Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130934 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Hasil penelitian menemukan bahwa keberadaan produksi kerajinan besek yang dikelola keluraga (home based production) di Desa Sendangmulyo memberi kontribusi cukup berarti bagi peningkatan kesejahteraan keluarga miskin, terutama dari aspek ekonomi....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Rochyany
"DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang memiliki permasalahan sosial yang kompleks termasuk masalah kemiskinan. Angka kemiskinan yang terns meningkat memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan masyarakat. Kemiskinan menyebabkan menurunkan status kesehatan karena rendahnya asupan gizi dan ketidakmampuan membiayai kesehatan pribadi dan keluarga. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di antaranya program kartu sehat, Jaring Pengaman Sosial Bagi Kesehatan, dan Program Kompensasi Subsidi Energi Bidang Kesehatan. Semua kebijakan di atas merupakan pelayanan kesehatan secara gratis bagi keluarga miskin. Keluarga miskin di identifikasi dengan menggunakan kartu sehat.
Hasil penelitian terhadap hubungan pembiayaan kesehatan pemerintah dengan pembiayaan kesehatan oleh masyarakat dan income perkapita terlihat bahwa peningkatan atau penunman pembiayaan kesehatan oleh masyarakat tidak diikuti dengan penurunan atau peningkatan pembiayaan kesehatan oleh pemerintah artinya kedua hubungan ini bukanlah substitusi melainkan komplementer.
Hasil evaluasi terhadap sumberdaya kesehatan menunjukan propinsi DKI Jakarta memiliki keunggulan dibandingkan dengan propinsi lain. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan status kesehatan keluarga miskin tidak selamanya dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin. Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut banyak masalah yang ditemukan di lapangan diantaranya masih ada keluarga miskin yang tidak mendapatkan akses ke pelayanan kesehatan secara gratis. Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kartu sehat dan Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan terlihat bahwa masih belum optimalnya cakupan kesehatan bagi keluarga miskin.
Sebagai upaya mengatasi masalah yang ditemukan di lapangan diperlukan strategi pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin. Hasil analisis AHP dari responden para expert menunjukan bahwa pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin dengan sistem kartu sehat akan optimal jika memenuhi kriteria; validasi secara proaktif (41,3%) dan kejelasan penggunaan kartu sehat (32,7%). Sementara kendala prioritas yang harus yang harus diminimalkan adalah belum tertatanya penangan kemiskinan lintas sektor. Para expert sepakat bahwa strategi yang diprioritaskan adalah upaya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin (23,4%) dengan mempertimbangkan juga strategi menjalin kerjasama lintas sektor (21,5%) dan mengupayakan mencari metodologi penentuan sasaran yang lebih akurat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Widayani
"Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, tanggung jawab Pemerintah yang tidak boleh dihilangkan yaitu kewajiban menyediakan biaya program pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin.
Di Kota Bogor pada akhir tahun 2002 masih terdapat 20.958 KK Miskin yang jumlahnya masih lebih tinggi dari sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997.
Dana yang diberikan Pemerintah melalui JPSBK untuk pendanaan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin akan berakhir tahun 2003, sehingga sebagai antisipasinya diperlukan negosiasi kepada Pemda dimana pada era desentralisasi ini Pemda berhak untuk memutuskan penggunaan sumberdaya yang dimiliki.
Sebagai langkah awal dilakukan analisis biaya di puskesmas Kedung Badak Kota Bogor yang diharapkan dapat diperoleh gambaran besarnya biaya pelayanan kesehatan di Puskesmas tersebut.
Pelayanan kesehatan yang dihitung adalah pelayanan pengobatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pengobatan gigi dan penanggulangan penyakit menular. Sedangkan biaya yang dihitung dibagi kedalam 5 (lima) skenario dengan memperhitungkan yaitu pertama biaya investasi, gaji, honor dan operasional, kedua biaya tanpa investasi, ketiga biaya tanpa gaji dan honor, keempat biaya tanpa gaji dan kelima hanya berdasarkan biaya operasional.Selanjutnya dilakukan estimasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin berdasarkan sasaran yang telah dihitung selama tahun 2002.
Penelitian ini merupakan Operasional Riset dengan rancangan "Cross Sectional". Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder tahun 2002 sedangkan analisis biaya menggunakan metode "Double Distribution".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan hasil perhitungan ternyata didapatkan Total Cost pelayanan kesehatan di Puskesmas Kedung Badak sebesar Rp 387.009.912,-dengan cost tertinggi pada biaya obat sebesar Rp 189.581.945,- (49,0%) diikuti dengan biaya gaji dan honor sebesar Rp 147.050.297,- (38,0%).
Diantara 5 (lima) jenis pelayanan yang dihitung maka didapatkan pelayanan Pengobatan merupakan pelayanan dengan total cost tertinggi sebesar Rp 157.109.423,﷓dimana komponen biaya obat memberikan kontribusi terbesar.
Unit cost dengan memperhitungkan seluruh komponen investasi, gaji, honor dan operasional maka didapatkan unit cost Pengobatan sebesar Rp 5.436,-; KIA Rp 9.834,-; KB Rp 37.208,-; Pengobatan Gigi Rp 16.270; dan P2M Rp 5.721,-.
Sedangkan unit cost dengan memperhitungkan hanya komponen biaya operasional saja maka didapatkan unit cost Pengobatan sebesar Rp 4.362,-; KIA Rp 3.366,-; KB Rp 13.141,-; Pengobatan Gigi Rp 7.658,- dan P2M Rp 3.709,-.
Berdasarkan jumlah anggota gakin yang berkunjung ke Puskesmas Kedung Badak Tahun 2002 maka diperoleh estimasi biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan adalah berkisar antara Rp 16.410.716; sampai dengan Rp 32.942.791,- .
Estimasi yang telah dihitung ternyata masih jauh diatas alokasi dana JPSBK yang ditetapkan Pemda Kota Bogor Tabun 2002 sebesar Rp 6.852.000,00.
Dengan basil tersebut disarankan kepada Puskesmas untuk mengusulkan biaya pelayanan kesehatan bagi gakin berdasarkan perhitungan komponen biaya operasional saja sebesar Rp 16.410.716,-dan kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor disarankan agar melakukan perhitungan di beberapa Puskesmas sebagai pembanding dengan menambahkan biaya pelayanan luar gedung sebelum digeneralisasil diberlakukan ke seluruh Puskesmas.
Daftar bacaan : 26 ( 1986 - 2002 )

Health development is responsibility of all components of nation; responsibility of government that cannot be omitted is the obligation in providing program fund for health service designated to poor family.
In the City of Bogor as of end 2002 there was about 20,958 poor households, which is the total number still higher than prior to economic crisis in 1997.
Fund provided by government through social safety net in health sector to cover health service for poor families will be finish at the end of 2003, so as an anticipation it is need to negotiate to local government whereas in the era of decentralization, local government has right to decide its own resources.
As the first step, a cost analysis of health center of Kedung Badak at Bogor City has been undertaken; which is expected to provide total amount of fund at this health center.
Health services that have been computed are medical service, maternal and child health, family planning, dental care, and communicable disease control. Meanwhile the cost computation is divided into 5 scenarios which taken into consideration at first one is investment cost, wages, honorarium, and operational, the second one is cost without investment, the third one is cost without wages and honorarium, the forth one is cost without wages, and the fifth one is based on operational cost.
Furthermore, estimation of need of health service for poor family was undertaken based on target that computed during 2002.
This research is an operational research using cross sectional design. Data collection was using secondary data as of 2002, while cost analysis is using double distribution method.
The result of research shows that the total cost of health service at Health Center Kedung Badak is Rp 387.009.912,-. Cost of medicine provides the biggest share for total cost such as Rp 189.581,945 (49.0%) and followed by wages and honorarium cost for about Rp 147.050.297 (38%).
Among 5 types of services that have been computed shows that cost for medicine is the highest total cost about Rp 157.1 09,423 whereas medicine cost component provide the biggest contribution.
Unit cost which including component of investment, wages, honorarium, and operational cost is as follow: medical service Rp 5.436, MCH Rp 9.834, family planning Rp 37.028, dental care Rp 16.270 and CDC Rp 5.721.
Meanwhile, unit cost computation that is based on operational cost shows that cost for medical service Rp 4,362, MCH Rp 3,366, family planning Rp 13.141, dental care Rp 7.658, and CDC Rp 2.709
Based on total number of poor family who are visiting health center Kedung Badak as of 2002 has resulted an estimation cost needed for health services such are from Rp 16.410.716 up to Rp 32.942.791.
This total estimation cost is higher than allocation of social safety net Fund for health sector determined by government Bogor City in 2002 at Rp 6.852,000,
Based on that result, it suggested to health center to propose budget for health service for poor family based on computation of operational cost at Rp 16.4 1 0.716 and to District Health Office of Bogor it is suggested to make computation in several health center as a comparison with adding outside building service cost before generalized/implemented to all health center.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada tingkat awal, berbagai upaya pembangunan berkelanjutan selama tiga puluh tahun pertama telah ikut menurunkan tingkat kemiskinan dari sekitar 60 persen pada awal tahun 1970-an menjadi sekitar 11 persen pada akhir tahun 1996. Namun pada tahun 1990-an laju penurunan jumlah dan prosentase penduduk miskin itu makin lambat. Pada awal krisis ekonomi tahun 1997-1998 jumlah dan prosentase penduduk miskin justru meningkat kembali. Menurut data BPS, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin sempat melonjak menjadi 49,5 juta atau 24 persen. Dengan intervensi dan upaaya yang intensip oleh berbagai kalangan, jumlah penduduk miskin itu menurun kembali pada tahun 2000 menjadi sekitar 33,2 juta atau 16,07 persen."
JSI 5 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Aisyah
"Kemiskinan masih menjadi masalah utama dalam proses pembangunan. Bagi
menangani masalah ini, berbagai-bagai rancangan pembangunan telah dijalankan namun
pada keseluruhannya, rancangan berkenaan didapati kurang berjaya dan kurang
berkesan (Malik et al., 1996). Oleh itu, pihak kerajaan telah melancarkan pelbagai
program untuk membangunkan pelbagai sektor bagi meningkatkan taraf sosioekonomi
komuniti yang bertujuan untuk memberi peningkatan pendapatan dalam menghapuskan
kadar kemiskinan tegar. Kajian ini berusaha melihat masalah kemiskinan dalam
kalangan keluarga miskin dan miskin tegar, kajian kes di Teluk Ketapang, Kuala
Terengganu. Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti keperluan keluarga miskin dan
miskin tegar untuk penentuan bantuan program pembangunan keluarga. Seramai 68
orang dipilih untuk ditemu bual di Teluk Ketapang, Kuala Terengganu. Kajian ini
merupakan kajian deskriptif dengan menggunakan soal selidik sebagai instrumen kajian.
Responden kajian ini diambil secara rawak di sekitar kawasan Teluk Ketapang. Data
dianalisis dengan menggunakan perisian ”Statistical Packages for the Social Science” (SPSS)
versi 18.00 dan diterangkan dalam bentuk peratusan, dan analisis crosstab. Kajian ini
bertujuan untuk mengenal pasti profail dan maklumat ekonomi warga miskin dan
miskin tegar Teluk Ketapang, menganalisis tahap kepuasan bagi situasi kehidupan dan
menilai keperluan warga miskin Teluk Ketapang, Kuala Terengganu. Kajian ini
menumpukan kepada aspek latar belakang responden dan keperluan yang diperlukan
oleh keluarga tersebut. Antara keperluan yang terdapat dalam kajian ini adalah
pendidikan, kemahiran, keagamaan, sosial, makanan dan pakaian, kesihatan, perumahan,
peralatan rumah dan pengangkutan. Dapatan menunjukkan senarai faktor keperluan
yang harus diberi perhatian yang serius ialah pendapatan, pendidikan,
kerohanian/keagamaan, kegiatan sosial, pemakaian/pakaian/kesihatan, perumahan,
pengangkutan/perhubungan, keperluan khusus untuk OKU dan keperluan-keperluan
lain daripada kerajaan. Keluarga miskin dan miskin tegar harus bersedia dan sanggup
berusaha memajukan diri sendiri agar kesejahteraan hidup mereka bertambah baik di
samping pihak kerajaan memainkan peranan yang penting untuk memajukan penduduk
yang berada dalam kemiskinan. Oleh itu, penambahbaikan program yang lebih
terancang dan terkawal perlu dilaksanakan supaya masalah kemiskinan dapat diatasi."
[, ], 2015
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Putri Kurniati Rosalina
"Resiliensi keluarga menjelaskan mengenai proses keluarga dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi sebagai satu kesatuan yang fungsional.Walsh (2003) membuat suatu model bagi resiliensi keluarga yang di dalamnya dijelaskan mengenai tiga proses kunci yang dianggap berkontribusi terdap resiliensi keluarga : sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi di dalam keluarga.
Penelitian ini ingin melihat kontribusi spiritualitas dan religiusitas yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan keluarga terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin. Penelitian dilakukan pada 356 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Terdapat tiga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ), Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) dan Religious Commitment Inventory-10 (RCI-10).
Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh spiritualitas dan religiusitas terhadap resiliensi keluarga. Selain itu ditemukan korelasi yang signifikan antara resiliensi keluarga dengan besar keluarga dan keutuhan orangtua. Selain itu resiliensi, spiritualitas dan religiusitas berkorelasi secara signifikan dengan keikutsertaan anggota keluarga dalam kelompok agama. Penelitian ini juga membuktikan bahwa spiritualitas memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan religiusitas dalam pengembangan resiliensi keluarga.

Family resilience refers to coping and adaptation processes in the family as a functional unit (Walsh, 2006). There is a model of family resilience based on Walsh (2003) consist three key processes: family believe system, organizational pattern, communication processes.
This research aims to know spirituality and religiosity?s contribution, part of family belief system, on family resilience of college students with poor family background. Total participant are 356 college students who receive Bidikmisi scholarship. There are three scales, Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ), Spirituality Attitude and Involvement List (SAIL) and Religious Commitment Inventory-10 (RCI-10).
This research concludes that there is effect of spirituality and religiosity in family resilience.There is significant correlation between family resilience and family structure and marital condition. Family resilience, spirituality and religiosity also has significant correlation with family member?s participation in a religious group. This research shows that spirituality has a bigger effect than religiosity in family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46295
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Chatarina Rusmiyati
"ABSTRAK
Penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir pantai, masih menggantungkan hidup menjadi nelayan. Nelayan ibarat sekelompok masyarakat miskin tinggal di wilayah kumuh pinggiran pantai, dan sulit untuk bisa mewujudkan menjadi masyarakat sejahtera. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kebutuhan pelayanan sosial bagi keluarga nelayan miskin. Kajian dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman, subjek 30 keluarga nelayan miskin dan petugas penyuluh lapangan yang mendampingi nelayan. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi keluarga nelayan miskin di Padang Pariaman memiliki pendapatan rendah di bawah upah minimum regional kabupaten Rp 1.630.000,-, dengan jumlah tanggungan lebih dari tiga orang. Tingkat pendidikan rendah yaitu SD/sederajatnya. Sebagian besar memiliki rumah diperoleh dari warisan orang tua dan ada yang menumpang di rumah orang tua atau mertua. Kondisi rumah sebagian permanen dan sebagian semi permanen. Berkait layanan kesehatan, ketika sebagian besar memanfaatkan fasilitas puskesmas, sebagian berobat ke dokter umum atau mantri kesehatan. Kebutuhan makan cukup terpenuhi, ada yang makan tiga kali sehari dan ada yang dua kali sehari. Pelayanan dan pendampingan sosial yang dibutuhkan nelayan miskin antara lain pelatihan dan motivasi guna menambah wawasan, pengetahuan, serta menumbuhkan jiwa kewirausahaan; Penyuluhan manajemen keuangan agar dapat mengelola keuangan keluarga termasuk membiasakan menabung; serta pemberian bantuan modal dan pendampingan agar nelayan berani menambah modal untuk mengembangkan usaha. Kementerian Sosial agar lebih mengotimalkan peran penyuluh sosial dalam memberi pendampingan dan pelayanan sosial yang bisa membantu meningkatkan kualitas hidup nelayan, memotivasi dan memberi tambahan keterampilan bagi nelayan dan keluarganya agar kualitas dan kesejahteraan hidup mereka meningkat"
Yogyakarta: B2P3KS, 2016
300 JPKS
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>