Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148259 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilda Natassa Putri
"Tesis ini membahas mengenai masyarakat Lampung Pepadun yang termasuk kedalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patrilineal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan pada masyarakat Lampung Pepadun dilangsungkan dengan perkawinan jujur. Harta warisan menurut hukum adat masyarakat Lampung Pepadun dibedakan antara harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Sistem pembagian warisan menurut hukum adat Lampung Pepadun dilakukan dengan sistem pewarisan mayorat laki-laki. Kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat Lampung Pepadun tidak terhitung sebagai ahli waris dari harta peninggalan orangtuanya dan bagian yang diterima oleh anak perempuan hanya bersifat pemberian yang merupakan tanda kasih sayang, hal ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa anak perempuan mendapatkan bagian warisan.

This thesis discusses about Pepadun Lampung society into groups which include people who embrace patrilineal kinship system. The results of this study indicate that the marriage in community of Lampung Pepadun held with jujur marriage. Inheritance under customary law society Lampung Pepadun distinguished between inheritance of high and low inheritance. System of inheritance under customary law Lampung Pepadun done with inheritance system mayorat men. The position of girls in Lampung Pepadun customary inheritance law does not count as an heir of her parents and the inheritance received by girls are only a sign of affection, this is contrary to Islamic Law which states that girls get a share of inheritance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliyana Yustikarini
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan anak (perempuan) dalam hukum waris adat, khususnya daerah Batak. Di Batak kedudukan anatar anak laki-laki dengan anak perempuan tidaklah sama. Anak laki-laki kedudukannya lebih istimewa di bandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki merupakan penerus keturunan dan selalu seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Sedangkan anak perempuan tidak selamanya seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Anak perempuan setelah dikawin jujur, hak dan kewaj iban pindah ke keluarga suami, sehingga anak perempuan bukan ahli waris ayahnya. Di Batak tidak mengenal anak perempuan sebagai ahli waris tetapi di sana dikenal adanya lembaga "Holong Ate". Lembaga "Holong Ate" ini dapat memperluas hukum waris adat setempat. Anak perempuan dapat meminta bagian dari ayah sebagai pemberian atau hibah sebelum dia rnanikah. Pemberian harta peninggalan ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah ayahnya meninggal, ini merupakan wujud dari kasih sayang ayah kepada anak perempuan. Akan tetapi pemberian harta peninggalan ini tidak berlaku pada harta pusaka (leluhur). Dengan adanya lembaga "Holong Ate" ini kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki akan menjadi sarna dalam hal mewaris. Akan tetapi masyarakat Batak tidak semuanya mempergunakan lembaga "Holong Ate" dalam kewarisan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Susana
"Hukum Islam tidak membenarkan pengangkatan anak dengan tujuan menjadikannya sebagai anak kandung. Akibatnya anak angkat tidak mewaris atas harta peninggalan orang tua angkatnya. Namun, sebaliknya anak angkat tetap mempunyai hak waris terhadap harta peninggalan orang tua kandungnya. Hal tersebut terjadi karena dalam hukum Islam hak waris timbul dari hubungan darah dan hubungan perkawinan. Hubungan antara anak angkat dengan kedua orang tua angkatnya merupakan hubungan yang timbul dari perasaan simpati, tolong menolong dan kewajiban untuk berbagi pada sesama manusia yang merupakan anjuran bagi setiap orang muslim. Pemahaman mengenai kedudukan waris anak angkat belum sepenuhnya dipahami oleh semua orang, sehingga seringkali menimbulkan sengketa waris yang melibatkan anak angkat. Sengketa waris yang terjadi dapat mengakibatkan hubungan persaudaraan yang sudah dibina menjadi rusak apalagi bila sengketa tersebut hingga memasuki ruang pengadilan.
Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam yang mengatur mengenai wasiat wajibah bagi anak angkat merupakan suatu kebijaksanaan Hukum Islam terhadap kedudukan waris anak angkat tersebut. Selain itu pasal 210 mengenai Hibah juga dapat dilakukan sebagai jalan keluar bagi permasalahan waris yang berkaitan dengan anak angkat. Namun demikian isi pasal 209 dan pasal 210 Kompilasi Hukum Islam belum juga dapat menghindari terjadinya sengketa waris berkaitan dengan anak angkat. Notaris sesuai dengan kedudukan dan fungsinya sangat diperlukan dalam mencegah dan mengidentifikasi potensi sengketa yang mungkin terjadi. Tesis ini menjelaskan kedudukan Notaris berkaitan dengan kewenangannya dalam membuat akta otentik serta bagaimana kewenangan tersebut dapat dilaksanakan sebagai tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya sengketa waris yang melibatkan anak angkat.

Islamic law does not justify the child adoption with the aim of making it as a biological child. As a result, the adopted child does not have the right of adoptive parent`s inheritance. On the contrary the adopted child continues to have inheritance rights of biological parent`s inheritance. This happens because the Islamic law of inheritance rights arising from blood ties and marital relationships. The relationship between adopted children with adoptive parents is a relationship arising from feelings of sympathy, help of each otherand obligation to share with each other who are recommended for every Muslim. An understanding of the position of adopted child inheritance is not always fully understood by every Muslim, so that often lead to disputes involving beneficiary foster child. Inheritance disputes that occur can lead to damaged of fraternal relations that have been nurtured especially if the dispute is brought into the court.
Article 209 Compilation of Islamic Law which governs "wajibah" legacy for the adopted child was wisdom of Islamic Law on inheritance position of adopted child. In addition, Article 210 of the "Hibah" can also be treated as a solution to the problems associated with inheritance of an adopted child. However, the contents of Article 209 and Article 210 of Islamic Law Compilation yet also can avoid inheritance disputes relating to the adopted child. Notary in accordance with their position and function is needed in preventing and identifying potential disputes that may occur. This thesis describes the position of notary related to its authority in making authentic documents and how these powers could be implemented as a preventative measure against the possibility of inheritance disputes involving foster children."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28183
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wuryanto Rahardjo
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan anak dalam hukum waris menurut BW dan hukum adat. Dalam pembahasannya dilakukan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridhwan Indra
Jakarta: Haji Masagung, 1993
297.432 RID h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"dalam Persepektif islam, secara teologis tidak ada satupun ayat maupun hadis yang membenarkan menjadikan perempuan sebagai objek kekerasan dan penindasan di dalam perkawinan. namun dalam undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum islam di dapat dikategorikan sebagai kebijakan yang bias gender ysng menempatkan perempuan dalam posisi sebagai objek kekerasan yang berdampak pada berbagai bentuk ketidakadilan bagi perempuan. reinterprestasi maupun rekontruksi terhadap penafsiran pemahaman agama yang bias gender perlu dilakukan secara simultan dengan advokasi untuk perubahan kebijakan agar terjadi perubahan sikap dan prilaku secara struktural maupun kultural yang adil gender. substansi ajaran agaman yang bias gender tidak akan mungkin berubah menjadi adil gender kalau secara struktural para ulama, penafsir dan ahli agama serta para penyelenggara negara tidak sensitif gender apalagi buta gender"
306 JP 73 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmariani
"Kedudukan seorang cucu tidak secara tegas dan rinci diatur dalam Al-Qur'an maupun Sunnah, Awalnya hal ini menyebabkan pendapat seorang cucu menjadi berbeda-beda. Begitupun dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh para hakim di Peradilan Agama. Tetapi sejak dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tenpang Kompilasi Hukum Islam, maka kedudukan seorang cucu dan bagiannya sebagai ahli waris pengganti menjadi jelas, seperti yang terdapat dalam pasal 185 ayat (1), yaitu bahwa ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anak-anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173, dengan pembatasan yang terdapat dalam pasal 185 ayat (2) bahwa bagian ahli waris penggati tersebut tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Hal tersebut menjadikan Kompilasi Hukum Islam kemudian diterapkan dalam pengambilan keputusan untuk menangani kasus seorang cucu di Peradilan Agama, penerapan disini didasarkan atas prinsip keadilan. Kompilasi Hukum Islam, secara konstitusional, keabsahannya benar-benar bersifat legalitas atau legal law. Meskipun bentuk formal Kompilasi Hukum Islam hanya di dukung dalam bentuk Instruksi Presiden, tapi hal tersebut tidak mengurangi otoritasnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T16264
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Sismarwoto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soleman
"Apabila hukum dirumuskan sebagai kaidah, yaitu yaitu sebagai pedoman atau patokan perilaku, maka esensi dan eksistensinya ada di dalam pergaulan hidup yang disebut masyarakat. Masyarakat sebagai suatu pergaulan hidup itu beragam bentuknya. Ia dapat menunjuk pada kelompok-kelompok seperti keluarga, kesatuan hidup setempat, suku-bangsa, bangsa maupun negara.
Pengejewantahan hukum sebagai perilaku, menurut teori tindakan sosial (social action), hukum harus menjadi referensi. Di samping itu, dalam pengejewantahan sebagai perilaku aktor (warga masyarakat) memilih berbagai alternatif cara, dan juga dibatasi oleh kendala.
Friedman dan Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa terwujudnya hukum sebagai perilaku, didasarkan pada motif dan gagasan berupa:
a. kepentingan sendiri
b. sensitif terhadap sanksi
c. pengaruh sosial, dan
d. kepatuhan
Kendala bagi terwujudnya hukum sebagai perilaku, adalah faktor-faktor yang dipinjam dari Selo Soemardjan, tentang penolakan perubahan sosial. Hal-hal itu ialah:
a. nilai--nilai dan norma-norma
b. tekanan golongan kepentingan
c. risiko sosial
d. tidak memahami
Apabila hukum mengejewantah sebagai perilaku, maka masyarakat akan mengalami perubahan, yang disebut perubahan sosial. Perubahan itu akan menyangkut pranata/institusi, sebab isi utama dari masyarakat adalah pranata atau institusi ini.
Sesuai dengan latarbelakang di atas, maka penelitian ini menelaah dua hal, meliputi:
1. pengaruh hukum terhadap masyarakat
2. perubahan sosial sebagai akibat pengaruh hukum
Hukum yang ditelaah pengaruhnya, adalah hukum tertulis, yang bersumber pada perundang-undangan dan yurisprudensi Mahkamah Agung, mencakup:
a. Undang-undang No.l tahun 1974
b. Peraturan Pemerintah No.9 tahun 975
c. Yurisprudensi Mahkamah Agung,
(1)No. 130 K/Sip/1957
(2)No. 110 K/Sip/1960
(3)No. 179 K/Sip/1961
Penelitian ini menggunakan metode survey, dengan mengambil masyarakat Lampung Buay Subing sebagai kesatuan analisis, dengan anek Terbanggi dan Mataram Marga sebagai sampelnya. Pada dasarnya, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang hal berlakunya hukum dalam masyarakat, dengan melihat pula faktor relevan yang mendukung maupun menghambat terwujudnya perilaku hukum, dan menjabarkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya perubahan pada pranata/institusi perkawinan dan waris, maupun pranata yang kena dampak dari padanya.
Melalui perbandingan antara yang ideal dengan realita maka penelitian ini dapat mengenali perilaku masyarakat dalam dua kategori, yaitu perilaku sesuai dan tidak sesuai dengan hukum. Adanya perilaku yang sesuai dengan kaidah hukum, menandakan bahwa hukum mewujud sebagai perilaku, dan penelitian ini menemukan faktor: (1) kepentingan sendiri, (2) sensitif sanksi, (3) pengaruh sosial, dan (4) kepatuhan, merupakan faktor pendorong, tetapi dalam kontribusi yang rendah (kecil). Di sisi lain, dalam perilaku tidak sesuai dengan kaidah hukum, menandakan pula ada faktor yang menghambat. Faktor-faktor seperti: (a) nilai-nilai dan norma-norma (diwakili oleh adat-istiadat atau tradisi), (b) tekanan golongan kepentingan, (c) tidak memahami, dan (d) risiko sosial, merupakan faktor yang menyumbang pada tidak terwujudnya perilaku sesuai dengan hukum.
Penelitian ini juga menemukan kontribusi positif terhadap berlakunya hukum. Risiko sosial dan nilai-nilai dan norma-norma sosial menunjang atau memperkuat ide untuk mempersulit perceraian.
Pengaruh hukum, dalam hal ini Undang-undang No.1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975, ternyata tidak banyak. Perilaku hukum yang ada dalam masyarakat, walaupun perilaku itu diatur oleh kedua ketentuan itu, untuk sebagian besar adalah perilaku yang sudah terwujud sebelum kehadiran kedua ketentuan tadi.
Pengaruh yang dirasakan mempunyai dampak pada institusi lain terletak pada perkawinan dengan wanita lebih dari satu (poligami), dan menyentuh institusi atau pranata masyarakat yang disebut nyemalang. Di samping itu, ketentuan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah ini tidak saja membawa kaidah substansi dan kaidah tata cara, tetapi juga lembaga. Dalam masyarakat ada lembaga pencatatan perkawinan dan pengadilan yang sudah digunakan oleh masyarakat. Lembaga pencatatan perkawinan ternyata telah lama digunakan, tetapi lembaga pengadilan untuk hal-hal yang diatur oleh kedua ketentuan ini, misalnya untuk kawin ulang, masih relatif kecil.
Pada sisi lain, walaupun gejala perubahan yang ada dalam masyarakat bukan semata-mata pengaruh hukum, pada aspek tertentu, seperti: kedudukan yang seimbang antara suami-istri, harta bersama, mulai menapak. Artinya bahwa ada gejala yang berjalan ke arah yang dikehendaki oleh hukum (dalam hal ini Undang-undang No. 1 tahun 1974).
Pengaruh hukum (yurisprudensi Mahkamah Agung) di lapangan waris, terasa tidak ada, namun perubahan yang terjadi dalam masyarakat ternyata sebagian ada yang sesuai dengan ide yang terkandung dalam ketentuan ini melalui pemberian harta benda. Anak-anak (laki-laki dan perempuan) memperoleh harta benda, seperti dimaksudkan oleh yurisprudensi, namun bagian lain, ide tentang kesamaan hak, belum menjadi kenyataan (dalam pemberian harta benda, bagian anak laki-laki dan perempuan tidak sama). Lembaga pengadilan yang ada belum digunakan oleh warga masyarakat, khususnya kaum wanita, untuk memperoleh kesamaan hak dalam pembagian harta.
Melalui pembicaraan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan dari kaidah dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975, sepanjang kaidah yang dirumuskan belum menjadi pola kelakuan pada saat kehadiran keduanya, ternyata relatif kecil, dan yurisprudensi Mahkamah Agung belum menyentuh masyarakat ini. Kondisi ini mengambarkan bahwa keberlakuan (efektivikasi) hukum memang masih rendah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T6785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>