Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Asep Saeful Muhtadi
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008
297.6 ASE k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Sasongko
"Tesis ini berangkat dari pertanyaan pokok yang intinya mempertanyakan bagaimana interaksi antara negara, media dan civil society dalam bingkai ekonomi-politik negara Orde Reformasi (Era Transisi). Penulis melihat adanya pertarungan berbagai macam kepentingan dalam menyusun kebijakan penyiaran di. Indonesia yang ternyata sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi ketiga komponen tersebut. Secara lebih spesifik, penelitian ini mencoba menyajikan realitas empiris menyangkut kebijakan penyiaran yang diterapkan oleh pemerintah terhadap stasiun TVRI.
Metode yang digunakan untuk menggambarkan secara rinci dan jelas topik yang dibahas adalah metode Studi Kasus. Sedangkan pendekatan yang digunakan sebagai dasar pemikiran dalam studi ini adalah pendekatan ekonomi-politik kritis. Pendekatan ini umumnya berangkat dari perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur kepemilikan. dan mekanisme kerja kekuatan pasar media (McQuail, 1996:63). Selain itu, implikasi bagi kepentingan publik hanya dapat dipahami secara lebih komprehensif jika digunakan pendekatan ekonomi-politik kritis karena era transisi ditandai oleh adanya tarik-ulur dan benturan kepentingan antara variabel-variabel ekonomi dan variabel-variabel politik.
TVRI digunakan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini mengingat selarna ini keberadaannya masih dianggap penting dan ternyata TVRI memiliki dinamikanya sendiri ditengah maraknya industri pertelevisian di Indonesia. Selain itu, eksistensi TVRI akan semakin diperhitungkan seiring dengan perubahan status yang disandangnya sebagai lembaga penyiaran publik, sebuah lembaga yang mempunyai posisi sangat strategis di era demokrasi.
Penibahasan tentang W No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran digunakan untuk melihat lebih tajam bagaimana realitas empiris kebijakan yang ditempuh oleh negara dalam interaksinya yang dinamis dengan media dan civil society/publik dalam konteks era Orde Reformasi. Sebagai sebuah produk hukum, UU Penyiaran ini ternyata masih mengundang kontroversi yang begitu dahsyat karena bersinggungan langsung dengan kepentingan berbagai kelompok.
Hasil akhir penelitian ini menunjukkan bahwa ada penibahan yang cukup mendasar menyangkut pola hubungan kekuasaan antara negara - media -- dan masyarakat. Namun dernikian, masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa perubahan struktur ekonomi-politik telah memunculkan peran kekuatan masyarakat dan media dalara mengontrol kekuasaan negara (state power). Perubahan pola hubungan ini tercermin dalam kebijakan penyiaran di Indonesia: Pertarna, intervensi pemerintah dalam bidang penyiaran sudah tidak terlalu dominan. Indikasi ini terlihat dengan dihapuskannya lembaga penyiaran negara dan diakuinya lembaga penyiaran publik, juga lembaga penyiaran komunitas. Selain itu, pemerintah juga tidak bisa lagi mengatur lembaga penyiaran melalui sebuah lembaga khusus bentukan negara atau lembaga di bawah departemen negara. Pengaturan institusi penyiaran diserahkan kepada sebuah lembaga independen yakni Komisi Penyiaran Indonesia (PI) yang tidak bertanggungjawab kepada Pemerintah tetapi bertanggungjawab kepada DPR/DPRD sebagai representasi rakyat.
Kedua, kontroversi seputar pengesahan UU Penyiaran No. 32 Tabun 2002 mencerminkan masih adanya benturan kepentingan antara negara dan publik. Di antara kelompok masyarakat/publik sendiri muncul pro-kontra khususnya antara kelompok pemilik modal dan praktisi penyiaran yang menolak tegas UU ini dengan beberapa pihak yang mendukungnya. Implikasi praktis situasi seperti ini adalah semakin meningkatnya kesadaran publik akan hak-hak mereka dalam penyelenggaran penyiaran. Paling tidak, ada peluang munculnya civil society yang kuat sehingga publik bisa lebih berperan dalam proses pelembagaan referensi etik, normatif, dan regulatif bidang komunikasi massa.
Secara teoritis, deregulasi bidang penyiaran yang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR belum sepenuhnya mencerminkan model penyiaran yang demokrass. Dalam hal ini, filosofi kepentingan publik (public interest) sebagai konsep kunci demokrasi masih akan sulit diwujudkan. Dalam masyarakat demokrass, regulasi penyiaran harusnya memenuhi kriteria: Pertama, akuntabilitas publik (accountability), yang berarti lembaga penyiaran bertanggungjawab memenuhi kepentingan publik. Kedua, kecukupan (adequacy), berwujud keanekaragaman program yang menyentuh seluruh segmen masyarakat secara adil, proporsional, dan berimbang. Ketiga, akses (access), yakni upaya memberikan hak seluas-luasnya kepada publik untuk memperoleh informasi (Kellner, 190:185)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsuddin Haris
"Setelah mengalami masa otoritarianisme politik selama hampir 40 tahun (1959-1998), Indonesia akhirnya memasuki era transisi menuju demokrasi. Namun ironisnya, era transisi tidak segera diikuti dengan tahap konsolidasi demokrasi. Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR justru terperangkap ke dalam konflik politik berkepanjangan. Konflik itu begitu serius sehingga Abdurrahman Wahid akhirnya diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden oleh para politisi partai besar melalui Sidang Istimewa MPR 2001.
Dalam kajian itu, tesis ini berusaha menjawab, mengapa terjadi konflik antara Presiden Wahid dan DPR sera faktor-faktor apa yang melatarbelakangi konflik tersebut?
Konflik Presiden Wahid dan DPR bersumber pada dua faktor yang bersifat mendasar. Pertama, tidak adanya platform politik dan visi bersama di antara para elite politik sipil dalam rangka mengakhiri rejim otoriter, dan membangun kerangka demokratis untuk mengakomodasi format politik baru produk Pemilu 1999. Kedua, terbentuknya format politik baru dengan sistem multipartai tanpa kekuatan mayoritas di DPR tidak diikuti dengan reformasi kelembagaan, terutama yang berkaitan dengan relasi kekuasaan Presiden, DPR, dan MPR. Akibatnva, praktik politik DPR cenderung mengarah pada sistem parlementer sementara UUD 1945 bernuansa presidensial.
Selain faktor-faktor di atas, konflik selama periode kajian ini dipicu pula oleh beberapa faktor lain, baik yang bersifat obyektif maupun subvektif. Faktor obyektif pertama adalah polarisasi politik produk Pemilu 1999 di mana PDIP sebagai partai pemenang hanya memperoleh 153 kursi dari 500 kursi DPR Kursi selebihnya diperoleh 20 partai lainnya, Ironisnya tidak ada inisiatif PDIP yang mencalonkan Megawati sebagai presiden untuk mengajak kerjasama dan koalisi dengan partai-partai lain. Konsekuensi logis sikap diam Megawati tersebut, muncul koalisi partai-partai berbasis Islam "Poros Tengah" yang mencalonkan Abdurrahman Wahid sebagai alternatif di luar Megawati dan Habibie. Solusi yang bersifat jangka pendek ini berlanjut ketika Presiden Wahid menyusun kabinet atas dasar kompromi dengan pimpinan kekuatan politik besar di DPR, trmasuk pimpinan TNI. Koalisi dan kompromi politik yang bersifat semu ini adalah faktor obyektif kedua yang melatari konflik politik yang menjadi fokus kajian ini.
Faktor-faktor subyektif yang menjadi sumber konflik adalah; pertama, berkembangnya personalisasi kekuasaan yang dilakukan Presiden Wahid seperti bongkar pasang kabinet, indikasi keterlibatan dalam kasus Bulog dan dana sumbangan Sultan Brunei, berbagai ancaman jika dia tidak lagi menjadi presiden, dan pengeluaran dekrit presiden yang memicu pemberhentiannya oleh SI MPR. Kedua, adalah kecenderungan partai-partai besar non-PKB di DPR memanfaatkan personalisasi kekuasaan yang dilakukan presiden untuk menjatuhkan Abdurrahman Wahid dalam rangka kepentingan kelompok masing-masing. Termasuk di dalam kategori kelompok ini adalah pembangkangan politik TNI/Polri yang kecewa karena kecenderungan Presiden Wahid melakukan intervensi terlampau jauh dalam kehidupan internal tentara dan polisi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siregar, Rahmat
"Tesis ini membahas gerakan sosial baru yang terjadi di Papua. Bagaimana sikap penolakan masyarakat Papua terhadap integerasi dengan Indonesia sejak tahun 1969 lewat Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) dengan bergerilya bersenjata kemudian berubah menjadi cara-cara damai dengan berpolitik dan membangun basis kekuatan massa bukan saja di hutan tetapi sampai didalam kota (konsep masyarakat modern).
Dengan menghadirkan organisasi perjuangan yang bernama Presidium Dewan Papua (PDP) sikap menolak integrasi. Sehingga yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimana bentuk organisasi PDP dan perannya dalam melahirkan gerakan sosial baru di Papua ?. Eksplorasi metode pada penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, karena peristiwa ini relatif masih baru maka sumber paling baik adalah pengumpulan dokumen dari hasil Musyawarah Besar (MUBES), Kongres Rakyat Papua Ke II dan dokumen penting PDP dan yang terpenting mewawancarai tokoh-tokoh gerakan sosial baru ini. Untuk memperkuat penelitian ini maka penulis menggunakan teori-teori gerakan sosial baru yang paling relevan dan tepat . Dengan melihat kunci kekuatan teori tersebut dimana lahirnya organisasi perlawanan rakyat, tokoh / pimpinan, adanya kesempatan politik, partisipasi masyarakat akar rumput dan tanggapan pihak yang berkuasa (pemerintah), sehingga lahir mobilisasi massa dan mobilisasi politik, karena adanya suatu kepercayaan (belief) sebagai sumber penyatu.
Temuan penelitian ini benar-benar menunjukkan realitas di Papua sebagai fenomena gerakan sosial baru yaitu, organisasi PDP yang laior berhasil merubah pola gerakan yang sebelumnya dengan cara gerilya bersenjata menjadi cara damai dan pola itu menjadi tema pokok perjuangan rakyat, selain ini representatif rakyat dengan melibatkan komponen perjuangan masa lalu seperti TPN / OPM, Tapoll Napol , perempuan, intelektual, dan lain-lain menunjukkan proses demokrasi yang jalan pada tingkat bawah. Cara-cara ini mendapat perhatian yang luar biasa bukan saja dari pemerintah Indonesia bahkan dunia luar.
Sekali lagi fenomena ini menjadi sangat menarik dan dapat di tarik bebarapa kesimpulan penting seperti ; ada satu perubahan dimana rakyat dapat memposisikan dirinya dalam konstalasi politik dan bernegara menjadi objek yang sangat berperan, kemudian rakyat tidak lagi semata-mata dijadikan objek keputusan pemerintah. Terjadi interplay of power antara institusi resmi dan kekuatan non formal massa. Akhirnya peran-peran oposisi sangat efektif dalam menciptakan perubahan yang cukup signifikan dalam bentuk kebijakan untuk menampung aspirasi rakyat yang timbul.

New Social Movement The Papuan Presidium Council And The New Social Movement In Papua After The Fall Of The New Order Regime In 1998This thesis discusses a developing New Social Movement In Papua. The nature of rejection of the Papuan community against integration with Indonesia, initially resulted from the so called Act Of Free Choice in 1969 was shown at the very beginning in guerrilla warfare. Recently, in spite of ongoing counter-tenor and intimidating human right violations the struggle has totally changed its course by the adoption of more peaceful and humane means for the restoration of Papuan sovereignty through the establishment of mass political power at the grass-root level, which exists not only in jungles but has widely spread into urban areas (a civic/modem society concept).
The presence of The Papuan Presidium Council (locally known as Presidium Dewan Papua or the PDP), play an important role in voicing people's rejection on integration with Indonesia. The new struggle concept has put a challenging strain on PDP, namely, how to organizationally activate this new form of Social Movement in Papua to keep up the struggle ? The exploration of this research fully adopt qualitative research method. As the case is a new, most of the resources are tapped from direct outcome of Deliberation Meetings (Mubes), the Second Papuan People Congress, PDP's initial documentation, and most importantly direct interview with those who - are responsible and involved in maintaining the New Social Movement. In order to strengthen the results of this research the writer has adopted the most recent, most relevant and most popular new social movement theories. Through these theories we can simply see in this case that the unity and oneness established among emerging people resistance organizations, community figures and leader, grass-root communities participation, situational political moments, and mass political mobilization against the government's authoritarian response, are tied as one based on one single belief
Achievements of the research indicated the emergence of current socio-political phenomenon in Papua as a New Social Movement. PDP has succeeded in converting a violence-based struggle into a `peaceful struggle'. Mass consolidation which involve a great deal of community representatives as well as past resistance organizations such as TPNIOPM (Papua Liberation Army), Tapol/Napol (Ex-political prisoners), as well as other civic components including women, intellectuals et cetera, is a good sign of a smooth running democratization at the grass-root level. Such situation has drawn serious foreign as well as domestic government attentions.
The phenomenon has served us some very interesting conclusions : the people has succeeded in the repositioning process to proactively participate in the overall state political constellation, and that the people are not longer object to government decisions. There is an interplay of power between existing formal institution and the non-formal people (mass) power. Finally, the current opposition has played an effective role in creating significant changes through the adoption of new policies in order to enhance accommodation of all emerging people aspirations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007
327.16 DIS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denny J.A.
Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2006
321.809 DEN j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kacung Marijan
Jakarta: Kencana Prenada Media , 2011
320.959 8 KAC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kacung Marijan
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
320.959 8 KAC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>