Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186709 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rini Wisnu Wardhani
"Teknologi telekomunikasi memungkinkan kita untuk selalu terkoneksi dimanapun dan kapanpun. Produk dan jasa dari penyedia layanan infrastruktur telekomunikasi terus memberikan layanan kepada penggunanya untuk dapat melakukan komunikasi lebih mudah, memiliki akses komunikasi cepat dan kapasitas pita yang lebar dengan harga yang terjangkau. Internet yang merupakan media (platform) yang melewatkan data menggunakan teknologi berbasis internet protokol (IP), jumlah penggunanya semakin meningkat dan keberadaannya mengubah arah dunia telekomunikasi kearah konvergensi. Konvergensi adalah bersatunya layanan telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran.
Dimasa persaingan antar penyedia jasa layanan telekomunikasi saat ini, bisnis telekomunikasi berkembang tidak hanya menjual infrastruktur tetapi juga layanan tambahan (value added service). Salah satunya adalah layanan keamanan CA (Certificate Authority) untuk menjamin keamanan dan kebenaran identitas dan data bagi setiap entitas yang melakukan transaksi elektronik.
Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) adalah Lembaga Pemerintahan Non Departemen yang memiliki ruang lingkup pengamanan (informasi) dalam pemerintahan. Dengan besarnya tingkat ancaman keamanan dalam transaksi elektronik, di era konvergensi ini kebutuhan keamanan publik sangat tinggi sehingga terdapat peluang untuk menyediakan layanan keamanan CA untuk memenuhi kebutuhan publik.
Dari hasil analisa potensi kompetitif penyediaan layanan CA di era konvergensi dengan menggunakan model Porter 5 Forces didapatkan hasil potensi kompetitif bernilai Medium. Saat ini posisi Lemsaneg dilihat dari faktor internal eksternal, berada pada Kuadran 1 (pada analisa SWOT) dan Sel 5 (pada matriks IE) yang merupakan arah penerapan strategi tumbuh (growth). Dengan menggunakan Pendekatan Manajemen Strategis, sesuai kondisi industri dan posisi organisasi saat ini didapatkan strategi bagi Lemsaneg adalah melakukan strategi pengembangan dan penetrasi pasar, agar penyediaan layanan CA menjadi layanan yang bernilai strategis bagi organisasi.

Telecommunication technology enable us to be correspondingly connected anywhere and anytime. Products and services of telecommunication provider always provide service to their customers for an easier life, fast communication access and wide bandwidth data at an affordable price. Internet, whose users increase, is passing data using Internet Protocol (IP) Based.It?s Presence turns telecommunication world into convergence. Convergence means the composite of telecommunication service, information technology and broadcasting.
During competition among telecommunication provider, the telecommunication businesses expand in sale not only infrastructure but also additional services (Value Added Service). One of those service is Certificate Authority (CA) to ensure the security service in electronic data transaction in convergence.
National Crypto Agency is the government institution which area of work is information pacification in the government area. Along with increase of threat safety in electronic transaction, the need of public safety is getting higher in this convergence era. So that it lent it self to provide CA security service to fulfill public needs.
From the competitive potential analysis result, which uses Porter 5 Force model in the convergence era, the writer obtained Medium Competitive Potential value. At moment, from internal and eksternal factor analysis, Lemsaneg was in first quadrant (in SWOT Analysis) and fifth cell (in IE Matrix), which mean Lemsaneg have to possess growth strategy implementation. With strategic management approach, market development and penetration is the strategy to make CA services as a strategic value of Lemsaneg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T28335
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Monintja, Mick Olaf
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai Akta Kelahiran yang merupakan suatu
produk hukum administrasi negara yang dikelola oleh pemerintah, namun
memiliki dampak langsung secara nyata terhadap aspek keperdataan seseorang
dimana merupakan bagian dari hukum perdata. Akta Kelahiran itu sendiri diatur
baik oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun oleh Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian dalam
tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan desain deskriptif dan perspektif
analitik. Hasil penelitian dalam tesis ini menyimpulkan bahwa meskipun
berkedudukan sebagai keputusan tata usaha negara namun karena sifatnya yang
berdampak langsung terhadap aspek keperdataan seseorang serta memiliki
landasan yuridis dalam hukum perdata, menimbulkan pengecualian sebagai objek
peradilan tata usaha negara.

ABSTRACT
This study analyzed about birth certificate which is a product of
administrative law that being controlled by government, but it is also a part of
civil law because its direct impact to human civil aspects. Birth certificate is
regulated both by Civil Code (KUH Perdata) and Law No. 24 of 2013 of
Population Administration. This research is normative juridical with descriptive
and analitical perspective interpretive. The researcher conclude that birth
certificate had an exception as an object in state administration judiciary,
eventhough birth certificate is a state administration decision, because it is had a
juridicial base in civil code and also its characteristic that affect human civil
aspects"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sennett, Richard
New York: Alfred A. Knopf, 1980
303.36 SEN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meissara Jovie Rosiana
"Konvergensi media menjadi salah satu strategi media bertahan dalam persaingan industri yang cukup kuat di era digital seperti saat ini. Kompas yang telah hadir lebih dari setengah abad sebagai media yang dipercaya masyarakat sebagai salah satu sumber berita yang kredibel pun ikut beradaptasi dengan mempraktikkan konvergensi media, sehingga lahir entitas baru salah satunya online. Sebagai entitas baru, Kompas.com melakukan rebranding untuk mempertegas positioning-nya.
Tesis ini menguraikan bagaimana strategi dalam proses rebranding Kompas.com. Penelitian ini dilakukan agar media baru yang semakin kompetitif dapat mempelajari strategi untuk penguatan branding dari salah satu media terbesar di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan strategi yang digunakan adalah Umbrella Branding Strategy yang menggunakan merek tunggal sebagai payung yakni, Kompas. Kemudian hasil dari strategi rebranding ini berimplikasi pada model bisnis Kompas.com untuk pertumbuhan pasar yang positif.

Media convergence became one of the media strategies to survive in digital era as it is today. Kompas has been present for more than half a century as a printed media which has trusted by the public as one of the credible news sources also participate in adapting to practice media convergence, so that the birth of new entities one of them online. As a new entity, Kompas.com rebranding to reinforce its positioning.
This thesis describes how the strategy in the process of rebranding Kompas.com. This research is conducted in order for an increasingly competitive new media to learn strategies for strengthening branding from one of the largest media in Indonesia. This research uses qualitative approach.
The results of this study shows that the strategy used is Umbrella Branding Strategy that uses a single brand as an umbrella namely, Kompas. Then the results of this rebranding strategy have implications on the market growth.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhly Haviz
"Dalam kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah telah diatur untuk menggunakan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), tidak terkecuali Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu yang mana telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada unit perangkat daerah tersendiri, termasuk perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran bagaimana pengaturan hukum serta peralihan wewenang dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu khususnya terkait perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu. Selain itu, penulisan skripsi ini juga mempunyai tujuan untuk memberikan masukan dalam memperbaiki pengaturan serta pelaksanan sistem pelayanan terpadu satu pintu pada bidang penanaman modal di Provinsi Bengkulu.
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilaksanakan melalui penelitian kepustakaan yang dititikberatkan kepada analisis terhadap peraturan perundang-undangan serta data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, sehingga penelitian ini dispesifikasikan ke dalam penelitian yang bersifat deskriptif analitis, dengan tahap-tahap penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan mengenai PTSP di Provinsi Bengkulu tidak mengatur secara detail beberapa aspek penting pelaksanaan PTSP itu sendiri seperti SDM, Keuangan dan Pengawasan, selain itu bentuk kelembagaannya masih setingkat kantor dimana notabene SKPD teknis yang bersinggungan dengan KP2T Provinsi Bengkulu telah berbentuk Dinas atau Badan yang mengakibatkan kesenjangan eselon pimpinan. Oleh karenanya diperlukan perubahan terhadap pengaturan pelaksanaan PTSP di Provinsi Bengkulu kedepannya agar dapat berjalan dengan optimal dalam melayani masyarakat.

Implementation of licensing and non-licensing services in locality government has been set up to use the One Stop Service (OSS), is no exception with Bengkulu Province Government which has been delegated one stop services authority to their own special local unit, including licensing and non-licensing in the field of investment.
This study aims to gain an idea of how the legal arrangements and transfer of authority in the implementation of the One Stop Services in particular related to the licensing and non-licensing in the field of investment in the Province of Bengkulu. In addition, this thesis also has the objective to provide input to improve the regulation and conduct of integrated one-stop service system in the field of investment in the province of Bengkulu.
Method approach in this study is normative juridical approach, legal research conducted through library research focused on an analysis of the legislation and the data obtained from observations and interviews, so this study is specified in the descriptive research analytical, with the stages of the research literature and field research.
This study shows that the regulation of PTSP in Bengkulu province does not regulate in detail some important aspects of the implementation of the OSS itself like human resources, finance and control, otherwise it the forms of institutions level is still offices, whereas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) as the counterpart of KP2T Bengkulu Province has institutional form with Department or Body which resulted a gaps of echelon leaders. Therefore, government need to changes the regulation of OSS implementation at Bengkulu Province in the future, to making the implementation of public services run better.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Candra
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih memiliki keterbatasan kewenangan. Penelitian ini akan membahas terkait peningkatan kewenangan DJP berdasarkan standar OECD. Peningkatan kewenangan yang dimaksud antara lain pembuatan peraturan pelaksanaan perpajakan, penetapan sanksi administrasi, penetapan standar pelayanan, manajemen anggaran, perencanaan struktur organisasi, dan manajemen SDM dalam proses rekrutmen pegawai. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data kualitatif diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa kewenangan DJP saat ini masih terbatas dan perlu adanya peningkatan kewenangan DJP dengan mempertimbangkan kesiapan dari DJP.

The Directorate General of Taxes has limited authority. This research will discuss the measures on how to increase the authority of the Directorate General of Taxes based on the OECD standard. Improvement of the authority covers tax law interpretation designing, penalties and interest, performance standard setting, budget expenditure management, organization and planning, and human resource management in recruitment process. This research uses descriptive qualitative with research design. We uses the study of literature and deep interviews to obtain the data. Based on the research, the author conclude that the Directorate General of Taxes’s authority is still limited, and it needs to be increased by considering the readiness of the Directorate General of Taxes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S55685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eckstein, Harry
London: John Wiley & Sons, 1975
301.155 2 ECK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Rizmadeta
"UU Cipta Kerja mengubah beberapa pengaturan perizinan, termasuk perizinan bangunan gedung. Tahun 2021 lalu, MK mengeluarkan Putusan MK No. 91/PUUXVIII/2020 yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sehingga pelaksanaan UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan hal-hal strategis dan berdampak luas harus ditangguhkan termasuk membentuk peraturan pelaksana baru. Dalam pengimplementasiannya, penyelenggaraan PBG mengalami kendala di daerah, dalam penelitian ini adalah Kota Serang. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen yang terdiri atas bahan hukum primer dan sekunder, serta wawancara dengan pihak terkait. Dalam penelitian ini, kewenangan pemerintah dalam penyelenggaraan PBG setelah UU Cipta Kerja masih menjadi kewenangan daerah yang dilaksanakan oleh DPMPTSP. Kewenangan tersebut masih sama dengan regulasi bangunan gedung sebelum UU Cipta Kerja. Hubungan kewenangan pusat dan daerah terlihat dari terintegrasinya pemerintah pusat dan daerah melalui sistem SIMBG yang mana pemerintah pusat dapat melakukan pengawasan langsung terhadap izin yang diterbitkan oleh daerah. Adapun kendala yang dihadapi oleh Kota Serang dalam penyelenggaraan PBG setelah UU Cipta Kerja adalah tidak adanya penyesuaian regulasi daerah terhadap UU terbaru. Sehingga, penyelenggaraan PBG terhambat termasuk penarikan retribusinya yang menyebabkan perolehan PAD menurun. Putusan MK tersebut tidak berimplikasi terhadap pembentukan regulasi PBG di daerah mengingat pemerintah daerah hanya melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan dalam beberapa peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja. Oleh sebab itu, penulis berharap Kota Serang dapat segera mengesahkan Perda PBG yang telah disesuaikan dengan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Hal tersebut sebagai solusi permasalahan penyelenggaraan PBG di daerah terutama dalam hal retribusi.

Law of the Job Creation led to changes in building permit regulation. In 2021, the Constitutional Court of Indonesia issued Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 which stated that the Law of the Job Creation was unconstitutional so its implementation related to strategic matters and had a broad impact should be suspended, including forming new implementing regulations. There are some constraints on the level of local government in the implementation of building permits. This research uses juridical-normative methods with data collection tools in the form of document studies consisting of primary and secondary legal materials, as well as conducting interviews with related informants. In this research, implementation of PBG after the Law of the Job Creation is still a regional authority implemented by DPMPTSP. This authority is still the same as the building regulations before the Law of the Job Creation. The relationship between central and regional authorities can be seen from the integration governments through the SIMBG system where the central government can conduct direct supervision of permits issued by the regions. The constraints faced by local governments is there are no regulatory adjustments in the regional level. This caused the issuance of building permits to be obstructed including the retribution that reduced regional revenues. The Constitutional Court's decision has no implications for the implementation of PBG in the regions considering that local governments just implement policies that have been stipulated in several implementing regulations of Law of the Job Creation. Therefore, the author hopes that Serang City can immediately establish PBG Regulation which has been adjusted to the new regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahyudin
"Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan perubahan ketiga UUD NRI 1945 sebagai lembaga baru dalam melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung (MA). Kewenangan yang dimiliki oleh MK berbeda dengan kewenangan yang dimiliki MA yang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap udang-undang. Kewenangan MK sebagaimana dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 adalah (i) MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenanganya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partaipolitik, dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum; (ii) MK wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Kewenangan yang diberikan oleh UUD tersebut hanya untuk menguji konstitusionalitas UU terhadap UUD dan tidak diberikan kewenangan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan lainnya. Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh MK melalui putusan perkara Nomor 138/PUU-VII/2009 telah menimbulkan perbedaan pendapat tidak hanya dikalangan para hakim MK melainkan juga para ahli-ahli hukum terlebih lagi pengujian Perpu tersebut MK menyatakan berwenang melakukan pengujian dan bahkan putusan tersebut telah dijadikan yurisprudensi dan diikuti oleh hakimhakim konstitusi selanjutnya dalam memutus setiap permohonan pengujian Perpu terlihat dalam berbagai putusan MK dengan menggunakan pertimbangan hukum yang terdapat pada putusan Pengujian Perpu Nomor 4 Tahun 2009 dan dengan dasar pertimbangan itu menyatakan MK berwenang melakukan pengujian Perpu. Terhadap kewenangan yang diperoleh MK melalui penafsiran pengujian Perpu telah memperluas kewenangan yang dimilikinya yang tidak hanya terbatas pada penggujian UU namun telah bertambah dengan pengujian Perpu terhadap UUD yang sebetulnya kewenangan pengujian Perpu merupakan kewenangan DPR sebagai pembentuk UU sesuai ketentuan Pasal 22 UUD 1945. Perbandingan dengan negara-negara lain berkaitan kewenangan MK menguji Perpu, dari keempat negara yakni Jerman, Korea Selatan, Thailand dan Italia menunjukan tiga negara yakni Jerman, Korea Selatan dan Italia tidak memiliki kewenangan untuk menguji Perpu sementara satu negara yakni Thailand kewenangan MK hanya dapat menguji rancangan peraturan darurat/Perpu.

The establishment of the Constitutional Court (MK) by the third amendment to the Constitution NRI 1945 as a new institution in carrying out the functions of the judicial power in addition to the Supreme Court (MA). Authority possessed by the Court is different from the authority possessed MA examine the legislation under laws against shrimp reserved. The authority of the Constitutional Court as in Article 24C paragraph (1) and (2) of the 1945 Constitution are: (i) the Court authority to hear at the first and last decision is final for a law against the Constitution, rule on the dispute the authority of state institutions are an arbitrary granted by the Constitution, to decide the dissolution partaipolitik, and to decide disputes concerning the results of the General Election; (ii) The Court shall give a decision on the opinion of the House of Representatives regarding the alleged violations by the President and / or Vice President by the Constitution. The authority granted by the Constitution just to test the constitutionality of laws against the Constitution and not be authorized tests on other legislation. Testing Government Regulation in Lieu of Law (decree) No. 4 of 2009 regarding the Commission for Corruption Eradication by the Court through a ruling Case Number 138 / PUU-VII / 2009 has caused dissent not only among the judges of the Constitutional Court, but also the legal experts moreover testing the decree of the Constitutional Court states the authority to conduct testing and even the decision has been made jurisprudence and followed by the judges of the constitution later in deciding each petition decree seen in various decision of the Court using legal considerations contained in the decision of Testing Regulation No. 4 of 2009 and with the consideration that the Court declare decree authorized to conduct testing. Against the authority acquired through the interpretation of the Constitutional Court decree has expanded testing of its authorities are not just limited to penggujian Act but has increased with the testing decree against the Constitution are actually testing decree authority is the authority of Parliament as former Act in accordance with Article 22 of the 1945 Constitution Comparison with the state Other related MK-state authorities test the decree, from the four countries namely Germany, South Korea, Thailand and Italy showed three countries, namely Germany, South Korea and Italy do not have the authority to examine the decree while the Court states that the Thai authorities can only test the draft emergency ordinance/Perpu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Tomi
"ABSTRAK
Dalam pemanfaatan teknologi informasi yang kritikal seperti e-commerce dan e-government, dibutuhkan sistem transaksi elektronik yang aman dan handal. Aman dan handal berarti memberikan jaminan terhadap keontentikan dari data atau transaksi elektronik, integritas data atau transaksi elektronik, dan nir-sangkal kepemilikan data atau transaksi elektronik.
Untuk mengatur hal itu maka pemerintah mengeluarkan Undang Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang di antaranya mengatur tentang tanda tangan elektronik dan sertifikat elektronik.
Untuk menjalankan amanat hukum tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membangun Infrastruktur Kunci Publik (IKP) Nasional dengan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) Induk sebagai root anchor-nya. Untuk hal itu Kemenkominfo perlu menyusun Certificate Policy (CP) dan Certification Practice Statement (CPS).
Penelitian dilakukan di PSrE Induk Infrastruktur Kunci Publik Nasional Indonesia di bawah tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah action research, untuk membangun CP dan CPS digunakan kerangka kerja RFC 3647. Metode wawancara, telaah dokumen digunakan untuk mendapatkan data. Metode focus group discussion digunakan untuk validasi konsep rancangan.
Hasil dari penelitian ini adalah satu dokumen CP IKP Nasional yang dapat digunakan oleh Kemenkominfo untuk mengatur kebijakan untuk pengelolaan seluruh sertifikat yang diterbitkan dalam IKP Nasional Indonesia, dan satu dokumen CPS Root CA Indonesia yang mendefinisikan prosedur dan praktek yang dilakukan oleh PSrE Induk dalam administrasi dan pengelolalaan sertifikat

ABSTRACT
In the critical use of information technology such as e-commerce and e-government, electronic transaction system needs safe and reliable. Safe and reliable means providing assurance for authencity of data or electronic transactions, data integrity or electronic transactions, and non-repudiation of data or electronic transactions.
To set it, the government of Republic of Indonesia issues Law (UU) No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions, and Government Regulation (PP) No. 82 of 2012 on the Implementation of Systems and Electronic Transaction, of which regulates the electronic signature and electronic certificate.
To execute the mandate of the law, the Ministry of Communications and Information Technology (Kemenkominfo) build a Public Key Infrastructure (IKP) and Root CA Indonesia as its root anchor. For that matter Kemenkominfo needs to write a Certificate Policy (CP) and Certification Practice Statement (CPS).
The study was conducted at the Indonesia National Public Key Infrastructure under the responsibility of the Ministry of Communications and Information Technology.
The research methodology used was action research, to build the CP and CPS we used RFC 3647 as framework. Interviews, and review of documents was methods used to obtain data. Focus group discussion method was used to validate the design.
The result of this study is a CP document, which regulates the life cycle all over certificates issued in IKP National and a CPS document, which defines the procedures and practices conducted by rooted CA in the administration and management of certificate."
2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>