Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5153 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I.G. Krisnadi
Jakarta: LP3ES, 2001
365.45 KRI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I.G. Krisnadi
"ABSTRAK
Peristiwa G.30.S/PKI 1965 melahirkan pemerintahan Orde Baru. Demi mempertahankan pemerintahan Orde Baru, diadakan pembersihan terhadap unsur-unsur komunis yaitu dengan menyelenggarakan Proyek Instalasi Rehabilitasi Pulau Buru (Proyek Inrehab Buru 1969-1979). Yang dijadikan dasar hukum untuk menyelenggarakan Proyek Inrehab Buru adalah Undang-Undang; Nomor 5 Tahun 1969 tentang kewenangan melakukan penawanan dan pemberantasan kegiatan subversi. Mereka yang diikutsertakan dalam Proyek Inrehab Buru adalah beberapa tapol golongan B dari Pulau Jawa- Para tapol Pulau Buru beranggapan bahwa pemerintah Orde Baru menahan para tapol ke Pulau Buru tidak berdasarkan hukum, karena mereka belum pernah diajukan ke pengadilan, sehingga belum bisa dinyatakan bersalah secara hukum.
Tujuan diselenggarakan Proyek Inrehab Buru adalah sebagai berikut: (1) Menampung dan mengamankan para tapol dari segala bentuk ancaman dan bahaya dari pihak massa yang anti PKI; (2) membina mental para tapol supaya menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais dan tidak menganut lagi ideologi komunis; (3) membina dan memanfaatkan para tapol kearah kemampuan berproduksi, sehingga diharapkan dapat hidup berswadaya maupun berswasembada di bidang pertanian. Para tapol Pulau Buru beranggapan bahwa pemerintah Orde Baru menyelenggarakan Proyek Inrehab Buru, bertujuan menyingkirkan para tapol ke Pulau Buru, karena dianggap membahayakan pemerintah Orde Baru.
Di Tempat Pemanfaatan Pulau Buru (Tefaat Luau) terdapat tiga bentuk masyarakat yang meliputi sebagai berikut; masyarakat penduduk asli, masyarakat tapol, dan masyarakat keluarga tapol. Penduduk asli Pulau Buru pada mulanya ada yang berprasangka buruk terhadap kedatangan para tapol, dan bersikap memusuhinya. Namun demikian, ada juga yang menerima kedatangan para tapol, dan di dalam perkembangan selanjutnya mereka hidup saling berdampingan dengan masyarakat tapol maupun dengan keluarga tapol.
Proyek Inrehab Buru memanfaatkan para tapol dari kegiatan politik yang mengarah ke upaya mendirikan negara komunis di Indonesia, menuju hidup berswadaya maupun berswasembada di sektor pertanian. Mereka di lokasi Tefaat Buru melakukan kerja wajib meliputi sebagai berikut: membuka sawah, membuat jalan, membuat bendungan dan saluran irigasi, membuat dan merenovasi barak maupun wisma, membangun rumah ibadat, poliklinik, gedung kesenian, menggergaji kayu meranti di hutan, bekerja pandai besi, membuat garam, dan membuat kapur.
Faktor eksternal yang berperan penting dalam pembebasan para tapol Tefaat Buru adalah adanya tekanan dari berbagai pihak yang mendukung Pernyataan Umum Hak-hak Asasi Manusia, khususnya adanya tekanan dari negara Amerika Serikat pada masa pemerintahan Presiden Jimmy Carter (1877-1881) dan Amnesti Internasional. Faktor internal yang berkaitan dengan pembebasan para tapol Tefaat Buru adalah semakin bertambah mantap stabilitas politik, keamanan, maupun semakin meningkat pembangunan ekonomi di Indonesia, serta dilandasi oleh rasa kemanusiaan.
Para tapol Tefaat Buru mengklaim bahwa mereka dibebaskan oleh pemerintah Orde Baru karena adanya tekanan dari pihak eksternal (faktor eksternal) berupa adanya ancaman penghentian pengiriman dana bantuan jika pemerintah Indonesia tidak segera membebaskan para tapol Tefaat Buru. Pemerintah Orde Baru menolak anggapan yang demikian, dan menganggap bahwa pembebasan para tapol Tefaat Buru bukan karena adanya tekanan dari pihak eksternal, melainkan karena semakin mantap stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi, serta dilandasi oleh rasa kemanusiaan. Pemerintah Orde Baru walaupun telah membebaskan para tapol Tefaat Buru, namun masih mengontrol para mantan tapol Tefaat Buru secara efektif, sehingga walaupun telah dibebaskan, mereka belum memperoleh hak-hak sipil secara penuh.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amurwani Dwi Lestariningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi peristiwa yang dialami oleh para tahanan politik wanita di Kamp Pelantungan dan menjelaskan kehidupan para tahananan politik selama di dalam kamp serta hubungannya dengan masyarakat sekitarnya. Setelah peristiwa 30 September 1965. Orang-orang yang beraliran komunis ditangkap dan penjarakan. Beberapa wanita yang ikut dalam organisasi yang berideologi komunis ditahan. Mereka kemudian digolongkan menurut tingkat keterlibatannya. Para tahanan politik wanita dianggap terlibat, akan tetapi tidak mempunyai bukti yang kuat digolongkan sebagai tahanan politik golongan B. Sejak itu kehidupan mereka mulai berubah. Mereka harus menjalani pemeriksaan, serta dipisahkan dari keluarganya. Di tahan dari satu kamp ke kamp yang lainnya. Mereka disiksa baik secara fisik maupun psikologis.
Pada tahun 1971, pemerintah mereedukasi para tapol wanita golongan B di Pelantungan, sebelum mereka dikembalikan ke dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan para tapol wanita di Pelantungan tampaknya tidak jauh berbeda dengan perlakuan yang sarat dengan tindak kekerasan yang berupa penyiksaan mental maupun fisik. Penyiksaan dan pelecehan seksual dialami oleh para tapol wanita. Beberapa orang tapol bahkan mengalami kehamilan. Selama di dalam kamp para tapol direedukasi agar menjadi manusia yang berideologi Pancasila dan meninggalkan ideologi komunis, melalui berbagai kegiatan.
Berkaitan dengan masalah itu beberapa pertanyaan yang muncul kemudian adalah; Mengapa Pelantungan dipilih sebagai tempat rehabilitasi para tapol wanita? Siapa sajakah yang dijadikan tapol wanita? Bagaimanakan aktifitas para tapol wanita selama di kamp? Bagaimana para mantan tapol wanita menjalani kehidupan setelah bebas dari kamp tahanan politik di Pelantungan? Seberapa jauh upaya reedukasi ideology mampu mengubah ideologi tapol?
Untuk menjawab penelitian ini digunakan metode sejarah lisan. Hal ini berkaitan dengan kesulitan dalam mencari sumber-sumber tertulis yang mengungkapkan tentang kehidupan para tapol selama di Kamp. Pelantungan.
Dari metode ini dapat diperoleh jawaban, bahwa pemilihan Pelantungan sebagai kamp reedukasi para tapol wanita berkaitan dengan status pemilikan tanah, yaitu tanah milik militer sejak masa Hindia Belanda. Disamping tempat yang terisolir jauh dari jangkauan masyarakat luas. Beberapa dari penghuni kamp adalah para tokoh politik wanita dan aktifis organisasi wanita onderbouw PKI, meskipun terdapat kesalahan penangkapan terhadap beberapa gadis muda yang tidak terlibat dalam organisasi yang berideologi komunis. Selama di kamp para tapol menjalani rehabilitasi mental, pendidikan/penerangan agama, kesehatan, hiburan, olah raga, latihan kerja dan kerajinan. Setelah menjalani reedukasi selama di kamp program itu telah berhasil mematikan identitas mematikan identitas diri para tapol wanna. Setelah keluar dari kamp para tapol cenderung menyembunyikan identitas dirinya Mereka kemudian membuat suatu kelompok berupa paguyupan "Pakorba Pelantungan" yang diisi dengan kegiatan arisan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hersri Setiawan
Magelang: Indonesiatera , 2004
899.221 3 HER m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shindunata, Gabriel Possenti
Jakarta: Kompas, 2007
320.959 8 GAB d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Makassar: Kantor Bahasa Maluku, 2020
398.212 ANT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006
Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia , 2001
808.83 PRA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Saroso
Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2002
920.71 KRE d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006
Jakarta: Lentena, 1995
899.24 PRA n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006
Jakarta: Lentera, 1997
899.24 PRA n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>