Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
E. Sundari
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2002
347.05 SUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Myra Rosana B. Setiawan
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
TA3541
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Anugrahwati
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Ada beberapa perundang-undangan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan permohonan gugatan perwakilan antara lain UU no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.."
JHB 22 : 3 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jamilus
"Gugatan Class Actions pertama kali hanya dikenal dalam sistem hukum Anglo Saxon sejak abad ke 18, dan kemudian bekembang penerapannya di negaranegara common law lainnya, di Indonesia pemahaman konsep ini masih tergolong baru. Namun disisi lain terdapat keinginan yang sangat besar dari masyarakat untuk menggunakan prosedur ini dalam kasus-kasus publik.
Gugatan Class Actions merupakan salah satu prosedur pengajuan perkara perdata ke pengadilan, dengan jumlah pihak yang banyak dan dirasakan lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan prosedur lainnya.
Class Actions mulai masuk dalam sistem hukum kita melalui UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dan UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, serta UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan.
Hasil penelitiannya, menunjukkan bahwa dari beberapa kasus yang diajukan ke Pengadilan semuanya telah memenuhi persyaratan gugatan perwakilan kelompok Namun demikian khusus mengenai mekanisme/prosedur sertifikasi dan Pemberitahuan/notifikasi yang ditetapkan oleh hakim kepada anggota kelas untuk keluar atau masuk anggota kelas melalui mas media atau langsung kepada anggota kelas sebelum keluarnya PERMA No.l/ 2002, ternyata tidak dilakukan, dan ketentuan ini baru dilakukan setelah adanya PERMA No.l/ 2002. Adapun tuntutantuntutan yang diajukan penggugat terhadap tergugat pada umumya tuntutan ganti rugi,baik materiil maupun immaterial, disamping itu juga ada tuntutan pencabutan izin dan tuntutan pemulihan, namun tuntutan tersebut belum dapat direalisasikan, karena semua putusan hakim yang telah berkekuatan hukum yang tetap tidak ada yang dimenangkan oleh para penggugat.
Dalam pelaksanaan pengajuan gugatan Class Actions telah terjadi kesimpangsiuran pemahaman dikalangan penggugat, karena ada beberapa kasus gugatan yang diajukan penggugat ke Pengadilan (seperti masalah HAM dan Hukum Administrasi Negara) di luar sengketa Lingkungan, Konsumen, dan Kehutanan Sedangkan kehadiran PERMA No. 1/2002, menjamin agar peradilan yang lebih sederhana,cepat dan biaya ringan dibandingkan dengan prosedur gugatan kumulasi. Dan PERMA tersebut substansinya masih sumir, dan perlu dilanjutkan sosialisaasi/memberikan pemahaman tentang isu prosedural dalam penerapan Class Actions bagi para Hakim, dan Pengacara serta masyarakat. Dan disarankan kepada pemerintah dan DPR untuk memasukan materi Class Actions ke dalam RUU Acara Perdata."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T37700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S21890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitohang, Ronald Lionar
"Skripsi ini membahas tentang penyusunan gugatan yang diajukan oleh WALHI melawan Lapindo Brantas, dkk, yang mana dalam gugatannya diterapkan asas tanggung jawab mutlak (strict liability) sebagai bagian dalam gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban khusus di bidang lingkungan hidup, akan sangat menarik untuk mempertanyakan kedudukan asas tanggung jawab mutlak sebagai dasar hukum pengajuan gugatan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dengan metode analisis analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya 2 (dua) aliran dalam melihat kedudukan asas tanggung jawab mutlak ini, yaitu aliran yang menganut asas tanggung jawab mutlak sebagai bagian dari gugatan perbuatan melawan hukum dan aliran kedua yang menganut asas tanggung jawab mutlak sebagai dasar hukum pengajuan gugatan yang berdiri sendiri. Namun, dengan mengacu kepada hukum acara perdata sebagai pedoman beracara di pengadilan dalam perkara perdata di bidang lingkungan, maka asas tanggung jawab mutlak selama ini menjadi bagian dalam gugatan perbuatan melawan hukum.

This thesis is discussing the preparation of a lawsuit filed by WALHI against Lapindo Brantas, et al, which the lawsuit is applied by the principle of strict liability as one of the lawsuits tort (Perbuatan Melawan Hukum). As a special form of responsibility in the environmental law field, it will be very interesting to question the status or position of the strict liability principle as the legal basis of lawsuit. This study is using a normative juridical approach, with descriptive analysis of qualitative data analysis method. The results of this thesis indicate the presence of two (2) points of view for displaying position of strict liability principle. The first point of view argue that strict liability principle is still one of a tort lawsuit and the second point of view argue that the principle of strict liability is stand-alone as the legal basis. However, according to the Indonesia?s civil procedural law as the guidance for the court process in terms of regulation, the principle of strict liability still become one of the tort lawsuit."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S324
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kusumo Astuti
"Dalam hukum acara perdata Indonesia dikenal suatu asas umum “point de’ interent poin de’ action”. Asas tersebut mengandung pengertian bahwa setiap gugatan yang diajukan ke pengadilan haruslah berdasarkan atas suatu kepentingan dari pihak penggugat. Kepentingan itu dapat dilihat dengan adanya kerugian yang bersifat riil dan tangible pada diri penggugat. Dalam perkembangannya, terdapat gugatan yang diajukan dengan mengatasnamakan kepentingan umum, dimana penggugat dalam gugatan tersebut bukanlah pihak yang memiliki kepentingan secara langsung terhadap gugatan tersebut. Gugatan semacam ini dikenal dengan citizen lawsuit. Citizen lawsuit telah lazim diterapkan di beberapa negara yang menganut common law system. Di Indonesia, hingga kini pengajuan gugatan semacam ini masih menjadi bahan perdebatan. Hal itu disebabkan karena ketiadaan aturan yang mengatur mengenai masalah itu. Meskipun demikian, pada kenyataannya telah terdapat beberapa gugatan menggunakan mekanisme citizen lawsuit yang diajukan ke pengadilan, antara lain tercermin dalam Putusan No.178/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst dan Putusan No.28/Pdt.G/2003/ PN.Jkt.Pst. Skripsi ini akan mengulas mengenai konsep umum citizen lawsuit, bagaimana pengaturan citizen lawsuit di Indonesia, apa yang menjadi perbedaan antara citizen lawsuit dengan kumulasi gugatan, class action dan legal standing, serta hendak menganalisa Putusan No.28/Pdt.G/ 2003/PN.Jkt.Pst. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian kepustakaan yang menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen, dan juga menggunakan metode penelitian lapangan dengan alat pengumpulan data berupa wawancara dengan nara sumber. Tipologi penelitian dari skripsi ini adalah penelitian deskriptif, problem identification, dan berfokuskan masalah karena skripsi ini hendak memberikan gambaran mengenai konsep pengajuan gugatan dengan menggunakan mekanisme citizen lawsuit, mengidentifikasi dan mengklasifikasikan masalah berkaitan dengan citizen lawsuit, serta mengkajinya secara lebih mendalam."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afdini Rihlatul Mahmudah
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pelaksanaan Undang-Undang Deposit di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Perpustakaan Negara Malaysia. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, studi dokumen, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Deposit di Indonesia dilakukan sejak Tahun 1990, sedangkan di Malaysia dilakukan sejak tahun 1986. Pada umumnya Undang-Undang Deposit kedua negara hampir sama, namun terdapat beberapa perbedaan antara lain: a) Jumlah koleksi yang diserahkan kepada Perpustakaan Nasional, di Indonesia 2 (dua) eksemplar terbitan cetak dan 1 (satu) eksemplar terbitan non cetak, sedangkan di Malaysia 5 (lima) eksemplar terbitan cetak dan 2 (dua) eksemplar terbitan non cetak. b) Penyimpanan, di Indonesia disimpan di Perpustakaan Nasional RI Jakarta, sedangkan di Malaysia disimpan di empat tempat yaitu di Perpustakaan Negara Malaysia, di Daerah Sungai Besi Kuala Lumpur, di Sabah, dan di Pulau Pinang. c) Imbalan harga, di Indonesia koleksi diserahkan secara gratis sedangkan di Malaysia harga buku yang dianggap mahal mendapat penggantian sebesar 30% dari harga penerbitan. d) Sanksi, pelanggaran terhadap pelaksanaan Undang-Undang Deposit di Indonesia denda 5 juta rupiah atau pidana kurungan 6 bulan, sedangkan di Malaysia hanya denda 3 ribu ringgit. Kedua negara belum maksimal melaksanakan Undang Undang Deposit dan masih terfokus pada terbitan komersial. "
Lengkap +
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan IPI, 2017
020 JIPIN 2:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Adieniyatu Salwa
"Penelitian ini dilakukan dengan melihat maraknya gugatan yang diajukan melalui gugatan class action, namun dari gugatan tersebut terdapat beberapa gugatan yang ditolak oleh hakim karena persyaratan formil yang tidak terpenuhi seperti jumlah anggota kelompok. Dengan melihat keadaan tersebut, penelitian ini membahas mengenai jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action, karena dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok tidak mengatur mengenai jumlah minimal anggota kelompok dalam gugatan class action, sehingga yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah pemenuhan syarat jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action di Indonesia dan Australia serta bagaimana cara hakim dalam mempertimbangkan jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, mengenai jumlah anggota kelompok yang efisien dalam gugatan class action ditentukan dari seberapa besar wakil kelompok dapat membuktikan bahwa dirinya dan anggota kelompoknya merupakan sekelompok orang yang telah dirugikan dengan kesamaan fakta, kesamaan hukum, dan kesamaan tuntutan. Kemudian melihat surat kuasa yang diberikan dalam gugatan class action, yakni hanya wakil kelompok yang diperkenankan memberikan surat kuasa khusus kepada penasihat hukum, wakil kelompok tersebut hanya memberikan satu surat kuasa khusus untuk mewakili dirinya dan anggota kelompoknya dalam gugatan. Sedangkan jika seluruh anggota kelompok ikut memberikan surat kuasanya kepada penasihat hukum maka tidak ada bedanya dengan kumulasi gugatan. Selain itu, dalam prosedur gugatan class action terdapat proses notifikasi atau pemberitahuan, dengan adanya proses tersebut maka akan memudahkan proses pemberitahuan jika jumlah anggota kelompok dalam jumlah yang banyak dan terbagi dalam beberapa wilayah dan membuat biaya beracaranya lebih hemat, sehingga mekanisme gugatan class action akan lebih efektif dan efisien. Sedangkan, jika jumlah anggota kelompok dapat diidentifikasi dengan jelas karena jumlahnya masih dalam jumlah belasan orang atau masih dapat dijangkau, hakim memberikan cara bahwa sebaiknya gugatan diajukan melalui gugatan biasa secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama yang dikenal dengan gugatan kumulasi subjektif yang prosesnya lebih efektif dan efisien. Adanya penjelasan dan ketegasan dalam peraturan perundang-undangan mengenai jumlah anggota kelompok yang efektif dan efisien adalah hal yang sangat diperlukan, selain itu mengenai persyaratan formil lainnya serta proses pemberitahuan dan proses pendistribusian ganti kerugian yang diinginkan oleh para penegak hukum agar diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan tersebut.

This research was conducted by looking at the rise of lawsuits filed through class action lawsuits, but from these lawsuits there were several lawsuits that were rejected by the judges because formal requirements were not met such as the number of group members. By looking at these circumstances, this study discusses the efficient number of group members in class action lawsuits, because PERMA No. 1 of 2002 concering Class Action Lawsuit Events does not regulate the minimum number of group members in class action lawsuits, so that the main problem in this research is this is the fulfillment of the requirements for an efficient number of group members in class action lawsuits in Indonesia and Australia and how judges consider the efficient number of group members in class action lawsuits in Indonesia. This research is a normative juridical research with qualitative methods. Based on the results of the research and discussion, the efficient number of group members in a class action lawsuit is determined by how much the group representative can prove that he and his group members are a group of people who have been harmed by the similarity of facts, the same law, and the same claims. Then look at the power of attorney given in a class action lawsuit, namely only group representatives are allowed to give a special power of attorney to legal counsel, the group representative only gives one special power of attorney to represent himself and his group members in the lawsuit. Meanwhile, if all group members participate in giving their power of attorney to legal counsel, then it is no different from a cumulative lawsuit. In addition, in the class action lawsuit procedure there is a notification or notification process, with this process it will facilitate the notification process if there are a large number of group members and are divided into several regions and make the costs of the proceedings more economical, so that the class action lawsuit mechanism will be more efficient. effective and efficient. So, if the number of group members can be identified clearly because the number is still in the tens of people or can still be reached, the judge provides a way that it is better if the lawsuit is filed through ordinary lawsuits individually or jointly which is known as a subjective cumulation lawsuit whose process is more effective and efficient. The existence of explanation and firmness in laws and regulations regarding the effective and efficient number of group members is very necessary and other formal requirements as well as the process of notification and distribution of compensation desired by law enforces to be regulated clearly in statutory regulations."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>