Ditemukan 114283 dokumen yang sesuai dengan query
Hartono Soerjopratiknjo
Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1984
332.7 HAR h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Hartono Soerjopratiknjo
Yogyakarta: Mustika Wikasa, 1994
332.7 HAR h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Gatot Wibisono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Kanya Candrika
"Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan kebendaan yang memiliki kemudahan berupa tidak beralihnya penguasaan objek jaminan fidusia dari pemberi fidusia ke penerima fidusia walaupun hak milik atas objek jaminan fidusia diserahkan kepada penerima fidusia. Salah satu benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia adalah piutang. Permasalahannya apakah di dalam pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama selalu harus didahului dengan cessie/peralihan piutang mengingat adanya perubahan hak kepemilikan objek jaminan fidusia, bagaimana kewenangan penerima fidusia dalam menjaga objek jaminan fidusia berupa piutang atas nama mengingat piutang tersebut masih berada dalam penguasaan pemberi fidusia dan dapat susut/habis nilainya, dan mengenai eksekusi piutang atas nama sebagai objek jaminan fidusia dari sudut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama tidak harus didahului dengan cessie, kewenangan yang dimiliki penerima fidusia adalah penerima fidusia atau wakilnya berwenang untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan atas objek jaminan fidusia dan pemberi fidusia lalai melakukan hal itu, prosedur eksekusi fidusia piutang atas nama yang terdapat pada Akta Jaminan Fidusia terlampir tidak sesuai dengan yang ditentukan UU Nomor 42 Tahun 1999. Oleh karena itu, saran yang diberikan adalah dalam pembebanan fidusia piutang atas nama dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia, dibentuknya peraturan pelaksana dari UU Nomor 42 Tahun 1999 yang menjelaskan harus tidaknya pembebanan fidusia piutang atas nama didahului dengan cessie dan mengenai prosedur pelaksanaan eksekusi fidusia piutang atas nama agar tidak merugikan bagi para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21248
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tulong, Angela Gracia Renate
"Tujuan penulisan adalah untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana hukum, dan untuk mengetahui melalui pembahasan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku dan kenyataan yang terjadi dalam praktek apakah konosemen sebagai dokumen pengangkutan yang juga merupakan surat berharga dapat dijadikan jaminan hutang. Metode penelitian yang dipergukan adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Masalah dana merupakan hal yang menentukan dalam usaha membiayai kesinambungan pembangunan nasional. khususnya pembangunan ekonomi yang melibatkan baik pemerintah maupun swasta. Dana ini dapat diperoleh melalui pinjaman dari bank, lembaga keuangan maupun dari perorangan. Pinjaman pada dasarnya merupakan hutang bagi dan hutang ini dalam dunia perankan dikenal dengan istilah kredit. Dalam pemberian pinjaman sebagaimana halnya dengan kredit selalu disyaratkan adanya jaminan tertentu. Secara umum, di dalam hukum positif Indonesia jaminan terdiri dari Jaminan umum sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPER, dan jaminan khusus sebagaimana diatur dalam pasal 1133 KUHPER. Jaminan khusus terdiri lagi dari jaminan perorangan dan jaminan kebendaan misalnya hipotik, gadai dan lain sebagainya. Adapun barang-barang yang dapat diserahkan sebagai jaminan dapat berupa barang barang bergerak seperti surat-surat berharga maupun barang yang tidak bergerak seperti tanah. Konosemen atau Bill of Lading (B/L) sebagai dokumen pengangkutan ternyata memenuhi syarat-syarat yang harus dimiliki oleh surat berharga sehingga merupakan surat berharga (pasal 506 KUHD). Dengan demikian maka konosemen termasuk barang bergerak. Sebagai surat berharga pada dasarnya konosemen dapat dipindahtangankan (diperdagangkan) dan dijadikan jaminan. Akan tetapi karena kelemahan dan keterbatasan yang dimilikinya konosemen hanya dapat dijadikan jaminan hutang atau kredit dalam fasilitas-fasilitas tertentu saja, seperti dalam pemberian pinjaman dimana krediturnya perorangan atau dalam pemberian fasilitas kredit bank yang berbentuk non cash loan yaitu melalui penerbitan Documentary Letter of Credit yang mempunyai kaitan erat dengan transaksi expor impor Adapun dalam penjaminan konosemen ini, bentuk pengikatannya adalah gadai, karena konosemen termasuk barang bergerak ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20530
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Udibowo Ciptomulyono
"Sengketa arbitase melalui UNCITRAL antara HCL dan PPL sebagai Pemohon dan PLN sebagai Termohon dalam ESC PLTP Dieng dan PLTP Patuha telah dimenangkan oleh Pemohon; PLN diharuskan membayar USD 572.281.974 dalam waktu 30 hari semenjak putusan dijatuhkan tanggal 4 Mei 1999, namun sampai tanggal yang telah ditetapkan PLN tidak mampu mematuhinya. Sebagai konsekuensinya Pemohon menuntut Arbitrase Kedua melawan Pemerintah Republik Indonesia, mengingat adanya keterlibatan Pemerintah dalam bentuk persetujuan dan jaminan Pemerintah terhadap pelaksanaan ESC. Cara ini juga tidak berhasil dan akhirnya Pemohon mengajukan klaim asuransi sebesar US$ 290 juta kepada OPIC, suatu asuransi milik Pemerintah Amerika yang memberikan pinjaman, jaminan dan resiko politik kepada Investor Amerika yang bergerak diluar negeri. Mengingat OPIC ini merupakan BUMN Amerika, kemudian melalui Pemerintah Amerika, menuntut Pemerintah Indonesia untuk membayar ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh OPIC tersebut berdasarkan Investment Guarantee Agreement yang ditandatangani tahun 1997. Akhirnya Pemerintah Indonesia melakukan penyelesaian tersebut yang disebut global settlement berupa restrukturisasi aset-aset yang terkait dengan arbitrase ini termasuk membayar tuntutan OPIC dan menyelesaikan hutang-hutang Proyek kepada Pihak Ketiga. Pembayaran ke OPIC disepakati sebesar USD 260 juta dan diselesaikan dengan berpedoman kepada skema Paris Club, sedangkan hutang-hutang Proyek kepada Pihak Ketiga (konsorsium Bank Eropah sebagai lenders) sebesar USD 140 juta diselesaikan dengan jalan pendirian perusahaan sebagai Vehicle Company yang akan menjalankan secara komersial aset-aset yang ditinggalkan HCE dan PPL antara lain berupa PLTP Dieng 60 MW yang telah terpasang. Perusahaan ini dinamai PT Geo Dipa Energi yang merupakan konsorsium anak perusahaan PLN dan PERTAMINA. Pemerintah menugaskan kepada PLN untuk melakukan pekerjaan penyelesaian hutang-piutang tersebut sebagai bagian dari global settlement dengan tujuan utama agar proyek PLTP Dieng dan PLTP Patuha ini dapat dikembangkan kapasitasnya dan komisioning ulang (recomissioning) mesin pembangkit Dieng (60 MW) yang hasil operasi penjualan listrik ini diharapkan dapat dipakai untuk membayar hutang piutang kepada Para Pihak yang terlibat.
The arbitration proceeding through UNCITRAL’S Rule among HCE and PPL as Claimants versus PLN as Respondent have been awarded unanimously to Claimants; PLN is ordered immediately to pay USD 572,281,794 during 30 days from the awarded date of May 4, 1999, however PLN could not follow to do so. The following second arbitration against the Government of Republic Indonesia for as its approval and guarantee letter again have awarded to claimants. Nevertheless it does not work neither Furthermore the Claimants claimed political insurance of USD 290 millions to OPIC, the insurance company under Government of United States of America. The OPIC through Government of United States of America demanded insurance pay-back to the Government of Indonesia under Investment Guarantee Agreement 1967. Finally the Government of Indonesia settled this iteration out court process through a global settlement which to include assets restructuring, OPIC’S payment, pay-back to lenders (European Bank Consortium) PT GeoDipa Energy establishment, as subsidiary company of PLN and PERTAMINA with its objective. The Government of Indonesia assigned PLN in relation with the debt settlement to the lenders and OPIC as well, as a part of the global settlement with its objective to operate the existing plant of 60 MW (after its recommissioning works) and development further unit of Dieng dan Patuha fields. The operation return should cover its debts liability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lubis, A.B.
Jakarta: Kantor Pengacara dan Konsultan, 1961
346.02 LUB m (1)
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Puteri Nataliasari
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27405
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2002
S24714
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Achmad Ali
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24332
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library