Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3335 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nani Tuloli
Jakarta: Intermasa, 1990
899.226 TUL t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Tuloli
Jakarta : Intermasa, 1990
899.226 4 NAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Tuloli
"Sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang sangat banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut (Finnegan, 1975: 3). Dari segi bentuk, sastra lisan memperlihatkan keteraturan-keteraturan yang berlaku pada setiap ragam sastra lisan tertentu, di samping adanya berbagai variasi dalam penceritaan.
Membicarakan sastra lisan tidak sempurna kalau hanya membicarakan karya sastranya tetapi harus dihubungkan dengan pencerita, penceritaan, dan pendengar atau penontonnya. Oleh Finnegan dikatakan bahwa untuk dapat menghargai sepenuhnya karya sastra lisan, tidak cukup kalau hanya berdasarkan hash analisis melalui interpretasi kata-kata, nada, struktur stilistik, dan isinya. Gambaran tentang sastra lisan hendaknya di samping membicarakan struktur karya sastranya, juga membicarakan penggubah atau pencerita, variasi yang terjadi akibat audiens dan saat penceritaan, reaksi audiens, sumbangan alat-alat musiknya, konteks sosial tempat cerita itu. (Finnegan, 1978: 7).
Semua aspek yang disebutkan di atas perlu diungkapkan, kalau kita ingin mendapatkan pengetahuan tentang kekayaan budaya yang terdapat dalam sastra. Hal itu sangat panting bagi peneiitian sastra lisan di Indonesia, karena sastra lisan terdapat di seluruh wilayah baik di kota maupun di desa. Di Indonesia sastra lisan lazim digolongkan pada sastra daerah. Dapat dikatakan bahwa setiap daerah yang mempunyai bahasa daerahnya, sangat mungkin mempunyai sastra lisan.
Kehidupan sastra lisan mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat pemiliknya. Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang, sebab tidak sempat didokumentasikan. Sastra lisan yang masih ada, baik yang telah diselamatkan melalui penelitian masa dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan tetapi ada pula yang telah mengalami perubahan. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D411
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Tuloli
"ABSTRAK
Sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat terpelajar dan yang belum terpelajar. Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang sangat banyak pula. Isinya mungkin mengenai berbagai peristiwa yang terjadi atau kebudayaan masyarakat pemilik sastra tersebut. Dari segi bentuk, sastra lisan memperlihatkan keteraturan-keteraturan yang berlaku pada setiap ragam sastra lisan tertentu, di samping adanya berbagai variasi dalam penceritaan. Membicarakan sastra lisan tidak sempurna kalau hanya membicarakan karya sastranya, tetapi harus dihubungkan dengan pencerita, penceritaan, dan pendengar atau penontonnya. Oleh Finnegan dikatakan bahwa untuk dapat menghargai sepenuhnya karya sastra lisan, tidak
cukup kalau hanya berdasarkan hasil analisis melalui interpretasi kata-kata, nada, struktur stilistik, dan isinya. Gambaran tentang sastra lisan hendaknya di samping membicarakan struktur karya sastranya, juga membicarakan penggubah atau pencerita, variasi yang terjadi akibat audiens dan saat penceritaan, reaksi audiens, sumbangan alat-alat musiknya, konteks sosial tempat cerita itu
Semua aspek yang disebutkan di atas perlu diungkapkan, kalau kita ingin mendapatkan pengetahuan tentang kekayaan budaya yang terdapat dalam sastra. Hal itu sangat panting bagi penelitian sastra lisan di Indonesia, karena sastra lisan terdapat di seluruh wilayah balk di kota maupun di Mesa. Di Indonesia sastra lisan lazim digolongkan pada sastra daerah. Dapat dikatakan bahwa setiap daerah yang mempunyai bahasa daerahnya, sangat mungkin mempunyai sastra lisan.
Kehidupan sastra lisan mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat pemiliknya. Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang, sebab tidak sempat di dokumentasikan . Sastra lisan yang masih ada, balk yang telah diselarnatkan melalui penelitian masa dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan tetapi ada pula yang telah mengalami perubahan. Hal itu telah diungkapkan oleh A. Teeuw bahwa ada contoh tentang bentuk sastra lisan yang masih dihapalkan dan dipertahankan terus tanpa banyak perubahan.
"
1990
D402
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatia Ayu Widyaningrum
"Tanggomo adalah tradisi lisan masyarakat Gorontalo yang mempunyai sistem teratur yang diciptakan berdasarkan peristiwa nyata dan yang dianggap nyata dalam masyarakat. Cara penyampaian cerita Tanggomo murni melalui lisan dengan repetisi, persamaan rima, dan pemilihan kata yang sesuai dengan irama membuat bentuk kelisanan tradisi ini tidak hanya sekedar diucapkan tapi ketika dituliskan, tradisi ini termasuk dalam genre puisi lisan. Di dalam Tanggomo yang diutamakan adalah rangkaian adegan yang berkesinambungan sehingga membentuk satu skema tertentu. Skema itulah yang dipahami oleh pencerita yang kemudian diciptakan kembali dengan menggunakan pola-pola baris formulaik pada waktu penceritaan sehingga menjadi satu cerita yang utuh dan hidup. Hasil penceritaan kembali pada saat penampilan Tanggomo adalah bentuk sastra lisan, interaksi antara pencerita dan penonton serta suasana yang tercipta merupakan bentuk tradisi lisan sehingga dapat dikatakan bahwa Tanggomo adalah ragam tradisi lisan yang disampaikan secara lisan kepada masyarakat luas.

Tanggomo is an oral tradition of the people of Gorontalo, which has an orderly system and is created based on real-life or considered as real-life events in society. Tanggomo stories are conveyed in an oral manner through repetitions, patterns of rhymes, and choice of words that adhere to the rhythm. These quality make this traditional not only spoken, but also written, making it classified as a genre of oral poetry. In Tanggomo, what is highlighted is the connectivity of its scenes, forming a particular scheme which is understood by the storyteller, who remakes it by using the patterns of the formulaic line during the storytelling, creating a whole and lively story. The result of the retelling during the Tanggomo performance is a form of oral literature, whie the interaction between the storyteller and the audience is a form of oral tradition. It can be concluded that Tanggomo is a variety of oral tradition which is delivered orally to the society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini memuat analisis tekstual dua ragam sastra lisan Minangkabau, yaitu dendang Pauah dan rebab Pesisir Selatan. Analisis tekstual ini difokuskan pada aspek kebahasaan teks kedua ragam sastra 1isan itu.
Tujuan analisis adalah untuk mengetahui aturan yang mengua­ sai penci ptaan teks sastra 1 i san tersebut. Teks sastr_a 1 isan tersebut didendangkan oleh pendendangnya tanpa naskah dengan kecepatan dan ketepatan yang mengagumkan, padaha1 penciptaan itu tunduk pada aturan matra yang ketat. Oalam satu malam pertunjukan tercipta tidak kurang dari 2500-an baris. Mengingat panjangnya teks itu, mustahil ia diciptakan dengan teknik penghapalan. Lagi pula berdasarkan perbandingan hasil pertunjukan ragam yang sama (bahkan oleh pendendang yang sama pula), terlihat bahwa teks yang dihasilkan memiliki variasi. Ini menunjukkan bahwa proses pencip­ taan atau penggubahan teks itu bukan dengan cara penghapalan.
Secara teori, budaya ke1isanan adalah budaya mengingat
(remembering), sedangkan budaya keberaksaraan terkait erat dengan penghapa1an (memorisasi). Oleh karenanya dapat diasumsikan bahwa dalam penciptaan teks sastra lisan yang panjang itu dengan kete­ patan dan ketepatan yang mengagumkan, tanpa naskah, tunduk kepada aturan matra yang ketat, pendendang memiliki "kunci" tertentu. Seorang peneliti, Albert B. Lord, telah membuktikan adanya "kunci" itu dalam penciptaan teks sastra lisan Yugoslavia; Kata­ nya, penciptaan teks satra lisan tersebut oleh para gus7ar (pendendang sastra 1i san di Yugos1avia) dituntun oleh formu1a tertentu. Ia merumuskan formu1a itu sebagai "seperangkat unsur bahasa yang siap pakai yang secara teratur digunakan dalam kon­ disi matra yang sama untuk mengungkapkan ide yang hakiki."
Teori tersebut diaplikasikan dalam analisis terhadap teks dendang Pauah dan rebab Pesisir Se1atan. Hasil analisis itu membukti kan bahwa baik da1am teks dendang Pauah yang berbentuk pantun, maupun teks rebab Pesisi selatan."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LAPEN 02 Sur r
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi
"ABSTRAK
Tulisan ini memuat analisis tekstual dua ragam sastra lisan Minangkabau, yaitu dendang Pauah dan rebab Pesisir Selatan. Analisis tekstual ini difokuskan pada aspek kebahasaan teks kedua ragam sastra 1isan itu.
Tujuan analisis adalah untuk mengetahui aturan yang mengua­ sai penci ptaan teks sastra 1isan tersebut. Teks sastra lisan tersebut didendangkan oleh pendendangnya tanpa naskah dengan kecepatan dan ketepatan yang mengagumkan, padaha1 penciptaan itu tunduk pada aturan matra yang ketat. Oalam satu malam pertunjukan tercipta tidak kurang dari 2500-an baris. Mengingat panjangnya teks itu, mustahil ia diciptakan dengan teknik penghapalan. Lagi pula berdasarkan perbandingan hasil pertunjukan ragam yang sama (bahkan oleh pendendang yang sama pula), terlihat bahwa teks yang dihasilkan memiliki variasi. Ini menunjukkan bahwa proses pencip­ taan atau penggubahan teks itu bukan dengan cara penghapalan.
Secara teori, budaya ke1isanan adalah budaya mengingat(remembering), sedangkan budaya keberaksaraan terkait erat dengan penghapa1an (memorisasi). Oleh karenanya dapat diasumsikan bahwa dalam penciptaan teks sastra lisan yang panjang itu dengan kete­ patan dan ketepatan yang mengagumkan, tanpa naskah, tunduk kepada aturan matra yang ketat, pendendang memiliki "kunci" tertentu. Seorang peneliti, Albert B. Lord, telah membuktikan adanya "kunci" itu dalam penciptaan teks sastra lisan Yugoslavia; Kata­ nya, penciptaan teks satra lisan tersebut oleh para gus7ar (pendendang sastra 1isan di Yugos1avia) dituntun oleh formu1a tertentu. Ia merumuskan formu1a itu sebagai "seperangkat unsur bahasa yang siap pakai yang secara teratur digunakan dalam kon disi matra yang sama untuk mengungkapkan ide yang hakiki."
Teori tersebut diaplikasikan dalam analisis terhadap teks dendang pauah dan rebab Pesisir Selatan. Hasil analisis itu membuktikan bahwa baik dalam teks dendang Pauah yang berbentuk pantun, maupun teks rebab Pesisir Selatan yang berbentuk prosa liris terdapat formula yang menjadi pedoman pengubahan bagi pendendangnya. Formula tersebut terdapat pada tataran kouplet, kelompok baris yang berpasangan, satu baris, dan bagian baris (tingkat frasa, klausa, kata, dan suku kata).
Pada teks dengan Pauah, intensitas pengoperasian formula itu tinggi dalam baris-baris sampiran; banyak ditemukan konstruksi (bagian) baris sampiran yang sama yang dipasangkan dengan baris-baris isi yang berbeda-beda. Pada teks rebab Pesisir Selatan operasional formula itu tampak pada keseluruhan baris dengan satu pola formula. Jadi, dalam masyarakat niraksara, tidak ada teks atau wacana yang baku. Penyelamatan dan pentransformasian hasil budaya dalam masyarakat niraksara sangat tergantung kepada keformulaikan wacana."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Tulou
Jakarta: Pusat Bahasa, 2000
899.2 NAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>