Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boisard, Marcel A.
Jakarta: Bulan Bintang, 1980
297 BOI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Makdisi, George A.
Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2005
297.01 MAK c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Tidak bisa disangka bahwa peradaban hanya mungkin dibangun di atas fondasi humanisme yang kuat. Humanisme yang memberikan ruang seluas-luasnya bagi kreativitas manusia untuk menjalankan misi kemanusiaan secara sempurna. Modernitas juga mensyaratkan humanisme sebagai fondasi peradaban. Namun kini, modernitas sedang memperlihatkan kerapuhannya. Banyak kalangan menduga bahwa salah satu penyebab kerapuhan peradaban modern adalah landasan humanismenya, yang juga rapuh. Peradaban modern menghilangkan satu elemen penting sebuah peradaban, yaitu spriritualitas. Kenyataan ini tidak pernah terjadi pada peradaban islam. Dalam kerangka itu, diadakan pengkajian mengenai humanisme islam, khususnya humanisme sufistik dalam pemikiran Syeikh Yusuf al-Makassari.Dengan harapan dapat memberikan sumbangan bagi modernitas yang sedang bangkrut."
JTW 1:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
TIJUDIP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Makdisi, George A.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005
171.2 MAK c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Makdisi, George A.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005
171.2 MAK c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nawang Sayekti
"Cerita anak-anak Nobara (Mawar Liar) dan novel Senso (Penang) merupakan dua dari beberapa karya sastra Ogawa Mimei yang baik, karena kedua cerita ini menggambarkan pemikiran Ogawa Mimei yang berlandaskan humanisme. Skripsi ini bertujuan membuktikan bahwa kedua karya Mimei tersebut dilandasi paham humanisme serta memberikan pengertian secara umum tentang kesusastraan anak-anak khususnya kesusastraan anak-anak di Jepang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengertian kepustakaan (Library Research), dengan membaca buku-buku teks, kritik sastra, dan lain-lain yang berhubungan dengan tema skripsi ini. Kegiatan kesusastraan anak-anak modern Jepang baru tampak pada tahun 1888. Dan sampai kira-kira tahun 1920-an yang dapat dikatakan sebagai cerita anak-anak adalah seperti cerita dongeng yang disampaikan secara lisan oleh orang dewasa kepada anak-anak. Namun perlahan-lahan cerita anak-anak yang mengulas tentang manusia dan kemasyarakatan mulai bermunculan dan diterima oleh masyarakat. Sejak tahun 1904 hingga tahun 1926 Ogawa Mimei dikenal sebagai seorang penulis novel yang telah menghasilkan beberapa karya sastra bermutu tinggi. Selain itu ia dikenal pula sebagai seorang yang menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kedamaian. Pada saat pemerintah Jepang menerapkan politik Fukoku Kyohei dengan melakukan ekspansi ke negara-negara sekitarnya. Rakyat diwajibkan ikut berperang demi kepentingan negara. Mimei tidak setuju dan menentang kebijaksanaan pemerintah pada masa itu yang dinilainya hanya merugikan rakyat. la bersama-sama dengan cendekiawan-cendekiawan yang sealiran melakukan demonstrasi tanpa kekerasann menentang kebijaksanaan pemerintah. Tampaknya dalam dunia cerita anak-anak Mimei menemukan apa yang dicarinya sehingga pada tanggal 13 Mei 1926 ia mernproklamirkan dirinya sebagai pengarang cerita anak-anak sampai akhir hayatnya. Jalan cerita anak-anak Nobara yang ditulisnya pada tahun 1924, yang mana Ogawa Mimei mengajarkan pada anak_-anak bahwa peperangan hanya menimbulkan kesedihan. Begitu pula halnya dengan novel Senso yang ditulis pada tahun 1912, di sini Mimei mengajak semua orang untuk membenci perang, karena menyebabkan kehancuran kehidupan manusia. Kebencian terhadap perang ini merupakan salah satu unsure dari paham humanisme, maka kedua karya Mimei dapat dikatakan berlandaskan pada paham humanisme."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13705
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jika tanda keaslian suatu agama yaitu pembelaannya pada manusia, jelas bahwa Islam adalah agama kemanusiaan. Apa yang menjadi keinginan manusia dalam hidupnya di sini dan di sana kelak, juga menjadi perhatian agama ini. Ia diyakini dapat membimbing pemeluknya tetap pada martabat kemanusiaan yang luhur. Maka beriman kepada Allah tanpa sikap positif pada manusia belum-lah iman dalam arti yang sebenarnya. Kaum sufi amat menghargai nilai-nilai kemanusiaan, karena al Qur'an menjadikan istilah rahmah sebagai tema sentral, dan karena menekankan sisi terdalam agama membuat mereka menemukan keagungan Rahmah-Nya. Dalam al Mu'jam....dikatakan, rahmah dan derivasi kata-kata yang seakar dengannya seperti rahman, rahim, yarhamun, turhamun, arham al rahimin, dll. disebut al Qur'an hingga 341 kali. Dalam Fath al Rahman dikatakan, kata rahmah dengan segala derivasinya diulang al Qur'an sebanyak 329 kali. Dalam karya-karya Ibn 'Arabi, terutama Futuhat dan Fusus, banyak sekali dijumpai ungkapan, "rahmat Tuhan terlebih dahulu dibandingkan murka-Nya." Dengan doktrin wahdat al-adyan, al-Hallaj bin Ibn 'Arabi menegaskan pentinganya memahami persamaan dan kesatuan (segi esoterik atau transenden) agama-agama, hingga secara sosiologis akan timbul kehidupan keagamaan yang harmonis dan penuh toleransi, yang dapat menjadi modal untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan. Bagi kaum sufi, arti ketuhanan harus sejajar dengan peri-kemanusiaan yang dalam Al-Quran selalu beriman dan beramal saleh. Maka strategi dakwah yang relevan sepanjang masa adalah dakwah yang lembut, humanis dan penuh kearifan. Itulah strategi dakwah Nabi yang membuat kaum paganis Arab rela memeluk Islam. Di masa kejayaan tasawuf Islam, banyak non-Muslim yang tersentuh oleh ajaran-ajaran humanis-universal kaum sufi kemudian memeluk Islam secara sukarela dan senang."
JTW 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Teti Rusmiati
"Pemikiran kebudayaan Sutan Takdir Alisjahbana diawali dengan penarikan garis yang membedakan dengan jelas antara kebudayaan tradisional Indonesia dengan kebudayaan modern Barat. Perbedaan terutama ditekankan pada konfigurasi nilai dari masing-masing kebudayaan itu; nilai-nilai mana yang lebih dominan. Dengan mengelompokkannya kepada enam nilai (mengikuti Eduard Spranger: nilai teori, ekonomi, agama, seni, kuasa dan solidaritas), Takdir menyebut bahwa dalam kebudayaan tradisional Indonesia berlaku nilai-nilai ekspresif yang menyebabkan kebudayaan itu states, sedangkan di negara-negara Barat, di mana gugus ilmu pengetahuan itu unggul, berlaku nilai-nilai progresif yang mengantarkan negara itu menjadi negara yang modern. Indonesia, hemat Takdir, harus mengadopsi nilai-nilai dari Barat itu yang bercirikan: intelektualisme, individualisme dan materialisme. Dengan kata lain, untuk membina kebudayaan Indonesia itu diperlukan upaya modernisasi mutlak guna meraih kemajuan sebagaimana yang telah diperoleh negara-negara Barat. Gerakan modernisasi seperti ini mendapat banyak tentangan karena dianggap mengancam hilangnya kepribadian bangsa.
Modernisasi yang terjadi di Barat, dalam pandangan Takdir berawal dari peristiwa Renaissans Itali yang aspek dasamya merupakan gerakan humanisme, menempatkan manusia pada posisi sentral. "Manusia", merupakan tema sentral dalam konsep kebudayaan Takdir. Dalam upaya mendefinisikan konsep kebudayaan, Takdir menekankan pada proses budi manusia; budilah yang melahirkan budidaya atau kebudayaan. Melalui kebudayaan, manusia mengubah alam agar menjadi lebih manusiawi. Nilai yang merupakan kekuatan integral dalam pembentukan pribadi, masyarakat dan kebudayaan, berada dalam proses budi manusia. Karena nilai itu juga berada dalam proses budi manusia maka kebudayaan oleh Takdir tidak diukur dengan teori empiris melainkan lebih berdasarkan teori nilai; nilai mana yang paling diutamakannya. Dengan demikian, kebudayaan akan lahir dengan penuh tanggung jawab.
Ketika terjadi akulturasi budaya ada sisi-sisi yang tidak bisa dihindari: ketidakberdayaan meraih nilai-nilai baru sementara yang lama pun sudah telanjur ditinggalkan. Untuk masalah ini, Takdir mengedepankan sisi-sisi manusianya: kreativitas (seperti judul buku yang ia tulis) dan kebebasan. Disamping itu, dalam usaha manusia rasional pada proses modernisasi itu, berkecenderungan untuk semakin irrasional, tetapi Takdir tetap optimis. Takdir juga menganggap ilmu-ilmu sosial telah terjebak - positivisme karena mengenyampingkan masalah nilai, ia lalu mengajukan sebuah konsep yang menyeluruh tentang ilmu manusia sebagai sintesa antara ilmu-ilmu positif dengan teori nilai.
Tidak bisa dihindari bahwa pemikiran-pemikiran Takdir mengenai humanisme dalam kebudayaannya terpengaruh oleh ideologi dari Barat, baik mengenai konsep individualisme, naturalisme, liberalisme maupun rasionalisme dan pemikirannya ini masih relevan untuk masa sekarang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>