Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8582 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Parkinson, Cyril Northcote, 1909-1993
Boston: Houghton Miffiln, 1960
336.2 PAR l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jumades Sahery
"This observation has objectives to acquire some opinions regarding understanding of tax payers against tax regulation, implementation of taxation criminal cases' observation to be used as shock therapy for the tax payers, and positive impact of the observation as an effort to uphold tax payers submission to the law.
Theoretical background is based onto criminal law as a public law, and the tax law is also an integral part of the public law, therefore both laws are in one systematical union. Close relation between the criminal law and the tax law can be distinctly seen by existence of criminal rules in the tax law.
Tax observation as a repressive approach, is the last effort to be implemented against the tax payers in order to uphold the tax law. If tax observation can be implemented properly, this will lead to submission increment of tax payers in fulfilling their tax obligations which in turn can increase state income from tax sector.
From respondent answers can be known that, the tax payers still face difficulty in understanding the existing tax law and regulation, and this influences the tax payers' submission to fulfill their obligations properly. Respondents also have opinion that the shock therapy executed will serve as a deterrent, so that by executing such therapy it is expected the tax payers will become afraid to commit criminal action in taxation.
To increase tax payers' understanding regarding the tax law and regulation, tax administrator must be proactive in giving consultation and education to the tax payers, because if tax payers can understand more, it is expected to increase their awareness and submission to pa' their taxes properly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Satrija Utara
"Usaha penegakan hukum (law enforcement) yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak diwujudkan dengan pemeriksaan. Pemeriksaan pajak merupakan kegiatan pelaksanaan penegakan hukum, agar peraturan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan baik. Tanpa pelaksanaan penegakan hukum akan menimbulkan ketidakadilan terhadap wajib pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar, hal ini sejalan dengan wewenang yang diberikan oleh undang-undang pada administrasi pajak. Secara teoritis pemeriksaan pajak merupakan suatu cara (mean) untuk menemukan perbedaan antara laporan komersial dan fiskal serta kesalahan penerapan aturan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. Pemeriksaan pajak merupakan bagian dari administrasi perpajakan yang berfungsi untuk mengetahui sejauhmana kepatuhan wajib pajak baik formal maupun material. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan pemeriksaan Pajak pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang dan apakah pemeriksaan pajak tersebut memenuhi dua tujuan yaitu pencapaian target penerimaan dan penegakan hukum serta bagaimana menindaklanjuti hasil temuan pemeriksaan secara keseluruhan dalam rangka fungsi pemeriksaan dan penyidikan dimasa yang akan datang. Tujuan Penelitian ini yaitu menggambarkan dan menguraikan pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang. Menganalisis dan menjelaskan hasil pelaksanaan pemeriksaan pajak sebagai pelaksanaan dari tujuan penerimaan dan penegakan hukum. Menjelaskan dan menguraikan langkah-Iangkah dalam upaya meningkatkan pemeriksaan dan penyidikan pajak dimasa yang akan datang.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan serta wawancara mendalam dengan pihak pihak terkait. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif. Dari hasil analisis ditemukan hasil pemeriksaan yang dilaksanakan, hasil pemeriksaan RGTF merupakan pemeriksaan yang mempunyai hasil atau pajak yang harus dibayar paling besar jika dibandingkan dengan hasil pemeriksaan lainnnya. Hasil pemeriksaan RGTF sebesar 59% jika dibandingkan dengan total hasil pemeriksaan yang dilaksanakan di Karikpa Tangerang. Hasil pemeriksaan di Karikpa Tangerang pajak yang paling banyak temuannya adalah Pajak PPh Pasal 23/26 dan pajak yang terendah temuannya adalah PPh Pasal 21/26.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah apabila dilihat pos-pos yang diperiksa, maka mengandung unsur budgetair merupakan aspek yang paling besar prosentasenya yaitu 61.77% dalam hasil koreksi yang dilakukan terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Tangerang. Hasil temuan tersebut dilanjutkan dengan penagihan terhadap Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajibannya atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan. Upaya tersebut merupakan salah satu penekanan aspek penegakan hukum (law enforcement). Saran dalam penelitian ini adalah aspek penegakan hukum (law enforcement) yang merupakan aspek dasar dalam pemeriksaan seharusnya menjadi tujuan utama pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan pajak yang menitik beratkan pada aspek budgetair dikhawatirkan akan merusak tujuan dari pemeriksaan itu sendiri yaitu untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Guntoro
"Berlakunya sistem self assessment yang memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang menuntut adanya peranan yang optimal dari Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penegakan hukum atas terjadinya segala bentuk penyimpangan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pelanggaran administrasi maupun tindak pidana. Dalam hal terjadi suatu tindak pidana, pemeriksaan bukti permulaan bertujuan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa pun yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Bukti permulaan diperoleh dari analisis dan pengembangan data, informasi, laporan, pengaduan (IDLP), yang dapat dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak maupun satu jenis pajak. Dalam pelaksanaannya, pemeriksaan bukti permulaan akan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat apabila tindak lanjut dari pemeriksaan tersebut ditingkatkan ke Penyidikan, hingga Wajib Pajak patuh dan mau melunasi kewajiban utang pajaknya. Sebaliknya, Pemeriksaan Bukti Permulaan akan menjadi persoalan tersendiri jika terhadap Wajib Pajak telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, seharusnya status pemeriksannya ditindaklanjuti dengan tindakan penyidikan, namun ditindaklanjuti dengan tindakan lainnya. Manfaat dari penelitian ini akan memberikan wawasan pengetahuan terhadap penerapan ilmu hukum ekonomi khususnya yang berhubungan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan di bidang perpajakan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif analisis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tidak selalu Pemeriksaan Bukti Permulaan di bidang perpajakan berujung pada penyelesaian secara pidana yang berlanjut ke tingkat penyidikan, penggunaan ancaman sanksi pidana di bidang perpajakan adalah sebagai senjata terakhir atau pamungkas (ultimum remedium) manakala pengenaan ancaman sanksi administrasi tidak efektif atau tidak diindahkan. Penyelesaian administrasi akan lebih diutamakan semata-mata untuk kepentingan penerimaan negara sejalan dengan filosofi hukum pajak yang lebih mengutamakan pada tujuan penerimaan negara.

Introduction of self assessment system that gives full trust to the taxpayer to calculate, calculate, pay and report the amount of tax payable, which itself requires the existence of the optimal role of the Directorate General of taxation to carry out the functions of supervision and law enforcement upon the occurrence of any form of tax obligations fulfillment deviation either in the form of administrative offences and criminal acts. In the event of a criminal offence, the preliminary evidence examination aims to obtain preliminary evidence about the existence of an alleged criminal act has taken place in the field of taxation done by anyone who can cause a loss in revenue of the State. Preliminary evidence obtained from the analysis and development of data, information, reports, complaints (IDLP), which can be carried out either for the entire tax types and one type of tax. In practice, preliminary evidence examination will provide a sense of fairness and legal certainty for the community in follow-up of the inspections stepped up to investigation, until taxpayers dutifully and want to pay off its tax debt obligations. In contrast, preliminary evidence examination will be a separate issue if the taxpayer has done preliminary evidence examination, should have the status of pemeriksannya followed up with acts of investigation, but followed up with other actions. The benefits of this research will provide insight into the knowledge of the application of the science of economic law, particularly relating to the examination of preliminary evidence in the taxation field. This research is qualitative and descriptive research analysis. The results of this research is that there is always an examination of preliminary evidence in the taxation field led to the completion of an ongoing criminal investigation, to the extent of the use of the threat of criminal sanctions in the field of taxation is as the last weapon or (ultimum remedium) ultimate whereas the imposition of administrative sanctions threat is not effective or is not ignored. The completion of the administration would be an advantage solely for the benefit of State revenue in line with the philosophy of the tax law that prefer the on state revenue goals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Rizal
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, tata cara penyelesaian tindak pidana di bidang perpajakan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan dan pengaruhnya terhadap penerimaan negara yang dilihat dari aspek keadilan dalam pemungutan pajak. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguraikan dan memberikan masukan terhadap penerapan dari penyelesaian tindak pidana pajak di luar pengadilan dan aturan hukum atas tindak pidana tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pasal
44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) memberikan peluang bagi wajib pajak untuk menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan tanpa melalui proses pengadilan. Pasal 44B UU KUP juga memberikan peluang penerimaan negara yang lebih besar. Penyelesaian tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang dilakukan tanpa melalui proses pengadilan telah sesuai dengan tujuan utama pajak dan tidak menyalahi asas hukum yang berlaku di Indonesia.

ABSTRACT
This study discusses the criminal acts committed by the taxpayer, the completion of that case according to the General Provision of Taxation Law and the settlement outside the court and its effect on state revenues which are viewed from the aspect of fairness in tax collection. The approach of this study is qualitative, while the method is descriptive. The main objective was to describe and provide input to the implementation of criminal tax settlement outside the court and the rule of law for such crime. The study concluded that article 44B in General Provisions of Taxation Law provides the opportunity for taxpayers to resolve crimes carried out without going through the court process. This article also provides opportunities for greater state revenues. Completion of criminal offenses in the field of taxation based on tax legislation without going through the court process conducted in accordance with the primary purpose and does not violate the principle of tax law in Indonesia."
2013
T34686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Utami
"Salah satu cara alternatif pemerintah dalam menghadapi krisis energi fosil adalah dengan mengembangkan energi terbarukan dan salah satu jenis energi yang menjadi fokus adalah panas bumi. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan pemerintah diperlukan untuk mendorong industri panas bumi termasuk kebijakan pajak. Pada tahun 2003 (rezim baru panas bumi) pemerintah melakukan perubahan kebijakan atas pajak penghasilan badan yang sebelumnya bersifat lex specialis menjadi lex generalis.
Penelitan ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis latar belakang perubahan kebijakan pajak penghasilan pada bidang usaha panas bumi. Tujuan kedua adalah menggambarkan dan menganalisis perubahan kebijakan pajak penghasilan badan antara rezim lama dan rezim baru pada bidang usaha panas bumi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan dan metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan pertama bahwa ada 3 faktor yang melatarbelakangi perubahan kebijakan PPh tersebut yaitu masalah penentuan jenis penghasilan, bagian pemerintah yang sudah tidak ekonomis lagi dan konsep kontrak panas bumi yang tidak dapat mengimbangi perubahan ekonomi. Hasil selanjutnya adalah kebijakan pajak penghasilan badan untuk bidang usaha panas bumi memerlukan peraturan yang terjamin kepastian hukumnya terutama pada rezim baru yang menggunakan asas lex generalis.
Saran penelitian ini antara lain bahwa seyogyanya perumusan Peraturan Pemerintah tentang industri panas bumi memperhatikan kebutuhan investor sehingga PP yang dikeluarkan akan tepat sasaran dan juga menjamin kepastian hukum yang tinggi, sebaiknya pemerintah lebih mensosialisasikan kepada investor mengenai fasilitas pajak penghasilan pada bidang usaha panas bumi, dan pemerintah sebaiknya lebih mengkaji fungsi pajak penghasilan pada rezim baru panas bumi.

One of the way to encounter the fossil energy crisis is to evolving non-renewable (non fossil) energy and geothermal become the top choice to be developed. Thus, government’s policy is needed to support this industry, so is tax policy. In 2003 (new regime for geothermal in Indonesia), government reformed the tax policy from lex specialis to lex generalis.
This research is aimed to describe and analyze the background of tax reform in geothermal industry. Secondly, is to describe and analyze the comparation of tax policy for new and old regime of geothermal industry. This research use qualitative method.
The result of this research is (1) there are 3 factors which reform the tax policy in geothermal industry, the problem to indentify the type of income, uneconomically government’s share and lex specialis principle which can’t be counterbalanced the economic change. (2) Tax policy for geothermal industry need certainty the most, specially in new regime which use lex generalis principle.
Recommendation of this research comprised that government should concern about government regulation for geothermal industry making in order to produce a precise regulation and a certainty laws, government should socialize about income tax facility to investor and also government have to consider about income tax function of new geothermal regime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ida Rojani
"Pajak bersifat memaksa dan dapat dipaksakan. Disamping kewajiban, Wajib Pajak juga diberikan hak-hak. Wajib Pajak mempunyai hak yang mendasar yaitu mengajukan Keberatan, Banding dan Gugatan. Gugatan diatur dalam pasal 23 Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Untuk petunjuk pelaksanaan diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011. Hal-hal yang dapat diajukan sebagai Gugatan diatur pada pasal 23 Undang- Undang tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang memberikan secara luas kepada Wajib Pajak mengenai hal-hal yang dapat diajukan Gugatan. Sementara dalam PP No. 74 tahun 2011 sebagai Petunjuk Pelaksanaan dari Undang-Undang KUP tersebut dalam Pasal 37 menyebutkan tentang Gugatan yang tidak dapat diajukan atau adanya pembatasan mengenai hal-hal yang bisa diajukan Gugatan. Dengan demikian Undang-Undang sendiri memberikan rumusan yang lebih luas mengenai apa saja yang diajukan sebagai gugatan, tetapi di Peraturan Pemerintah dibatasi hal-hal yang tidak bisa diajukan sebagai Gugatan.

Taxation is coercive and can be enforced. Besides liability, the taxpayer is also granted rights. Taxpayers have a right fundamental objection is filed, Appeal and Lawsuit. The lawsuit provided for in article 23 of the Law on General Provisions and Tax Procedures. For guidelines set out in Article 37 of Government Regulation No. 74 of 2011. The things that can be submitted as stipulated in Article 23, Claims Act on General Rules of Taxation which gives broadly to taxpayers on matters that may be filed lawsuit. While the PP. 74 in 2011 as the directive implementation in Article 37 mentions the lawsuit can not be filed or the restriction of the things that can be filed lawsuit. Thus the Law itself provides a broadly defined as to what is proposed as a lawsuit, but in limited government regulation of things that can not be filed as a lawsuit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alphen aan den Rijn, The Netherlands: Kluwer Law International ; Frederick, MD : Sold and distributed in North, Central and South America by Aspen Publishers, 2006
343.04 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Adrian
"[Saat ini Indonesia membutuhkan investasi di dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas di Indonesia untuk dapat meningkatkan produksi Minyak dan Gas Bumi serta memenuhi kebutuhan Minyak dan Gas Bumi di dalam negeri. Berinvestasi dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas tentunya
membutuhkan dana yang tidak sedikit dan memiliki risiko yang tinggi. Untuk itu keberadaan Production Sharing Contract dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas di Indonesia memiliki peranan penting dalam hal mengundang investor untuk berinvestasi dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas di Indonesia. Pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai juga menjadi daya tarik tersendiri bagi investor karena tentunya dapat menjadi pertimbangan bagi investor agar mau menanamkan
investasinya dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas di Indonesia.;Nowadays Indonesia in dire need of investment in upstream oil and gas business activities increase oil and gas poduction and to meet the needs of oil and gas in Indonesia. Investment in upstream oil and gas business activities certainly requires a lot of fund and have a high risk. Therefore the existence of Production Sharing Contract in upstream oil and gas business activities in Indonesia have an important role to invite investors to invest in upstream oil and gas business activities in Indonesia. Providing Value Added Tax Insentives also attracts investor
since they will consider to invest their investment in upstream oil and gas business activities in Indonesia., Nowadays Indonesia in dire need of investment in upstream oil and gas business activities
increase oil and gas poduction and to meet the needs of oil and gas in Indonesia. Investment in
upstream oil and gas business activities certainly requires a lot of fund and have a high risk.
Therefore the existence of Production Sharing Contract in upstream oil and gas business
activities in Indonesia have an important role to invite investors to invest in upstream oil and gas
business activities in Indonesia. Providing Value Added Tax Insentives also attracts investor
since they will consider to invest their investment in upstream oil and gas business activities in
Indonesia.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>