Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52014 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh. Sjafaat Mintaredja
Jakarta: Siliwangi, 1972
297.636 MIN i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hussin Mutalib
Jakarta: LP3ES, 1995
297.6 HUS i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: ISEAS, 2008
297.272 EXP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Ismail
"The main objective of this study is to analyze three major Indonesian Muslim responses to the Pancasila, the state ideology of Indonesia. The first Muslim response occurred when the Secular Nationalists proposed, shortly before Indonesia's independence in 1945 and again later in the Constituent Assembly debates (1956-1959), that the Pancasila be the basis of state. The second Muslim response to the Pancasila took place in 1978 when the New Order government proposed that the P 4 (Guidelines for Understanding and Practicing the Pancasila) be legalized. The Muslims at first objected to both the proposal of the Pancasila as the foundation of the state and that of the P 4, but finally acquiesced. Each stage in this process was marked by debate over the role of Islam in Indonesian society and politics, which often led to antagonism between the government and the Muslim community. When the government proposed in 1982 that the Pancasila serve as the sole basis for all political and mass organizations, the third Muslim response occurred. The Muslims' acceptance of this policy marked the end of the government's application of severe policies towards them and has resulted in the former being allowed to play an even greater role in Indonesian politics than had previously been the case."
1995
D149
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Keberadaan Islam jauh lebih dulu ada di wilayah Nusantara dari apa yang kita sebut sekarang ini dengan sebutan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Begitu juga peran politik umat Islam seudah ada sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon serta Ternate adalah bentuk peran politik umay Islam di wilayah-wilayah pra Indonesia. Meskipun Islam sudah setua dengan apa yang digambarkan diatas, politik umat Islam di masa-masa Indonesia merdeka tidak begitu menggembirakan."
320 JIPP 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Barton, Greg
Jakarta: Pustaka Antara, 1999
297.272 BAR et
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sjafaat Mintaredja
Jakarta: Septenarius, 1976
297.432.0 MIN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Alawiyah Surandi
"Penelitian ini bermaksud mengkaji terakomodir tidaknya hak-hak perempuan dalam politik identitas berbasis Islam. Salah satu wujud politik identitas Islam tersebut adalah proses penerapan Syariat Islam seperti terjadi di Serang Banten.
Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah bahwa dalam politik identitas, baik yang berbasis pada agama, ras, etnis, bangsa dan sebagainya, perempuan seringkali dijadikan simbol untuk menandai identitas tersebut. Apakah dalam politik identitas Islam seperti dalam kasus proses penerapan Syariat Islam perempuan juga dijadikan simbol dan penanda identitas sehingga hak-haknya seperti hak sipil dan politik terabaikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dalam proses penerapan Syariat Islam di Serang Banten dijadikan simbol dan instrumen terciptanya masyarakat Islami. Hai ini dilandai dengan himbauan pemakaian jilbab bagi perempuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemda dan seluruh dinas Kabupaten Serang dan para siswi SD sampai SLTA Negeri se-Kabupaten Serang. Dengan adanya himbauan berjilbab menunjukkan bahwa perempuan lebih digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan gerakan penegakan Syariat Islam. Perempuan menjadi terabaikan hak-haknya karena mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam pengambilan kebijakan seperti dalam himbauan jilbab tersebut, dan dalam berbagai proses politik yang terjadi di Serang. Dalam Panitia Penerapan Syariat Islam Banten, misalnya, tidak ada satu pun perempuan yang masuk dalam susunan kepanitiaan tersebut sementara penerapan Syariat Islam sendiri realitasnya banyak yang ditujukan untuk perempuan.
Untuk mewujudkan masyarakat Islam seperti yang diperjuangkan para penegak Syariat Islam, jilbab merupakan tahap awal karena akan banyak hukum-hukum Islam yang tidak berpihak pada perempuan sehingga hak-hak perempuan sebagai manusia terabaikan. Karena itu, penelitian ini berupaya menggambarkan kondisi perempuan ketika Islam dijadikan satu-satunya identitas yang diperjuangkan untuk menjadi sumber nilai bagi tatanan kehidupan masyarakat dan pemerintahan.

This study intends to observe whether or not women's rights are accommodated by the politics of identity of Islam. The process of the implementation of the Islamic sharia in Serang Banten is one of the answers or that question.
Women are often used as an important symbolic instrument for making a certain political identity. This "universal custom" is practiced by religions, races, ethnics, and so forth. One of the results of this practice is the abandonment of women's rights, such as civil right and political right. This study intends to know whether or not women are used as a symbolic identity in the process of the implementation of the Islamic Sharia in Serang Banten. This is the framework of this study.
Based on a field research, this study want to show that the mentioned "universal custom" is not absent in the process of the implementation of the Islamic Shari'a in Serang Banten. Women are regarded as an important symbol of the emergence of the Islamic society. To achieve an Islamic society, for example, the District Government (Periieriniah Daerah, abbr. Pemda) encourages the female government employee (Pegawai Negeri Sipil) to wear jilbab (veil) in the office of Pemda and other government offices in Serang. This rule is also encouraged to the female students of the state schools (sekolah negeri) from elementary until senior high school in Serang. This phenomenon is an evidence of the assumption that women are merely used as an instrument of the implementation of Islamic shari'a in Serang. The fact that women are not invited to participate actively in this project is another evidence of the abandonment of women's rights. The Committee of the implementation of Islamic shari'a in Banten, for instance, does not involve women, even one person, in the list. This phenomenon is clearly in contrast to the fact that women are the most important target of the project.
Jilbab is the first obvious example of the result of the process of the implementation of Islamic shari'a in Serang. After jilbab, the sequence policies of the implementation of Islamic shari'a such as Islamic law will be implemented. The Islamic laws which prevail in Indonesian community now were often regarded in the opposite side with women. Hence, the implementation of Islamic laws is feared to threaten women's rights. This thesis intends to portray women's fate in a society where Islam is considered as the only identity and value source for the social order of society and government.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brown, L. Carl
"Buku ini menjelaskan mengenai pendekatan yang digunakan muslim mengenai politik"
Columbia : Columbia University Press, 2000
297.272 BRO r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Bakir Ihsan
"Tesis ini menelaah tentang hubungan Islam dan militer di Indonesia. Fenomena yang diambil sebagai studi kasus adalah peristiwa yang berlangsung selama masa tahun 1990-1998. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pada masa tersebut berlangsung perubahan hubungan yang lebih baik di antara keduanya di bandingkan dengan masa sebelumnya. Adanya perubahan tersebut terlihat dari pola interaksi di antara kedunya dan wacana yang berkembang pada masa tersebut.
Model analisa yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat analitis-kritis terhadap berbagai perspektif atau teori tentang hubungan agama (Islam) dengan militer di Indonesia. Data-data yang diperoleh dijelaskan secara dekonstruktif (genetic explanation) dengan berusaha menelusuri latar belakang munculnya suatu gejala. Oleh sebab itu, penjelasan ini menggunakan cara melacak masalah yang sedang diteliti dimulai dari akar sejarahnya, di samping variabel-variabel yang mempengaruhi (independent variable) hubungan di antara keduanya sebagai tolak ukur bagi hubungan tersebut. Dengan cara ini terbangun sebuah analisa yang komprehensif tentang realitas hubungan yang sesungguhnya antara Islam dan militer.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Prosedur penelitian ini menghendaki adanya analisa-analisa terhadap data-data yang terkumpul dari berbagai sumber, baik primer maupun sekunder. Bahan primer meliputi naskah-naskah, baik berupa buku, makalah, maupun karya-karya ilmiah lainnya, serta laporan jurnalistik yang terkait dengan masalah Islam dan militer di Indonesia. Wawancara juga dilakukan untuk menambah eksplorasi dan elaborasi terhadap penelitian ini.
Di samping itu, digunakan pula bahan-bahan lain, sebagai bahan sekunder, yang diperoleh melalui data lapangan (field research) dan wawancara (interview) dengan tokoh-tokoh yang dianggap representatif dan berkompeten dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, baik dari kalangan militer maupun dari kelompok Islam, serta pengamat.
Dari penelitian ini diperoleh penjelasan bahwa sejak awal tahun 1990-an terjadi perubahan hubungan yang lebih baik antara umat Islam dengan militer. Pada masa itu, hubungan kedua kekuatan (Islam dan militer) tersebut mengalami kelenturan. Ketegangan hubungan yang berlangsung sejak awal tahun 1970-an terlihat mulai mencair. Ada kedekatan-kedekatan hubungan, khususnya antara jajaran elit militer dengan elit umat Islam.
Kedekatan tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Secara umum factor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendorong terjadinya perubahan hubungan antara umat Islam dengan militer adalah adanya transformasi orientasi yang berlangsung baik di dalam kelompok Islam maupun militer. Di kalangan umat Islam berlangsung perubahan orientasi politik dari legalistik-formalistik, yaitu orientasi yang ingin menegakkan Islam secara legal (konstitusional) dan formal (institusional) dalam tatanan kehidupan bernegara yang pluralistik ini, ke orientasi substansialistik, yaitu orientasi yang meletakkan Islam sebagai ajaran universal yang harus disosialisasikan melalui sikap dan perilaku (budaya) seluruh lapisan masyarakat, seperti keadilan, persamaan, dan musyawarah.
Perubahan orientasi ini menjadi peretas bagi keinginan sebagian umat Islam untuk menampilkan Islam secara legal-formal yang tidak disukai oleh militer. Mereka yang mempermasalahkan secara terang-terangan terhadap asas tunggal Pancasila mulai berkurang. Lebih dari itu, muncul wacana yang melihat adanya korelasi antara ajaran Islam dengan Pancasila. Oleh sebab itu, munculnya perilaku politik yang lebih substantif itu menjadi perekat relasi militer dengan umat Islam.
Begitu juga di kalangan militer muncul perubahan persepsi tentang Islam yang radikal, anti integrasi, dan ancaman bagi stabilitas negara. Hal ini terjadi terutama disebabkan oleh naiknya militer yang memiliki latar belakang pemahaman keislaman yang baik yang kemudian dikenal dengan istilah militer santri. Para militer muslim ini memandang Islam sebagai bagian dari Saptamarga yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara yang menjadi faktor eksternal bagi terjadinya perubahan hubungan umat Islam dengan militer adalah adanya kebijakan negara (political will) yang akomodatif baik terhadap umat Islam maupun terhadap militer yang memiliki latar belakang keislaman yang baik. Kepentingan politik negara (penguasa) terhadap umat Islam dan militer muslim ini telah memungkinkan munculnya titik temu antara umat Islam dengan militer.
Di samping itu, tuntutan global yang menghendaki adanya proses demokratisasi dan penghargaan terhadap hak asasi manusia di berbagai negara juga ikut menjadi faktor pendorong bagi perubahan politik yang berlangsung di Indonesia. Berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia dan perilaku represif militer yang terjadi di Indonesia menjadi soratan dunia internasional. Tidak jarang berbagai pelanggaran itu mengundang ancaman terhadap kelangsungan kerjasama Indonesia dengan dunia internasional. Kenyataan ini telah memaksa negara untuk memperhatikan dan membiarkan proses demokratisasi itu berjalan di negeri ini.
Berbagai faktor itulah yang mempertemukan umat Islam dengan militer, khususnya sejak awal tahun 1990-an. Secara politik, keduanya dipertautkan oleh kepentingan penguasa, sementara secara kultural mereka dipertemukan oleh adanya pemahaman yang sama tentang Islam. Tidak berlebihan apabila seorang Indonesianis, Harold Crouch menggambarkan semarak keagamaan yang muncul di lingkungan militer pada awal tahun 1990-an sebagai fenomena baru yang belum terlihat pada masa sebelumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>