Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106585 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 2007
346.02 SAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 2007
346.02 Sal p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Salim
346.02 Sal p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"kemandirian daerah provinsi dalam membangun rumah tangga sendiri. Menurut konsep otonomi terbagi dalam tiga yaitu otonomi biasa, otonomi istimewa dan otonomi khusus, yang ditekankan dalam Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945. Adapun alasan pemberian status otonomi khusus di Aceh salah satunya untuk menghilangkan gerakan dilakukan GAM yang bertujuan memisahkan diri dari NKRI. Pemberian status otonomi tersebut diejawantahkan melalui MoU Helsinki yang ditransformasikan dalam UU No. 11 Tahun 2006. Adapun metode yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan dari analisa yang dilakukan ditemukan bahwa keberadaan MoU Helsinki yang dituangkan dalam UU No. 11 Tahun 2006 merupakan manifestasi mengangkat nilai-nilai yang menjadi keistimewaan di Aceh, serta menambahkan beberapa kekhususan lainnya seperti bidang politik daerah. Aceh mempunyai kekhususan dan keistimewaan dalam UU No. 11 tahun 2006, yaitu menentukan lambang dan bendera daerah"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmadi Miru
Jakarta: Rajawali, 2007
346.02 AHM h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmadi Miru
Jakarta: Rajawali, 2010
346.02 AHM h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Artha Puspitasari
"MoU atau Kesepakatan Bersama merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal dalam bentuk tertulis. Banyak anggapan bahwa MoU hanya pengikatan para pihak, belum merupakan suatu perjanjian, yang dapat digunakan sebagai pegangan lebih lanjut dalam negosiasi atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan dalam pembuatan kontrak. Terbukanya kesempatan yang begitu luas untuk membuat kontrak berlandaskan pada prinsip kebebasan berkontrak (pasal 1338 KUHPerdata).
Terdapat 2(dua) macam pendapat mengenai kekuatan yuridis dari MoU. Pendapat pertama menganggap MoU sebagai Gentlement Agreement yang menganggap MoU hanya mengikat secara moral saja. Pendapat kedua adalah Agreement is Agreement, yang menganggap MoU mengikat secara yuridis dan mempunyai kekuatan mengikat sama seperti perjanjian yang lain. Pada umumnya, para pihak membuat MoU secara di bawah tangan. Hal ini mengakibatkan MoU baru mempunyai kekuatan pembuktian formil dan materiil apabila tanda tangan pada MoU tersebut tidak dipungkiri oleh para pihak. Dalam pembuatan MoU, notaris sebagai pejabat umum tidak memiliki peranan, tetapi notaris wajib memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya akta otentik dalam suatu perjanjian kerjasama karena akta otentik merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna.
Suatu akta adalah otentik bukan karena penetapan Undang-Undang, akan tetapi karena dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. Sebagian dari masyarakat kurang menyadari pentingnya suatu dokumen sebagai alat bukti, sehingga kesepakatan di antara para pihak cukup dilakukan dengan saling percaya dan dibuat secara lisan. Akan tetapi ada sebagian masyarakat yang lebih memahami pentingnya membuat suatu dokumen sebagai alat bukti, sehingga kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis yang nantinya akan dijadikan sebagai bukti.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian eksploratoris dari segi sifatnya. Penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam kasus ini, MoU yang dibuat para pihak dimaksudkan sudah mengikat meskipun perjanjian yang rinci belum ada. Hal ini dikarenakan sudah terdapat prestasi yang dilaksanakan.

MoU or mutual agreement is a note or documentation of preliminary negotiation result in written form. There are a lot of opinions that MoU could only become first ties between the parties, not yet a binding agreement, which could be use as further reference in negotiation or as a based to do proper test study in making an agreement. The very wide open opportunity to make an agreement based on freedom of contract (article 1338 Indonesian Civil Law Code).
There are 2(two) kinds of opinion on the juridical power of MoU. The first opinion consider MoU as a gentlemen agreement that consider MoU is only binding morally. The second opinion consider agreement is agreement, which said that MoU is juridically binding and have the same binding power as other kind of agreement. Generally, the parties makes MoU unauthentic. This cause MoU could only have formil and material evidential power if the signature in the MoU is not denied by the parties. In the making of a MoU, Notary as public official does not have a role, but notary is obliged to give legal council on the importance of authentic deeds in a cooperation agreement because authentic deeds is a perfect and binding evidence.
A deed is authentic not because it is stated so by the regulations, but because it is made by or made in front of a public official. Most of the people does not realize the importance of a document as an evidence, so that an agreement between the parties is made on mutual trust and made orally. But there are some people that understand more about the importance of making a document as an evidence, so that the agreement is mad on written form which will be made as an evidence.
In this research the method use is library research method that is juridical normative with explanatory research type from it?s character. This research used a secondary data which consist the primary law material and secondary law material. In this case, the MoU that is made by the parties is ment to be binding eventhough the detailed agreement is unavailable just yet. This cause there are some conditions that are already executed."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26263
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mhd. Rizki Rosadi
"Memorandum of Understanding (MoU) merupakan kontrak awal atau pra kontrak yang memuat keinginan awal para pihak. Dalam perkara antara PT. Gema Samudra (Tergugat I) dengan PT. Berkah Rejeki Makmur (Penggugat) terdapat perjanjian kerjasama yang tertuang dalam Draft Memorandum of Understanding (MoU) dan para pihak telah menjalankan kerjasama tersebut. Namun, pada minggu ke tiga setelah kerjasama berjalan, Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut dibatalkan oleh salah satu pihak dan di sahkan oleh Majelis Hakim karena menurut Majelis Hakim Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut masih berupa konsep sehingga belum mengikat seperti perjanjian dan dapat dibatalkan.
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui kekuatan mengikat dari Draft Memorandum of Understanding (MoU) tersebut. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dibuat dalam bentuk penelitian yuridis normatif atau studi kepustakaan yang dilakukan terhadap hukum positif di Indonesia.
Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah Draft Memorandum of Understanding (MoU) antara para pihak tersebut sudah mengikat meskipun masih berupa Draft Memorandum of Understanding (MoU). Hal tersebut karena berdasarkan Pasal 1343 KUHPerdata dan ditegaskan dengan doktrin Acceptance by Conduct yang menjelaskan bahwa kesepakatan sudah mengikat bagi para pihak dilihat dari maksud dan tindakan para pihak. Dimana dalam hal ini para pihak telah melakukan tindakan dan prestasi yaitu Penggugat telah mengantarkan BBM ke Tergugat I dan Tergugat I telah melakukan pembayaran.

Memorandum of Understanding (MoU) is an initial/pre contract that contains beginning conditions of each parties. In the case between PT. Gema Samudra (Defendant I) and PT. Berkah Rejeki Makmur (Plaintiff), there was a treaty of partnership written on Draft Memorandum of Understanding (MoU) and each parties were agreed on it. Nevertheless, on the third week of the ongoing patrtnership, the Draft Memorandum of Understanding (MoU) was cancelled by one of the party and was legalized by the Judge Assembly who, at the time, thought that the Draft Memorandum of Understanding (MoU) was merely a concept hence it had no legally binding and could still be cancelled.
The purpose of this paper is to acknowledge the binding power of the Draft Memorandum of Understanding (MoU). The research that will be conducted by the writer is a normative judicial research or a literature study of the positive law in Indonesia.
The conclusion of this paper is that the Draft Memorandum of Understanding (MoU) between the two parties has a binding power even though its form was still a Draft, based on Article No. 1343 KUHPerdata and confirmed by the doctrine of Acceptance by Conduct which explains that an agreement has enough legally binding on parties, viewed from the purpose and the action of the parties. As in for this case, both parties had done an action; the Plaintiff had delivered fuel to the Defendant I and Defendant I had done a payment."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Athira
"ABSTRAK
Permasalahan mengenai kedudukan hukum nota kesepahaman kerap kali muncul
mengingat sering digunakannya nota kesepahaman dalam berbagai kegiatan
terutama kegiatan bisnis. Nota kesepahaman digunakan sebagai dokumen
pendahuluan atau pra-kontrak yang berfungsi sebagai pengikat komitmen pada
masa negosiasi, sebelum dibentuknya kontrak kerja sama yang sebenarnya. Oleh
karena fungsinya yang hanya digunakan sebagai pendahuluan, seringkali
kedudukan hukumnya dan kekuatan mengikatnya menjadi permasalahan yang
akhirnya menyebabkan perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan
menjadi terabaikan. Terkait kedudukan hukum nota kesepahaman ini masih perlu
ditinjau lebih lanjut berdasarkan hukum perikatan yang terdapat dalam Buku III
KUHPerdata. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan perlu dilakukan
perbandingan dengan suatu doktrin, yakni doktrin promissory estoppel yang pada
dasarnya melindungi kepentingan hukum pihak yang sudah terlibat janji terutama
janji-janji pra-kontrak. Setelah dilakukan penelitian maka diketahui bahwa di
Indonesia menurut KUHPerdata, kedudukan hukum nota kesepahaman
disetarakan dengan perjanjian sesuai dengan substansinya, sedangkan berdasarkan
promissory estoppel nota kesepahaman merupakan suatu dokumen pra kontrak
yang mengikat.
ABSTRACT
Issues regarding the legal standing of a memorandum of understanding (MoU)
often arise given the frequent use of a memorandum of understanding in various
activities, especially business activities. The MoU is used as a preliminary
document or pre-contract which serves as a binding commitment on the
negotiation period, prior to the establishment of real cooperation contract.
Therefore its function is only used as an introduction, often legal position and
strength of tying a problem that ultimately led to legal protection for the injured
party to be neglected. MoU’s legal standing still needs to be reviewed further by
the law of obligation contained in Book III of the Civil Code. To be able to know
advantages and disadvantages of the implementation in Indonesia, need to be
done a comparison with a doctrine, ie the doctrine of promissory estoppel which
is used basically to protect the legal interests of the parties that have been
involved promise especially promises a pre-contract. In conclusion, it is known
that in Indonesia, according to the Civil Code, the legal standing of memorandum
of understanding is comparable to the agreement in accordance with the
substance, while memorandum of understanding based on promissory estoppel is
a binding pre-contract documents."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardalena Arleen
"Memorandum of Understanding merupakan suatu perjanjian merujuk pada Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Alas yuridis berlakunya MoU di Indonesia adalah Pasal 1338 jo Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Pada hakekatnya, MoU merupakan perjanjian pendahuluan yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci. Terdapat dua macam pendapat mengenai kekuatan yuridis dari MoU. Pendapat pertama menganggap MoU sebagai Gentleman Agreement yang menganggap MoU hanya mengikat secara moral saja. Pendapat kedua adalah Agreement is Agreement, yang menganggap MoU mengikat secara yuridis dan mempunyai kekuatan mengikat seperti perjanjian yang lain. Berdasarkan penelitian pada PT AGGIOMULTIMEX , MoU tidak di ikuti oleh perjanjian yang lebih rinci. Hal ini menjadi masalah ketika salah satu pihak wanprestasi dan menjadikan hal tersebut sebagai suatu alasan untuk melepaskan tanggungjawab pemenuhan prestasi. Akan tetapi, hal ini tidak dapat diterima mengingat dalam MoU tersebut tidak terdapat klausula yang menyatakan MoU tersebut tidak mengikat para pihak jika tidak ditinaklanjuti dengan perjanjian yang lebih rinci. MoU yang mereka buat pun telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang- undang dan dengan demikian mengikat para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20949
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>