Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Seanko Neri Anggi
"ABSTRAK
Metode Ground Penetrating Radar (GPR) yang diaplikasikan untuk mendeteksi zona-zona yang berhubungan dengan pembentukan endapan bauksit laterit dan kedalamannya didasarkan pada perbedaan konstanta dielektrik pada batas lapisan. Data yang digunakan terdiri dari 3 line dan diolah dengan menggunakan software radan. Dari hasil pengolahan data ini selanjutnya akan dilakukan interpretasi untuk menentukan zona-zona pembentukan endapan bauksit laterit. Zona tersebut adalah top soil, lapisan nodular, dan lapisan intermediate. Data yang mendukung data GPR ini adalah data geologi, data CMP dan data sumur bor. Data geologi regional menunjukkan bahwa daerah penelitian didominasi oleh batuan granit, diorit dan gabro yang merupakan batuan dasar pembentukan endapan bauksit laterit. Data CMP digunakan untuk menentukan kecepatan dan konstanta dielektrik dari masing - masing lapisan. Data sumur bor digunakan sebagai pembanding data GPR menyangkut kedalaman lapisan-lapisan yang berhubungan dengan pembentukan endapan bauksit laterit.

ABSTRACT
The Ground Penetrating Radar (GPR) method has been applied to detect zones of laterite bauxite deposite and it's depth base on defferent of dielectric constant reflector. The data that used consist of 3 line and already processed by using radan software. From the result of data processing, the interpretation has been done to define the zones of laterite bauxite. The zones are top soil, nodular layer, and intermediate layer. The data that support GPR data are regional geology data, CMP data and well log data. Regional geology data show that the research site is dominated by granite, diorite and gabro which is the bedrock of laterite bauxite deposit. CMP data used to define a velocity and dielectric constant in each layer. Well log data used as GPR data comparison to correlate the depth of layers related to forming laterite bauxite deposit."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Wibowo
"Alumina (Al2O3) merupakan senyawa kimia yang memiliki berbagai kegunaan, seperti sebagai bahan baku pembuatan logam allumunium, katalis, adsorben, membran, keramik, dan refraktor (1, 2). Pada proses pembuatan logam aluminium, jenis alumina yang biasanya digunakan adalah alumina tipe α. Pembuatan logam alumunium ini dilakukan dengan proses elektrolisis alumina yang dilarutkan dalam kriolit (Na3AlF6), dikeal dengan nama proses Hall Heroult (2, 3)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet
"Indonesia adalah negara yang kaya akan bahan tambang bauksit, akan tetapi sampai sekarang bauksit tersebut hanya diekspor dalam bentuk bahan tambang. Di lain pihak industri petrokimia, industri proses gas alam, industri pupuk, dan industri perminyakan yang ada di Indonesia masih mengimpor kebutuhan akan gamma alumina (γ A1203). Gamma alumina yang secara luas digunakan sebagai penyangga katalis pada reaksi-reaksi kimia, membran pemisah dan adsorben dapat disintesis dari bahan baku bauksit Indonesia.
Proses sintesis gamma alumina dari bauksit meliputi beberapa tahap yaitu: pemasakan bauksit, pengendapan/presipitasi, konversi aluminum hidrat dengan struktur gibsitte ke bentuk struktur boehmile/pseudoboehmile, dan kalsinasi. Keberhasilan proses sintesis yang ditempuh dibuktikan dengan karakterisasi terhadap produk disetiap tahapan. Keaktifan gamma alumina yang dihasilkan diuji melalui aplikasinya sebagai penyangga katalis nikel untuk reaksi reformasi kukus, suatu reaksi utama yang terjadi di unit reformer pada industri-industri pupuk.
Pengolahan bauksit alam yang telah dilakukan dapat menghasilkan alumina teraktifkan (γ -A1203) 20,39 gram dad bahan bauksit 100 gram melalui temperatur kalsinasi 800°C, dengan luaas permukan 110 m2/g. Hasil karakterisasi XRD mengidentifikasikan bahwa produk akhir alumina teraktifkan dari proses sintesis yang dilakukan adalah gamma alumina (γ -A1203), seperti yang ditunjukan dengan munculnya peak pada sudut 20: 66,3; 45,707; 38,445; dan 36,494. Hasil kerakterisasi FTIR, mengidentifikasikan bahwa pada gamma alumina masih terdapat sedildt pengotor silika.
Katalis 0,5 gram 13% Ni/ γ Al2O3 diuji aktivitas dan stabilitasnya untuk reaksi reformasi kukus (H20/CH4), suatu reaksi utama yang terjadi di unit reformer pada industri-industri pupuk. Kondisi operasi yang digunakan adalah laju umpan total 220 ml/menit, rasio Steam/CH4 = 4, gas inert Ar = 120 ml/menit, temperatur reaksi 800-900°C, dan tekanan I atm. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa selama 9 jam katalis Ni/ γ Al2O3 tersebut aktif dan stabil dengan konversi CH4 sekitar 80%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Andrea Shinta
"Penelitian ini menganalisa dampak pengembangan investasi dan aktivitas hilirisasi bauksit oleh PT Bintan Alumina Indonesia (PT BAI) di Provinsi Kepulauan Riau terhadap perekonomian Indonesia dengan model input-output yang diterapkan pada Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, dan Indonesia. Pengenaan stimulus pada sektor yang berkaitan dengan fase konstruksi dan fase operasional industri alumina dan aluminium di PT BAI merupakan konsep yang mendasari bagaimana permintaan akhir sektor lainnya terdampak. Peningkatan perekonomian ditandai dengan meningkatnya nilai output, PDRB dan PDB, pendapatan masyarakat, dan penciptaan kesempatan kerja. Selama fase konstruksi PT BAI (2016-2029), secara garis besar memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan output, pendapatan rumah tangga, PDRB, dan penciptaan kesempatan kerja di 52 sektor industri di Provinsi Kepulauan Riau. Selama fase operasional, dampak ekonomi dihitung melalui tiga skenario yang diterapkan pada Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Indonesia. Adapun pada fase operasional, dengan mengasumsikan penerapan hilirisasi sepenuhnya atas Produk PT BAI ke dalam pasar domestik menunjukkan dampak terbesar secara nasional dengan dampak peningkatan nilai output Indonesia hingga tahun 2030 mencapai Rp547,07 triliun, pertumbuhan PDB rata-rata 0,099 persen per tahun, peningkatan pendapatan nasional mencapai Rp74,22 triliun hingga tahun 2030, dan penciptaan kesempatan kerja rata-rata 107.105 orang per tahun di 52 sektor industri di Indonesia. Adapun untuk mencapai target optimal dari keberadaan PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) dalam rantai nilai hilirisasi bauksit domestik, diperlukan penguatan alur hilirisasi dan sektor industri turunan alumina dan aluminium di dalam negeri. Dukungan insentif fiskal, penetapan aturan hukum pro-hilirisasi, dan perlindungan investor penting untuk diterapkan namun Pemerintah juga perlu memperhatikan isu dependensi strukturalisme serta risiko geopolitik dalam upaya mengimplementasikan kebijakan hilirisasi bauksit secara domestik sepenuhnya.

This research analyzes the impact of investment and bauxite downstream activities by PT Bintan Alumina Indonesia (PT BAI) on the Indonesian economy using the input-output method applied to the Riau Islands Province, West Kalimantan Province and Indonesia. The imposition of stimulus on sectors related to the construction phase and operational phase of the alumina and aluminum industry in the Galang Batang SEZ is the concept that underlies how final demand in other sectors is affected. Economic improvement is characterized by increased output, GDRP, people's income, and the creation of job opportunities.

During the construction phase of PT BAI (2016-2029), it generally had a positive impact on the increase in output, income, average GRDP, and average job creation in 52 industrial sectors in the Riau Islands Province. During the operational phase, calculated through three scenarios applied to the Riau Islands Province, West Kalimantan, and Indonesia, with the assumption of full downstreaming of PT BAI's products into the domestic market, shows the greatest impact. The impact includes the increase of Indonesia's output value until 2030 reaching Rp547.07 trillion, an average annual GDP growth of 0.099 percent, a national income increase until 2030 reaching Rp74.22 trillion, and an average job creation of 107,105 people per year in 52 industrial sectors in Indonesia. To achieve the optimal target of PT Bintan Alumina Indonesia's (BAI) presence in the domestic bauxite value chain, strengthening the downstream process and downstream industries of alumina and aluminum domestically is needed. Fiscal incentives, the establishment of pro-downstream regulations, and investor protection are crucial to implement, however The Government also needs to consider issues of structural dependency and geopolitical risks in efforts to fully implement the domestic downstreaming policy for bauxite."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said
"Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter. Maksud dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai kelayakan investasi dari pembangunan smelter tembaga, bijih besi, bauksit dan menentukan konsumsi perkapita mineral nasional pada tahun 2040. Metode untuk menentukan nilai kelatakan investasi adalah dengan metode Internal Rate of Return IRR dengan ketiga komponen yaitu Initial Cost IC , Operational Maintanance OM dan Revenue. Nilai Initial Cost dan Operational Maintanance pada penelitian didapat dari benchmarking sedangkan untuk revenue didapat dari perkalian antara kapasitas smelter dengan harga komoditas. Untuk menentukan konsumsi perkapita mineral forecast digunakan metode wawancara pakar, yaitu hasil dari wawancara pakar adalah dengan cara pembagian antara konsumsi mineral forecast dengan penduduk Indonesia forecast. Hasil dari penelitian ini adalah nilai Internal Rate of Return dari smelter tembaga yaitu sebesar 13,8 , untuk smelter alumunium sebesar 11,28 , sedangkan untuk smelter bijih besi sebesar 11,96 , sedangkan untuk konsumsi perkapita mineral besi sebesar 168,06 kg/orang/tahun, untuk mineral alumunium sebesar 21,55 kg/orang/tahun, untuk mineral tembaga sebesar 13,63 kg/orang/tahun.

In the metal mineral mining industry, smelters are part of a production process, minerals that are mined from nature are usually still mixed with impurities that are undesirable materials. Meanwhile, the material must be cleaned, but it must also be purified on the smelter. The purpose of this study is to determine the investment feasibility study of the construction of copper smelter, iron ore, bauxite and determine the national per capita consumption of mineral in 2040. The method to determine the investment feasibility study is by Internal Rate of Return IRR method with three components, Initial Cost IC , Operational Maintenance OM and Revenue. The value of Initial Cost and Operational Maintenance on the research is obtained from benchmarking, while revenue is obtained from multiplication of smelter capacity with commodity price. To determine the consumption of perkapita mineral forecast used expert interview method, that is result of expert interview is by way of division between mineral consumption forecast with population of Indonesia forecast. The result of this research is the value of Internal Rate of Return of copper smelter which is 13.8 , for aluminum smelter is 11.28 , while for iron ore smelter is 11.96 , while for per capita consumption of iron mineral is 168,06 kg person year, for aluminum mineral of 21.55 kg person year, for copper minerals of 13.63 kg person year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Purnomo
"Bauksit, sebagai bijih utama aluminium, mempunyai kualitas yang baik jika mengandung kadar alumina (Al2O2) yang tinggi dan reaktif silika (RSiO2) rendah. Penelitian ini dilakukan untuk memetakan distribusi spasial kadar Al2O3 dan RSiO2 menggunakan metode interpolasi ordinary kriging (OK) dan inverse distance weighting (IDW). Fitting variogram dilakukan dengan model spherical, exponential, dan gaussian, dan pemilihan variogram dilakukan dengan parameter residual sum of square (RSS). Dalam proses interpolasi IDW menggunakan power 1, 2, 3 dan 4. Evaluasi metode interpolasi terbaik dilakukan dengan parameter root mean square error (RMSE) dan mean error (ME). Hasil penelitian menunjukkan bawa metode interpolasi OK lebih baik dibandingkan dengan metode IDW. Peta hasil interpolasi OK menggambarkan bahwa distribusi bauksit dengan konsentrasi kadar Al2O3 ≥ 48% dan RSiO2 ≤ 5% menempati kurang lebih 50% dari luas daerah penelitian. Distribusi bauksit dengan kadar tersebut masih terbuka dan menerus ke arah utara, barat dan tenggara."
Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M) STTA, 2022
620 JIA XIV:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zakaria Jaka Bahari
"Penelitian ini merupakan studi tentang proses pemisahan lantanida dari limbah penambangan bijih bauksit yang diperlukan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan alumunium. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah separasi magnetik dengan magnetic separator dan proses ekstraksi padat cair yang akan dilamjutkan dengan pengendapan menggunakan metode pengaturan pH 3,5 dan 9. Penelitian dilakukan dengan metode separasi magnetik dimana limbah tailing bauksit akan diperkecil ukuran partikelnya hingga mencapai ukuran 200 mesh menggunakan grinder, dan diberi perlakuan panas menggunakan furnace pada suhu 500oC yang kemudian akan melalui proses separasi magnetic menggunakan magnetic basah dengan intensitas 1400 gauss dengan tujuan untuk memisahkan logam lantanida dan non-lantanida berdasarkan sifat kemagnetannya. Proses ini dapat memisahkan sampel magnetic, low magnetik dan non-magnetic sebanyak 3,37, 12,97 dan 81,54 dengan loss sebesar 2,12. Sampel yang bersifat non-magnetic direaksikan dengan asam oksalat pada proses leaching dengan 5 variasi suhu 25, 40,60,75 85oC dan konsentrasi 0.5, 1, 2, 3, 5 mol/L. Selanjutnya, melalui proses pengendapan menggunakan natrium sulfat dan fosfat sebagai agen pengendap. pH pengendapan diatur dengan larutan ammonia dan natrium hidroksida dimana proses tersebut menghasilkan recovery lanthanum paling optimum sebesar 68,23, cerium 18,88, dan yttrium 7,84.

The present work describes the extraction of rare earth elements REE from tailing bauxite by mechanical and chemical processes with oxalic acid. The aim of this study to obtain the best condition for upgrading and extraction of REE from the tailing bauxite. The effects of magnetic separation, mechanical treatment and chemical process were studied in details. The tailing bauxite sample was pre treated by i reduce the particle size until 200 mesh 74 m, ii wet magnetic separation using below 1,400 gauss. After treated by mechanical process, then the sample was extracted by chemical process using 1.0 mol L oxalic acid solution at 75 C for 2 hours to reduce the content of iron oxides in the tailing bauxite. The rare earth oxalate was obtained and purified by the addition of sodium sulphate in order to obtain the precipitation of rare earth element REE sodium disulphate NaREE SO4 2. xH2O. To obtain the individual rare earth elements, the REE sulphate sample is converted into high soluble compound, namely REE hydroxide using sodium hydroxide NaOH solution. Magnetic separation efficient was 5 percent resulting 3 outputs. The most efficient leaching condition is 40 C with 1mol L oxalic acid solution concentration. The recovery shows 68,23 of lanthanum, 18,88 cerium and 7,84 yttrium.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S67157
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Gumyar Paramaputra
"ABSTRAK
Iron oxides, namely hematite, is one of the main impurities in both low grade bauxite ores and red mud. Studies found that hematite can be leached effectively using oxalic acid and the removal of iron oxides from low grade bauxite or red mud will increase the feasibility of processing by means of Bayer Process. Several leaching parameters were tested, namely initial solution pH, leaching temperature, oxalate concentration, all with the use of catalyst. The tests concluded that hematite can be leached effectively from bauxite waste residue by using oxalic acid, however selectivity is still an issue as the amount aluminium leached is still high. The leached iron could then be recovered as goethite through the goethite precipitation method that yielded high recovery value.

ABSTRAK
Mineral oksida besi merupakan salah satu komponen utama impurities pada bauksit dan limbah bauksit. Menghilangkan kandungan besi oksida dari bauksit dan limbah bauksit dapat menghasilkan produk yang bisa diproses kembali dengan Proses Bayer. Dilakukan pengujian beberapa parameter leaching, antara lain pH awal larutan asam, temperatur leaching, konsentrasi asam oksalat, serta penggunaan ion fero (Fe2+) sebagai katalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hematit dapat dilarutkan dari residu limbah bauksit dengan efektif, namun selektivitas terhadap pelarutan aluminium masih rendah. Kandungan besi yang terdapat di dalam larutan asam dapat kembali diambil dengan menggunakan metode presipitasi goetit yang menunjukkan hasil recovery tinggi."
2017
S69415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
"Permintaan terhadap logam tanah jarang meningkat sangat cepat akibat pertumbuhan yang tajam pada bidang teknologi terkini. Penelitian mengenai teknik pengambilan senyawa logam tanah jarang dari limbah pertambangan telah banyak berkembang, salah satunya adalah menggunakan limbah tailing bauksit yang dilakukan oleh Aulia 2018. Salah satu tahapan pengambilan kembali dari penelitian tersebut adalah ekstraksi padat-cair. Ekstraksi padat cair ini dilakukan dengan menggunakan asam sulfat. Melihat betapa tingginya permintaan terhadap logam tanah jarang, peningkatan skala ekstraksi logam tanah jarang dari skala penelitian menjadi skala industri sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan skala ekstraksi, maka perlu didesain alat ekstraktor dengan skala yang lebih besar pula. Dalam mendesain ekstraktor, pemodelan terhadap bagaimana ekstraksi logam tanah jarang ini harus dilakukan. Dengan adanya model ekstraksi, memprediksi ukuran ekstraktor yang diperlukan lebih mudah dengan biaya dan waktu yang lebih sedikit.
Pada penelitian ini dilakukan pengembangan pemodelan ekstraksi logam tanah jarang dari limbah tailing bauksit di dalam ekstraktor unggun diam. Tujuannya adalah untuk mengetahui yield ekstraksi tertinggi dan mendapatkan model yang dijadikan dasar landasan terhadap perancangan ekstraktor dengan aplikasi. Pada penelitian ini model matematik dan simulasi dilakukan untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi yaitu: ukuran partikel, laju alir fluida, dan konsentrasi asam terhadap yield yang didapatkan. Ekstraktor unggun diam dengan ukuran tinggi unggun 30 cm dan diameter unggun 3 cm menghasilkan total ekstrak logam tanah jarang sebesar 0,0065761 gram selama waktu ekstraksi 300 menit. Hasil ekstraksi meningkat apabila ukuran jari-jari partikel tailing bauksit yang digunakan semakin kecil, laju alir asam sulfat semakin kecil dan konsentrasi asam sulfat yang digunakan semakin besar. Berdasarkan studi kelayakan ekonomi maka ekstraksi menggunakan ekstraktor unggun diam pada penelitian ini dinilai tidak layak secara ekonomi karena mendapatkan nilai net present value yang negatif sebesar Rp465.094.967. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan melakukan pemodelan untuk ukuran ekstraktor yang lebih besar dimana perlu memperhatikan koefisien dispersi secara angular dan tangensial. Ukuran ekstraktor yang lebih besar juga diharapkan memberikan hasil yang lebih optimum sehingga dapat lebih ekonomis.

Demand of rare earth elements is growing rapidly due to significant growth in advance information technology industry and other electronic appliances. Research about rare earth elements recovery from mining waste has been developed widely, one of them from bauxite tailing is done by Aulia 2018. Leaching is one of these recovery technology step. This leaching method uses sulfuric acid as solvent. Due to the high demand of rare earth element, scaling up extraction of rare earth element from laboratorium scale to industry scale has become very important. In order to scale extraction up, a larger extractor scale need to be designed. In designing extractor, model of how rare earth element extraction phenomeno happen has to be made. With this model, it will help to predict extractor size needed with less cost and time.
In this research, rare earth element extraction from bauxite tailing waste inside fixed bed extractor model is developed. Aim of this research are to know highest extraction yield and to obtain a model to be used in extractor designing. In this research, mathematics modelling and simulation are done to understand effect of operation condition such as particle size, fluid velocity, and acid concentration to yield obtained. Fixed bed extractor with size of 30 cm in height and 3 cm in diameter extracts 0.0065761 gram of rare earth element for 300 minutes of extraction. Extraction yield will increase if particle size is decreased, sulfuric acid flow rate is decreased and concentration of sulfuric acid is increased. Usage of this fixed bed extractor is not economically feasible with a negative net present value of Rp465.094.967. Research advancement could be done by creating model for bigger extractor size which consider angular and tangensial dispersion coefficient. Bigger extractor output is expected to have higher yield so that it will be more economic.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>