulatory and environmental perturbations with the potential to induce, and, often, constrain variability and novelty of form and function"
New York: Springer, 2012
e20401764
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Nurdiatmoko
"Fungsi utama kondensor uap pada suatu instalasi pembangkit tenaga uap adalah untuk mengkondensasikan uap buangan dari turbin dan dengan demikian rnemulihkan air-umpan berkualitas-tinggi untuk dipakai Iagi dalam siklus. Jika air pendingin yang bersirkulasi cukup rendah, akan menimbulkan tekanan balik yang rendah untuk membuang uap keluar dari turbin. Hal ini akan menurunkan tekanan akhir yang keluar dari turbin sehingga daya turbin akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan instalasi yang tidak meggunakan kondensor. Atau dengan daya turbin yang tetap, efisiensi instalsi akan meningkat.
Kondensor uap yang merupakan alat penukar kalor berpendingin air akan sangat dipengaruhi oleh kondisi air pendingin atau sirkulasi, baik suhu atau kebersihannya.
Pada pembuatan tugas akhir ini akan diperhitungkan pengaruh dari variasi suhu air pendingin terhadap unjuk kerja kondensor. Perhitungan diambil berdasarkan data-data yang didapat dari PLTU Muara Karang unit 3.
Hasil akhir dapat dilihat bahwa dengan sernakin tingginya suhu air pendingin, maka akan meningkatkan tekanan lcondensor, suhu saturasi kondensor, beda suhu rata-rata, koefisien perpindahan kalor total dan beban kalor konclensor. Dan dari sini akan mengakibatkan makin menurunnya efisiensi termal siklus."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Desi Ermaleni Br
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sangat peka terhadap faktor iklim, khususnya curah hujan, suhu, dan kelembaban. Curah hujan di Kota Yogyakarta dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi antara 1.660-2.500 milimeter per tahun mendukung ketersediaan habitat nyamuk. Suhu dan kelembaban di Kota Yogyakarta berada pada rentang suhu dan kelembaban optimum nyamuk untuk bertumbuh dengan baik yaitu pada suhu 25-27°C dan kelembaban antara 60-80%. Sehingga Insiden DBD di Kota Yogyakarta masih tinggi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan iklim terhadap insiden DBD. Studi ekologi dilakukan selama 3 bulan menggunakan data skunder. Unit analisis yang digunakan adalah bulan Januari-Desember dari tahun 2004-2013. Selanjutnya akan dianalisis secara statistik dan grafik. Curah hujan dengan insiden DBD tahun 2004-2013 memiliki r sebesar 0,333 dengan korelasi sedang dan pola positif dan nilai p sebesar 0,002. Suhu dengan insiden DBD memiliki r sebesar 0,186 dengan korelasi lemah dan nilai p sebesar 0,051. Kelembaban dengan insiden DBD memiliki r sebesar 0,571 dengan korelasi kuat dan pola positif dan nilai p sebesar 0,000. Curah hujan dan kelembaban tahun 2004-2013 memiliki hubungan yang signifikan dengan insiden DBD. Sedangkan suhu tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan insiden DBD.

Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) is spread by Aedes Aegypti is extremely sensitive toward climate, particularly the intensity of rainfall, temperature, and humidity. The intensity of the rainfall which is approximately 1.660-2500 millimeter/year supports the mosquito habitation in Yogyakarta. The temperature and damp in Yogyakarta are in the temperature and humidity optimum where mosquito can grow well; temperature 25-27?C and humidity between 60-80%. Thus, DHF in Yogyakarta is still high. The aim of this research is to analyze the correlation between climate toward DHF incidence.This research uses ecology study and community vulnerability which is done in three months using secondary data. The analisys unit are January-December period 2004-20013. It is analyzed in accordance with statistic and graphic. The intensity of rainfall with DHF incidence in 2004-2013 has r 0,333 with the average correlation and positive pattern and p value 0,002. The temperature with DHF incidence has r 0,186 with weak correlation and positive pattern and p value 0,051. The humidity with the DHF incidence has r 0,571 with a strong correlation and positive pattern and p value 0,000. Rainfall and humidity in 2004-2013 had a significant correlation with the incidence of DHF. While the temperature has no significant correlation with the incidence of DHF."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Saputra
"Mangan dioksida (MnO2) merupakan salah satu bahan baku yang memiliki potensi untuk dijadikan katoda pada baterai ion lithium yang bersifat rechargeable. Mangan dioksida memiliki kapasitas penyimpanan mencapai 615 mAh/g. MnO2 dapat diperoleh dengan cara elektrolisis dari larutan mangan sulfat (MnSO4). Proses elektrolisis dilakukan dengan variasi arus yaitu 0,5 A dan 1 A, pH sebesar 1 dan 3, temperatur sebesar 70 °C, 80 °C, 90 °C dan 95 °C serta variasi waktu selama 3 jam, 5 jam, 7 jam dan 9 jam untuk mengetahui pengaruh arus, pH, temperatur dan waktu terhadap perolehan massa, kandungan kimia, struktur kimia serta morfologi MnO2 yang terbentuk. Dari hasil percobaan, perolehan massa MnO2 tertinggi didapatkan pada arus 1 A, pH 3, temperatur 90 °C dan waktu elektrolisis selama 9 jam yaitu sebesar 13,57 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan peningkatan temperatur dan bertambahnya waktu elektrolisis akan didapatkan endapan MnO2 yang semakin tinggi. Hasil dari proses elektrolisis kemudian dilakukan karakterisasi XRD, XRF dan SEM. Dari pengujian XRD diketahui bahwa senyawa yang terbentuk pada endapan hasil elektrolisis merupakan senyawa akhtenskite MnO2 (ε-MnO2) yang memiliki sistem kristal hexagonal. Hasil karakterisasi XRF diketahui bahwa endapan yang diperoleh dari proses elektrolisis memiliki kadar MnO sebesar 92,40 %. Dari hasil pengamatan SEM, diketahui bahwa produk MnO2 yang dihasilkan memiliki morfologi partikel yang membulat yang memiliki ukuran diameter dengan rentang 0,1-0,9 μm.

Manganese dioxide (MnO2) is a material that has the potential to be used as a cathode in rechargeable lithium-ion batteries. Manganese dioxide has a storage capacity of up to 615 mAh/g. MnO2 can be obtained by electrolysis of a solution of manganese sulfate (MnSO4). The electrolysis process was carried out with variations in currents of 0.5 A and 1 A, pH of 1 and 3, temperatures of 70 °C, 80 °C, 90 °C and 95 °C and time variations for 3 hours, 5 hours, 7 hours and 9 hours to determine the effect of current, pH, temperature and time on mass gain, chemical content, chemical structure and morphology of MnO2 formed. From the experimental results, the highest mass gain of MnO2 was obtained at a current of 1 A, pH 3, a temperature of 90 °C and an electrolysis time of 9 hours, which was 13.57 grams. The results showed that with increasing temperature and increasing electrolysis time, higher MnO2 precipitates were obtained. The results of the electrolysis process were then characterized by XRD, XRF and SEM. The XRD test shows that the compound formed in the electrolysis precipitate is an akhtenskite MnO2 (ε-MnO2) compound which has a hexagonal crystal system. The results of XRF characterization showed that the precipitate obtained from the electrolysis process had a MnO content of 92,40 %. The SEM image shows that the MnO2 sample has a spherical shape with particle diameters in the range 0,1-0,9 μm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fardzan Rukmana
"Dalam dua dekade terakhir Kota Bekasi mengalami transformasi pesat menjadi wilayah urban. Hal ini dapat dilihat dari meluasnya lahan terbangun, bertambahnya kepadatan penduduk, dan kegiatan ekonomi yang berfokus pada industry dan jasa. Kondisi ini membuat lahan pertanian di Kota Bekasi terbatas, yaitu ditemukan dalam bentuk sawah, lahan kering, dan tanah perkarangan yang tersebar dalam luasan kecil. Kegiatan pertanian di Kota Bekasi masih bertahan karena peranan multifungsi yang dimilikinya, dan dilakukan secara marjinal oleh rumah tangga pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variasi spasial lahan pertanian urban di kota Bekasi yang terlihat dari pola sebarannya dan karakteristik pelaku serta produksinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan analisis spasial deskriptif yang diperdalam dengan adanya survei lapangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertanian Kota Bekasi tersebar akibat minimnya lahan terbuka untuk digarap, lahan pertanian yang sempit ditemukan pada wilayah kota dengan kepadatan penduduk tinggi dan jaringan jalan rapat, begitu pula sebaliknya. Pelaku pertanian didominasi oleh rumah tangga petani gurem dan terkonsentrasi pada wilayah kecamatan dengan luas lahan pertanian yang sedikit. Sementara luas lahan pertanian menjadi faktor penting pada jumlah produksi pertanian namun keterkaitannya berkurang ketika membahas produktivitas yang faktor penentunya tak sebatas luas lahan pertanian belaka.

In the last two decades, Bekasi City has undergone rapid transformation into an urban area. This can be seen from the expansion of built-up land, increasing population density, and economic activities that focus on industry and services. This condition makes agricultural land in Bekasi City limited, which is found in the form of rice fields, dry land, and garden land which are spread over a small area. Agricultural activities in Bekasi City still survive because of their multifunctional role, and are carried out marginally by agricultural households. This study aims to explain the spatial variation of urban agricultural land in the city of Bekasi which can be seen from the distribution pattern and the characteristics of the actors and their production. To achieve this goal, this study uses quantitative methods with a descriptive spatial analysis approach which is deepened by field surveys. The results of this study indicate that agriculture in Bekasi City is spread due to the lack of open land for cultivation, narrow agricultural land is found in urban areas with high population density and dense road networks, and vice versa. Agricultural actors are dominated by smallholder farmer households and are concentrated in sub- districts with a small area of agricultural land. While the area of agricultural land is an important factor in the amount of agricultural production, the relationship is reduced when discussing productivity, the determining factor is not only the area of agricultural land."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Seasonal variation in nitrogen cycling at the upper layer of the Pasing River estuary in Manila bay was calculated during January 1996 to December 1998 by using the numerical ecosystem model...."
MAREIND
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>