Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4670 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cambridge, UK: At The University Press, 1972
599 REP I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1982
599 REP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Johnson, Martin H.
Cambridge, UK: Blackwell Science, 2000
599 JOH e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nieuwkoop, Pieter D.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 1979
596 NIE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adianti Khadijah
"Germ cell tumor (GCT) adalah sebuah penyakit yang relatif jarang. Hanya 1% dari seluruh keganasan pada pria, yang sebagian besar terjadi pada pria berusia 15 sampai 35 tahun. Terdapat penurunan yang luar biasa pada jumlah kematian karena kanker testis dalam 3 tahun terakhir, karena kemajuan dalam kemoterapi. Penelitian ini mengevaluasi hasil dari pemberian kemoterapi bleomycin, etoposide, dan cisplatin (BEP) untuk pasien GCT di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais. Penelitian ini meninjau karakteristik dan kesintasan semua pasien yang mendapatkan BEP di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais pada tahun 2011 sampai 2017. Tingkat kesintasan dianalisa dengan metode Kaplan-Meier. Dalam seri ini tingkat kesintasan 1, 3, dan 5 tahun masing-masing adalah 93,75% (30), 90,63% (29), dan 81,25% (26), sedangkan tingkat kesintasan bebas rekurensi adalah 81,25% (26), 75% (24), and 62,55% (20). Rekurensi terjadi pada 6 (18,7%) pasien setelah respon komplet kemoterapi. Tingkat kesintasan lima tahun pasien dengan stadium penyakit II dan III adalah 84,6% dan 78,8%, dan tingkat kesintasan lima tahun pasien dengan prognosis baik, sedang, dan buruk berdasarkan klasifikasi IGCCCG adalah 88,9%, 85,7%, dan 66,7%. Pasien dengan GCT metastasis menunjukkan respons yang baik terhadap BEP sebagai kemoterapi lini pertama, dan pasien yang diterapi dengan BEP dapat mencapai hasil prognostik yang baik. Tingkat kesintasan lebih baik ketika pasien datang pada stadium lebih awal dan memiliki prognosis yang lebih baik sesuai dengan klasifikasi IGCCCG.

Germ cell tumor (GCT) is a relatively rare disease, accounting for only 1% of all malignancies in men, affecting mostly men between 15 to 35 years of age. There has been a remarkable decline in testicular cancer mortality over the past 3 years, due to advances in chemotherapy. This study evaluate the outcome of bleomycin, etoposide, and cisplatin (BEP) chemotherapy for GCT patients in Dharmais National Cancer Hospital. This study reviewed characteristics and survival of all patients receiving BEP in Dharmais National Cancer Hospital between year 2011 to 2017. Survival rates were analyzed by Kaplan-Meier method. In these series, 1, 3, and 5 year survival rates were 93,75% (30), 90,63% (29), and 81,25% (26), respectively, while recurrence-free survival rates were 81,25% (26), 75% (24), and 62,55% (20). Recurrences occur in 6 (18,7%) patients after complete response of chemotherapy. Five-year survival rate patients with stage II and III of disease were 84,6% and 78,8%, and five year survival of patients with good, intermediate, and poor prognosis based on IGCCCG classification is 88,9%, 85,7%, and 66,7%. Patients with metastatic GCTs showing favorable response to BEP as first-line chemotherapy, and patients treated with BEP could achieve good prognostic outcome. Survival rate is better when the patient came with earlier stage and has a better prognosis according to IGCCCG classification."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lukmansjah Masputra
"ABSTRAK
Disertasi ini ditulis untuk menguji apakah posisi etika dalam menghadapi riset yang menyangkut embryo manusia dalam riset stem cells yang diperoleh dengan cara menghancurkan embryo manusis dianggap sama dengan membunuh manusia. Terutama setelah para peneliti membuktikan di laboratorium bahwa manfaat yang akan dicapai adalah memberikan kesembuhan pada penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan oleh pengobatan kontermporer. Stem cells yang berasal dari embryo itu telah terbukti dapat mengganti seluruh sel utama yang rusak atau mati. Apakah etika akan berdiri di luar gelanggang dengan mengatakan bahwa penelitian itu bertentangan dengan etika dan karena itu harus dihentikan, ataukah etika akan tetap menjadi dasar moral bagi para peneliti yang jelas tidak menginginkan penelitiannya dihentikan.? Apakah embryo sudah mempunyai status persona? Perdebatan tentang status moral embryo inilah yang menjadi dasar dari ditentangnya penggunaan embryo manusia dalam riset. Teori-teori etika deontologi Immanuel Kant [1724 ? 1804] dan utilitarian Jeremy Bentham [1748 - 1832] maupun Etika Situasi Joseph Fletcher, dipakai sebagai dasar untuk menguji apakah riset itu bertentangan dengan etika atau tidak. Masalah embryo yang dianggap merupakan awal kehidupan manusia yang telah mengandung genetika manusia ini apakah patut dirusak demi untuk penyembuhan orang lain? Empat abad SM masalah embryo ini telah dibahas secara serius oleh Aristoteles [384 ? 322 SM]. Melalui teori epigenetiknya, ia membagi embryo menjadi embryo yang belum berbentuk dan yang sudah berbentuk. Dalam embryo yang belum berbentuk belum ada kehidupan. Hanya pada embryo yang sudah berbentuk terdapat kehidupan. Pada abad ke 17 ditemukan teori preformation yang menyatakan bahwa dalam sperma dan sel telur sudah ada bentuk manusia yang lengkap, sudah ada homunculus?manusia kecil. Debat berkepanjangan tentang hal ini tidak akan pernah berakhir. Hanya saja ada satu hal yang sering dilupakan tatakala membicarakan embryo yang digunakan dalam penelitian stem cells itu. Embryo yang digunakan adalah bukan embryo yang di dalam rahim tetapi embryo di luar rahim, yang ada di dalam cawan petri di laboratorium yang tidak mungkin akan berkembang menjadi manusia. Melihat praktek tentang riset hES cells ini di beberapa negara telah memberikan manfaat yang dapat dihasilkan bukan hanya dibidang kesehatan atau kedokteran terapeutik tetapi juga dibidang ekonomi bangsa maka saya melihat bahwa riset hES cells ini perlu dilanjutkan, dengan tetap didasari oleh etika sebagai norma moral yang memberikan rambu-rambu yang jelas yaitu manfaat yang akan dicapai harus didasari oleh keutamaan kemanusiaan yaitu emerging ethics.

ABSTRACT
This dissertation is written to assess the ethics of stem cells research involving human embryos, where the controversial destruction of human embryos required by current state of technology to create human embryonic stem cells is often viewed as killing innocent human creatures. The ethical evaluation of such viewpoint is important in light of laboratory results showing significant benefits of the science, on developing treatments for physical, degenerative and genetic diseases that are not curable using contemporary medicine. Stem cells that originate from embryos have been proven to be able to completely replace damaged or dead cells. Will ethics stand outside of the arena by stating that such research is unethical and must be discontinued, or will ethics stand as a moral basis for the researchers that are pursuing the science? Is a human embryo considered a person? Debates regarding the moral status of embryos have been the source of rejection in the use of human embryos for such scientific researches. Deontological ethics of Immanuel Kant [1724-1804] and Utilitarian of Jeremy Bentham [1748-1832] as well as Situational Ethics of Joseph Fletcher, have been used as bases when evaluating whether or not a research is unethical. Can human embryos, seen as the commencing platform of human life with complete genetic formation, be destroyed in order to provide cure for other humans? Aristoteles [384-322 BC] extensively discussed this issue through his epigenetics theory, where embryos are divided into two stages: unformed and formed; life begins only when they are formed. In the 17th century, the establishment of the preformation theory challenges this view by stating that homunculus (little human) already exists from within the human sperm and egg cells. Such debates will never end. However, often time debates surrounding this topic fail to underline the fact that the human embryos involved are not in utero (in the womb), but they reside in the petri dishes across the laboratories, without any possibility of forming into humans. Seeing that practices regarding hES cells research across various countries have shown to provide benefits not only on health, medical and therapeutic areas, but on economy as well, I believe that such researches need to continue to be pursued with ethics being the moral norm, providing them with concrete guides and benefits that are based on humanity, as emerging ethics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
D1306
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Msy Rulan Adnindya
"ABSTRAK
Sel oval merupakan sel punca tetap pada hepar dewasa, ditandai oleh OV6, yang terlibat dalam proses regenerasi. Sel oval ditemukan pada masa embrional dan memiliki kemiripan dengan hepatoblast, ditandai oleh AFP. Sel oval diduga merupakan sisa hepatoblast embrio. Hubungan antara keduanya belum diketahui pasti; pola dan distribusi ekspresi OV6 dan AFP pada masa perkembangan belum diketahui. Dilakukan penelitian observasional analitik pada hati tikus Wistar usia ED12.5, ED14.5, ED16.5, ED18.5, neonatus, tikus 8 minggu dan 7 bulan. Jaringan diproses secara histologis. Dilakukan pewarnaan HE dan imunohistokimia OV6 dan AFP . Ekspresi OV6 terlihat pada ED16.5 di sel lempeng duktal yang merupakan duktus biliaris primitif. Ekspresi OV6 mencapai puncak di neonatus dan menurun saat dewasa. Ekspresi OV6 pada neonatus dan dewasa terlihat di duktus biliaris, kanal Hering, dan area periporta. Ekspresi AFP sudah terlihat sejak ED12.5, mencapai puncak pada ED18.5, dan menurun postnatal. AFP terekspresi pada sel hepatoblast. Pada kondisi hati normal, tidak semua sel yang mengekspresikan OV6 juga mengekspresikan AFP. Ekspresi OV6 berkaitan dengan pembentukan duktus biliaris. Ekspresi AFP berkaitan dengan aktivitas proliferasi sel hepatoblast maupun sel oval. Peningkatan ekspresi AFP dan OV6 menunjukkan proliferasi sel oval yang ditemukan pada kondisi kerusakan hati kronis.

ABSTRACT
Oval cells, identified with OV6, are resident stem cells in adult liver that involved in liver regeneration. These cells are found during embryonic liver development and have similar characteristics with fetal hepatoblast. It is thought that oval cells are fetal hepatoblast remnants. However, relationship between oval cells and hepatoblasts, expression patterns and distribution of OV6 and AFP in liver development are not yet known. Observational analytic studies were done on Wistar rat rsquo s livers ED12.5, ED14.5, ED16.5, ED18.5, neonates, 8 weeks, and 7 months . The tissues were histologically processed and stained with HE and immunohistochemistry OV6 and AFP . OV6 expression appeared at age ED16.5 in ductal plate cells which are primitive bile ducts, reached peak in neonates and decreased in adults. In neonates and adults rats, OV6 expression were distributed in bile ducts, canal of Hering, and periportal. AFP were expressed in hepatoblasts, started at ED12.5, reached peak at ED18.5, decreased after birth. In normal liver, AFP was not expressed in all OV6 cells. OV6 expression are related to bile duct formation. Meanwhile, AFP expression are associated with proliferative activity of hepatoblasts and oval cells. Increased expression of AFP and OV6 indicates proliferation of oval cells found in chronic liver injury. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Fahri
"[Tujuan: untuk menggambarkan jenis kuman dan sensitifitas kuman terhadap anti mikroba pada pasien yang terpasang DJ stent di RSUP DR. Sardjito.
Metode dan cara: penelitian dilakukan secara prospektif dimana seluruh pasien yang dilakukan pelepasan DJ stent dan dilakukan pemeriksaan kultur sensitifitas terhadap potongan DJ stent tersebut di RSUP DR. Sardjito setelah lebih kurang 1 bulan pemasangan DJ stent diambil preparat DJ stent dengan melakukan pemotongan pada DJ stent lebih kurang 2 cm. Potongan tersebut selanjutnya dikirim ke instalasi patologi klinik untuk dilakukan pemeriksaan kultur sensitivitas untuk mengetahui jenis kuman dan sensitifitas kuman terhadap anti mikroba. Data yang didapatkan diinterpretasikan dalam bentuk tabel dan grafik
Hasil: Rata rata usia pasien adalah 53,13 ± 14,2 tahun. Dimana jenis kelamin laki- laki 20 pasien dan perempuan 10 pasien. Kultur kuman terbanyak adalah Acinetobacter Baumanii (32%) dengan hasil uji sensitifitas, paling sensitive meropenem 21 pasien (84%), ertapenem 20 pasien (80%) dan amikasin 16 pasien (64%) pada penelitian ini memperlihatkan anti mikroba lain memiliki sensitifitasnya paling rendah.
Kesimpulan: Pemakaian DJ stent akan menyebabkan tumbuhnya kuman pada permukaan DJ stent dan masih banyak antibiotic yang dapat dipergunakan berdasarkan kultur sensitifitasnya., Objective: To describe any kind of bacteria and their sensitivity to anti micro organism in patients with DJ stent in Sardjito Hospital
Methods: This prospective research is done in which all DJ stent from patients were cut 2cm and sent to clinical pathology department to check microorganism culture and sensitivity. All the patients used DJ stent at least 1 month before removal. The data were presented in tables and graphs.
Results: The age of patients were 53,13 ± 14,2 year old, consist of 20 men and 10 women. The most common microorganism culture was Acinobacter Baumanii (32%). Anti microorganism which most sensitive was meropenem in 21 patients (84%), ertapenem in 20 patients (80%) and amikacin in 16 patients (64%). The other anti microorganism had lower sensitivity.
Conclusion: DJ stent will cause microorganism growth on its surface and there are many antibiotics that can be used based on their antimicroorganism sensitivity.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukmansjah Masputra
Jakarta: Ice Press, 2012
616.027 74 LUK p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adianti Khadijah
"Germ cell tumor (GCT) adalah sebuah penyakit yang relatif jarang. Hanya 1% dari seluruh keganasan pada pria, yang sebagian besar terjadi pada pria berusia 15 sampai 35 tahun. Terdapat penurunan yang luar biasa pada jumlah kematian karena kanker testis dalam 3 tahun terakhir, karena kemajuan dalam kemoterapi. Penelitian ini mengevaluasi hasil dari pemberian kemoterapi bleomycin, etoposide, dan cisplatin (BEP) untuk pasien GCT di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais. Penelitian ini meninjau karakteristik dan kesintasan semua pasien yang mendapatkan BEP di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais pada tahun 2011 sampai 2017. Tingkat kesintasan dianalisa dengan metode Kaplan-Meier. Dalam seri ini tingkat kesintasan 1, 3, dan 5 tahun masing-masing adalah 93,75% (30), 90,63% (29), dan 81,25% (26), sedangkan tingkat kesintasan bebas rekurensi adalah 81,25% (26), 75% (24), and 62,55% (20). Rekurensi terjadi pada 6 (18,7%) pasien setelah respon komplet kemoterapi. Tingkat kesintasan lima tahun pasien dengan stadium penyakit II dan III adalah 84,6% dan 78,8%, dan tingkat kesintasan lima tahun pasien dengan prognosis baik, sedang, dan buruk berdasarkan klasifikasi IGCCCG adalah 88,9%, 85,7%, dan 66,7%. Pasien dengan GCT metastasis menunjukkan respons yang baik terhadap BEP sebagai kemoterapi lini pertama, dan pasien yang diterapi dengan BEP dapat mencapai hasil prognostik yang baik. Tingkat kesintasan lebih baik ketika pasien datang pada stadium lebih awal dan memiliki prognosis yang lebih baik sesuai dengan klasifikasi IGCCCG.

Germ cell tumor (GCT) is a relatively rare disease, accounting for only 1% of all malignancies in men, affecting mostly men between 15 to 35 years of age. There has been a remarkable decline in testicular cancer mortality over the past 3 years, due to advances in chemotherapy. This study evaluate the outcome of bleomycin, etoposide, and cisplatin (BEP) chemotherapy for GCT patients in Dharmais National Cancer Hospital. This study reviewed characteristics and survival of all patients receiving BEP in Dharmais National Cancer Hospital between year 2011 to 2017. Survival rates were analyzed by Kaplan-Meier method. In these series, 1, 3, and 5 year survival rates were 93,75% (30), 90,63% (29), and 81,25% (26), respectively, while recurrence-free survival rates were 81,25% (26), 75% (24), and 62,55% (20). Recurrences occur in 6 (18,7%) patients after complete response of chemotherapy. Five-year survival rate patients with stage II and III of disease were 84,6% and 78,8%, and five year survival of patients with good, intermediate, and poor prognosis based on IGCCCG classification is 88,9%, 85,7%, and 66,7%. Patients with metastatic GCTs showing favorable response to BEP as first-line chemotherapy, and patients treated with BEP could achieve good prognostic outcome. Survival rate is better when the patient came with earlier stage and has a better prognosis according to IGCCCG classification."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>