Ditemukan 80302 dokumen yang sesuai dengan query
Chidir Ali
Bandung: Binacipta, 1978
340.1598 CHI y
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Chidir Ali
Bandung: Binacipta, 1978
340.159 8 CHI y
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Pohan, Djuharman
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Chidir Ali
Bandung: Binacipta, 1978
340.159 8 CHI y
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Bambang Pramusinto Suroyo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Moh. Kadri
Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Firmaini Soangkoepon
"
ABSTRAKMasalah Pokok. Adapun yang menjadi mesalah pokok dalam skripsi ini adalah mengenai perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. Misalnya, apakah negara atau penguasa dapat melakukan perbuatan melanggar hukum, dapatkah negara atau penguasa dipertanggung-jawabkan atas perbuatan rnelanggar hukum tersebut dan sejeuh mana pertenggungan-jawab penguasa tersebut Jika kita tinjau dari yurisprudensi di negeri Belanda mengenai perbuatan melanggar hukum, dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa negara atau penguasa dapat melakukan perbuatan melanggar hukum dan dapat dipertanggung jawabkan. Akan tetapi hal ini masih belum mantap karena dari yurisprudensi-yurisprudensi itu pula dapat kihat adanya ketidak-pastian hukum. Bagaimanakah perkembangan perbuatan. melanggar hukum oleh penguasa di negara kita sendiri Perkembangan yurisprudensi di negara Belande sudah pasti membawa pengaruh terhadap keputusan-kepu-tusan yang diambil oleh Mahkamah Agung di Indonesia karena Mahkamah Agung dalam membuat keputusan-keputusannya pada umumnya selalu berpedoman kepada arrest-arrest Hoge Raad di negeri Belanda. namun haruslah diakui dalam kenyataannya di Indonesia, perkembangan sekitar masalah perbuatan melanggar hukum tidaklah semaju seperti di Negeri Belanda. Dan. sebagaimana halnya di Negeri Belanda maka di Indonesia juga terdapat ketidakpastian hukum mengenai masa lah perbuaten melanggar hukuin oleh penguasa. Metode Riset. Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini metode yang kami gunakan adalah metode Library Research yakni dengan jalan mengumpulkan bahan-bahan literatur hukum yang erat hubungannya dengan masalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan negara atau slat-slat perlengkapannya. Bahan-bahan yang kami kumpulkan dalam mern bahas masalah pokok tersebut antara lain dan perpustakaan-perpustakaan - hasil diskusi yang ada hubungannya dengan skripsi ini baik dengan teman-teman dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia maupun teman-teman dan fakultas hukum lainnya. Literatur-literatur tentang perbuatan melanggar hukum oleh penguasa yang dikutip dari koran-koran, majalah majalah dan sumber hukum lainnya catatan-catatan kuliah. Hal-hal yang ditemui dalam pembahasan skripsi 1. Negara atau penguasa dapat dlpersalahkan dan dipertanggung-jawabkan atas dasar perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. 2. Sejauh mana pertanggungan jawab negara atau penguasa atas perbuatan melanggar hukum yang d!lakukannya harus ditinjau dari perkembangan yunisprudensi yang ada. 3. Belum adanya suatu badan Peradilan yang benar-benar ditunjuk oleh undang-undang untuk memeniksa dan mengadili perkara-perkara gugatan ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum oleh penguasa. 4. Seringnya Pemenintah atau penguasa membenarkan tindakannya dengan mempergunakan alasan-alasan demi kepentingan umum yang kadang-kadang alasan tersebut kurang dapat diterima, dilihat dari kepentingan yang dijadikan alasan tersebut. Kesimpulan Negara atau penguasa dapat dipersalahkan dan di pertanggung-jawabkan atas dasar perbuatan melanggar hukum. Walaupun keputusan-keputusan yang ada dewasa ini sening berbeda atau tidak tetap untuk suatu perkara yang sama. Tentu saja keadaan ini membawa akibat seolah olah tidak ada kepastian hukum, dan tentu saja yang paling menderita kerugian adalah rakyat. Saran-saran Perlu diadakannya suatu teladan Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara ini diharapkan dapat menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi antara warga mesyarakat dan penguasa (negars) Perlu ditingkatkan kesadaran hukum dari rakyat, dalam arti terhadap kurangnya pengertian /pengetahuan rak3rat akan hukuni harus diatasi. Adanya kedudukan istimewa dan kebebasan bertindak dari Negara dalam melaksakan tugasnya, jangan sainpai menimbulkan dugaan dikala ngan rakyat, bahwa Negara tidak dapat dituntut atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya atsu oleh penguasa."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Raziv Barokah
"Pergeseran kompetensi absolut dari peradilan umum (PN) ke peradilan tata usaha negara (PTUN) dalam mengadili gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa
(Onrechtmatige Overheidsdaad/OOD) secara tiba-tiba berdasarkan Perma 2/2019 memunculkan 2 (dua) persoalan utama yakni perbedaan parameter penilai tindakan pemerintah dari segi hukum perdata dengan hukum administrasi negara dan pengurangan jangka waktu mengajukan gugatan dari 30 (tiga puluh) tahun menjadi 90 (sembilan puluh) hari. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menyimpulkan terdapat perbedaan parameter penilai Gugatan OOD di PN dan PTUN, dimana PN menggunakan 4 parameter alternatif berupa pertentangan dengan 1) peraturan perundang-undangan; 2) hak subjektif; 3) kesusilaan; atau 4) kepatutan, sedangkan PTUN menggunakan 5 parameter alternatif berupa 1) peraturan; 2) AUPB; 3) kewenangan; 4) prosedur; atau 5) substansi. Idealnya, PTUN menyerap parameter PN mengenai bersifat melawan hukum agar tolak ukur pengujian di PTUN mencakup hukum tidak tertulis. Jangka waktu pengajuan Gugatan OOD ke PTUN terbatas 90 (sembilan puluh) hari sejak tindakan tersebut dilakukan dan diketahui, konsep ini tidak memberikan perlindungan hukum yang tepat bagi warga masyarakat. Idealnya, Gugatan OOD dapat diajukan kapanpun sejak muncul kerugian nyata atau kerugian potensial yang sangat dekat bagi warga masyarakat.
The absolute competency-shifting in adjudicating a lawsuits against the law by authorities from the general court to the state administration court suddenly based on Supreme Court Regulation No. 2/2019 raises 2 (two) issues regarding differences in the parameters of evaluating government actions in terms of civil law with state administration law and a significant reduction in the time period for filing a lawsuit from 30 (thirty) years to 90 (ninety) days. This research takes the form of a normative juridical approach to the rule of law. This study concludes there are differences in the parameters of the OOD Claims between general and administrative court. PN uses 4 alternative parameters in the form of conflict against 1) law regulation; 2) other people subjective rights; 3) morality; or 4) propiety. Administrative court uses 5 alternative parameters in the form of 1) statutory regulations; 2) General Principle of Good Governance; 3) authority; 4) procedure; or 5) substance. Ideally, the Administrative Court absorbs parameter from the general court. The time period for filing an OOD Lawsuit to administrative court is limited to 90 (ninety) days from the time the action was taken and it is known, this concept does not provide proper legal protection for community members. Since the Administrative Lawsuit and the OOD Lawsuit have different loss characteristics, ideally, the expiration date of the OOD Lawsuit can be filed at any time since a real loss or potential loss is very close to the community members. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Alifian Geraldi Fauzi
"Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, kompetensi mengadili pengadilan tata usaha negara (PTUN) mengalami perluasan kompetensi absolut yang sangat signifikan. Kewenangan untuk mengadili objek sengketa tidak saja berupa keputusan tata usaha negara (KTUN) tetapi termasuk juga tindakan faktual badan dan/atau pejabat pemerintahan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana implikasi perluasan kompetensi mengadili peradilan tata usaha negara pasca berlakunya UU AP dan bagaimana titik singgung kompetensi mengadili sengketa onrechtmatige overheidsdaad antara peradilan umum dengan peradilan tata usaha negara. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan mengkaji asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan serta putusan pengadilan yang bersifat inkracht van gewijsde yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dibahas. Hasil penelitian menunjukan bahwa implikasi perluasan kompetensi mengadili peradilan tata usaha negara terhadap perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad) pasca berlakunya UU AP adalah meliputi tindakan administrasi pemerintahan termasuk tindakan faktual yang dilakukan oleh badan dan/atau pejabat administrasi pemerintahan dan benang merah titik singgung kompetensi mengadili antara peradilan umum dengan peradilan tata usaha negara terhadap sengketa onrechtmatige overheidsdaad adalah walaupun suatu tindakan administrasi pemerintahan sama-sama dilakukan oleh subjek hukumnya badan dan/atau pejabat pemerintahan tetap harus dilihat terlebih dahulu sumber atau dasar dilakukannya tindakan administrasi pemerintahan tersebut.
After the enactment of Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration, the competence to adjudicate at the State Administrative Court (PTUN) experienced a very significant expansion of absolute competence. The authority to adjudicate the object of the dispute is not only in the form of state administrative decisions (KTUN) but also includes factual actions of government bodies and/or officials. The problem in this research is what are the implications of expanding the competence to adjudicate state administrative courts after the enactment of the AP Law and what are the points of contact for competence to adjudicate on-rechtmatige overheidsdaad disputes between the general court and the state administrative court. This type of research is normative juridical legal research by examining legal principles, statutory regulations and inkracht van gewijsde court decisions related to the legal issues discussed. The results of the research show that the implications of expanding the competency to adjudicate state administrative courts regarding unlawful acts by government bodies and/or officials (onrechtmatige overheidsdaad) after the enactment of the AP Law are to include government administration actions including factual actions carried out by government administration bodies and/or officials and The common thread that touches on the competency to adjudicate between the general judiciary and the state administrative judiciary regarding disputes on rechtmatige overheidsdaad is that even though a government administrative action is equally carried out by the legal subject, government bodies and/or officials must first look at the source or basis for carrying out the government administrative action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Chidir Ali
Bandung: Binacipta, 1981
340.159 8 CHI y
Buku Teks Universitas Indonesia Library