Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3311 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grey, Gene W., 1931-
New York: John Wiley & Son, 1996
715.2 GRE u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Nadia
"Pertumbuhan penduduk di Kota Depok pada 20 tahun terakhir tercatat mencapai 2 kali lipatnya dari tahun 2020 sehingga menyebabkan adanya perubahan lahan dari tutupan vegetasi menjadi non vegetasi sebagai ruang terbuka hijau publik. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah struktur komposisi vegetasi dan keanekaragaman burung di Hutan Kota UI berdasarkan NDVI, menganalisis pengaruh kerapatan vegetasi pada suhu permukaan (LST) dan kelembaban lahan (NDMI), menilai kemampuan Hutan Kota UI dalam menyerap karbon, menganalisis persepsi masyarakat dan membangun konsep sosiobioekologi hutan kota berkelanjutan pada Hutan Kota UI. Metode yang digunakan adalah metode campuran yaitu menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada beda keragaman vegetasi pada tiap kelas NDVI dan ada beda nyata keragaman burung pada tiap kelas NDVI. Hutan Kota UI mampu menyerap karbon sebesar 612.259ton/ha (6,17triliun rupiah). Masyarakat merasa senang dengan keberadaan hutan kota sehingga status sosiobioekologi Hutan Kota UI adalah baik.

Population growth in Depok City in the last 20 years was recorded to have doubled from 2020, causing a change in land from vegetation cover to non-vegetation. This study aims to examine the structure of vegetation composition and bird diversity in the UI City Forest based on NDVI, analyze the effect of vegetation density on surface temperature (LST) and soil moisture (NDMI), assess its ability to absorb carbon, analyze community perceptions and build socio-bioecology concepts of sustainable urban forests in the UI Urban Forest. The method used is a mixed method using quantitative and qualitative. The results showed no difference in the vegetation diversity but a significant difference bird each NDVI class. UI Urban Forest can absorb carbon of 612,258 tons/ha (6.17 trillion rupiahs) also the community perception is happy with the urban forest’s existence so that the socio-bioecological status of the UI City Forest is good."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miller, Robert W.
New Jersey: Prentice-Hall, 1997
635.977 MIL u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Magni Sundara
"Masalah utama yang dihadapi DKI Jakarta adalah perubahan fungsi lahan didorong oleh pertumbuhan ekonomi dengan ditandai oleh pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor. Sesuai data tahun 2015 DKI Jakarta memiliki luas hutan kota dengan luas 646 ha, dan pada tahun 2030 DKI Jakarta mempunyai target luasan hutan kota dengan luas 1,587 ha, artinya dibutuhkan luas lahan tambahan sebesar 941 ha. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulisan disertasi ini mempunyai tujuan untuk menentukan indeks luas hutan kota, melakukan analisa spasial sebagai dasar pemetaan lahan potensial, membangun model untuk melakukan optimalisasi dalam pengembangan hutan kota. Metode yang digunakan menggunakan indek relatif metode Marshal, analisis spasial perkotaan mengunakan alat bantu GIS, permodelan dibangun mengunakan model sistem dinamis. Hasilnya diperoleh besaran indek luasan hutan kota, diperoleh data luas lahan potensial hutan kota, tersebar di seluruh wilayah sesuai dengan zonasi kawasan yang diamati. Dari model yang di bangun menghasilkan model pengembangan hutan kota skala mikro.

The main problem faced by DKI Jakarta is the change in the function of land driven by economic growth characterized by the rapid growth in population and the number of motorized vehicles. According to 2015 data DKI Jakarta has an area of urban forest with an area of 646 ha, and in 2030 DKI Jakarta has a target of urban forest area with an area of 1,587 ha, meaning that an additional land area of 941 ha is needed. Based on these problems, the writing of this dissertation aims to determine the urban forest area index, conduct spatial analysis as a basis for mapping potential land, build a model to optimize the development of urban forests. The method used uses the relative index Marshal method, urban spatial analysis using GIS tools, modeling is built using a dynamic system model. The results obtained by the index size of urban forest area, obtained data on potential land area of urban forests, scattered throughout the area in accordance with the zoning area observed. From the built model produces a model of micro-scale urban forest development."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Sudharnoto
"Pembangunan di wilayah perkotaan sering lebih banyak digambarkan oleh adanya perkembangan fisik kota. Gejala pembangunan kota pada mass lalu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan Ruang Terbuka Hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan menjadi peerrnukiman, perkotaan, industri, tempat-tempat rekreasi, dan lain-lain. Untuk itu kini semakin disadari, bahwa wilayah penyangga hijau di kota tidak hanya menjadikan indah dan sejuk, namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumber daya alam akan menjadi terjaga, yang pada giliirannya akan ikut memberikan kenyamanan, kesegaran dan terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan.
Wilayah penyangga hijau akan sangat dibutuhkan pada wilayah perkotaan guna mencegah degradasi kualitas lingkungan, di samping meningkatkan kebutuhan akan sarana dan prasarananya. Dan catatan sejarah dinyatakan bahwa sekitar 2000 tahun yang silam, tepatnya (100 - 44 S.M.) Julius Caesar dari Roma pernah merasa terganggu dengan suara-suara keras yang timbul dari roda-roda besi kereta kuda {kariot). Untuk itu diperintahkan memindahkan jalur jalur yang dilalui kariot tersebut dengan suatu pemisah, yakni berupa hutan-hutan kota dari lingkungan pemukiman penduduk agar polusi suara yang ditimbulkannya dapat teredam. Pemikiran semacam perlindungan terhadap suara yang tidak dikehendaki (bising) demi meningkatkan/melestarikan kualitas lingkungan rupanya sudah dipikirkan pada masa 2000 tahun lebih yang lalu.
Meskipun demikian pemikiran semacam perlindungan terhadap kebisingan tidak berkembang dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena sebelumnya masih dianggap remeh. Sejalan dengan berkembangnya hutan kota, rupanya orang mulai memikirkan manfaat-manfaat yang didapat dengan adanya hutan kota tersebut, termasuk adanya kenyamanan dalam hal penurunan kebisingan. Melalui hutan kota, dapat pula dirasakan iklim mikro yang cukup nyaman karena pepohonan dan vegetasi yang ada di dalamnya mampu menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia melalui pengaturan suhu, cahaya, kelembaban dan aliran udara.
Di Indonesia, melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kaitannya dengan lingkungan hidup dan penghijauan, pembangunan hutan kota merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari rangkaian usaha pembangunan nasional dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat yang merata, seperti yang dimaksudkan dalam falsafah serta tujuan hidup Bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Keberhasilan suatu pembangunan jelas tidak dapat dipisahkan dari dasar hukum, atau peraturan perundang-undangan yang mendasarinya maupun yang mengatur pelaksanaannya demi tercapainya tujuan.
Pegangan dasar tentang pemanfaatan hutan kota secara tersirat telah termaktub dalam pedoman pegamalan Pancasila, UUD 1945, terutama dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Sedangkan landasan konsepsional pemanfaatan hutan kota diliput dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Bahkan dalam undang-undang mengenai lingkungan hidup, terdapat undang-undang:
1. Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan yang diundangkan pada tanggal 24 Mei 1967. Pasal 5 ayat (1), menyatakan bahwa, "Semua hutan dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara"
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pengaturan tentang lingkungan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang, membuktikan bahwa Pemerintah memandang panting fungsi dari ekosistem yang lestari, baik terhadap ekosistem di Iuar areal perkotaan maupun di dalam areal perkotaan. Pada saat ini, hares disadari bahwa lingkungan merupakan sumber daya lainnya yang tidak dapat diabaikan. Hal ini disebabkan suatu disain pembangunan kota tanpa disertainya disain lingkungan sebagai sumberdaya alam, tidak akan mencapai basil yang diinginkan.
Kiranya hutan kota merupakan salah satu altematif terhadap upaya perbaikan lingkungan, terutarna di perkotaan yang umumnya lahan semakin berkurang. Untuk itu kiranya perlu upaya semaksimal mungkin agar peranan hutan kota menjadi lebih besar lagi, terutama dengan adanya perubahan suhu melalui kegiatan evapotranspirasi sehingga tercipta suatu suhu nyaman. Suatu lingkungan dapat dikatakan nyaman apabila perbedaan antara suhu minimun dan maksimuni tidak berbeda jauh dan tingkat kelembabannya relatif tinggi.
Hutan kota merupakan komponen lingkungan yang memiliki potensi sangat luas penyusunan program pembangunan hutan kota asas-asas yang mendasarinya adalah asas kelestarian, asas manfaat, serta asas keserasian dan keseimbangan. Asas kelestarian menghendaki agar vegetasi sebagai penghasil oksigen, tanah dan air sebagai kebutuhan esensial mahluk hidup akan tetap berfungsi secara maksimal dan lestari. Asas manfaat mempersyaratkan agar setiap penggunaan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak.
Di samping itu, jajaran pepohonan juga berfungsi menyegarkan udara karena mengkonsurnsi karbondioksida (CO) dan menghasilkan oksigen (02), selain secara tidak langsung ikut pula menurunkan tingkat kebisingan. Bahkan dalam hal penurunan tingkat kebisingan, hutan kota mempunyai kontribusi yang cukup besar.
Berkaitan dengan uraian di atas maka masalah pada penelitian ini adalah :
1. Sejauh manakah keberhasilan hutan kota dalam upaya meredam kebisingan, khususnya pada tempat kegiatan bekerja penduduk kota dan sekitarnya ?
2. Sejauh manakah keterkaitan antar faktor-faktor ekologis hutan kota, seperti struktur hutan kota dapat ikut berpengaruh terhadap kemampuan meredam suara bising lalu lintas ?
Dari permasalahan tersebut, penelitian ini akan mencari hubungan antar keberadaan hutan kota dengan masing-masing variabel yang diujikan, seperti suhu udara, kelembaban udara, tingkat kebisingan dan kecepatan angin. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
a. Keberadaan hutan kota mempunyai hubungan dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa adanya penurunan tingkat kebisingan lalu lintas.
b. Adanya hubungan keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa adanya penurunan nilai temperatur dan naiknya kelembaban udara.
c. Adanya hubungan yang berkorelasi positip antara komposisi dan struktur pembentuk suatu hutan kota dengan penurunan tingkat kebisingan lalu lintas.
d. Adanya hubungan antara modifikasi temperatur dan kelembaban udara akibat keberadaan hutan kota dengan tinggi rendahnya nilai kebisingan terekam.
Penelitian dilakukan selama 21 hari berturut-urut di Hutan Kota Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat. Jenis penelitian adalah Stratified Purposed Random Sampling dengan mengambil data-data untuk kebisingan, suhu dan kelembaban pada titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan data dilakukan secara serentak pada waktu-waktu yang juga telah ditentukan sebelumnya. Jumlah data secara keseluruhan adalah 144 untuk masing-masing variabel yang akan diujikan. Untuk pengumpulan data tambahan, dilakukan pengukuran arah dan kecepatan angin. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan untuk mendapatkan dan membaca hasil yang lebih maksimal dipergunakan histogram antar masing-masing variabel, begitu pula untuk melihat hubungan antar variabel yang diujikan.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan antara keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan, berupa penurunantingkat kebisingan lalu lintas. Meskipun demikian dapat dirinci lebih jauh lagi :
a. Relatif tidak berbedanya penurunan kebisingan antar satuan hari kesibukan, dimana satuan hari Senin-Jum'at (75,42 dB) mempunyai tingkat kebisingan tertinggi diantara satuan hari Selasa-Rabu-Kamis (75,30 dB) dan Sabtu-Mmggu (75,09 dB).
b. Ada perbedaan rata-rata tingkat kebisingan antar satuan waktu tingkat kepadatan lalu lintas, dimana waktu Sangat Padat/pukul 0600 - 10°° berada pada tingkat kebisingan tertinggi (74,95 dB) di antara ketiga waktu pengukuran yang lain, yaitu Sedang/pukul 1100 - 15° (65,09 dB), Padat/pukul 1600 - 20°0 (65,76 dB) dan Lengang/pukul 2100 - 01°0 (60,02 dB).
c. Ada perbedaan rata-rata tingkat kebisingan antar titik pengukuran berdasarkan jarak dan struktur vegetasi pembentuknya, dimana titik pengukuran I berada pads tingkat kebisingan tertinggi (75,27 dB) diantara ketiga titik pengukuran lainnya, yaitu titik II (62,59 dB), titik III (55,62 dB) dan titik IV (60,34 dB).
2. Adanya hubungan yang berkorelasi positip, dimana struktur hutan kota yang lebih rapat dan berstrata banyak mempunyai keefektifan yang lebih besar dalam upaya peredaman tingkat kebisingan lalu limas.
3. Adanya hubungan antara keberadaan hutan kota dengan perbaikan mutu lingkungan yang secara umum diikuti dengan penurunan nilai temperatur dan naiknya kelembaban udara.
4. Adanya hubungan antara temperatur dan kelembaban udara akibat keberadaan hutan kota dengan tinggi rendahnya nilai kebisingan yang terekam, dimana secara umum naiknya temperatur cenderung akan menyebabkan naiknya tingkat kebisingan terekam, sebaiknya naiknya kelembaban udara secara umum cenderung akan menyebabkan turunnya tingkat kebisingan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberadaan hutan kota yang biasanya diketahui sebagai penghasil oksigen (D2), ternyata juga mempunyai peranan cukup penting dalam upaya memperbaiki kondisi lingkungan fisik perkotaan lainnya, terutama untuk perbaikan penurunan tingkat kebisingan, di samping secara umum terjadi pula penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban udara. Dengan demikian diharapkan timbul kesadaran dan kepedulian penduduk perkotaan untuk mengambil manfaat yang akan didapat dengan menanam pepohonan baik di pekarangan maupun pada lahan-lahan penghijauan.

The development in the city areas is mostly characterized by the existence of the city's physical growth. The trend of the city development in the past was more inclined to minimize green open space and to dissipate the nature itself. Arable land mostly became residential area, city, industrial estate, recreational parks and any more.
Therefore now it is becoming a major concern, that green sustenance area in the city is not only making it beautiful and cool, but the aspect of preservation, compatibility and balanced of natural resources can be maintained, which later on they can provide comfortness, refreshness and freedom the city from pollution and noise.
Green preserved area will be highly needed in the city area prevent the defradation of the environment quality, besides to improve the needs of facilities and infrastructures. Based on history, about 2,000 years ago, around (100 - 44 BC) Julius Caesar from Rome was disturbed by the noises accured from the chariots wheels. Therefore, there was a decree to move lanes designated for chariots with a boundary, which was city forest within residential area, with purpose to reduce the noise level. The thought such as protecting from the unwanted noise in order to improve/maintain their environment quality was actually a major concern about 2,000 years ago.
With such fact, the thought of protecting from the noise did not grow rapidly. The reason behind this was due the ignorance of most people. Along with the Urban Forest development, then people started to be concern the benefit of it including the comfortness in terms of noise reduction.
Through Urban Forest, also we can sense the comfort of climate on micro level, since tress and vegetation in it can create micro climate which comfort for people through coordination of temperature, light, humidity and air circulation.
In Indonesia, through the existing laws in relation with living environment and green movement, the development of urban's forest is such activity that cannot be separated from the national development which is aimed to achieve the prosperity for all the people, as stated in the national philosophy of Indonesia, Pancasila. The success of development definitely cannot be separated from the fundamental principle, or laws which area the guidance or as regulation in aiming the objective.
The basic principle about utilization of urban forest is explicitly stated in the implementation guidance of Pancasila, 1945 State Constitution, particularly in chapter 33 articles 3 says: "Land, water and natural resources are controlled by the state and fully utilized for the benefit of the people". While the basic concept of the city forest utilization is described in state policies. Even within the environment laws, there are:
1. Law Number 411982 about Principle Decree of Environmental Management.
2. Law Number 511967 about Forestry Principle Decree which was ratified on May 24, 1967. Chapter 5 article 1, state that ?All forest within the area of the Republic Indonesia includes its natural resources area controlled by the State.
3. Law Number 511990 about Conservation of Biological Natural Resources and Its Ecosystems.
The environmental management which is stated in laws, it is proved that the government puts major priority on the function of sustainable ecosystem, both for ecosystem inside and out of urban area. At the moment, we need to be aware that environment is another natural resource which cannot be neglected. Therefore, such city master plan which has no environment design, cannot optimally achieved the objective.
City is an alternative for environmental improvement, especially in urban area which is generally facing land deterioration. Therefore, we need to put our great effort to strengthen the role of urban forest, especially due to the temperature change as a consequence of evapotranspiration if the difference between minimum and maximum temperature is not quite different and its humidity level is relatively high. Urban forest is an environment component which has great advantage to play a major role as needed. In formulating the development program of the urban forest, some basic principles to be considered are preservation, benefit, harmonious and stability.
The principle of preservation is aimed to have vegetation as oxygen producer, land and water as the essential need for human being to be optimally utilized and preserved at the same time. The principle of benefit is required to each use of space and natural resource in it can be beneficial for the welfare of the whole people. Moreover, the trees are serving as air refresher, since they consume carbon dioxide and supplies oxygen, and indirectly also reduce the noise level. Even in reducing the noise level, urban forest has such major contribution.
In relation with the above explanation, the issues in this thesis are:
1. How far the success of urban forest in reducing the noise level, particularly in the business district of the urban population and its vicinity?
2. Is there any correlation between temperature and humidity in the urban area that possible to influence the high or low level of noise reduction caused by traffic activity?
From the problem concerned, this research will find the correlation between the existences of urban forest with each variable being tested, such as temperature, humidity, noise level and wing speed. Hypothesis being proposed in this research is:
a. The existence of urban forest has correlation with the improvement of environment quality, such as the reduction of traffic noise level.
b. There is correlation of the existence of urban forest with the improvement of environment quality, such as the reduction of temperature and the rise of humidity.
c. There is positive correlation between the composition and form structure of urban forest with the reduction of traffic noise level.
d. There is correlation between the composition of temperature and humidity due to the existence of urban forest with its high and low of noise value being recorded.
Research was conducted for 21 days consecutively at Manggala Wanabakti Urban Forest, Central Jakarta. The type of research is Stratified Purposed Random Sampling by taking data for noise, temperature and humidity on certain targeted points. Data collection was conducted at once at designated time. The total data is 144 for each variable which will be tested. For additional data collection, the measurement of wind direction and speed was performed. Data analysis was done descriptively and in getting much better result, we use histogram between variables, as well as for knowing the correlation between variables being tested.
Results of the research are:
1. There is correlation between the existences of urban forest with the improvement of environment quality, in the form of the reduction of traffic noise level. Nevertheless, the details further are:
a. Relatively no difference in the decrease of noise on each busy day, where each day of Monday-Friday (75,42 dB) has be highest noise level among each day of Tuesday, Wednesday and Thursday (75,30 dB) and Saturday-Sunday (75,09 dB).
b. There is difference of average noise level on each period of heavy traffic level, where period of Very Heavy/between 0600 - 10°° is on the highest noise level (74,95 dB) among the three other time measurement, that is Medium/between 110° - 1500 (65,09 dB), Heavy/between I6°° - 20°° (65,76 dB) and Light/between 2100 - 0100 (60,02 dB).
c. There is different of average noise level on each point of measurement based on distance and its form of vegetation structure, where point of measurement T is on the highest noise level (75,27 dB) among the three other point of measurement, that is point of measurement point II (62,59 dB), point III (55,62 dB) and point IV (60,34 dB).
2. There is positive correlation, where the structure of urban forest which is closer and with strata has much larger\electiveness in reducing the traffic noise level.
3. There is correlation between the existence of urban forest with the improvement of environment quality which generally followed by the reduction of temperature and the rise of humidity.
4. There is correlation between temperature and humidity due to the existence of urban forest with its high and low of noise value being recorded, where generally the rise of temperature tends to cause the rise of recorded noise value, on the other hand the rise of humidity generally tends to cause the reduction of noise level.
Based on the result of hypothesis testing, thus we can conclude that the existence of urban forest which is known as oxygen producer, in fact it has also important role in improving the physical condition of other city environment, especially for improving the reduction of noise level, besides in general there is also temperature reduction and the rise of humidity. Therefore, we hope that there will be awareness and concern of urban population to take the advantage by planting trees both in their yard or green areas.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Syihabuddin
"ABSTRAK
Dibangunnya kawasan hijau dalam bentuk hutan kota di sekitar kawasan industri Pulogadung atas dasar keyakinan peranan fungsi jasa ekologis komunitas berbagai jenis tumbuhan yang dinilai mampu memperbaiki kualitas lingkungan kawasan industri. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis dinamika pertumbuhan hutan kota, kondisi iklim mikro, besaran karbon, pengetahuan dan sikap masyarakat, dan upaya pengelolaan hutan kota kawasan industri. Penelitian dilakukan di Hutan Kota kawasan Industri Pulogadung, Kelurahan Rawa Terate, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Sampel vegetasi terdiri dari 3 petak tunggal, sedangkan sampel manusia terdiri atas 40 responden dan 2 informan. Struktur dan komposisi vegetasi yang mendominasi di Hutan Kota Kawasan Industri Pulogadung Trembesi Samanea saman untuk fase pohon dengan INP 74,98 ; Mahoni Swietenia mahagoni untuk fase tiang dengan INP 177,67 ; petai cina Leucaena leucocephala untuk fase pancang dengan INP 61,33 . Profil vegetasi menunjukkan kriteria pohon masa kini 100 didominasi oleh model arsitektur Troll dengan kerapatan vegetasi pohon 225 individu/Ha. kondisi iklim mikro masuk kategori tidak nyaman yaitu 29,75, padahal kondisi idealnya atau kondisi nyaman pada kisaran 25,0-

ABSTRACT
The construction of green areas in the form of urban forest around Industrial Estate Pulogadung on the basis of the role of faith communities ecological service functions of various types of plants are considerably to improved the environmental quality of industrial estates. The purpose of the study is to analyze the dynamics of the growth of the urban forest the micro climatic conditions the amount of carbon the knowledge and attitudes and the urban forest manegement efforts industrial estate. The study was conducted the Urban forest Industrial Estate Pulogadung, East Jakarta. Samples of vegetation consist of 3 single swath, while the human sample consisted of 40 respondents. The structure and composition of vegetation that dominates in Urban forest Industrial Estate Pulogadung Samanea saman for phase IVI tree with 74.98 Swietenia mahagoni for phase pole with IVI 177.67 Leucaena leucocephala for phase with IVI 61,33 stake. Profile vegetation shows trees criteria today 100 dominated by Troll architectural model with a density of 225 trees vegetation individuals ha. micro climatic conditions in the category of uncomfortable 29.75 , whereas the condition or conditions ideally convenient in the range 25,0 "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Urfi Izzati
"Sempadan sungai adalah kawasan lindung di kanan kiri sepanjang sungai yang secara alami diperuntukkan bagi vegetasi. Faktanya, kualitas sempadan sungai semakin menurun akibat alih fungsi lahan sempadan sungai oleh masyarakat, terutama di perkotaan sehingga dapat mengganggu fungsi ekologisnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis fungsi ekologis sempadan sungai morfologi sempadan sungai, keanekaragaman jenis pohon dan burung , menganalisis kondisi sosial ekonomi pemahaman, pandangan, perilaku, dan kondisi ekonomi masyarakat yang tinggal di sempadan sungai, dan merumuskan strategi pengelolaan lingkungan sempadan sungai berbasis hutan kota berkelanjutan.
Morfologi sempadan sungai dianalisis menggunakan Sistem Informasi Geogrfis SIG ; kenaekaragaman jenis pohon diukur menggunakan petak ukur dengan metode jalur berpetak, sedangkan keanekaragaman jenis burung diukur menggunakan transek garis kemudian dianalisis dengan indeks keanekaragaman Shannon Wiener; kondisi sosial ekonomi menggunakan kuesioner, dan penentuan strategi pengelolaan yang tepat menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan tegakan sebesar 15,73. Indeks keanekaragaman jenis pohon sebesar 2,707 dan burung sebesar 2,794 yang termasuk kategori Sedang berdasarkan Indeks Shannon Wiener. Pemahaman masyarakat Tinggi dan pandangan masyarakat Cukup Baik, tetapi kondisi ekonomi dan perilaku masyarakat yang tinggal di sempadan sungai Kurang Baik.
Kesimpulannya adalah melalui strategi pengelolaan lingkungan sempadan sungai berbasis hutan kota berkelanjutan secara collaborative management dengan peranan masyarakat yang tinggal di sempadan sungai dan pemerintah yang saling mendukung untuk meningkatkan fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi sempadan sungai.

Stream buffer is a protected area on either side along a river that is naturally destined for vegetation. In fact, quality of stream buffer was declining due to conversion of riparian land by people, especially in urban areas, which may disrupt its ecological functions.
This study aim to analyze ecological function of stream buffer morphology of stream buffer, diversity of tree and birds species, to analyze socio economic conditions understanding, point of views, behavior, and economic conditions of riverside community, and to formulate strategies that will be used for managing sustainable stream buffer based on urban forests.
Stream buffer morphology was analyzed using Geographic Information System GIS diversity of tree species was measured using a stripping route plot method, while diversity of bird species was measured using line transects and then analyzed by Shannon Wiener 39 s diversity index socio economic conditions was investigated using questionnaires, and appropriate strategies was determined using Analytical Hierarchy Process AHP.
The results showed a decrease in stands of 15,73. Tree species diversity index was 2,707 and bird species diversity index was 2,794, which belongs to moderate category based on Shannon Wiener Index. Understanding of riverside community is high and their viewpoint is quite good, but their economic and behavioral conditions are less adequate.
This study conclude that through sustainable urban forest based management of environmental stream buffer strategy in collaborative management with role of riverside community and mutually supportive government to improve the ecological and sosio economic functions of stream buffer.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rakhmawati Rizki
"Fenomena urban heat island (UHI) telah menjadi masalah di kota besar di dunia, termasuk Jakarta. Kondisi ini telah menjadi isu global yang perlu diprioritaskan, karena semakin banyak kota di dunia yang mengalaminya, maka akan semakin pesat pula laju pemanasan global. Studi ini dilakukan di Jakarta Timur sebagai wilayah yang terdeteksi memiliki UHI tertinggi di Jakarta dengan jumlah RTH terluas, yang bertujuan untuk mengetahui sebaran UHI dan mitigasinya melalui perencanaan penggunaan lahan. Studi ini menggunakan metode analisis spasial, analisis statatistk, dan analisis deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa wilayah cakupan UHI tertinggi ada di wilayah Cakung, yang didukung dengan persepsi tingkat kenyamanan termal masyarakat yang menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan termal wilayah Cakung masuk ke dalam kategori tidak nyaman. Ketidaknyamanan tersebut kemudian membentuk persepsi masyarakat yang sadar dengan sangat baik tentang kebutuhan masyarakat terhadap hutan kota. Namun, ketersediaan hutan kota di Jakarta Timur saat ini masih belum memenuhi standar 10%, yaitu hanya 1,02% dari luas total wilayahnya. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan penggunaan lahan yang lebih efisien untuk dapat memaksimalkan pemenuhan kebutuhan hutan kota di Jakarta Timur, baik dari aspek teknis terkait ketersediaan lahan, aspek kebijakan terkait perumusan regulasi hijau, dan aspek ekonomi terkait alternatif pendanaan.

Urban heat island (UHI) has become a scourge in big cities worldwide, including Jakarta. This condition has become a global issue that needs to be prioritized because the more cities in the world that experience it, the faster the rate of global warming will be. This study was conducted in East Jakarta as an area detected to experience the highest UHI in Jakarta. It aims to determine the distribution of UHI and its mitigation through land use planning. This study used the method of spatial analysis, statistical analysis, and qualitative descriptive analysis. The results of the analysis show that the highest UHI coverage area is in Cakung, which is supported by the perception of the level of thermal comfort of the community, which indicates that the level of thermal comfort in the Cakung area falls into the 'warm' or uncomfortable category. This discomfort then forms the perception of the people who are very well aware of their need for urban forests. However, unfortunately, the availability of urban forests in East Jakarta still does not meet the standard of 10%, which is only 1.02% of the total area. Therefore, there is a need for more efficient land use planning to maximize the fulfillment of urban forest needs in East Jakarta, both from technical aspects related to land availability, policy aspects related to the formulation of green regulations, and economic aspects related to alternative funding."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hanum Salsabillah
"ABSTRAK
Penelitian estimasi cadangan karbon pada vegetasi tegakan tiang dilakukan di Hutan Kota Universitas Indonesia, Depok. Penelitian bertujuan untuk mengestimasi cadangan karbon pada vegetasi tegakan tiang Hutan Kota UI, yang terbagi menjadi tiga zona yaitu Wales Barat, Wales Timur dan Vegetasi Alami. Selain itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui spesies dari vegetasi tegakan tiang yang menyimpan cadangan karbon terbesar. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2017. Penelitian dilakukan dengan metode nondestruktif. Jumlah plot yang digunakan adalah 75 plot, yang dibagi kedalam tiga zona, masing-masing 25 plot berukuran 10x10m. Nilai cadangan karbon tegakan tiang diperoleh dengan menghitung biomassa dari data lingkar batang tiang setinggi dada DBH. Penghitungan biomassa vegetasi tegakan tiang dilakukan dengan persamaan allometrik B = 0,11 D 2 0,62 Ketterings, dkk. 2001. Persamaan tersebut melibatkan berat jenis kayu tiap spesies yang didata. Rata-rata cadangan karbon vegetasi tegakan tiang di Hutan Kota UI adalah 11,505 ton/ha, dengan cadangan karbon terbesar pada Wales Timur 17,262 ton/ha dan terkecil pada Vegetasi Alami 6,876 ton/ha. Cadangan karbon rata-rata vegetasi tegakan tiang terbesar di Hutan Kota UI terdapat pada Hopea sp. Merawan dengan nilai 0,327 ton/ha.

ABSTRACT
The study of carbon stock estimation on pole veget was done in the urban forest of Universitas Indonesia, Depok. The aims of this study are to estimate the carbon stock of pole stage in Urban Forest of Universitas Indonesia, which divided into three zones Wales Barat, Wales Timur and Vegetasi Alami. In addition, this study was conducted to determine species in pole stage that hold the largest carbon stock. The research was done in August December 2017 by non destructive method. The carbon stock value obtained from the biomass calculation based on poles diameter at breast height DBH. The Biomass calculation was done using an allometric equation B 0.11 D 2 0.62 Ketterings, et al., 2001. Allometric equation that used involves wood density of every species that found. Number of plots that used is 75, and then divided to 3 zones, 25 plots each with 10x10 m2 wide. The average of carbon stock value in Urban Forest of Universitas Indonesia is 11.505 ton ha, with Wales Timur have largest carbon stock 17.262 ton ha and Vegetasi Alami have smallest carbon stock 6.876 ton ha. Species of pole stage with largest average carbon stock in Urban Forest UI is Hopea sp. Merawan with 0,327 ton ha."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ahsan Putra Igor
"ABSTRAK

Peningkatan jumlah penduduk di daerah Jakarta menyebabkan pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Keterbatasan lahan yang ada menyebabkan pentingnya melakukan pengelolaan yang tepat terhadap RTH itu sendiri. Salah satu jenis RTH yaitu hutan kota, lokasi hutan kota pada daerah DKI Jakarta yang bersinggungan langsung dengan permukiman masyarakat membuat partisipasi masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan kota menjadi penting. Pengelolaan hutan kota terdiri dari perencanaan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pemantauan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan kota dan menganalaisa tingkat partisipasi masyarakat serta faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan kota. Lokasi penelitian ini terletak di empat hutan kota yaitu Hutan Kota Rawa Malang, Hutan Kota Srengseng Sawah, Hutan Kota Rawa Buaya, dan Hutan Kota Pondok Kelapa.  Pada setiap hutan kota terdapat 3 klaster permukiman yaitu satu permukiman dekat dengan hutan kota dan dua permukiman lainnya jauh dari hutan kota. Untuk melihat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan kota, maka penelitian ini membandingkan variabel jarak masyarakat terhadap hutan kota, persepsi masyarakat, pendapatan masyarakat dan tingkat pendidikan masyarakat. Melalui 90 kuesioner yang di sebar di setiap hutan kota dengan teknik Scoring system dan analisis regresi linier berganda diperoleh hasil bahwa variabel tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat tidak mempengaruhi partisipasi. Variabel jarak dan persepsi masyarakat cukup besar pengaruhnya terhadap partisipasi pengelolaan hutan kota. Berdasarkan temuan, kondisi hutan kota merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan hutan kota.


ABSTRACT


Increase in the population in the Jakarta area has led to the construction of Green Open Space (RTH) being one of the main focuses of the DKI Jakarta Provincial Government. The limited land that exists causes the importance of proper management of the green space itself.One type of green open space, which is urban forest, the location of urban forest in the DKI Jakarta area which is directly in contact with community settlements, makes community participation and community perceptions of urban forest management important. The management consists of planning, maintenance, protection, utilization and monitoring. This study aims to determine the spatial pattern of community participation in urban forest management and analyze the level of community participation and factors that influence community participation in urban forest management. The location of this research is located in four urban forests, namely Rawa Malang Urban Forest, Srengseng Sawah Urban Forest, Rawa Buaya Urban Forest and Pondok Kelapa Urban Forest. The urban forest was divided into three clusters, i.e : one cluster located close to the urban forest and two other clusters located farther away from the urban forests. To see community participation in urban forest management, this study compares the variables of community distance to urban forests, community perceptions, community income and the level of community education. Through 90 questionnaires distributed in each urban forest with Scoring system technique and multiple linear regression analysis, it was found that the level of education and income of the community did not affect to participation.Variable distance and community perception have a significant influence on the participation of urban forest management. Based on the findings, the condition of urban forests is a factor that influences people's perception and participation in urban forest management
"
2018
T52068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>