Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
M. Nasroen
Jakarta: Aksara Baru, 1986
352.13 NAS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I.G.N Agung Kamasan
"Tesis ini membahas mengenai Kebijakan Privatisasi PT. Indosat Tbk, oleh pemerintah Indonesia paska krisis ekonomi akhir tahun 90-an. Divestasi saham pemerintah terhadap PT. Indosat Tbk, pada tahun 2002 merupakan privatisasi kedua yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Penjualan saham PT. Indosat Tbk, dilakukan dengan mekanisme Strategic Sale, yang pada akhirnya tender ini dimenangkan oleh Singapore Technologies Telemedia (STT) yang merupakan anak perusahaan Temasek Holding salah satu BUMN negara Singapura. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif analitis, pengambilan data dilakukan melalui studi literatur dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa faktor yang membuat pemerintah melakukan kebijakan privatisasi BUMN. Kondisi eksternal dan internal BUMN, kondisi krisis finansial dan privatisasi merupakan salah satu desakan dan syarat yang diajukan IMF dalam memberikan bantuan finansialnya kepada pemerintah Indonesia di masa krisis. Bagi pemerintah khusus untuk penjualan saham PT. Indosat Tbk, melalui mekanisme strategic sale, adalah karena adanya niatan pemerintah guna mendapatkan dana dalam rangka menutup defisit APBN 2002 karena krisis ekonomi.

This thesis is focusing about the privatisation regulation toward PT. Indosat Tbk, by the Indonesian government after economic crisis in the end 90s. The divestation of the government?s stock of PT. Indosat Tbk, in 2002 was the second privatisation had been carried out by the government. The Selling of PT. Indosat Tbk's stock has been done by using strategic sale mechanism, which in the end this bid won by Singaporean Technologies Telemedia (STT) which is the sister company of Temasek Holding, one of Singapore?s State-Owned Enterprise. This research uses quantitative method and deductive analytical approach, which using literature study to collect datas.
The outcome of this research is to confirm that there are several reasons made Indonesian Government committed through the privatisation of state-owned enterprise. Both the external and internal of the state-owned enterprise situation, financial crisis and particularly privatisation was one of the requisites that issued by IMF in related to given aid in financial sector for the Indonesian government during the economic crisis. Privatisation of PT. Indosat Tbk's through the strategic sale mechanism had been chosen due to the government's need in obtaining fund in order to cover the deficit of APBN year 2002 which had emerged by the economic crisis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26233
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Irwin Tengkano
"ABSTRAK
Peraturan perundang-undangan mengenai Kepailitan dan PKPU akan sanqat mempengaruhi penyelesaian utanq piutanq yang sedang berjalan, baik untuk Kreditor yang berkepentingan atas kembalinya dana yang telah dipinjamkan, maupun baqi Debitor quna kelangsungan usahanya. Permasalahan utama yang dianalisis adalah perlindungan dan peluang yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (UUK dan PKPU) terhadap Kreditor yang tidak menyutului rencana perdamaian pada Rencana Perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Debitor serta konsekwensi yuridis baqi Debitor yang tidak melaksanakan putusan perdamaian. Penelitian mempergunakan metode penelitian hukum normatif dengan mempergunakan bahan hukum sekunder yang diteliti meialui pengkajian peraturan perundang-undangan dan studi dokumen atas Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 015/PKPU/2000IPN.Niaga Jkt-Pusat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mclindungi dan mcmberikan kcmungkinan untuk melakukan upaya hukum bagi Kreditor yang tidak menyetujui Rencana Perdamaian dalam PKPU yang dialukan oleh Debitor melalui pengajuan rencana perdamaian "tandingan" dengan berlandaskan pada Pasal 222 ayat (2) UUK dan PKPU yang memberi kesempatan kepada Kreditor untuk mengajukan rencana perdamaian: Apabila rencana perdamaian telah menjadi putusan Pengadilan Niaga, Kreditor dapat mengajukan permohonan kembali kepada Mahkamah Aqunq denqan memberikan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan atau da.Lam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 295 UUK dan .PKPU. Konsekwensi yuridis bagi Debitor yang tidak meiaksanakan putusan perdamaian adalah bertanggungjawab dan dapat dituntut oleh seluruh Kreditor termasuk yang tidak menyetujui perdamaian berdasarkan ketentuan Pasal 287 UUK dan PKPU sebagaimana dapat diperlakukan terhadap pihak-pihak yang mengingkari putusan pengadilan. Dalam hal utang yang ditanggung Debitor itu merupakan Piutanq Neqara maka kepada Debitor yang inqkar itu antara lain dapat diberlakukan tindakan hukum paksa badan

ABSTRACT
Law and regulation concerning Bankruptcy and Restructuring of Debt Payment (PKPU) will be very influencing for solving the corporate' receivable and liability both of The Creditors having importance concerning with return payment of fund have been loaned and The Debtors utilize the continuity of their business. The core problems which analyzed is the opportunity and protection given by Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 to The Creditors which do not agree with the Compromise Plan in Restructuring of Debt Payment arranged by Debtor. and also the law consequence to Debtor which do not execute Compromise Plan decision. Normative research method utilized in this thesis by utilizing secondary sources and materials of Law and regulation and document study to the Justice Decision of Commercial Court (Pengadilan Niaga) Jakarta Pusat registered Number OIS/PKPU/2000IPN.Niaga Jkt-Pusat.
Result of research indicate Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 protecting and giving possibility to legal effort for Creditor frown on Compromise Plan in Restructuring of Debt Payment raised by Debtor pass proffering another Compromise Plan base on Section 222 paragraph (2) of Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 making an opening for The Creditors to raise Compromise Plan. When Compromise Plan have come to Pengadilan Niaga decion, Creditor can apply again to Mahkamah Aqunq by giving new evidence which have the character of determine which is on case time in the court there are, but not yet been found or in pertinent judge decision there are real by mistake as arranged in Section 295 Bankruptcy Code Number 37 Year 2004. The consequence to Debtor which do not execute Compromise Plan is responsible and able to be claimed by all Creditor including which frown on plan pursuant to rule of Section Bankruptcy Code Number 37 Year 2004 as can be treated to whoever disobeying justice decision. In the case of accounted on debt is that Debtor represent Receivable State hence to Debtor that denied may be gone into effect force body Punishment."
2007
T19304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anshari
"Penelitian ini merupakan kajian yuridis normatif pada materi Delik Terhadap Keamanan Negara (Makar) di Indonesia, kemudian delik tersebut dikomparasikan dengan sebuah studi kasus, yang salah satunya adalah kasus tuduhan 'makar' atau 'pemberontakan' terhadap Sultan Hamid II pada tahun 1950-1953. Tipologi penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif (doktriner), yaitu dengan penelitian melalui studi kepustakaan (Library Research) atau disebut juga sebagai studi dokumen (Documentary Research), bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah data atau dokumen. KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) masih mengatur pasal yang bersifat kolonial yang hingga hari ini masih diterapkan di Indonesia, salah satunya adalah tentang Delik Terhadap Keamanan Negara. Yang dimaksud Delik Terhadap Keamanan Negara tersebut diatur di dalam Bab-I Buku Kedua KUHP. Inti dari perbuatan yang di larang dalam Bab-I Buku Kedua KUHP tersebut adalah Makar (Aanslag) dan Pemberontakan (Opstand), dan lainnya yang bersifat mengganggu kemananan dalam negara. Delik Terhadap Kemanan Negara hampir selalu dilatarbelakangi atau dengan tujuan-tujuan politik, dan di setiap pemerintahan suatu negara mempunyai pengertian serta batasan tersendiri tentang perbuatan yang dikategorikan sebagai delik dengan maksud tujuan politik. Bahkan terdapat perbedaan penafsiran terhadap pengertian 'politik' baik dikalangan sarjana, para hakim, maupun penguasa suatu negara. Dalam praktek maupun sejarah Indonesia, seringkali ditemukan kasus-kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang sebenarnya belum tentu termasuk kategori pelanggaran atas usaha pengkhianatan terhadap negara/kemanan negara/makar. Namun oleh pemerintah selaku penguasa politik, kepada pelanggar pidana seringkali dijerat dan dikenakan dengan isi pasal-pasal perbuatan makar dan pemberontakan. Hal itu kemudian menimbulkan berbagai polemik di pihak yang pro maupun kontra atas pengaturan hukum tentang tersebut. Kajian untuk melihat penerapan atas pengaturan tentang makar itu, kemudian dapat dilihat melalui Studi Kasus terhadap kasus kontroversial Sultan Hamid II pada tahun 1950-1953. Dimana dapat dilihat obyektifitas Negara dalam mengadili sebuah kasus 'makar'.

This research is normative study to crime against state security (Makar) in Indonesia, this criminal act compared with a study to one case, which is accusation about 'makar' or 'rebellion' to Sultan Hamid II during 1950-1953. The type of research which is used in this research is library method with spatially normative juridical (doctriner), with research by library research or be called by documentary research, prime material used in this research is data or document. Criminal Code (KUHP) still arrange article that spatial colonial which are until today still implemented in Indonesia, one of the article is criminal act against state security. The definition from criminal act aginst state security regulated in Section One Book Two Criminal Code (KUHP). Core from this criminal act that forbidden in Section One Book Two Criminal Code (KUHP) is that Makar (Aanslag) and Rebellion (Opstand), and the other things that disturb state security. Criminal act against state security almost always background about politic goal, and in every goverment of a country has definition and restriction itself about act that categorized as criminal act with politic goal. Even there are differences in interpretation about 'politic' in scholars, judges and leader of a country. In practical also in Indonesian history, often found cases about law violation in Indonesia that are actually not neccessarily include violation about attempt against state security. But the goverment as political leader, to criminal offender often charged with articles about criminal act against state security or rebellion. It then incuring various polemical at pro part and contra part about law regulation in criminal act against state security. Study to see the implementation on regulation about makar, then can see by case study to controversial case Sultan Hamid II during 1950-1953. Which is can see country objectivity in judging a makar case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29571
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sovia
"Pradiabetes adalah suatu keadaan individu yang memiliki kadar gula darah di atas normal, tapi belum dapat didiagnosis diabetes melitus. Perilaku perawatan kesehatan keluarga merupakan upaya promosi kesehatan dalam keluarga untuk memelihara dan meningkatkan status kesehatan anggota keluarga, khususnya dalam pencegahan pradiabetes. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga dan perilaku perawatan kesehatan keluarga dengan kejadian pradiabetes pada usia dewasa menengah. Desain penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 156 orang yang diambil menggunakan teknik cluster sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara karakteristik keluarga dan perilaku perawatan kesehatan keluarga dengan kejadian pradiabetes. Faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian pradiabetes pada usia dewasa menengah adalah: tipe keluarga (OR = 2,070), pengetahuan keluarga (OR = 7,025), dan praktik perawatan kesehatan keluarga (OR = 2,863). Upaya untuk meningkatkan perilaku perawatan kesehatan keluarga yang lebih efektif perlu disusun oleh tim di pelayanan kesehatan primer melalui program promosi kesehatan seperti pendidikan kesehatan, pembentukan kelompok pendukung, pemberdayaan masyarakat, kemitraan, dan intervensi keperawatan (demonstrasi penyusunan menu makanan sehat, aktivitas fisik, dan perawatan kaki).

Pre-diabetes is a state where glucose level higher than normal, but not satisfy the criteria for diabetes. Family health care behaviors are health promotion efforts in the family to maintain and improve the health status of family members, especially in the prevention of prediabetes. The research aims to determine the association of family characteristics and family health care behaviors with prediabetes at middle-aged adults. The research used observational descriptive design with cross sectional approach. Total sample of 156 people were taken using a cluster sampling technique.
The results showed that the type of family (OR = 2,070), family knowledge (OR = 7,025), and practice of family health care (OR = 2,863) are the dominant factors in the incidence of prediabetes. The efforts to improving behavioral of family health care through developing health promotion program such as health education, the establishment of support groups, community empowerment, partnership, and nursing interventions."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
HB. Hery Santosa
"Heterogenitas agama pada suatu masyarakat/bangsa, sangat rentan untuk terjadinya konflik. Konflik yang terjadi karena masalah ini, seringkali menjadi sumber terjadinya konflik yang lebih besar, dan berpotensi untuk terjadinya disintegrasi suatu bangsa. Kenyataan menunjukkan bahwa masalah agama merupakan masalah yang paling mudah untuk dijadikan sasaran provokasi, baik yang berasal dari dalam kelompok maupun dari kelompok lain. Hal ini tampak dari konflik yang terjadi di berbagai wilayah akhir-akhir ini, yang selalu dikaitkan dengan masalah agama.
Heterogenitas agama di wilayah Indonesia, sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dulu, tepatnya sejak zaman Majapahit. Kerajaan Majapahit yang memiliki wilayah hampir sama dengan wilayah NKRI sekarang, juga terdiri dari banyak suku dan agama. Sifat agama dari kerajaan Majapahit dapat dilihat dari banyaknya peninggalan yang sudah diketemukan, yang sebagian besar mempunyai latar belakang agama. Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada fungsi agama dalam pemerintahan, terutama masa kejayaan Majapahit.
Secara operasional, permasalahan yang akan dicari jawabannya adalah bagaimana fungsi agama dalam pemerintahan pada masa kejayaan Majapahit, dan sejauhmana para penguasa memanfaatkan agama didalam penyelenggaraan pemerintahan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan warga masyarakatnya.
Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar di Indonesia masa lampau. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan-peninggalan yang telah diketemukan hingga saat ini, baik yang berupa peninggalan yang bersifat monumental, maupun peninggalan-peninggalan yang berupa naskah atau prasasti. Meskipun demikian, beberapa peninggalan yang sudah diketemukan, masih banyak yang belum diidentifikasi dan belum dapat dijelaskan keberadaannya. Oleh karenanya, penelitian mengenai kerajaan Majapahit ini masih sangat terbuka, baik yang bersifat pendahuluan maupun penelitian-penelitian lanjutan yang pernah dilakukan sebelumnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembahasan masalah fungsi agama pada masa kejayaan Majapahit ini diharapkan dapat memberi gambaran kehidupan keagamaan pada masa kejayaan Majapahit, terutama mengenai fungsi dan peranannya di dalam penyelenggaraan Negara.
Guna mencapai tujuan tersebut, kajian ini akan membentangkan suatu pemikiran yang mengacu pada suatu kerangka analisis yang dapat dipakai untuk lebih memahami unsur-unsur dan aspek-aspek keagamaan yang pernah ada dan berkembang pada masa kejayaan Majapahit. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat positif sebagai sumbangan data dan pemikiran tentang fungsi dan peran agama dalam suatu pemerintahan di masa lampau. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan peninggalan-peninggalan yang berasal dan masa yang bersangkutan. Harapan ini tidaklah berlebihan, karena peninggalan-peninggalan dari masa kejayaan Majapahit, hampir semuanya berhubungan dengan pemerintahan pada masa itu.
Oleh karena data yang digunakan semuanya berupa peninggalan purbakala, baik yang berupa naskah, prasasti, relief maupun peninggalan purbakala lainnya, maka pendekatan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pendekatan arkeologis. Sedangkan dalam menganalisa data untuk mendapatkan jawaban permasalahan, digunakan pendekatan structural-fungsionalisme, dengan harapan dapat memperoleh gambaran tentang fungsi dari masing-masing sistem dan subsistem yang terkait dengan pemerintahan pada waktu itu.
Berdasarkan sumber sejarah dan peninggalan-peninggalan yang sudah ditemukan, dapat diketahui bahwa agama, yang dalam hal ini diartikan sebagai norma atau aturan yang menjamin agar hubungan antar manusia, manusia dengan lingkungannya dan manusia dengan Tuhan-nya tidak kacau, memiliki peran yang sangat penting di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai suatu negara yang bersifat kosmis, agama difungsikan sebagai tuntunan atau pedoman di dalam menyusun birokrasi pemerintahan. Suatu kerajaan yang dianggap sebagai jagat kecil (mikrokosmos), menempatkan pejabat-pejabat pemerintahan dan para penguasa daerah seperti dewa-dewa lokapala, sehingga keseimbangan (equilibrium) antara makrokosmos dan mikrokosmos dapat tercapai. Di samping itu, agama juga difungsikan sebagai sarana legitimasi oleh para penguasa. Raja Jayanagara yang mengawali masa kejayaan Majapahit, melegitimasi dirinya sebagai penjelmaan dewa Wisnu. Di dalam beberapa prasasti yang sudah ditemukan, Jayanagara menggunakan symbol (lancana) ikan/mina (matsya). Malaya atau ikan ini merupakan salah satu awatara dewa Wisnu.
Pelegitimasian yang dilakukan oleh Jayanagara ini berhubungan dengan situasi politik pada waktu itu, terutama yang terkait dengan usaha dan keberhasilan Jayanagara di dalam menghalau dan mengembalikan takhta kerajaan, yang sebelumnya dipenuhi dengan serangkaian pemberontakan. Hal yang sama juga dilakukan oleh raja Tribhuwanatunggadewi, yang juga menggunakan nama Wisnu di dalam abhisekanama-nya. Raja Hayamwuruk, meskipun tidak menggunakan unsur dewa dalam nama gelarnya, tetapi juga memanfaatkan agama di dalam melegitimasi dirinya. Usaha Hayamwuruk dalam melegitimasi diri dilakukan dengan cara memberikan penghormatan terhadap para leluhur, dan mengakui serta mengakomodasi seluruh komponen agama yang ada dan berkembang pada masa pemerintahannya. Upacara-upacara ritual, seperti upacara Sraddha, dan pembangunan serta membangun kembali candi-candi tempat pendarmaan pendahulunya, merupakan bentuk nyata dari raja Hayamwuruk yang memanfaatkan agama sebagai sarana legitimasi.
Di samping sebagai sarana legitimasi, agama juga memiliki fungsi sebagai sarana integrasi. Secara politis, penempatan tokoh-tokoh agama di dalam birokrasi pemerintahan merupakan suatu bentuk nyata dari usaha untuk mempersatukan perbedaan yang ada. Mpu Tantular, sebagai pujangga kraton, membuktikan adanya pengakuan dan pengakomodasian berbagai agama yang ada dengan memunculkan semboyan yang dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika, seperti yang tertulis dalam salah satu karyanya yang berjudul Sutasoma. Bentuk integrasi di tingkat kerajaan ini juga ditunjukkan dengan adanya toleransi antar kelompok agama. Toleransi antar agama tampak dari bangunan-bangunan keagamaan yang memiliki sifat dari dua atau lebih kelompok/sekte agama. Pembangunan dan pemugaran beberapa candi yang dilakukan oleh raja Hayamwuruk, seperti candi Jago, candi Jawi, candi Panataran dan beberapa candi lain yang memiliki dua atau lebih ciri kelompok agama, merupakan bukti nyata dari fungsi agama tersebut.
Di dalam kehidupan bermasyarakat, agama juga memiliki fungsi sebagai pengendali sosial. Di tingkat pusat, secara nyata kitab perundang-undangan kerajaan Majapahit diambil dari kitab agama, yang dikenal dengan nama Kutaramanawadarmasastra. Kitab yang merupakan perpaduan dari naskah-naskah India dan disesuaikan dengan situasi politik dan sosial masyarakat Majapahit ini dijadikan kitab perundang-undangan kerajaan Majapahit. Di samping itu, adanya sapatha yang selalu mengikuti sebuah ketetapan hukum, merupakan kontrol sosial yang sekaligus menjadi pengendali sosial, sehingga ketetapan dari suatu putusan dapat dijamin pelaksanaannya. Fungsi agama sebagai pengendali sosial, atau fungsi agama di bidang peradilan ini juga ditunjukkan dengan penempatan tokoh-tokoh agama sebagai pejabat peradilan. Kenyataan ini membuktikan bahwa agama memiliki fungsi yang cukup penting di dalam sistem peradilan Majapahit, terutama sebagai kontrol atau pengendali sosial, sehingga hubungan antar manusia, manusia dengan lingkungan alam serta manusia dengan Tuhan-nya tidak kacau. Fungsi agama sebagai sarana pengendali sosial ini cukup efektif, terbukti dengan tidak adanya gejolak politik maupun gejolak sosial yang muncul pada masa pemerintahan raja Hayamwuruk.
Di samping memiliki fungsi atau difungsikan oleh para penguasa, agama juga memiliki peran yang cukup besar dalam bidang sosial. Hal ini dapat dilihat dari fungsi agama dalam bidang politik, ekonomi maupun dalam kehidupan masyarakat umum. Dalam bidang politik, agama berfungsi sebagai penyeimbang dalam penyusunan birokrasi pemerintahan. Keberadaan tokoh-tokoh agama di dalam susunan birokrasi pemerintahan dimaksudkan untuk mengakomodasi berbagai golongan agama dalam masyarakat. Hal ini sangat perlu, karena sebuah negara dengan berbagai kelompok agama merupakan kerawanan tersendiri, atau merupakan sumber konflik terbesar apabila tidak diatasi sejak dini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tokoh-tokoh agama dalam birokrasi pemerintahan ditempatkan pada jabatan yang berhubungan dengan masalah pengendalian sosial.
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, maka kerajaan Majapahit tidak dapat meninggalkan hal-hal yang bersifat spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upacara-upacara ritual selalu mewarnai dalam kegiatan pertanian. Penghitungan musim yang didasarkan pada gejala alam, kegiatan pertanian yang selalu dimulai dengan upacara ritual, masa panen yang juga selalu dimulai dengan upacara-upacara ritual, sampai dengan pengakuan dewi Sri sebagai dewi kesuburan yang dikaitkan dengan tanaman padi, merupakan bukti nyata bahwa agama memiliki fungsi dan peran yang cukup besar dalam bidang pertanian.
Dalam bidang perdagangan, agama juga memiliki fungsi dan peran yang cukup penting, meskipun tidak secara nyata seperti dalam bidang pertanian. Dalam bidang perdagangan, agama berfungsi sebagai pengontrol hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli. Pada masa kejayaan Majapahit, perdagangan tidak merupakan kegiatan ekonomi semata, tetapi juga merupakan kegiatan sosial. Hal ini tampak dari sistem perdagangan di daerah-daerah yang ditetapkan menjadi sima, dimana perdagangan dibatasi, baik mengenai jumlah maupun jenis dagangannya. Pembatasan jumlah dan jenis dagangan ini semakin ketat pada daerah-daerah yang ditetapkan menjadi sima yang disebabkan karma daerah tersebut terdapat bangunan suci. Pembatasan jumlah dan jenis dagangan ini apabila diperhatikan secara seksama, dimaksudkan untuk menjaga kelestarian alam, sehingga hubungan antara manusia dengan lingkungan alamnya tetap harmonis. Demikian pula hasil pajak atau denda dari pelanggaran sistem perdagangan, sebagian juga diperuntukkan bagi kepentingan bangunan suci. Kenyataan ini menunjukkan bahwa agama, meskipun tidak secara eksplisit, memiliki fungsi dan peran yang cukup besar di dalam sistem perdagangan yang berlangsung pada waktu itu. Peran dan fungsi agama ini semakin nyata dengan diaturnya sistem perdagangan di dalam kitab perundang-undangan agama.
Sedangkan di dalam bidang perindustrian, agama berperan sebagai pengendali teknologi, sehingga perlakuan manusia terhadap peralatan yang digunakan tidak semena-mena. Anggapan terhadap peralatan industri yang memiliki sifat kedewaan dan upacara ritual yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan, merupakan bukti nyata dari peran agama dalam bidang perindustrian. Kecenderungan masyarakat untuk tidak melepaskan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan dan teknologi ini merupakan bukti bahwa masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang religius.
Sebagai masyarakat religius, maka kehidupan sosial budaya masyarakat Majapahit juga diwarnai oleh hal-hal yang bersifat keagamaan. Di dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, agama memiliki fungsi dan peran sebagai pengendali jarak sosial, pemberi fenomena integrasi dan menumbuhkan rasa toleransi antar warga masyarakat. Mengenai jarak sosial, yang biasanya disebabkan karena identitas kelompok maupun kedudukan salah satu kelompok agama di dalam masyarakat yang mengakibatkan kecemburuan antar kelompok agama, dapat diminimalisasikan dengan pengakuan seluruh agama yang ada serta pemberian hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini didukung dengan kebijakan pemerintah yang memberi pengakuan dan kesempatan yang sama terhadap tokoh-tokoh agama untuk duduk dalam pemerintahan. Sedangkan mengenai integrasi sosial, masing-masing kelompok memberi pengakuan terhadap kelebihan dari kelompok lain. Adanya satu bangunan suci (candi) yang memiliki dua atau lebih sifat keagamaan, merupakan bukti dari integrasi sosial dalam bidang agama. Hal ini juga merupakan bukti adanya toleransi antar kelompok agama, yang pada akhirnya akan memunculkan bentuk-bentuk budaya yang diberi warna agama.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pada masa kejayaan Majapahit, masyarakatnya bersifat agamis, dalam arti segala kegiatan dan kehidupannya diwarnai unsur agama. Pemerintah yang menyadari keanekaragaman agama yang ada dan berkembang pada waktu itu, memanfaatkan secara maksimal fungsi agama, dan mengakui peran agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pada kenyataannya, agama dapat memberi sumbangan yang cukup besar dalam menuju puncak kejayaan, dan kerajaan Majapahit telah membuktikannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T11028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sovia
"Pradiabetes adalah kadar glukosa darah individu lebih tinggi dari normal, tetapi belum mencapai batas diagnosis diabetes. Perilaku perawatan kesehatan keluarga merupakan upaya promosi kesehatan keluarga dalam pencegahan pradiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik keluarga dan perilaku perawatan kesehatan keluarga dengan kejadian pradiabetes pada usia dewasa menengah. Desain penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 156 orang dewasa menengah, diambil menggunakan teknik cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara tipe keluarga (OR= 2,070; 95% CI 0,957-4,478), penghasilan keluarga (OR= 0,512; 95% CI 0,243-1,079), pengetahuan keluarga (OR= 7,025; 95% CI 3,109-15,876), dan praktik perawatan kesehatan keluarga (OR= 2,863; 95% CI 1,285-6,379) dengan kejadian pradiabetes. Upaya untuk meningkatkan perilaku perawatan kesehatan keluarga yang lebih efektif perlu disusun oleh tim di pelayanan kesehatan primer melalui program promosi kesehatan seperti pendidikan kesehatan, pembentukan kelompok pendukung, pemberdayaan masyarakat, kemitraan, dan intervensi keperawatan (penyusunan menu makanan sehat, aktivitas fisik, dan perawatan kaki).
Prevalence of Prediabetes at Middle-Aged Adults Based on Family Characteristics and Family Health Care Behaviors. Prediabetes is a situation where glucose level higher than normal level, but does not satisfy the criteria for diabetes. Family health care behaviors are health promotion efforts in the family to prevention of prediabetes. The aim of the research was to determine the association between family characteristics and family health care behaviors, and prediabetes at middle-aged adults. The research used observational descriptive design with cross sectional approach. Total sample of 156 people were taken using a cluster sampling technique. The results showed that the type of family (OR= 2.070), family knowledge (OR= 7.025), and practice of family health care (OR= 2.863) are the dominant factors in the incidence of prediabetes. It is important to improve the behavior of family health care through developing health promotion program such as health education, the establishment of support groups, community empowerment, partnership, and nursing interventions."
Politeknik Kesehatan. Jurusan Keperawatan ; Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Keperawatan, 2013
610 JKI 16:3 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Susilo
"Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah yang lebih dikenal di masyarakat dengan sebutan Pajak Air Bawah Tanah ( PABT ), semula merupakan jenis pungutan retribusi daerah. Perubahan tersebut dimaksudkan adalah dalam rangka menata kembali beberapa jenis pungutan retribusi yang pada hakekatnya bersifat pajak dan untuk lebih memperhatikan pada pelestarian lingkungan.
Berbeda dengan jenis pajak daerah lainnya, optimalisasi pemungutan jenis Pajak Air Bawah Tanah akan membawa konsekwensi pada dampak lingkungan seperti terjadinya penurunan permukaan tanah (eras,) dan terganggunya konservasi air, yang memerlukan biaya pemulihan cukup besar. Berdasarkan hasil perhitungan dan Tim Penetapan Harga Dasar Air Bawah Tanah Propinsi DKI Jakarta, diperlukan biaya pemulihan kembali air bawah tanah yang terambil sebesar t Rp. 12 triliun/803.500.000 m3 suatu jumlah yang sangat besar dibanding dengan hasil pajak yang diperoleh.
Permasalahan pokok pada penulisan tesis ini adalah sejauh mana pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dilakukan dengan optimal oleh Dinas Pendapatan Daerah, apakah penyebab administrasi pemungutan tidak dapat dilakukan dan bagaimana implikasinya terhadap efektivitas pemungutan.
Tujuan penulisan tesis ini untuk mendiskripsikan pelaksanaan administrasi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah, mengapa administrasi pemungutan tidak dapat dilakukan dengan sepenuhnya dan mengkaji implikasi administrasi pemungutan pajak terhadap efektivitas pemungutan.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, Dinas Pendapatan Daerah tidak sepenuhnya melaksanakan kegiatan administrasi pemungutan, namun demikian tingkat efektivitas pemungutan Pajak air bawah tanah yang diukur dengan menggunakan ratio Tax Performance Index (TPI) menunjukkan tingkat efektivitas yang cukup baik dan stabil. Angka rasio TPI sebesar 107,58 % terendah dan tertingdi sebesar 117,39%. Kondisi ini mengartikan bahwa wajib pajak air bawah tanah cukup baik dan potensi pajak lebih besar dari target penerimaan yang ditetapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>