Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Davies, Tom
London: Hodder & Stoughton, 1989
303.6 DAV m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Mochthar Ngabalin
"Mengharapkan hadimya seorang Tokoh yang didengar, dihormati, dan disegani, adalah suatu dambaan tersendiri bagi masyarakat di Maluku saat ini. Betapa tidak, negeri yang terkenal, toleran dan konpromis, dalam nuansa heterogenitas masyarakat yang kental tersebut, kini diporak-porandakan oieh konfiik, dan tidak ada seorang pun yang mampu menyelesaikannya. Koniiik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini, hampir dapat dikata berhasil meluluh-lantakan semua tatanan sosial Iokal yang selama ini terbangun mapan di masyarakat meialui proses-proses kultural. Dengan kata lain, pemirnpin dan kepemimpinan di Maluku dalam skala kecil (in grup), maupun masyarakat secara luas, saat ini dipertanyakan.
Padahal, berbicara mengenai pemuka pendapat di Maluku, tidak kurang banyaknya orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai pemuka pendapat. Berbagai pengalaman telah membuktikan bahwa Iewat kepemukaannya, para pemuka pendapat memperiihatkan peranannya yang dominan dan signiiikan, di masyafakat. Kepemukaan mereka telah banyak dibuktikan dalam hai penyelesaian konfiik yang terjadi di masyarakat, dimana tidak periu mengikutsertakan pihak Iuar (termasuk TNI dan Polri).
Dalam sejarah perjalanan masyarakat di Maluku, kemampuan pemuka pendapat dalam mengelola konflik terlihat sedemikian rupa, sehingga konflik dengan dampak yang negatif sekalipun, mampu dikelola menjadi kekuatan yang positif. Hasilnya adalah, terbangunnya relasi-relasi sosial, kohesi sosial bahkan integrasi sosial. Kenyataan ini yang melahirkan hubungan-hubungan seperti, Pela dan Gandong.
Ketika konflik terus berlanjut, orang lalu menanyakan dimana peran pemuka pendapat yang selama ini ada ? siapa-siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai pemuka pendapat, dan bagaimana perannya saat ini? Pertanyaan-pertanyaan ini yang mendorong dilakukannya studi ini.
Dari hasil studi di lapangan, ditemukan seiumlah fakta berkaitan dengan permasalahan sebagaimana diajukan di atas. Pertama, konfiik yang terjadi sejak 19 Januari 1999, adalah konflik yang direncanakan, dengan memanfaatkan sejumlah persoalan sosial seperti, masalah mayoritas- minoritas, masalah kebijakan politik pemerintahan Orde Baru, masalah kesenjangan sosial, ekonomi antara pusat dan daerah, masalah imigran dan penduduk asli, serta masalah politisasi agama. Kedua, Konfiik berhasil membangun fanatisme kelompok yang sempit, dimana setiap orang mengidentifikasi dirinya secara subyektif berbeda dengan orang lain di Iuar kelompoknya. Dengan demikian, kepemukaan seseorang sering mengalami gangguan komunikasi dalam berhadapan dengan kelompok di Iuamya (out group). Ketiga, Masuknya kelompok Iuar dalam jumlah besar dengan kekuatan dan kekuasaan yang besar, adalah faktor kendala tersendiri bagi berperannya seorang-pemuka pendapat secara signiikan di Maluku.
Untuk maksud studi ini, maka tipe penelitian yang digunakan adalah diskriptif kualitatif. Dengan metode ini diharapkan akan dapat dituliskan secara sistimatis semua fenimena konflik yang terjadi di masyarakat pada Iatar alamiahnya, dan bagaimana peran pemuka pendapat dalam upaya penyelesaian konflik tersebut.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meitra Mivida Nurliansuri Rachmanda
"Penelitian ini bertujuan unutk mengetahui dampak konflik yang terjadi di Lampung Selatan yaitu Kecamatan Way Panji terhadap ketahanan Wilayah/Daerah dan implikasinya terhadap ketahanan nasional. Latar belakang pemilihan judul dan objek penelitian tentang konflik di Way Panji, karena konflik tersebut sudah menjadi konflik yang berskala nasional dengan melibatkan bukan hanya kedua desa yang terlibat konflik melainkan sudah melibatkan bahkan sampai ke Banten. Penelitian ini menggunakan motode pendekatan kualitatif dengan sifat penelitian adalah deskriptif dan menggunakan data primer dan sekunder, yang didapat dari unit yang analisis (informan). Hasil penelitian menunjukan bahwa, terjadinya konflik etnis di Kecamatan Way Panji adalah akibat adanya kesenjangan sosial, dimana masyarakat Balinuraga sebagai pendatang menguasai sektor ekonomi, sedangkan masyarakat Agom yaitu masyarakat asli Lampung hanya sebagai penonton dari kekuasaan dan sumber-sumber kemakmuran di Kecamatan tersebut. Substansinya adalah karena tidak meratanya kesejahteraan yang dirasakan oleh penduduk asli yang mayoritas beretnis Lampung, dan sebaliknya masyarakat pendatang tingkat kesejahteraannya lebih baik, karena keuletan dan sikap stuggle mereka yang membuat mereka maju dalam status sosial ekonomi yang menimbulkan kecemburuan, kemudian konflik yang pada awalnya dapat diredam, akhirnya tidak dapat diredam dan menjadi konflik berskala nasional. Konflik etnik yang terjadi di Kecamatan Way Panji menimbulkan dampak yang sangat besar, antara lain korban jiwa, harta benda, dan hancurnya infrastruktur fisik dan sosial di wilayah konflik tersebut. Ditinjau dari eksistensi sebuah negara, maka konflik etnik tersebut tentunya akan menjadi sebuah ancaman terhadap keutuhan NKRI karena sudah melibatkan bukan hanya etnis Lampung dan etnis Bali melainkan beberapa etnik lain seperti Banten, Medan dll. Kondisi tersebut dapat melemahkan ketahanan wilayah tersebut, karena wilayah menjadi tidak kondusif dan tidak terkendali khususnya pada aspek kehidupan yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi dan pertahanan keamanan.

This research aims to study the effects of the conflicts in South Lampung sub district namely Way Kanji to the region resilience and its implications to national resilience. The reason why to study Way Panji conflict is because the conflict has become national scale which involves not only two villages but its spread to the villages around the region. This study uses a qualitative approach method with descriptive nature and use of primary and secondary data obtained from informants. The results showed that, ethnic conflict in Way Panji is due to the existence of social inequality, which Balinuraga society as immigrants dominate economic sectors, while indigenous people of Lampung, Agom, was just as viewers of the power and resources of the prosperity of the district. The problem is the inequality of prosperity felt by the majority of the indigenous population in Lampung, and as the immigrant community life prosper because they struggle tenacity and attitude that make them advance in their socioeconomic status raises jealousy, therefore conflicts that can initially be muted, finally break lose and become a conflict of national scale. Ethnic conflict that occurred in Way Kanji raises huge impact in physical and social infrastructure in the region. Viewed from the existence of a state, the ethnic conflict is certainly going to be a threat to the integrity of the Republic because it is not only involved the people of Lampung and Bali but also some other ethnic groups such as Banten, Medan, etc.. This condition can weaken region’s resistance, because the region is not conducive and uncontrolled especially in relation to social, economic and defense security."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnain
Jakarta: Proyek Penelitian Pengembangan Riset, 2003
303.6 ISK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Zulkarnaen
Jakarta: Puslit. Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, 2004
303.6 KON (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kriesberg, Louis.
Lanham, Md. : Rowman & Littlefield , 2012
303.6 KRI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Idawati H. M. Yara
"Tesis ini tentang konflik komunal yang terjadi di kawasan jalan Matraman Raya, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, antara warga kawasan Palmeriem dengan warga kawasan Berlan.
Perbedaan kelas antara warga Berlan dengan warga Palmeriem sudah tertanam sejak jaman Belanda ketika mendirikan kawasan Berlan sebagai kompleks militer, dan kawasan Palmeriem sebagai basis pertahanan pasukan Mataram dalam membantu Pangeran Jayakarta menyerbu Belanda. Perbedaan kelas ini menimbulkan masalah sosial yang terakumulasi sehingga pada bulan Maret 2000 terjadi konflik komunal yang begitu anarkhis dan brutal mengakibatkan kerugian materiel yang besar dan korban jiwa.
Konflik komunal tersebut tidak dapat dihindari oleh karena tidak ada peranan dari tokoh masyarakat, tokoh agama setempat. Serta bertambah banyaknya jumlah pengangguran di umur produktif dan remaja. Sejalan dengan bertambah sempit dan terbatasnya lahan sumber penghasilan di lingkungan kawasan konflik.
Untuk melakukan persaingan memperebutkan kesempatan kerja di luar kawasan konflik para remaja tersebut tidak mempunyai kemampuan pengetahuan maupun keuangan untuk bersaing. Timbul frustasi pada remaja sehingga mereka melakukan apa saja yang dapat memberikan rasa kepuasan. Rasa frustasi juga dapat timbul karena karakter remaja yang ingin serba bebas dan mempunyai rasa keinginan tahu yang tinggi, dan cenderung melakukan percobaan-percobaan yang mengabaikan nilai-nilai dan norma-norma berlaku, serta melanggar peraturan yang ada, menimbulkan masalah sosial, dan mencari jati diri. Sehingga masa yang paling sulit dimengerti oleh sebagian besar orang tua.
Perubahan-perubahan tingkah laku remaja biasanya hanya dapat dimengerti oleh sesama remaja. Karena itu kalangan remaja selalu mempunyai kelompok-kelompok sebaya (peers group). Didalam kelompok sebaya ini, mereka menjalani kehidupan bebas dan keingin tahuan mereka dengan dukungan dari teman sebaya. Mereka seperti mendapatkan keberanian dan kepercayaan diri dalam bertingkah laku.
Konflik komunal yang diawali dari konflik individu ini disebabkan penanganan oleh aparat keamanan setempat lambat, sehingga memberi kesempatan konflik individu itu berkembang menjadi konflik kelompok dan akhirnya mejadi konflik komunal.
Dalam pengumpulan data untuk penulisan tesis menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pedoman wawancara terbuka serta observasi langsung ke lapangan. Dalam wawancara penulis mempunyai beberapa informan kunci yang memberikan banyak informasi tentang konflik komunal dikawasan konflik tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10246
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarojini Imran
"Penelitian ini mengkaji aspek-aspek yang mendasari perubahan fungsi ruang publik, di lingkungan pemukiman padat perkotaan, dan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya konflik. Penelitian ini mencoba untuk menemukan bagaimana jaringan sosial serta pola organisasi sosial komunitas perkampungan kota, berperan dalam penguasaan ruang publik dan dalam persoalan konflik-konflik yang ada. Penelitian ini juga untuk memahami persepsi dan makna ruang publik bagi komunitas perkampungan kota.
Unit analisisnya adalah warga komunitas pemukiman ekonomi lemah perkotaan (perkampungan), sebagai studi kasus yaitu komunitas perkampungan Manggarai khususnya RW.02 dan RW.03 kelurahan Manggarai, kec. Tebet, Jakarta Selatan. Dengan memanfaatkan pengetahuan warga masyarakat setempat sebagai pedoman untuk melihat gejala-gejala yang ada, pengkajian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan etnik dengan perspektif fenomenologi, yaitu pendekatan yang berusaha melihat gejala-gejala yang ada sesuai dengan makna yang diberikan oleh warga masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan metode pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara. Analisa data dilakukan melalui aktifitas yang dilakukan secara simultan dengan pengumpulan data, interpretasi data dan narasi dari laporan tertulis.
Dalam tahap penelitian ini ruang publik dikaji sebagai teritorial tempat berkumpulnya kelompok sosial, dan juga berfungsi sebagai sumber daya yang berharga, baik bagi kepentingan sumber mata pencaharian maupun bagi kepentingan kegiatan kehidupan sehari-hari termasuk kepentingan kedekatan warga dalam jaringan hubungan sosialnya, yang dilatarbelakangi oleh kondisi sosial warga komunitas yang tergolong miskin dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Penelitian ini juga mengungkapkan bagaimana konflik terjadi akibat pertemuan antara kelompok sosial yang memiliki pola perilaku yang berbeda dari kebudayaan yang berbeda di dalam suatu ruang publik, dan adanya penguasaan ruang publik yang bukan di dalam Batas teritorialnya. Dan konflik itu berkembang sebagai suatu bentuk agresi (tawuran), ketika menyangkut masalah solidaritas yang dimiliki warga komunitas tersebut. Solidaritas terbentuk melalui jaringan hubungan sosial yang kuat, dan terbina dalam kebersamaan mereka setiap harinya pada ruang publik, tempat mereka berkumpul."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Dirk Wabiser
"Konflik tanah merupakan gejala universal yang terjadi hampir merata di seluruh Indonesia. Fenomena ini merupakan konsekuensi logis dari pesatnya peningkatan kebutuhan akan lahan dalam pembanguan di Indonesia.
Kasus konflik tanah di Irian Jaya pada umumnya, dan di Sentani khususnya menarik untuk dikaji karena tidak hanya bersifat horizontal, tetapi juga vertikal. Asumsi dasar dari konflik tanah ini adalah bahwa konflik tanah terjadi karena dua pihak atau lebih mempunyai klaim yang sama atas sebidang tanah. Klaim yang sama mencerminkan adanya interpretasi yang berbeda-beda tentang hak kepemilikan tanah, misalnya kasus konflik tanah Kampung Harapan yang melibatkan masyarakat adat sendiri (Ohee-Ongge dan Walli) dan Pemerintah Daerah Irian Jaya. Ketiga pihak yang berkonflik mempunyai klaim yang sama sebagai pemilik tanah yang sah atas tanah Kampung Harapan yang pernah dikuasai oleh pemerintah Belanda, sejak berakhirnya Perang Dunia II (1946).
Manfaat penulisan ini sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan masyarakat adat untuk mengambil langkah-langkah bijaksana, guna meaekan konflik tanah, serta mengatasi masalah tanah sedemikian rupa, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Untuk membahas kasus konflik tanah Kampung Harapan, digunakan dua teori, yaitu Teori Integrasi Kelompok dan Teori Konflik, untuk mengkaji konflik antara masyarakat adat. Karena konflik ini melibatkan pemerintah, maka digunakan perspektif Lewis A.Cosser. Kedua teori ini dianggap relevan, karena integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat dapat merupakan sebab terjadinya konflik sosial antara kelompok dalam masyarakat. Namun, dapat pula terjadi bahwa konflik yang terjadi dengan kelompok luar/lain dapat meningkatkan integrasi internal kelompok.
Konflik tanah antara Ohee-Ongge, Wally, dan Pemerintah Daerah Irian Jaya, bersumber pada perbedaan interpretasi tentang Staat van UitbetaaIde Schadevergoeding te Kota Nica, tanggal 25 Januari 1957. dan proses verbal tanggal 27 Februari 1957. Pihak Ohee-Ongge dan Wally berpendapat bahwa perabayaran sebesar f.10.000 (Duizend Gulden) yang dibayar oleh pemerintah Belanda (Nederlands Nieuw Guinea), hanya menyangkut pembayaran tanaman anak negeri, seperti yang tercantum dalam Staat van UitoetaaIde Schadevergoeding te Kota Nica, tanggal 25 Januari 1957. Jadi, tidak termasuk tanahnya, sebagaimana tercantum dalam proses verbal.
Bersamaan dengan itu, Pemda Irian Jaya berpendapat, bahwa pembayaran f.1O.000 sebagai ganti-rugi terhadap tanaman anak negeri beserta tanahnya. Oleh sebab itu, tanah sengketa menjadi tanah negara.
Untuk menyelesaikan kasus ini, digunakan Cara musyawarah dan peradilan formal. Masyarakat adat (Ohee-Ongge) mengambil inisiatif untuk menyelesaikan kasus ini dengan Pemda Irian Jaya, namun tidak berhasil. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh adalah melalui peradilan formal. Di Pengadilan Negeri Jayapura dan Pengadilan Tinggi Irian Jaya, gugatan pihak Ohee-Ongge dinyatakan menang, dan pihak Wally dan Pemda Irian Jaya dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Karena adanya fasilitas, maka kasus ini dilanjutkan oleh pihak Wally dan Pemda Irian Jaya, ke Mahkamah Agung (MA), dan kembali kasus ini dimenangkan oleh pihak Wally dan Pemda Irian Jaya. Pada kenyataan ini, pihak Ohee-Ongge tidak tinggal diam, mereka juga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sebagai langkah terakhir dalam menempuh proses peradilan formal ke Mahkamah Agung. Dengan PK ini, pihak Ohee-Ongge kembali dinyatakan menang, dan kepada pihak Pemda Irian Jaya dituntut untuk mengganti/memberikan ganti rugi. Ternyata putusan PK MA tidak digubris sama sekali oleh Pemda Irian Jaya. Sikap Pemda ini diperkuat lagi dengan turunnya Surat Sakti Ketua MA yang membatalkan putusan MA yang memenangkan pihak Ohee-Ongge."
2001
T11421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monim, Harold A. D.
"Tulisan ini mengkaji pergantian pemimpin tradisional (Ondoafi) pada masyarakat Sentani di kampung Puay, Kecamatan Sentani Timur, Kabupaten Jayapura-Papua. Tujuannya menjelaskan, bahwa tatanan kehidupan masyarakat adat menjadi tidak stabil atau tidak terstruktur karena terjadi penyimpangan dalam pranata adat pergantian (alih) pemimpin tradisional (Ondoafi). Timbul pertanyaan, mengapa terjadi penyimpangan dalam prinsip pergantian (alih) pemimpin tradisional (Ondoafi) dan bagaimana dampak penyimpangan tersebut terhadap kehidupan masyarakat adat dalam aspek sosial, politik dan hukum. Untuk memahami masalah tersebut, digunakan beberapa konsep untuk mengarahkan penjelasan: pemimpin, tipe pemimpin, komponen kekuasaan pemimpin dan penyimpangan pergantian pemimpin. Pengumpulan keterangan (data) di lapangan menggunakan metode kualitatif dengan tehnik pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara.
Berdasarkan hasil analisa data di lapangan menunjukan, bahwa keabsahan seorang Ondoafi di dasarkan pada prinsip primogenitur patrilineal, artinya garis keturunan yang ditarik melalui garis lurus dengan tokoh leluhur (pendiri kampung) dan adalah anak laki-laki sulung dari Ondoafi sebelumnya. Prinsip ini merupakan bagian dari sistem keOndoafian dan sekaligus sebagai fakes dari kebudayaan masyarakat Sentani, serta di jadikan norma adat yang dipatuhi sebagai acuan hidup dalam berinteraksi dengan lingkungan dalam arti yang luas dari generasi ke generasi. Pranata adat ini memberikan jaminan keamanan, ketertiban, dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam perkembangan masyarakat, pranata adat pergantian (alih) pemimpin tradisional (Ondoafi) mengalami penyimpangan, karena tidak lagi berdasarkan prinsip primogenitur patrilineal.
Kondisi tersebut di atas terjadi karena adanya pengaruh ekstern dan intern. Pengaruh ekstern: (a) rekrutmen pengurus LMII tidak mengakomodir kepentingan seluruh warga kampung ; (b) institusi agama (gereja) dan pemerintah (Pemerintah rasa) cenderung berpihak pada salah satu kelompok; (c) uang dipergunakan sebagai sarana untuk mendapat legitimasi dari masyarakat. Pengaruh intern: (a) penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya kehidupan kolektif secara individu; (b) adanya penggalangan yang dilakukan oleh para pemimpin (R.F. dan Y.A.) ke dalam (intern warga kampung) dan keluar (warga masyarakat dari kampung lain) untuk mendukung kepemimpinannya.
Dalam mewujudkan masing-masing pemimpin agar eksistensinya diakui oleh pengikutnya dan pihak luar serta dapat survive dalam persaingan yang sedang terjadi, ditempuh cara-cara damai tetapi juga konflik. Cara-cara seperti ini memberi dampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat terutanva aspek sosial, politik dan hukum. Dampak terhadap aspek sosial: (a) terjadi disintegrasi dan disorganisasi dalam masyarakat; (b) rasa solidaritas sebagai satu komunitas adat yang berasal dari satu pangkal keturunan (satu nenek moyang) digeser oleh solidaritas kelompok yang sempit yang didasari oleh kepentingan yang sama sebagai satu kelompok kepentingan dalam konflik yang terjadi; (c) timbul sikap apatis (apriori) oleh sebagian warga masyarakat terhadap program-program pembangunan di kampung. Dampak terhadap aspek politik dan hukum: (a) muncul 2 (dua) pihak yang berbeda saling memperebutkan satu struktur pemerintahan adat dalam masyarakat, akibatnya terjadi ketidakpastian hukum dalam pemanfaatan dan pelepasan tanah adat kepada pihak luar; (b) rekrutmen pembantu Ondoafi (khoselo) dalam struktur pemerintahan adat tidak mengacu pada prinsip primogenilur patrilineal, akibatnya muncul kelompok elit politik Baru yang merupakan lapisan sosial baru dalam masyarakat; (c) institusi yudikatif tidak dapat menegakan hukum adat dan keadilan, akibatnya pihak ketiga dipilih sebagai mediator dalam menyelesaikan setiap konflik dalam masyarakat.
Kesimpulan dari kajian ini yaitu, proses pergantian (alih) pemimpin tradisional (Ondoafi) tidak berjalan sesuai pranata adat yang berlaku (prinsip primogenilur patrilineal). Penyimpangan ini ditandai dengan munculnya dua pemimpin (Ondoafi) yang memiliki pengikut dan mendapat legitimasi dari pengikutnya dan pihak luar, menyebabkan koflik horisontal yang mengakibatkan masyarakat terpecah menjadi dua kelompok.
Rekomendasi bagi penyelesaian masalah ini, yaitu dengan dilandasi pemahaman bahwa masyarakat adat di kampung Puay merupakan satu komunitas adat yang berasal dari satu pangkal keturunan (nenek moyang), perlu diberikan kewenangan yang penuh kepada mereka untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang telah retak (hancur), melalui musyawarah adat yang dilandasi oleh jiwa keterbukaan, adil dan jujur, agar hasil yang akan disepakati bersama dirasakan adil berdasarkan perasaan keadilan yang diciptakan mereka sendiri. Karena nilai-nilai agama Kristen telah membudaya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pihak gereja (Pendeta/Guru Jemaat) dapat dipercaya sebagai mediator, sebab mereka percaya, bahwa Pendeta/Guru Jemaat adalah Hamba Tuhan (Wakil Tuhan) yang diutus o1ehNya ketengah-tengah kehidupan masyarakat untuk menyampaikan berita damai, kasih, sukacita, dan sejahtera bagi umat Tuhan yang sedang dilandasi berbagai persoalan hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>