Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10897 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zamroni
Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000
370 Zam p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shane, Harold G.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
370 SHA a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tilaar, H.A.R.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992
370.992 TIL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aoer, Cyprianus
Jakarta: Pusat Studi Masalah Kemiskinan, 2005
370.598 AOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Odemus Bei Witono
"nspirasi Pendidikan Masa Kini merupakan buku yang dihasilkan dari kedalamanan refleksi atas situasi zaman yang terus berkembang. Inspirasi jika diolah lebih lanjut turut memotivasi para pendidik dalam mendampingi para murid. Bisa jadi, inspirasi dalam buku ini masih terbatas, tetapi ibarat mata air kecil, tetap memancarkan energi positif bagi siapa saja yang membacanya.
Buku ini disusun berdasarkan temuan keseharian dalam pengalaman di ruang edukatif. Pengalaman yang direfleksikan dapat memberikan rangkaian gagasan menarik untuk direnungkan dan potensial diwujudkan sesuai konteks dan kebutuhan yang diharapkan bagi siapa saja yang terlibat dalam dunia pendidikan. Selamat membaca, semoga aliran inspirasi dapat meneguhkan para pendidik yang bekerja melayani edukasi anak-anak bangsa."
Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2023
370 ODE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Arifin
Jakarta: Balai Pustaka, 2005
370 ANW p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The structure of higher education organizations always reflect the belief of those who develop the institutions. This article discusses some impacts of goverment's intervention regarding university organizations in newly drafted higher education regulation. The author believes that higher education paradigm shift only occurs when a university essentially adopts a bundle of new modes of of thinking in dealing with economic, political, social, and cultural phenomena. The shift should not be intervened by any other parties outside the university including by the government through certain regulation. Such intervention will only harm the heterogenous scientific thinking among Indonesian academic communities."
AKDMK 6:2 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abuddin Nata
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001
297.07 ABU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suharto
"Berbeda dengan pemerintah Inggris di India, pemerintah Hindia Belanda terlambat dalam mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak bumiputera. Sekolah dasar bagi anak-anak bumiputera baru dibuka pada akhir abad ke-19, sedangkan sekolah-sekolah dasar bagi anak-anak Eropa telah dibuka sebelum pertengahan abad itu. Jumlah sekolah-sekolah pemerintah sangat sedikit, tidak seimbang dengan jumlah penduduk.
Di samping keterlambatan dan jumlah sekolah yang sedikit, isi pendidikan sekolah-sekolah pemerintah oleh beberapa kalangan dinilai intelektulistis, diskriminatif, tidak demokratis, dan menjauhkan murid-murid dari kebudayaan sendiri. Melihat keadaan itu, beberapa kalangan baik perorangan maupun organisasi menyikapinya dengan mendirikan sekolah-sekolah swasta. Sekolah-sekolah swasta itu didirikan di samping untuk menambah jumlah sekolah, juga untuk menghilangkan segi-segi negatif dari sekolah-sekolah pemerintah. Muncullah pada awal abad ke-20 sekolah-sekolah swasta antara lain Taman Siswa yang didirikan oleh Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara, Indonesisch Nederlandsche School oleh Mohammad Sjafei, Ksatrian Instituut oleh E.F.E. Douwes Dekker, Sekolah-sekolah Sarekat Islam oleh Tan Malaka, dan sekolah-sekolah Pasundan oleh Paguyuban Pasundan. Tiap-tiap sekolah swasta itu mempunyai ciri khas masing-masing, sesuai dengan pandangan pendirinya.
Sekolah-sekolah Pasundan yang didirikan pertama kali pada tahun 1922 bertujuan untuk menambah jumlah sekolah agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan sekolah. Di samping itu, didirikannya sekolah-sekolah Pasundan karena adanya keinginan untuk mengajarkan kebudayaan sendiri, seperti seni tari, seni suara, bahasa yaitu Sunda, dan pencak.
Untuk menghidupi sekolah-sekolah swasta, termasuk sekolah-sekolah Pasundan, diperlukan dana dan dana itu yang pokok diperoleh dari murid. Besarnya dana yang masuk tergantung pada jumlah murid, lingkungan sekolah, dan keadaan sosial-ekonomi para orang tua murid. Selain itu, ada sekolah-sekolah yang mendapat subsidi dari pemerintah. Dana itu diperlukan untuk berbagai keperluan seperti gaji guru, karyawan, sewa gedung atsu membuat gedung sekolah sendiri, alat-alat sekolah dan lain sebagainya.
Sikap pemerintah terhadap sekolah-sekolah Pasundan cukup baik, tidak beda dengan sikap pemerintah terhadap Paguyuban Pasundan. Pemerintah memberikan ijin terhadap sekolah-sekolah Pasundan yang meminta, bahkan ada sekolah-sekolah yang mendapat subsidi dari pemerintah.
Masyarakat menanggapi hadirnya sekolah-sekolah swasta dengan rasa senang, karena dengan munculnya sekolah-sekolah swasta memperluas kesempatan mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Masyarakat juga senang karena uang sekolah di sekolah-sekolah swasta relatif lebih murah dibandingkan dengan sekolah-sekolah pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Adji Samekto
"Ada keterkaitan antara politik hukum penddikan nasional denga paragdigma penyelenggaraan pendidikan dan klaim tentang kegagalan mendidik di Indonesia. Politik hukum pendidikan nasional tercantum dalam pasal 31 UUD RI Tahun 1945. Ketentuan padal 31 tersebut menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan sarat nilai (Values), bukan sekedar pendidikan yang mengajarkan kepandaian dan keunggulan berbasis pengembangan akal belaka, tetapi pendidikan dilandasi nilai-nilai luhur. Inilah paradigma pendidikan Skolastik yang menghasilkan pemikir atau ilmuan dari pada parktisi. Pendiidkan di Indonesia pada awalnya dipengaruhi oleh tradisi pemikrian ini. paradigma Skolastik ini melahirkan pendidikan yang berpusat pada guru. Memasuki era Orde Baru pada tahun 1967, paradigma skolastik mulai tergeser oleh paradigma realis didasarkan pada keyakinan bahwa sumber pengetahuan tidak bersumber dari guru saja, tetapi bersumber juga dari relaitas atau kenyataan hidup. landasan pembenarannya bahwa didalam realitas selalu ada persoalan-persoalan yang bisa berkembang yang membutuhkan penanganan secara konteksual, yang tidak selalu didasarkan pada nilai-nilai (values) yang bersifat imperatif. Ia menghasilkan lulusan yang diharapkan profesional, dapat menyelesaikan persoalan secara kontekstual. Akan tetapi pendidikan dalam paradigma realis ni berpotensi menghasilkan manusia cerdas namun mengabaikan nilai-nilai yang disepakati bersama sebagai bangsa. ketika paradigma realitis diterima sebagai sebuah kebenaran maka pendidikan yang mengutamakan pembentukan karakter da nilai-nilai luhur menjadi suatu yang aneh. Akan tetepi ketika muncul ekses-ekses penyelenggaraan pendidikan berparadigma realis, seperti munculnya desakan diberlakukannya secara penuh HAM universal, tekanan penghormatan hak-hak individu, merosotnya penghormatan terhadap nilai-nilai kebangsaan dan agama maka yang dipersalahkan adalah penyelenggara pendidikan. Kemudian dikatakan siste, pendidikan nasional gagal menghasilkan manusia berbudi luhur, padahal sumbernya karena kesalahan secara paradigmatik dalam penyelenggaraan pendidikan."
Jakarta : Lembaga Pengkajian MPR RI , 2018
342 JKTN 007 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>