Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109003 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Pembangunana Nasional, 2004
345.023 IND c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"makalah ini disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh BPHN DEPKUMHAM RI Provinsi yogyakarta "
300 MHN 1:1 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebijakan legislasi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilakukan sebagai bagian dari reformasi yang hendak memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), namun demikian, pilihan kebijakan legislasi yang ditempuh dilihat secara yuridis formal telah menunjukkan sikap ‘greget’ anti korupsi, tetapi secara yuridis materiil justru sebaliknya memuat ketentuan yang dapat memperlemah upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Perlemahan tersebut dapat dilihat dari serangkaian kebijakan legislasi yang kemudian berujung pada terbitnya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, pengganti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya, merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/ 2006 tanggal 19 Desember 2006, telah membawa perubahan terhadap beberapa hal terhadap tindak pidana korupsi dan pengadilan tindak pidana korupsi, yaitu tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana biasa (umum) dan, oleh sebab itu, penanganan tindak pidana korupsi dilakukan melalui prsedur biasa/normal. Tidak lagi ada Pengadilan Tipikor yang khusus memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK. Berdasarkan asas kompetensi relatif pengadilan, KPK sekarang mengajukan perkara tindak pidana korupsi ke pengadilan ditempat mana tindak pidana terjadi ( locus delicti). Penanganan tindak pidana biasa melalui prosedur luar biasa dan diadili melalui pengadilan yang khusus berpotensi melanggar hak-hak hukum tersangka. Politik hukum pidana dan politik pemidanaan tindak pidana korupsi perlu ditinjau kembali agar dibedakan kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi (eksekutif) dan penegakan hukum terhadap tindak pidana (yudikatif), karena keduanya berada dalam wilayah pengaturan yang berbeda. Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi (KPK) sebaiknya hanya diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang termasuk luar biasa saja, diajukan ke pengadilan yang dibentuk secara khusus untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang luar biasa dengan tetap harus menghormati hak-hak hukum tersangka, karena hal ini menjadi kewajiban Konstitusional bagi aparat penegak hukum manapun pada semua tingkatan."
Lengkap +
JLI 8:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Verra Donna Rastyana Pritasari
"Korupsi telah mempengaruhi kehidupan ketatanegaraan serta merusak sistem perekonomian dan masyarakat dalam skala besar sehingga tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa, melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami hambatan. Sehingga untuk meningkatkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi pemerintah bersama lembaga legislatif berupaya menyempurnakan peraturan yang mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi serta membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun upaya yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mustahil dapat berjalan efektif bila tidak didukung dengan pengadilan yang independent dan kompeten untuk mengadili perkara tindak pidana korupsi, sehingga dibentuklah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dalam keberadaaanya, ternyata adanya pengadilan tindak pidana korupsi menimbulkan dualisme diantara pengadilan yang mengadili pelaku korupsi, yaitu antara pengadilan umum dan pengadilan khusus Tindak Pidana Korupsi. Padahal kedua pengadilan ini mengadili perbuatan orang yang samasama di dakwa melakukan tindak pidana korupsi, yang diancaman pidana oleh undang-undang yang sama, namun dapat menghasilkan putusan yang berbeda. Penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan dilakukan untuk mengetahui bagaimana pandangan hakim terhadap tindak pidana korupsi dan faktor yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam putusannya serta mencari upaya untuk mengurangi disparitas putusan hakim antara pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hakim pada pengadilan Umum terhadap tindak pidana korupsi. Carl hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada pandangan hakim terhadap tindak pidana korupsi. Sistem peradilan di Indonesia yang menganut asas pembuktian menurut undangundang secara negatif, tidak dianutnya "the binding of precedent", multi tafsir darn pengaruh non yuridis seringkali menjadi penyebab disparitas putusan. Sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkannya adalah dengan znenyatukan pandangan, versi dan misi pada setiap hakim untuk menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.

Corruption influenced state life and destructed economic and society system in a large scale, hence, no longer it may be grouped as an ordinary crime but should be granted as an extraordinary crime. Presently, the conventional law enforcement to combat corruption had taken obstacles. So as to increase efforts for Combating of such corruption criminal act the government (executive) with legislative mutually, they had improved legislation to Combat corruption criminal act as well as to establish The Commission to Combat Corruption. Nevertheless, the efforts conducted by The' Commission to Combat Corruption, possibly, it may not be realized effectively, unless it will not be supported by competent and independent courts to try case of corruption criminal act, then it is established Corruption Courts had resulted in ambiguity among courts trying corruption actor(s), i.e, General and Special courts for trying corruption criminal Act. Indeed, those two institutions examining the same cases of corruption criminal act and threatened by imprisonment under legislation, but it had resulted in the different judgement. Both field and library researches had been conducted in order to know the opinion of judge is against corruption criminal Act and factor as basic considerations of judge regarding his/her judgement and seeking out the efforts for reducing disparity of judge's decision among court of corruption criminal act and general court in term of corruption criminal act. The result research indicated that there are disparities among judges' s opinion regarding corruption criminal act. Frequently, judiciary system of Indonesia based on the negativity evidentiary basic rule, not the binding of precedent, multi interpretations and non juridical impact had resulted in disparity of judgement. Hence, the efforts to be conducted for minimizing it is by unifying their opinion, vision and mission for each judge to put corruption as joint enemy."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
K. Wantjik Saleh
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983
364.132 3 WAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leden
Jakarta: Sinar Grafika, 1992
345.02 MAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elwi Danil
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012
345.023 23 EIW k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leden
Jakarta: Djambatan, 2001
345.023 MAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leden
Jakarta: Djambatan, 2004
345.023 MAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Muhammad Prasetyo
MI Publishing, 2017
364.132 3 MUH s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>