Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95233 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khatibul Umam Wiranu
"ABSTRAK
Klaim konsensus yang menjadi dasar kebijakan politik Orde Baru memunculkan berbagai persoalan, jika dikaitkan dengan nilai-nilai konsensus dalam perspektif Jürgen Habermas. Habermas mengandaikan konsensus dalam ruang tanpa paksaan dan dominasi yang membuat legitimasi konsensus Orde Baru patut dipertanyakan. Tiga peristiwa yang dianggap sebagai konsensus, yakni Sumpah Pemuda (1928), Pancasila (1945) dan Orde Baru (!966) mengandung asumsi atas kuatnya kepentingan kekuasaan dan pihak-pihak tertentu begitu besar mewarnai proses pengesahan konsensus tersebut. Redaksi Sumpah Pemuda (1928) yang menjadi referensi persatuan dan kesatuan bangsa, lahir dari sebuah pemikiran akan pentingnya menyatukan bangsa dibawah asumsi persatuan bangsa, bahasa, dan tanah air. Dilihat dari tujuannnya, hal tersebut memiliki efek besar pada terciptanya nasionalisme kebangsaan, khususnya untuk mengusir penjajah dan menjadi bangsa yang merdeka. Meski demikian, proses pengesahan redaksi Sumpah Pemuda sendiri terkesan sangat sederhana. Meskipun proses menuju kesepakatan redaksi Sumpah Pemuda bukanlah hal yang simpel dan sederhana, setelah didahului peredebatan panjang dengan mendengarkan berbagai pendapat elemen bangsa yang beraneka ragam. Dipandang dari paradigma komunikatif, konsensus Sumpah Pemuda merupakan bagian dari komunikasi politik. Momen tersebut juga bagian dari ruang publik politik dimaksud, dimana semua partisipan dalam ruang publik politik memiliki peluang yang sama untuk mencapai suatu konsensus yang fair dan memperlakukan mitra komunikasinya sebagai pribadi otonom yang mampu bertanggung jawab dan bukanlah sebagai alat yang dipakai untuk tujuan-tujuan diluar diri mereka. Bahkan dengan tegas, efek dari momen Sumpah Pemuda memunculkan semangat nasionalisme yang menjadi bekal dalam mengisi kemerdekaan. Kepentingan nasionalisme itu sendiri mewadahi ruang publik politik yang "inklusif", "egaliter", dan "bebas tekanan". Konsensus kedua, yakni konsensus Pancasila, bersumber pada kehendak untuk menyatukan visi kebangsaan dibawah naungan satu ideologi, yakni Pancasila. Meski kalangan religius pada awalnya menentang dihapuskannya tujuh kata pada sila pertama Pancasila, namun dengan memahami keberatan dari kalangan non muslim, serta mempertimbangkan cita-cita kemerdekaan dan persatuan Indonesia, maka mereka sepakat Pancasila dengan lima sila yang dikenal sampai hari ini, sebagai dasar negara. Syarat-syarat konsensus yang digagas Habermas terpenuhi dalam proses menuju kesepakatan dasar negara ini. Sedangkan konsensus Orde Baru sangat jelas mengakomodasi kepentingan kekuasaan Orde Baru. Munculnya konsensus tersebut yang berdasar dari hasil Seminar Angkatan Darat II tahun 1966, menegaskan bahwa pihak-pihak yang merumuskan kebijakan kenegaraan tersebut adalah mereka yang termasuk berada dalam lingkaran kekuasaan. Peserta seminar baik dari kalangan akademisi, aktivis, dan militer, terbukti dalam sejarah bahwa mereka adalah pendukung setia Orde Baru. Justifikasi etis dan politis yang menjadi prasyarat konsensus tidak dimiliki secara penuh, sehingga konsensus tersebut lebih bermakna ideologis ketimbang kepentingan untuk mewadahi aspirasi dan partisipasi rakyat secara utuh."
2007
T19486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991
973.23 Kon
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991
973 KON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Solichin Salam
Jakarta: Menara Kudus, 1983
920.72 SOL k (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Balai Pustaka, 1985
320.095 98 TER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adi Nugroho
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas latar belakang lahirnya Lembaga Kebudayaan Nasional; konsepsi yang digunakannya dalam beraktivitas; dan sikap-sikap kelembagaan terhadap isu-isu kebudayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dan kepustakaan sumber primer dengan pendekatan historiografi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa LKN lahir dari hasil kongres PNI untuk dijadikan sayap perjuangan marhaenisme di bidang kebudayaan. Sikap-sikap LKN berpokok pada ajaran marhaenisme, yaitu memperjuangkan rakyat dan menolak imperialisme.

ABSTRACT
This thesis discusses the background of the birth of the National Cultural Institute; conception used in the move; and institutional attitudes towards cultural issues. The method used in this research is analytical and descriptive literature with approach historiography. This study concluded that the LKN was bor from the congreesional wing of the PNI to be Marhaenism struggle in the field of culture. LKN attitudes be based on the teachings Marhaenism, the fight for the people and resist imperialism."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42521
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Marwati Djoened Poesponegoro
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], 1990
959.8 MAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marwati Djoened Poesponegoro
Jakarta: Balai Pustaka, 1990
959.8 MAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sartono Kartodirdjo, 1921-2007
"Buku ini berisi informasi sejarah sejak periode Kebangkitan Nasional dan masa akhir Hindia Belanda sekitar tahun 1900-1942"
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1975
959.8022 SAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>