Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15908 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dedi Irawan
"Kekuatan politik yang mapan harus siap melakukan adaptasi dengan tuntutan-tuntutan perubahan politik yang terjadi di lingkungannya. Jika kekuatan politik itu tidak melakukan respon dan beradaptasi dengan perubahan politik, maka perubahan politik akan melemahkan kekuatan politik tersebut. Karenanya, jika kekuatan politik ingin tetap hadir dalam panggung politik maka ia harus terus berdaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Konflik politik di Golkar, pasca kejatuhan politik Soeharto, menunjukkan adanya keinginan dari organisasi ini untuk berubah. Namun, perubahan itu tidak berjalan mulus karena adanya tantangan dari kelompok yang tidak menyukai perubahan.
Konflik politik saat Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Juli 1998 dan saat Sidang Umum MPR tahun 1999 menunjukkan keterpengaruhan Golkar akan tuntutan gerakan reformasi yang berada di lingkungan poiitiknya. Tesis ini ingin menjelaskan pengaruh gerakan reformasi terhadap Golkar yang terlihat dalam konflik politik di organisasi yang pernah berjaya di era Orde Baru masa lalu.
Metode penelitian tesis ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan hubungan antar fenomena yang terjadi sehingga dapat menjelaskan pokok permasalahan yang ada. Teknik menjaring data dengan cara mewawancarai lima orang tokoh aktivis di lingkungan Golkar yang terlibat dalam konflik-konflik yang terjadi. Selain itu, data juga dihasilkan melalui informasi media massa, dokumen-dokumen yang relevan dan dari buku-buku.
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh gerakan reformasi terhadap konflik di Golkar. Tekanan gerakan reformasi menjadi salah satu tekanan yang menyebabkan Harmoko mengeluarkan pernyataan agar Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan. Digunakannya isu-isu yang sesuai dengan semangat reformasi menjadi bukti lain dari pengaruh gerakan reformasi tersebut.
Konflik politik di Golkar menunjukkan bahwa organisasi ini sangat rentan dengan perubahan. Konflik itu terjadi karena ada sebagian pihak yang tidak siap menerima perubahan-perubahan. Konflik politik adalah ekses yang harus ditempuh oleh Golkar manakala ia ingin melakukan perubahan. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa konflik politik di Golkar merupakan salah satu hasil dari tuntutan terjadinya perubahan politik. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Teguh
"Kehidupan politik didalam struktur Golongan Karya sejak berbentuk Sekber Golkar hingga menjadi Golkar pada tahun 1971 selalu diwarnai dengan interaksi politik antar kelompok-kelompok di dalam struktur Golongan Karya yang tidak lain mencerminkan trik menarik pengaruh satu kelompok dengan kelompok lainnya dan intrik-intrik politik para aktor-aktor politiknya untuk mendapatkan nilai plus dari Soeharto. Ketidakmampuan Trikarya untuk tetap bertahan dalam percaturan politik setelah pemilu pertama pada tahun 1971 merupakan indikasi mulai melemahnya keberadaan di dalam Golkar. Semakin berkurangnya wewenang yang melekat pada Trikarya di dalam lingkaran kekuasaan diakibatkan peranan segelintir tokoh atau aktor politik kepercayaan Jenderal Soeharto.
Golongan Karya merupakan sebuah organisasi politik yang sangat majemuk dari berbagai kelompok yang tergabung di dalamnya. Akibat dari kemajemukan tersebut diasumsikan bahwa dipastikan akan terjadi pengelompokan di dalam organisasi tersebut. Pengelompokan tersebut menimbulkan perbedaan kepentingan yang akan saling berbenturan.
Keberadaan kelompok di dalam arena politik bukan saja ada melainkan sangat diperlukan. Kelompok sangat memainkan peranan melalui seperangkat tuntutan, mengekspresikan sikap-sikap dan membuat pernyataan politik. Kadang-kadang kelompok akan menaruh perhatian terhadap kepentingan yang konkrit atas kebutuhan material para anggotanya, mengekspresikan kepentingan umum di dalam issue-isue politiknya atau turut menghimbau tumbuhnya suatu kebijakan Baru. Berperannya kelompok di dalam sistem politik pada dasarnya merupakan suatu proses yang digerakan oleh nilai-nilai sosial untuk mengalokasikan kekuasaan (otoritas).
Akibat dari alokasi tersebut maka diikuti dengan munculnya keputusan-keputusan yang akan mengikat masyarakat umum. Keputusan-keputusan tersebut muncul akibat adanya kegiatan politik. Karena di dalam masyarakat juga terdapat kelompok-kelompok maka keputusan yang didasari oleh berbagai kegiatan politik tersebut dipastikan bersinggungan dengan kepentingan antar kelompok-kelompok tersebut. Sehingga akan muncul pertentangan antar kelompok atau antar kepentingan yang pada akhirnya akan mempengaruhi bentuk keputusan yang akan dipilih.
Kemudian lebih lanjut dalam setiap fenomena politik di dalam sistem politik - apapun corak dari sistem politik tersebut - selalu mengarah kepada bagaimana untuk mendapatkan kekuasaan dan kemudian mempertahannya. Selanjutnya untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan tersebut maka kelompok-kelompok di dalam sistem politik haruslah menguasai sumber-sumber materiil dan kewenangan sebanyak mungkin. Akibat langkanya sumber-sumber itu maka kelompok-kelompok itu menjalankan peranannya untuk mengalokasikan materi dan kewenangan tersebut. Dengan demikian suatu kelompok dikatakan menjalankan peranannya terhadap kelompok lain atau terhadap sistem politik jika kelompok tersebut dapat secara aktif memperjuangkan kepentingannya. Kelompok-kelompok itu akan saling menjalankan peranannya jika mereka berkompetisi untuk mengakumulasikan sumber-sumber materiil dan kewenangan.
Menurut Marck dan Snyder, perpecahan atau konflik dapat timbul dari kelangkaan posisi dan sumber-sumber (resources), semakin sedikit posisi atau sumber yang diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi, semakin tajam pula konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan sumber tadi. Di dalam hierarkis sosial mana pun hanya ada sejumlah terbatas posisi kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari seseorang yang dapat menduduki masing-masingnya. Sama dengan itu, hanya ada beberapa contoh unit sosial dimana penyediaan keputusan begitu hebatnya sehingga semua pihak dapat memuaskan keinginannya.
Dengan kata lain, jika posisi dan sumber yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah mereka yang ingin menempati posisi dan meraih sumber itu maka kemungkinan berkembangnya suatu konflik besar sekali. Penyederhanaan jumlah unsur yang terdiri dan banyak ormas fungsional ditambah dengan militer dan birokrasi merupakan tantangan tersulit yang harus dihadapi pengurus Golongan Karya.
Hal lain yang sangat mendasar adalah dikeluarkannya keputusan Ketua Umum Sekber Golkar Nomor Kep.101/VII/Golkar/1971 yang isinya para tokoh Trikarya tidak lagi di posisikan pada susunan DPP Golkar dikarenakan KING tidak lagi menjadi badan perjuangan politik. Kemudian melalui Munas I tahun 1973 yang diantara keputusannya yaitu menetapkan Munas sebagai lembaga pengambilan keputusan tertinggi juga menetapkan bahwa para tokoh Trikarya tetap pada posisi semula yaitu menjadi bagian dari keanggotaan Dewan Pembina Sehingga berdasarkan hasil Munas tersebut mengakibatkan pembatasaan dalam alokasi kekuasaan dimana kelompok tradisional seperti Trikarya dan kelompok KING bergeser oleh dominasi kelompok Hank dan kelompok Sipil yang ada di Bapilu. Perubahan tersebut di lain sisi banyak dipengaruhi oleh semangat pembaharuan politik yang melepaskan pengaruh santimen berdasarkan ikatan primodialisme sehingga mengakibatkan Trikarya benar-benar harus menghilangkan identitas kelompoknya sekaligus tidak dapat lagi menuntut porsi kekuasaan atas nama kelompok mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Ibnu Alkhatab
"Permasalahan utama penelitian ini adalah menemukan mekanisme pertahanan diri Partai Golkar dalam konstelasi politik nasional dan faktor-faktor yang rnelingkupinya. Untuk membahas hal tersebut, penulis menganggap bahwa ada sejumlah mekanisme yang telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi keberlangsungan Partai Golkar dalam membuktikan anggapan itu, penulis dibimbing oleh pertanyaan pokok: bagaimana bentuk mekanisme pertahanan diri itu.
Penetitian ini menggunakan prosedur dedskriptif-analitis atau eksplanatoris yang .diiakukan selama hampir empat bulan dengan metode studi kasus. Teori yang membimbing penulis adalah teori Talcott Parsons mengenai skema adaptasi sistem sosial melalui kerangka Adaptation, Goal Attainment, Integration, and Laten Pattern Maintanance atau yang lebih dikenal dengan skema A-G-I:-L
Dengan metode dan teori tersebut, penulis menemukan bahwa ada mekanisme pertahanan diri Partai Golkar dan ia telah berperan penting dalam mempertahankan eksistensi Partai Golkar. Hanya saja, lahirnya mekanisme itu tidak bisa dilepaskan dari masalah yang dihadapinya, berupa resistensi masyarakat. Inilah yang memberikan peluang baginya untuk menciptakan jalan keluarnya sendiri, yaitu mekanisme pertahanan diri yang terorganisir dengan sistematis. Tekanan pubik itu dapat disebut sebagai vitamin sehingga dapat dikatakan di sini bahwa faktor itulah yang berperanan penting dalam kelangsungan Partai Golkar.
Mekanisme yang ditemukan penulis adalah bahwa Partai Golkar merestorasi ide politiknya agar sesuai dengan situasi yang baru. Usaha ke arah itu dilakukan dengan menjadikan Golkar sebagai partai (adaptasi) dan melahirkan paradigma baru agar sesuai dengan tuntutan zaman (integrasi). Sementara tujuan dan latensinya ditegaskan dengan keinginan Partai Gokar untuk mengikuti pemilu dengan tetap menggunakan brand lama (Golkar) dan ideologi Pancasila.
Satu hal yang penting adalah bahwa bertahannya Partai Golkar dalam konstelasi politik nasional dikarenakan masih bekerjanya mesin politik lama yang ditinggalkan oleh Orde Baru, yakni Golkar beserta pengurus-pengurusnya yang didominasi oleh para politisi kawakan yang sebagian besar masih mendominasi lembaga legislatif dan birokrasi.
Hemat penulis, mekanisme yang dikembangkan untuk mempertahankan diri tersebut -meskipun sangat penting demi kelangsungan partai- bukan satu-satunya faktor yang menentukan daya tahan Partai Golkar, melainkan ada faktor lain yang tidak kalah penting, yaitu kinerja partai karena perkembangan politik ke depan sangat ditentukan oteh kemampuan partai politik mewujudkan dirinya sebagai partai yang kredibel. Atas dasar kepada Partai Golkar, yang memiliki modal politik yang sangat signifikan, penulis sampaikan pentingnya proteksi diri dengan kebijakan-kebijakan politik yang dapat mengurangi resistensi masyarakat.
Dengan kata lain, perlu dikembangkan kebijakan politik yang berbasis pada etika politik yang dianut masyarakat sehingga daya tahan partai tidak hanya diukur dengan kecanggihan bermanuver, tetapi juga dengan kepercayaan masyarakat yang semakin meninggi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmijati Marjam
"ABSTRAK
Golongan Karya merupakan organisasi sosial politik besar di negeri ini. Ia ditumbuhkan dari keperluan salah satu sendi kekuatan politik (militer) yang sedang bertarung dan berebut bagian-bagian kekuasaan dari suatu sistem politik yang otoriter. Dalam hubungan ini bangunan organisasi menampung berbagai aspirasi, keperluan, keinginan dan juga segala kemungkinan-kemungkinan yang masih gelap saat ia didirikan. Malah ia didirikan oleh dua kelompok yang bersentuhan (Presiden dan militer), tetapi berseteru secara latent, setelah partai-partai politik utama (Masyumi dan PSI) disingkirkan dari panggung politik dan medan pertarungan politik sudah tidak lagi di lembaga perwakilan yang dihasilkan oleh suatu pemilihan umum (September 1955) yang jujur dan demokratis.
Perkembangan waktu membawa Golkar ke dunia dimana terjadi pertentangan laten di antara unit-unit organisasinya sendiri. Makalah pola kepemimpinan yang ada dan berkembang, setelah Munas II (1978), memperlihatkan kuatnya campur tangan Dewan Pembina dalam putusan-putusan Dewan Pimpinan Pusat dan jaringan unit pelaksana organisasi dibawahnya. Akan tetapi justru disinilah letak menariknya kajian terhadap organisasi sosial politik ini."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfikar Ghazali
"ABSTRAK
Dalam pemilihan umum 1992 jumlah suara yang diperoleh Golongan Karya merosot, walau pun hal ini tidak berpengaruh pada jumlah kursi yang didapat akibat sistem pemilihan umum yang dipakai selama ini. Dua daerah yang mempunyai keistimewaan tertentu menjadi perhatian karya ini. Kekhususan Jakarta yang metropolitan dan Aceh yang homogen dari sudut suku dan agama mendorong keunikan dari partisipasi anggota masyarakat di kedua daerah tersebut.
Upaya memenangkan Golongan Karya di DKI Jakarta dan DI Aceh dalam pemilihan umum 1992, merupakan kerja keras seluruh perangkat organisasi sosial politik itu. Pengerahan seluruh potensi dengan melakukan berbagai cara dan taktik tertentu memang menghasilkan perolehan suara yang dijadikan tujuan dalam pemilihan umum tersebut."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 1997
324.2 NAH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
D.S. Moeljanto
Jakarta: Mizan, 2008
992.07 MOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Romli
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
297.272 LIL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>