Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57685 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bochari, M. Sanggupi
Jakarta Departemen Pendidikan Nasional 2001,
959.8 Boc s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
P.S. Sulendraningrat
Jakarta: Balai Pustaka, 1978
959.8 SUL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sanggupri Bochari
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional , 2001
959.8 SAN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Irianto
"Transliteration and translation of a classic Cirebon literature on the history of Cirebon Sultanate, Indonesia from the 15th century until its disintegration in the 19th century."
Cirebon: Rumah Budaya Nusantara Pesambangan Jati Cirebon ; Yogyakarta : Deepublish, 2013
959.8 BAM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Ancient tomb and gravestones as archaeological remains often hide the important facts and informations are lated to many things. This paper aimed to solve the mystery of an ancient tomb of a Chinese figure known as Tan Sam Cai Kong in Sukalila, Cirebon. Through archaeological and historical analysis it is known that Tan Sam Cai Kong was a historical figure lived in 17M. His epithet as Tumenggung Aria Wira Cula written in the wall shows that he was an important figure and closed to the kraton."
PURBAWIDYA 2:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A. Syatori
"Penelitian ini adalah kajian tentang gerakan perlawanan rakyat Cirebon 1802-1818. Setelah dilakukan kajian secara mendalam, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa gerakan perlawanan rakyat Cirebon ini terjadi dalam empat periode selama rentang waktu 16 tahun mulai 1802 hingga 1818. Periode pertama terjadi pada 1802. Tokoh utama gerakan ini adalah Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa, dan Bagus Rangin. Periode kedua terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels. Tokoh utama gerakan perlawanan pada periode ini masih sama dengan periode sebelumnya, yakni Bagus Rangin yang menolak untuk berunding. Periode ketiga terjadi pada masa pemerintahan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Pada periode ini, gerakan perlawanan masih dipimpin oleh tokoh yang sama, Bagus Rangin. Periode keempat gerakan perlawanan terjadi pada 1816-1818. Periode gerakan perlawanan ini terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama pada 1816-1817 dan tahap kedua pada 1818. Perlawanan tahap kedua juga terjadi dalam dua fase, pada Januari-Februari 1818 dan Juli-Agustus 1818. Gerakan perlawanan 1816-1817 bermula di Keresidenan Krawang. Tokoh utama gerakan perlawanan ini adalah Bagus Jabin, putera Bagus Sanda, pamannya Bagus Rangin. Selain Bagus Jabin, tokoh lainnya adalah Bagus Bulun, pamannya, Bagus Urang, kakenya, dan beberapa anggota keluarganya yang lain seperti Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Brata, Candra Wijaya dan Talok. Semuanya adalah saudara atau saudara tiri Bagus Jabin. Sebab-sebab yang melatar belakangi gerakan perlawanan ini berbeda-beda pada setiap fase. Akan tetapi, perbedaan latar belakang itu bisa ditarik benang merah bahwa semuanya disebabkan oleh kebijakan pemerintah kolonial yang diambil pada setiap periode terjadinya peristiwa. Pada periode pertama, sebab utama terjadinya pergolakan adalah karena kebijakan pemerintah yang mencampuri urusan internal keraton Cirebon dalam suksesi pergantian Sultan. Selain itu, faktor lain yang tidak kalah penting adalah karena kebijakan pemerintah terkait persewaan desa yang melibatkan orang-orang Cina, yang pada akhirnya memberatkan dan menyengsarakan rakyat. Pada periode kedua, latar belakang terjadinya pergolakan juga disebabkan karena Daendels belum memenuhi tuntutan rakyat. Sementara itu, latar belakang terjadinya pergolakan pada periode ketiga, terutama karena berbagai kebijakan Raffles yang menekan dan beban berat yang dirasakan oleh rakyat, terutama kebijakan tentang penjualan tanah, pemborongan/persewaan monopoli, dan kerja wajib. Sebab utama gerakan perlawanan pada periode keempat juga sangat terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang berakhir dengan perlakukan yang dialami penduduk baik di tanah pemerintah maupun di tanah partikelir, sehubungan dengan kerja wajib dan penyetoran wajib yang dipungut dari mereka. Pemerintah masih membiarkan praktek-praktek lama orang Cina berupa persewaan desa-desa Sultan dan penjualan kredit terhadap penduduk. Di Indramayu dan Karawang para pemilik tanah-tanah partikelir menuntut hasil panen yang melebihi kemampuan penduduk, bahkan dituntut melakukan kerja wajib tanpa upah. Kata Kunci: Gerakan perlawanan, rakyat Cirebon. Bagus Rangin, Bagus Jabin, Bagus Serrit, Bantarjati, Kedongdong.

This study considers about the Ressistance Movement of Cirebonese People from 1802 to 1818. After considering deeply, this study has been concluded that this movement happened in four periods it had been six teen years from 1802 to 1818. The first period happened in 1802. The main actors of this movement were Bagus Sidong, Bagus Arisim, Bagus Suwasa, and Bagus Rangin. The second period happened when General Governor Daendels administered Cirebon. The main actors were actually the same as the previous period, Bagus Rangin. He definitely refused to confer with. The next period happened when Cirebon was administrating by Sir Thomas Stamford Raffles. In this period, Bagus Rangin still leaded the movement. The last period was from 1816 to 1818. However, this ressistance movement is divided into two phases the first phase was from 1816 to 1617 and the second phases was in 1818. In the second phase, the movement is divided into two stages the first stage was on January ndash February in 1818, and the second stage was on July ndash August 1818. This last movement had begun in Keresidenan Krawang. The main actors on this movement were Bagus Jabin, the son of Bagus Sanda, Bagus Rangin rsquo s uncle. Besides Bagus Jabin, the other ones were Bagus Bulun and his uncle, Bagus Urang and his grandfather and other members of family Bagus Wangsa, Bagus Asidin, Bagus Brata, Candra Wijaya and Talok. All of them were brothers and brothers in law of Bagus Jabin. The grounded causes of these ressistance movements were actually different in every single phase. However, the different background can be considered that, all these movements were caused of the colonial policy taken in every single period of evidence. In the first period, the main causes happened when the colonial policy officiously meddled with internal business of Cirebon Palace in taking role of changing Sultan. The other significant problem was caused of the policy related to hiring villages which involved Chinese people, in which eventually, burdened native people. In the second period, the problem grounded was caused of General Governor Daendels un filled the native people in need. Meanwhile, in the next period, the problem grounded was caused of the policy taken by Raffles, in which pressing upon the people. Particularly, the policy about land selling, monopoly hiring, and obligatory working. The main problem of the last movement was also related to the government policy, in which finally the treatments suffered by the people, even in government or private territory, in relation to obligatory working and paying taken from them. The government still allowed the old schools practiced by Chinese people, as hiring Sultan rsquo s villages, and selling lands on credit to them. In Indramayu and Karawang, the owners of private lands demanded harvest over the capability, even obligated working without commission."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D1703
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah SJ.44 ini merupakan ringkasan yang dilakukan oleh Mandrasastra atas sebuah naskah Babad Cirebon yang diperoleh Pigeaud di Cirebon melalui perantaraan Dr. Kraemer. Identifikasi naskah aslinya kurang lengkap, sehingga belum dapat diketahui dengan tepat. Menurut catatan Pigeaud pada h.l, naskah semula dimiliki oleh Sutawijaya dan Sutanaji. Teks yang diringkas bertembang macapat, tersusun dalam 24 pupuh. Cerita berawal dengan perintah Sultan Adi di Grage kepada P. Salingsing dan P. Wijaya (Sutawijaya) untuk menyerang Sultan Cakraningrat (Demak) dan Sunan Mangkurat (Mataram), kemudian kisah peperangan antara Kesultanan Cirebon dengan prajurit Inggris dan diakhiri dengan cerita penyerbuan prajurit Inggris ke Bali."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.44-L 21.09
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini berisi teks bahasa Sunda berjudul Babad Sindula, sebuah cerita yang hampir sama dengan cerita Ajisaka, hanya nama Ajisaka dalam cerita ini adalah Daniswara. Teks diawali dengan kisah Prabu Sindula yang mempunyai empat orang putra. Yang pertama perempuan, yang kedua lelaki bernama Dewatacengkar, yang ketiga lelaki bernama Dewa Pamunah, dan yang keempat juga lelaki bernama Dewa Agung. Teks diakhiri dengan kisah Prabu Banjaransari. Naskah diterima Pigeaud dari Cirebon pada bulan Februari 1937 (h.i). Agaknya teks belum selesai, karena pada pada terakhir masih disebutkan tanda pergantian pupuh baru (sasmitaning tembang), yaitu dhandhanggula. Pias kiri dan kanan kadang-kadang dipakai untuk menempatkan kata tambahan teks. Nomor pupuh ditulis dengan angka Arab, di tempatkan pada pias kiri atau kanannya. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) sinom; (3) dhandhanggula; (4) kinanthi; (5) maskumambang; (6) pangkur; (7) sinom; (8) girisa; (9) sinom; (10) asmarandana; (11) mijil; (12) durma; (13) kinanthi; (14) pucung; (15) megatruh; (16) asmarandana; (17) dhandhanggula; (18) kinanthi; (19) megatruh; (20) sinom; (21) pangkur; (22) durma; (23) asmarandana; (24) kinanthi; (25) pucung; (26) sinom."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.154-NR 308
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Wirya Satmaka
"Buku ini menceritakan asal-muasal orang-orang Jawa memeluk agama Islam, serta adanya para wali di Jawa. Buku ini bersumber dari bahasa Sunda yang kemudian dialihbahasakan dan digubah dalam bentuk tembang."
Kediri: Tan Khoen Swie, 1923
BKL.0557-IS 51
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah berkode NR 207 yang pernah tersimpan di koleksi FSUI, kini tidak ditekahui lagi keberadaannya. Namun demikian, sebuah ringkasan naskah itu yang dibuat untuk Th. Pigeaud oleh Mandrasastra pada bulan Maret 1933 masih ada pada koleksi, dan telah dibuat mikrofilmnya dengan kode proyek SJ.42, pengganti naskah asli. Selain ringkasan NR 207, terdapat pula ikhtisar dua naskah lagi (NR 208, 206) yang tergabung bersama dalam satu bendel ringkasan. Rincian ketiga naskah yang diringkas di sini sebagai berikut: (1) NR 207 (FSUI/SJ.42), yaitu Pratelan Isinipun Serat Babad Cirebon (h.3-7), berisi cerita tentang perselisihan antara Mataram dengan Cirebon serta pemberontakan Trunajaya dan diakhiri dengan cerita pengangkatan Sultan Sepuh dan Sultan Anom sebagai raja Cirebon. Naskah asli kini telah hilang dari koleksi FSUI, tinggal ringkasan ini saja; (2) NR 208 (FSUI/PR.55), yaitu Pratelan Isinipun Serat Primbon Cirebon (h.9-12), memuat ajaran (kawruh) Islam serta macam-macam mantra/jimat; (3) NR 206 (FSUI7SJ.2), yaitu Pratelan Isinipun Serat Ki Kures, ugi Serat Ajisaka angejawi (h.13-16), berisi cerita tentang kehidupan keluarga Ki Kures di Mesir, kisah Ajisaka (cucu Ki Kures) dan cerita pertemuan Bathara Guru dengan Nabi Muhammad. Naskah asli kini telah hilang. Lihat deskripsi naskah FSUI/PR.55 untuk keterangan tentang asal usul ketiga naskah ini."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
SJ.42-NR 207
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>