Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Glueck, Sheldon
New York: Kraus Reprint , 1976
341.3 GLU w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Carey, Peter
St. Lucia: University of Queensland Press, 1988
823.3 CAR w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kayla Shifa Azzahra
"Studi ini mendeskripsikan pembingkaian kejahatan perang pada konflik militer antarnegara dalam penerapan prinsip-prinsip jurnalisme damai pada pemberitaan di Kompas.com. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif dengan metode analisis pembingkaian Entman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembingkaian yang digunakan pada pemberitaan tentang kejahatan perang sebagai isu kemanusiaan ataupun merugikan bagi warga sipil. Namun, artikel berita masih lekat dengan pembingkaian berita sumber rujukan dan prinsip jurnalisme damai masih kurang diterapkan pada beberapa artikel berita, sehingga organisasi media harus lebih memperhatikan aspek-aspek pembingkaian agar dapat merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan, terutama perdamaian.

This study describes the framing of war crimes in interstate military conflicts in the application of the principles of peace journalism in news reporting on Kompas.com. This research is a descriptive, qualitative research conducted with the Entman framing analysis method. The results of the study indicate that the war crimes are framed as a humanitarian issue or detrimental to civilians. However, news articles are still framed similarly to its reference sources and the principles of peace journalism are not as thoroughly applied in several news articles, so media organizations must pay more attention to aspects of framing in order to reflect humanitarian values, especially peace."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Solis, Gary D.
"The Law of Armed Conflict: International Humanitarian Law in War introduces law students and undergraduates to the law of war in an age of terrorism. What law of armed conflict/​international humanitarian law applies to particular armed conflicts? Does that law apply to terrorists as well? What is the status of participants in an armed conflict? What constitutes a war crime? What is a lawful target and how are targeting decisions made? What are rules of engagement? What weapons are lawful and unlawful, and why? This text takes the reader through these essential questions of the law of armed conflict and international humanitarian law to an awareness of finer points of battlefield law. The U.S.-weighted text incorporates lessons from many nations and includes hundreds of cases from jurisdictions worldwide"
New York: Cambridge University Press, 2016
341.6 SOL l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Schabas, William, 1950-
Oxford : Oxford University Press, 2012
345.0235 SCH u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Atika Idrus
"Skripsi ini membahas tentang tindakan perekrutan tentara anak menjadi satu suatu bentuk kejahatan perang yang ditinjau berdasarkan hukum internasional. Kasus yang digunakan dalam tulisan ini adalah kasus perekrutan tentara anak dilakukan oleh Thomas Lubanga Dyilo sebagai Presiden Persatuan Patriot Kongo (UPC) dan Komandan Pasukan patriotiques pour la libération du Congo (FPLC) di konflik di Ituri, Kongo. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami latar belakang larangan perekrutan tentara anak dalam konflik bersenjata, mengetahui ketentuan hukum internasional dan keputusan peradilan berkenaan dengan perekrutan tentara anak-anak, dan untuk mengetahui caranya aksi rekrutmen tentara anak dilakukan oleh Thomas Lubanga Dyilo di Konflik Ituri, Kongo memenuhi unsur pidana dalam Pasal 8 (2) (e) (vii) Statuta Roma. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan memeriksa perjanjian internasional yang terkait dengan larangan perekrutan tentara anak dan pendekatan yang digunakan dan preseden yang ditetapkan oleh peradilan internasional dalam mengadili dan memutuskan kasus perekrutan tentara anak.

This thesis discusses the act of recruiting child soldiers into a form of war crime which is reviewed based on international law. The case used in this paper is the case of the recruitment of child soldiers by Thomas Lubanga Dyilo as President of the Congolese Patriots Union (UPC) and the Commander of the Patriotiques pour la libération du Congo (FPLC) in the conflict in Ituri, Congo. The purpose of writing this thesis is to understand the background of the prohibition on the recruitment of child soldiers in armed conflict, to know the provisions of international law and judicial decisions regarding the recruitment of child soldiers, and to find out how. The recruitment of child soldiers was carried out by Thomas Lubanga Dyilo at The Ituri conflict, Congo fulfilled the criminal element in Article 8 (2) (e) (vii) of the Rome Statute. The research method used in the writing of this thesis is normative juridical by examining international treaties related to the prohibition of the recruitment of child soldiers and the approaches used and the precedents set by the international judiciary in adjudicating and deciding cases of the recruitment of child soldiers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristi Ardiana
"ABSTRAK
Doktrin State responsibility merupakan salah satu doktrin penting dalam hukum internasional yang terus berkembang hingga saat ini. Inti dari pengertian doktrin State responsibility adalah bahwa setiap aksi yang dilakukan oleh negara ataupun organ-organ resmi negara harus dipertanggung jawabkan dan memiliki konsekuensi hukum dalam hubungan antar negara di kancah internasional. Lahirnya konsekuensi atas setiap aksi daripada negara bertujuan untuk memastikan bahwa negara mentaati ketentuan hukum internasional serta memberi keadilan bagi subjek hukum internasional yang mengalami kerugian atas tindakan suatu negara. Penelitian ini kemudian bertujuan untuk meneliti apakah dalam kasus kejahatan perang war crimes tentara Belanda di Indonesia pada periode 1945-1949 khususnya di daerah Rawagede dan Sulawesi Selatan , doktrin State responsibility dapat digunakan untuk menganalilis pertanggung jawaban Pemerintah Belanda kepada korban maupun keluarga korban. Pisau analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter pelanggaran hukum internasional yang dilakukan dalam tindakan kejahatan perang tentara Belanda dan atribusi kejahatan perang tersebut kepada Pemerintah Belanda sehingga Pemerintah Belanda memiliki tanggung jawab yang diatur dalam hukum internasional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dilihat dari kedua analisis tersebut, tindakan tentara Belanda merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional dan dapat diatribusikan kepada Pemerintah Belanda, sehingga Pemerintah Belanda memiliki tanggung jawab hukum kepada korban atau keluarga korban untuk memberikan reparasi reparation atas tindakan tentaranya.

ABSTRACT
State responsibility is an important doctrine that keeps on developing in international law. The definition of state responsibility is that every action conducted by nations or its legitimate organs entails international responsibility and has legal consequences in the eyes of international law. The purpose of this doctrine is to ensure that nations will abide by international law and also give access to justice for victims that got harmed through certain nations rsquo action. This research then focused on analyzing whether State responsibility doctrine can be applicable in the case of war crimes conducted by Dutch soldiers in Indonesia spesifically in Rawagede and South Sulawesi during 1945 1949 period Indonesia rsquo s revolution war . The writer uses two main points of analysis in analyzing whether state responsibility can be applicable in that case. The first one is whether the actions conducted by Dutch military troops were in violation of international law, the second one is whether the action can be attributed to Dutch Government so that the Dutch Government bears responsibility towards the victims and family of victims. The conclusion of this research is that according to State responsibility doctrine, the Dutch Government is responsible towards the war crimes conducted by Dutch military troops in Indonesia during 1945 1949 in Rawagede and South Sulawesi and entitled to give reparation for victims or family of victims. "
2017
S68108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainul Qalbi
"Perang selama ini dalam pemikiran masyarakat awam dikenal sebagai suatu peristiwa yang memilukan, tidak adil, dan sebagai sebuah tragedi kemanusiaan. Namun, perang sebenarnya dapat menjadi suatu peristiwa yang adil. Dalam upaya mencapai keadilan tersebut, Agustinus mencetuskan sebuah teori yang mengatur apa saja yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan oleh pihak-pihak yang berperang, yang dikenal sebagai Just War Theory. Ada pun teori ini dikembangkan lebih lanjut oleh Michael Walzer pada abad 20. Just War Theory yang dikembangkan oleh Walzer ini menjadi alat analisis yang akan penulis pergunakan untuk membuktikan pelaksanaan Perang Dunia II di Eropa sebagai sebuah perang yang adil.

War is commonly known as an event that only brings misery, injustice, and a tragedy of humanity. But, war actually can become an event which is just. In order to make war as a just war, Augustine arranged some theories that can make a war become a just war, which is known as “Just War Theory”. In the 20th century, Michael Walzer has successfully developed the just war theory into a whole new level. In my opinion, this theory can become an instrument to prove that there are justice that contained in World War II in European Region, and this war is a just war that happened in the 20th century."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.H.A. Saleh
"Kerajaan Jepang yang sejak akhir abad ke-19 telah berkembang menjadi negara modern, sudah memperlihatkan sifat-sifat imperialismenya.
Negara itu telah mulai dengan ekspansinya untuk menguasai negara-negara tetangganya di daratan Asia, dimulai berturut-turut dari Manchuria, Korea dan China. Rupanya Jepang telah menganggap dirinya sebagai pemimpin Asia dan menghendaki agar seluruh bangsa Asia berhimpun dibawah pimpinan Jepang untuk bersama-sama menentang hegemoni bangsa Barat atas bangsa Asia.
Pada waktu pecah Perang Dunia Kedua yang dimulai di Eropa, pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang menyerang,pangkalan angkatan laut Amerika di Pearl Harbor, untuk selanjutnya bergerak secara cepat ke selatan untuk mencaplok sejumlah negara di kawasan Asia, diantaranya nusantara Indonesia yang waktu itu bernama Hindia Belanda. Dalam peperangan yang menentukan di pulau Jawa, sejak kapitulasi Belanda pada tanggal 9 Maret 1942, Jepang berhasil menduduki dan menguasai seluruh wilayah Hindia Belanda.
Seluruh Tentara Hindia Belanda yang disebut KNIL di pulau Jawa menjadi takiukan Jepang, dan anggota-anggotanya, terutama yang berwarga Belanda, dijadikan tawanan perang. Mereka dikurung dalam sejumlah kamp khusus, tidak saja di pulau Jawa, bahkan sampai dibawa ke luar wilayah Indonesia, dimana mereka banyak dipekerjakan sebagai buruh kasar di berbagai proyek pertahanan di tempat-tempat yang mempunyai nilai strategis militer. Tidak hanya anggota militer, Jepang juga menginternir seluruh penduduk warga Belanda dan mengasingkan mereka dalam kamp-kamp tertutup yang dijaga keras oleh tentara Jepang.
Sejak dimasukkan dalam kamp-kamp tahanan itulah para penghuni kamp mulai merasakan penderitaan-penderitaan tak terhingga akibat perlakuan Jepang yang diluar perikemanusiaan selama masa pendudukan Jepang hingga akhir perang. Jepang secara terang-terangan telah menunjukkan sikapnya yang anti Barat dan ambisinya untuk menjadi Pemimpin Asia, yang dimanifestasikannya pada perlakuannya terhadap orang-orang Barat yang dapat ditaklukkannya. Pihak Sekutu menamakan para tawanan-perang dan interniran itu APWI.
Kapitulasi Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 ternyata belum berarti pembebasan dari penderitaan bagi para tawanan-perang dan interniran yang selama ini hidup dalam kamp-kamp tertutup, karena para penghuni kamp kini terpaksa menghadapi situasi baru yang sama sekali tidak terperkirakan sebelumnya.
Bangkitnya bangsa Indonesia untuk merdeka sejak 17 Agustus 1945, telah menggerakkan suatu revolusi yang dahsyat untuk mengusir Jepang dari tanah airnya dan menentang penjajahan kembali oleh Belanda.
Sikap anti Belanda dan anti Jepang pada para pemuda pejuang Indonesia telah membawa mereka ke ekses-ekses revolusi, sehingga banyak orang Belanda dan Jepang menjadi sasaran keganasan revolusi. Tentara Sekutu yang datang di Jawa dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang dan memulangkan para tawanan-perang dan interniran Sekutu, telah memicu pecahnya bentrokan-bentrokan fisik berdarah antara para pejuang Indonesia dengan tentara Sekutu yang secara kentara melindungi kembalinya kolonialis Belanda di Indonesia.
Pada tahun 1946 persengketaan antara Indonesia dengan Sekutu akhirnya dapat diredakan melalui kerjasama Indonesia dan Sekutu dalam penyelesaian bersama atas pemulangan APWI dari pulau Jawa. Dengan menggunakan aparat POPDA dan dengan segala keterbatasan sarana, pada pertengahan tahun 1946 pemerintah Indonesia berhasil dalam menangani suatu tugas kemanusiaan untuk memulangkan sebanyak 36.280 APWI, yang kebanyakan terdiri dari wanita dan anak-anak.

Allied Prisoners-Of-War And Internees (A.P.W.I.) In Java and Their Repatriation after The End Of The War
The Japanese Empire that had grown to be a modern country since the end of the 19`h century, had shown its imperialistic character. They began their expansive behavior to conquer neighboring countries in the mainland of Asia, beginning consecutively from Manchuria, Korea, and China. It seemed that Japan had viewed itself as the leader of Asia and wanted to unite the entire nations of Asia under its leadership to challenge the hegemony of the Western Nations over the Asian Nations.
At the time the World War II was raging in Europe, on the 8`h of December 1941 the Japanese attacked the United States naval base at Pearl Harbor, in order to be able to move swiftly southward to annex a number of countries in the Asian region, among which was the Indonesian archipelago that was then called the Netherlands-Indies. After a decisive battle in the island of Java, the Dutch colonial army surrendered on the 9`h of March 1942. Since then Japan managed to conquer and control the entire territory of the Netherlands-Indies.
The entire Dutch armed forces in the island of Java named KNIL, was captured by the Japanese. Members of the KNIL, especially the Dutch nationals, were made as prisoners of war. They were not only confined in several camps located in Java but also moved to other territories outside of Indonesia, where they were employed as forced labor in many defense projects which has a military strategic value. Not only military members, Japan also interned the entire Dutch citizens and exile them into closed camps, heavily guarded by Japanese soldiers.
Since the moment being placed in the prisoner's camps, the Dutch camp occupants experienced immense sufferings as the result of the Japanese inhuman conduct during the time of the Japanese occupation until the end of the war. Japan had blatantly demonstrated its anti-western attitude and ambition to become the leader of Asia, which was manifested on their conduct upon the conquered westerners. The Allies named the prisoners of war and internees as APWI.
The surrender of Japan on the 15th of August 1945 was not automatically meant freedom from persecutions for the prisoners of war and internees lived in closed camps, because these camp occupants had still to face other new unpredictable situations outside their camps. The rising spirit of independence among Indonesian people since the 17'h of August 1945, had created a massive revolution to expel Japan from their homeland and to denounce the return of Dutch colonialism.
The anti Dutch and anti-Japan attitude on the young Indonesian freedom fighters had lead them to the excess of revolution, so much that a great many Dutch people and Japanese became the target of the savage of revolution. The Allied Forces which had landed in Java with the official task of disarming the Japanese Forces and releasing the prisoners of war and internees, triggered the outbreak of bloody physical clashes with the Indonesian freedom fighters who believed that the Allied Forces were clearly protecting the return of Dutch colonialism.
On 1946 the dispute between Indonesia and the Allies was finally subdued through cooperation between Indonesia and the Allies in a joint solution on the repatriation of the APWI from Java. By utilizing the POPDA apparatus within the limitation of the means available, in the middle of 1946 the Indonesian government succeeded in achieving the task for humanity to evacuate as many as 36,280 APWI, who mostly were women and children, to their assembly points in Allied controlled areas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T9037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clausewitz, Carl von
London: A Millennium Project, 1993
R 355.4 Cla o
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>