Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114511 dokumen yang sesuai dengan query
cover
H.M. Rasjidi
Jakarta: Bulan Bintang, 1967
204.22 RAS i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Woodward, Mark R.
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 1999
297 WOO i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Woodward, Mark R.
Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 1999
297 WOO i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Luthfi Ubaidillah
"Dari seluruh ciptaan yang telah diciptakan Tuhan, manusia merupakan makhluk yang memiliki nilai spesial. Karena ia adalah makhluk yang secara khusus mengemban tugas sebagai wakil Tuhan (khalifah). Tugas ini merupakan beban yang sangat berat, karena mengemban amanat Tuhan adalah kewajiban melaksanakan kebaikan dan meninggalkan keburukan yang tujuannya untuk mencapai rido-Nya. Untuk itu tentu ada hubungan yang harus dilakukan antara manusia dengan Tuhan agar manusia selalu dibimbing dalam setiap pelaksanaan amanat yang telah diberikan-Nya.
Maka pertanyaanya adalah kenapa manusia yang diberikan sifat kebaikan untuk dijadikan pengemban tugas wakil Tuhan (khalifah). Dalam hal ini sufisme yang diwakili Ibn Al-'Arabi dan kebatinan yang diwakili Ranggawarsita berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Menurut. pemikiran kedua tokoh dan aliran ini, manusia dijadikan sebagai pengemban tugas wakil Tuhan (khalifah), karena dalam kejadiannya manusia memiliki nilai kesempurnaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Ia merupakan pengejawantahan nama-nama Tuhan secara keseluruhan, sehingga ia adalah cermin bagi Tulis yang bersih dan bening. Tuhan dapat melihat citra Diri-Nya dengan sempurna melaluinya. Maka manusialah yang dapat dijadikan wakil Tuhan di bumi untuk melaksanakan kewajiban syari'at dan mengelola alam. Akan tetapi tidak semua manusia berhasil menjadikan dirinya sebagai wakil Tuhan (khalifah), karena tidak semua orang dapat mengejawantahkan nama-nama Tuhan. Dalam anti bahwa, bagi manusia yang tidak dapat melaksanakan kebaikan dan tidak bisa menjauhkan segala hal yang buruk, ia adalah manusia yang tidak dapat menggunakan nama-nama Tuhan secara proprosional, yang menurut bahasa Ibn Al-`Arabi tidak berakhlak dengan akhlak Allah. Manusia seperti ini adalah manusia hewan atau hamba nalar, Sedangkan manusia yang dapat melaksanakan kebaikan dan manjauhkan keburukan dengan baik, ia akan mendapatkan pengetahuan hakikat segala realitas dan mejadikan diri-Nya dekat dengan Tuhan. Manusia seperti ini menurut Ibn Al-`Arabi dinamakan insan kamil, sedangkan menurut Ranggawarsita dinamakan manusia pilihan atau manusia golongan klas. Bagi manusia yang ingin mencapai derajat insan kamil atau golongan khusus terlebih dahulu ia harus menjalani mujahadah, yaitu serangkaian pendekatan diri kepada Tuhan secara intensif dengan melalui berbagai ujian dan cobaan. Untuk itu tidaklah mudah dalam mencapai apa yang diharapkan. Dengan hati yang suci dan konsekuenlah manusia yang dapat mencapai kesempurnaan tujuan.
Dua pemikiran yang masing-masing mewakili golongannya tersebut secara garis besar memiliki persamaan mendasar. Walaupun terdapat perbedaan dalam sebagian keterangan, tetapi perbedaan itu bukanlah sesuatu yang prinsipil. Perbedaan hanya didasari dari pola pemikiran. lbn Al-'Arabi menclasarkan pemikirannya atas pengetahuan intuitif atau pengalaman batin, yang dalam dunia sufisme pemikiran ini melalui ciri khan khusus. Sedangkan Ranggawarsita memiliki pola pikir kebatinan berdasakan prinsip " sangkan paraning dumadi."
Adapun Persamaan pemikiran kedua tokoh ini diakibatkan pemikiran yang satu telah mepengaruhi pemikiran yang lain. Dalam hal ini pemikiran Ibn Al-`Arabi, semenjak abad ke 16 telah masuk dalam dunia pemikiran Islam Nusantara, sehingga pemikiran Ranggawarsita pun terpengaruh dalam menelurkan konsepnya tentang manusia. Maka tidaklah heran jika kedua pemikiran ini memiliki persamaan pemikiran yang cukup mendasar.
Human Being on the Perspective of Sufism and Mysticism: a Comparative Study on the Thoughts of lbn Al-Arabi and Ranggawarsita Compared to the other Gods' creatures man has more special values. He is especially relied on to be the representative of God (khalifah) in the earth. A very heavy duty he must carry out is to do goodness; instead of to prohibit badness, its goal is only to obtain the favor of God. Therefore there must be a relationship established between roan and God. So that, man is always guided in doing the mandate God has given.
Now, the question is why human is given the goodness in order to be a caretaker of tasks of khalifah. In this case, Sufism which is represented by Ibn Al-`Arabi and the Mysticism represented by Ranggawarsita, all at once, attempts to answer that question. According to both of those authors and credos, man is chosen as the caretaker of the mandate of khalifah because he is created with the special perfection that the other creatures do not have. He is a manifestation of the names of God on the whole. So, man is a kind of a clear mirror for God to see well about the image of Him-self. That is why; man is elected to be God's representative in the earth to do the obligation of Islamic law (syariah) and to manage the nature. Yet, some people cannot treat themselves as the God's representative successfully. Because, some people can only manifest the names of God. It means that the man who is not able to do the kindness and to prevent the badness cannot employ the names of God suitably that is so-called by Ibn Al-Arabi as the man who does not behave based on the moral of God. This kind of man is the Animal Man or the slave of reasoning. Whereas, the man being able to conduct the goodness and to forbid the badness will achieve the nature of knowledge reality and will make him-self get closer to God. According to Ibn Al-Arabi, this kind of man is called as the Perfect Man (insan kamil), though the man is regarded as the Elected Man (golongan khas) by Ranggawarsita. Those who are interested in becoming the Perfect Man or the Elected Man must follow mujahadah first. Mujahadah is a set of personal approach to God intensively through various efforts and ordeals. Then, it is not easy to gain what is hoped. People can only reach the perfection of goal with the pure hearth and consistency.
The two of thoughts represented by each of authors have the fundamental similarity in general. Although there is distinction in some of their thought explanations, it is not a principle difference. The difference is only based on the pattern of thought. Ibn Al-Arabi refers his thought to the intuitive knowledge or soul experience that has a special character in the circle of Sufism thought. Whereas, Ranggawarsita has his own Mysticism thought according to the principle of where is man from and where will he be back, "sangkan paraning dumadi."
Because one thought influences another one, both of the authors come to their similarity each other. The thought of Ibn Al-Arabi have entered the Islamic thought in Indonesian archipelago since the 16 centuries. So that, Ranggawarsita is also affected by `Arabi particularly in producing his concept of human. Then, it is not a strange matter that both of the above thoughts have the fundamental similarity.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulder, Niels
Jakarta: Gramedia , 1984
149.3 MUL k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas relevansi ilmu tasawuf dan kebatinan Jawa. Penulisan ini menggunakan metodologi penelitian library research kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, dan observasi melalui internet. Tasawuf adalah suatu usaha dalam membersihkan batin dengan sebersih-bersihnya melalui seragkaian amalan ibadah dan zikir serta kegiatan rohaniah lainnya dalam rangka mencapai kesatuan rohaniah dengan Tuhan. Ilmu tasawuf merupakan salah satu Ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas dan berbudi luhur. Ilmu tasawuf juga dapat mendekatkan diri manusia kepada Tuhan. Sebagai salah satu disiplin keagamaan, tasawuf merupakan bidang yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai disiplin yang ada pada wilayah yang berbeda dengan Ilmu pengetahuan pada umumnya. Tujuan dari tasawuf itu sendiri adalah ldquo;fana rdquo; untuk mencapai ma rsquo;rifatullah dekat dengan Allah . Sedangkan, pengertian kebatinan Jawa berasal dari kata kebatinan. Kebatinan berasal dari istilah Arab yaitu ldquo;batin rdquo; yang artinya dalam; dalam hati; tersembunyi; gaib. Di kalangan pengikut kebatinan sendiri tidak ada pengertian dan rumusan yang jelas. Malah dihindarkan untuk mengganti kata ldquo;batin rdquo; dengan hati, sukma, jiwa, roh dan sebagainya justru karena yang dimaksud dengan istilah tersebut tidak pernah dapat dirangkum dengan kata-kata. Akan tetapi yang dimaksud dengan ldquo;batin rdquo; disini adalah ldquo;pengalaman batin manusia rdquo;, pengetahuan batin yang tidak didasarkan pada logika dan rasionalitas. Pengertian yang lebih dalam hanya dapat dimengerti dalam konsep orang Jawa bahwa manusia mempunyai lahir dan batin. Tujuan dari ilmu kebatinan Jawa adalah memberikan pemahaman yang mendalam kepada manusia atau orang yang mengamalkan ajaran dari ilmu tersebut untuk menyatukan diri atau bersekutu dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui metodenya sendiri. Melihat dari kesamaan tujuan dari tasawuf dan kebatinan Jawa, maka penulis meneliti mengenai relevansi dari ilmu tasawuf dan kebatinan Jawa.Jurnal ini membahas relevansi ilmu tasawuf dan kebatinan Jawa. Penulisan ini menggunakan metodologi penelitian library research kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, dan observasi melalui internet. Tasawuf adalah suatu usaha dalam membersihkan batin dengan sebersih-bersihnya melalui seragkaian amalan ibadah dan zikir serta kegiatan rohaniah lainnya dalam rangka mencapai kesatuan rohaniah dengan Tuhan. Ilmu tasawuf merupakan salah satu Ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas dan berbudi luhur. Ilmu tasawuf juga dapat mendekatkan diri manusia kepada Tuhan. Sebagai salah satu disiplin keagamaan, tasawuf merupakan bidang yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai disiplin yang ada pada wilayah yang berbeda dengan Ilmu pengetahuan pada umumnya. Tujuan dari tasawuf itu sendiri adalah ldquo;fana rdquo; untuk mencapai ma rsquo;rifatullah dekat dengan Allah . Sedangkan, pengertian kebatinan Jawa berasal dari kata kebatinan. Kebatinan berasal dari istilah Arab yaitu ldquo;batin rdquo; yang artinya dalam; dalam hati; tersembunyi; gaib. Di kalangan pengikut kebatinan sendiri tidak ada pengertian dan rumusan yang jelas. Malah dihindarkan untuk mengganti kata ldquo;batin rdquo; dengan hati, sukma, jiwa, roh dan sebagainya justru karena yang dimaksud dengan istilah tersebut tidak pernah dapat dirangkum dengan kata-kata. Akan tetapi yang dimaksud dengan ldquo;batin rdquo; disini adalah ldquo;pengalaman batin manusia rdquo;, pengetahuan batin yang tidak didasarkan pada logika dan rasionalitas. Pengertian yang lebih dalam hanya dapat dimengerti dalam konsep orang Jawa bahwa manusia mempunyai lahir dan batin. Tujuan dari ilmu kebatinan Jawa adalah memberikan pemahaman yang mendalam kepada manusia atau orang yang mengamalkan ajaran dari ilmu tersebut untuk menyatukan diri atau bersekutu dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui metodenya sendiri. Melihat dari kesamaan tujuan dari tasawuf dan kebatinan Jawa, maka penulis meneliti mengenai relevansi dari ilmu tasawuf dan kebatinan Jawa.

ABSTRACT
This journal discusses the relevance of the Science of sufism and the Javanese kebatinan. This writing uses research methodology library research library such as books, journals, and observation via the internet. Sufism is an attempt to cleanse the mind cleanly through the deeds of worship and dhikr and other spiritual activities in order to attain spiritual unity with God. Science Sufism is one of the Sciences that can help the realization of quality human beings. Science Sufism can also bring humanity closer to God. As one of the religious disciplines, Sufism is a field that is temporarily regarded as a discipline that exists in a region different from that of Science in general. The purpose of Sufism itself is mortal to reach ma 39 rifatullah close to God . While the understanding of kebatinan Java comes from kebatinan. Kebatinan comes from the Arabic term inner which means in in the heart hidden Unseen. Among the followers of kebatinan itself there is no clear understanding and formulation. Instead it is avoided to replace the word inner with the heart, soul, soul, spirit and so on precisely because the meaning of the term can never be summed up with words. But what is meant by mind here is the inner experience of man , the inner knowledge which is not based on logic and rationality. A deeper understanding can only be understood in the concept of the Javanese that man has a birth and an inner being. The goal of Javanese mysticism is to provide a deep understanding to humans or people who practice the teachings of that science to unite themselves or to fellowship with God Almighty through his own method. Judging from the common purpose of the Javanese mysticism and the Javanese kebatinan, the author examines the relevance of the science of sufism and Javanese mysticism."
2017
Ivon Camelia Putri
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Romdon
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996
111 ROM a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hadji Abdul Malik Karim Amrullah, 1908-1981
Jakarta: Bulan Bintang, 1974
149.399 1 HAM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Hadiwijono
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983
181.1 HAR k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarno Imam S.
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005
297.8 SUW k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>