Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Abduh
"Bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat dipengaruhi oleh maksud dan tujuan penggunaannya. Tiap-tiap kelompok masyarakat memiliki bahasanya sendiri untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan dirinya. Setiap masyarakat yang berinteraksi dengan bahasa mereka sendiri disebut sebagai guyub tutur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10928
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Zoraya Paskarini
"Sejak terbangunnya hubungan pendatang Cina di Nusantara dengan masyarakat setempat (sekitar tahun 206 SM-220M, saat zaman dinasti Han di Cina) hingga saat ini, sempat terjadi beberapa proses sejarah perubahan istilah penamaan etnik Cina. Dalam masyarakat dewasa ini juga masih terlihat adanya perbedaan pandangan mengenai istilah penyebut etnik Cina, baik yang bermakna peyoratif maupun yang tidak. Hal tersebut mempengaruhi masyarakat, baik yang berketurunan Cina maupun bukan, kaum tua maupun kaum mudanya, dalam memilih kata yang tepat untuk menyebut golongan Cina ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
Skripsi ini secara etimologis mencari asal-usul dan memaparkan ragam beserta makna dari istilah penamaan etnik Cina di Indonesia untuk kemudian dianalisis pengenalan dan penggunaannya dalam lingkungan kaum muda Indonesia yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Dari hasil analisis lapangan dapat terlihat pandangan dan kecenderungan kaum muda dalam menggunakan istilah-istilah tersebut di masa kini. Metode yang dipakai dalam menyusun penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan di bidang linguistik dan sosial dan penelitian lapangan dengan melakukan survei dengan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.
Di akhir penelitian terlihat bahwa kaum muda Jakarta cenderung menggunakan istilah berbahasa Inggris (china dan chinese) yang dianggap lebih netral dibandingkan dengan istilah dari sumber bahasa lainnya. Hasil survei juga menunjukkan adanya variasi bahasa yang dibuktikan oleh penyesuaian penggunaan istilah dengan lingkungan tempat berinteraksi kaum muda Jakarta. Contohnya, jika berada di lingkungan formal (pendidikan dan pekerjaan) kaum muda cenderung menggunakan istilah yang dianggap netral (biasanya berbentuk bahasa Inggris, seperti china dan chinese), dan ketika berada di lingkungan non-formal (keluarga dan pergaulan sosial yang akrab) cenderung memakai istilah yang lazim dikenal dan dipakai lingkungan tersebut, seperti cina dan cokin."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13090
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen Azali
"ABSTRAK
Tempat ngèbèr sebagai tempat pertemuan laki-laki gay tersebar?meskipun relatif terselubung?di berbagai tempat-tempat publik di seluruh Indonesia. Tempat ngèbèr sebagai salah satu titik utama dalam konstelasi dunia gay berfungsi tidak hanya untuk mencari pasangan hubungan seksual, tapi juga untuk bersosialisasi, membuka diri, dan mendapat penerimaan. Surabaya memiliki banyak tempat ngèbèr yang cukup dikenal di kalangan laki-laki gay, dengan Pataya sebagai satu tempat ngèbèr terbesar. Namun dalam beberapa tahun terakhir, tampak adanya perubahan-perubahan yang
menyebabkan Pataya tidak lagi sehidup dulu. Melalui metode partisipasi observasi dan wawancara non-formal, kajian ini berupaya untuk memahami bagaimana Pataya menjadi pilihan tempat ngèbèr di Surabaya, perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dan menyebabkan penyusutan kehidupannya. Dari penelitian ini, diharapkan ada penelitian lanjutan
untuk mempelajari adaptasi-adaptasi yang terjadi atau dapat dilakukan di luar situs ngèbèr.
Tempat ngèbèr, or hanging-out places where gay men in Indonesia meet, can be found in various though relatively hidden public places across Indonesia. Tempat ngèbèr as one of the more prominent sites in the constellation of gay serves not only as a space to find sexual partners, but also to socialize, to be open in expressing oneself, and to gain acceptance from ones peers. Surabaya has a number of famous, well-known tempat ngèbèr, with Pataya being one of the largest places. Yet changes within the last few years have diminished its popularity. Through participant observation and non-formal interviews, this research attempts to understand how Pataya became the more prominent tempat ngèbèr
in Surabaya, and what kind of changes have happened that reduced its popularity. Hopefully, this research will bring about future studies that will investigate various adaptations that can be carried out inside or outside the site itself."
Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Budaya, 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tempat ngèbèr sebagai tempat pertemuan laki-laki gay tersebar meskipun relatif terselubung?di berbagai tempat- tempat publik di seluruh Indonesia. Tempat ngèbèr sebagai salah satu titik utama dalam konstelasi dunia gay berfungsi tidak hanya untuk mencari pasangan hubungan seksual, tapi juga untuk bersosialisasi, membuka diri, dan mendapat
penerimaan. Surabaya memiliki banyak tempat
ngèbèr yang cukup dikenal di kalangan laki-laki gay, dengan Pataya
sebagai satu tempat
ngèbèr terbesar. Namun dalam beberapa tahun terakhir, tampak adanya perubahan-perubahan yang
menyebabkan Pataya tidak lagi sehidup dulu. Melalui metode
partisipasi observasi dan wawancara non-formal, kajian
ini berupaya untuk memahami bagaimana Pataya menjadi pilihan tempat ngèbèr di Surabaya, perubahan-perubahan apa
saja yang terjadi dan menyebabkan penyusutan kehidupannya. Dari penelitian ini, diharapkan ada penelitian lanjutan
untuk mempelajari adaptasi-adaptasi yang terjadi atau dapat dilakukan di luar situs ngèbè.

Abstract
Tempat ngèbèr, or hanging-out places where gay men in Indonesia meet, can be found in various?though relatively
hidden?public places across Indonesia.
Tempat ngèbèr as one of the more prominent sites in the constellation of gay serves not only as a space to find sexual partners, but also to
socialize, to be open in expressing oneself, and to gain
acceptance from one?s peers. Surabaya
has a number of famous, well-known tempat
ngèbèr , with Pataya being one of
the largest places. Yet changes within the
last few years have diminished its popularity. Through participant observation and non-formal interviews, this research attempts to understand how Pataya became the more prominent
tempat ngèbèr in Surabaya, and what kind of changes have happened that reduced its popularity. Hopefully, this research will bring
about future studies that will investigate various adaptations
that can be carried out inside or outside the site itself. "
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Airlangga. Fakultas Ilmu Budaya], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harbelubun, Yohanna Claudia Dhian Ariani
"Penelitian ini bertolak dari permasalahan sulitnya proses asimilasi antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan warga Negara Indonesia Keturunan(WNIK) yang telah lama diusahakan berbagai pihak. Salah satu usaha adalah penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat asimilasi. Untuk mengusahakan itu, perlu diketahui sikap WNIK terhadap bahasa Indonesia.
Berpijak dari permasalahan itu, setakat ini berusaha mengetahui sikap bahasa pelajar berbahasa ibu bahasa Tionghoa. Selain itu, penelitian ini juga mengusahakan keberterimaan penggunaan kosakata baku bahasa Indonesia di kalangan pelajar tersebut. Dengan mengetahui sikap bahasa dan keberterithaan penggunaan kosakata baku bahasa Indonesia maka dapat diteliti pula hubungannya, apakah saling mempengaruhi atau tidak.
Penelitian ini merupakan studi kasus di SMU Tarsisius I Jakarta yang sebagian besar (94,88%) merupakan pelajar keturunan Tionghoa. Populasi penelitian ini berjumlah 482 orang yang berbahasa ibu bahasa Tionghoa. Karena cukup besamya populasi, penelitian ini menggunakan percontoh yang ditarik dengan teknik purposive sampling. Jumlah percontoh adalah 125 orang.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa sikap bahasa pelajar SMU Tarsisius I yang berbahasa ibu bahasa Tionghoa dapat dikatakan positif.Selain itu ditemukan pula rendahnya tingkat penggunaan kosakata baku bahasa Indonesia pada pelajar berbahasa ibu bahasa Tionghoa.
Berdasarkan variabel bebas jenis kelamin, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada sikap bahasa mereka. Namun, untuk penggunaan kosakata baku ditemukan perbedaan yang signifikan antara responden laki-laki dengan responden perempuan. Setelah diteliti, ternyata responden laki-laki lebih baik penggunaan kosakata bakunya daripada responden perempuan.
Berbeda halnya pada variabel bebas kesetiaan berbahasa Tionghoa, ditemukan perbedaan yang signifikan antara kelompok yang setia berbahasa Tionghoa dengan kelompok yang tidak setia berbahasa Tionghoa. Semakin responden setia dengan bahasa Tionghoa maka semakin negatif sikapnya terhadap bahasa Indonesia. Demikian pula, semakin tidak setia responden berbahasa Tionghoa, maka semakin positif sikapnya terhadap bahasa Indonesia.
Selain temuan di atas, ditemukan pula hubungan antara sikap bahasa dengan penggunaan kosakata baku. Temyata sikap bahasa tidak memengaruhi tingkat penggunaan kosakata baku. Artinya, bila responden bersikap positif belum tentu responden mampu mengontrol penggunaan kosakata sesuai kaidah. Akan tetapi, bila responden mampu mengontrol penggunaan kosakata baku sesuai kaidah, ia memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

This research start from the problems how difficult are the process for assimilation between Naturalized Indonesia Citizen with Indonesia citizen of China descent, that' was be various side effort. Some effort is using the Indonesia language as tools for assimilation and for efforting that we had to know the attitude the Indonesia citizen of china descent toward the Indonesia language.
Base on that problem, this point trying to know the language attitude from the students who'm used the Tionghoa language. Beside that, this research try to acceptance using the Indonesia standard vocabulary in students circle. With knowing the language attitude and acceptance using the Indonesia standard vocabulary, then be able to research the relationship,which is influence each other or not.
This research was a case study in SMU Tarsisius 1 Jakarta,that almost(94,88%) the student is Indonesian citizen of China descent.This research population was big enough, this research used a Tionghoa language. Because the population was big enough, this research used some examples, with purposive sampling technique. Sum for one sample is 125 students.
The analysis data output shown that language attitude the students of from SMU Tarsisius I, which used Tionghoa language could be positively. Besides that, there is find also how low the step for using Indonesia standard vocabulary among the students who'm use the Tionghoa language.
Base on free gender variable, nothing fond the significant different to their language attitude. But for using standard vocabulary there is find the significant different between students boys respondent and students girl. respondent. After the research, it appears that the student boys respondent using standard vocabulary is better than the student girls respondent.
Base on a difference in free loyalty variable Tionghoa language, there is find significant different between the community whom don't loyal in use Tionghoa language. More and more the respondent loyal in use Tionghoa language so more negative the attitude to Indonesia language. Thus more the respondents not loyal in use Tionghoa language, then more positive the attitude to Indonesian language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Rahyono, 1956-
"ABSTRAK
Bahasa Jawa yang memiliki tingkat tutur merupakan ranah penelitian bahasa yang selalu menarik. Tingkat tutur bahasa yang juga merupakan kekayaan ragam yang dimiliki Bahasa Jawa, telah banyak diteliti baik secara sinkrenis maupun diakronis. Kaidah pemakaian ragam tutur yang rumit sehubungan dengan aspek sosial penutur dan dalam kaitannya dengan sifat bahasa yang selalu berubah dari waktu ke waktu, menyebabkan penelitian tentang ragam bahasa Jawa ini tetap diperlukan.
Lajunya penyebaran informasi dan lajunya penyebaran masyarakat penutur Bahasa Jawa ke berbagai pelosok masyarakat bahasa lain, menyebabkan Bahasa Jawa, khususnya ragam tuturnya, berubah secara cepat. Interferensi Bahasa lain, terutama Bahasa Indonesia, ke dalam Bahasa Jawa membuat batas-batas ragam tutur Bahasa Jawa tidak mudah lagi dikenali dengan mudah. Oleh karena itu, perlu diupayakan penyederhanaan baik yang menyangkut pengelompokan ragam tutur maupun istilah atau penamaan ragam-ragam itu.
Berdasarkan atas data-data yang berhasil diperoleh selama penelitian ini, menurut sudut pandang situasi hubungan antar partisipan tindak tuturan ditemukan tiga ragam tutur, yaitu: (1) ngoko, (2) madya, dan (3) krama. Lebih lanjut ragam ngoko bisa dikelompokkan lagi menjadi dua sub ragam, yaitu (1) ngoko lugu dan (2) ngoko alas atau ngoko andhap.
Ditinjau dari sudut pandang bidang wacana, dalam hal ini yang menyangkut situasi formal dan informal, dapat ditemukan produktif tidaknya kata-kata pinjaman maupun peristiwa alih kode yang ada dalam wacana. Keproduktifan kata-kata pinjaman maupun peristiwa alih kode ini ternyata juga mencerminkan sikap masyarakat Bahasa Jawa dalam menghadapi lajunya interferensi bahasa lain, khususnya Bahasa Indonesia, ke dalam Bahasa Jawa. Segi kepraktisan dan keinformatifan Bahasa Indonesia sangat mempengaruhi masyarakat Bahasa Jawa untuk menghindari kaidah-kaidah yang rumit dalam pemakaian ragam tutur. "
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Layla
"Penganalisisan das Ietzte Flugblaft berdasarkan konsep SPEAKING oleh Hymes dan konsep oleh Halliday bertujuan untuk memperlihatkan bahwa situasi dapat mempengaruhi terbentuknya suatu teks. Bab l mengulas tentang latar belakang, topik pembahasan, tujuan, metode penelitian, ruang lingkup penelitian, sumber data, prosedur kerja, dan sistematika penyajian. Bab II mengulas tentang konsep teori yang dikemukakan oleh Hymes dan Halliday. Berdasarkan kedua konsep itulah, saya menganalisis korpus data yang saya pilih, yaitu selebaran terakhir milik kelompok weiae Rose. Analisis ini kemudian dijabarkan dalam Bab III. Bab IV merupakan kesimpulan dari analisis pada Bab III..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S14715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Runni Kurniasari
"Skripsi ini membandingkan kecenderungan dan hasil nilai antara bentuk tes yang menggunakan gambar dan tidak, serta melihat pengaruh penggunaan gambar dalam tes kosakata terhadap pemahaman dan daya ingat mahasiswa semester empat tahun ajaran 2007/2008 Program Studi Jerman Universitas Indonesia. Metode penelitian ini adalah eksperimen, sedangkan penyusunannya menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian menghasilkan bahwa penggunaan gambar pada tes kosakata memiliki kecenderungan nilai Iebih tinggi dan dapat meningkatkan pemerolehan nilai, namun tidak mampu meningkatkan daya ingat peserta tes. Basil penelitian menyarankan bahwa gambar kurang efektif digunakan pada bentuk tes kosakata, namun dapat dimanfaatkan dalam proses pengajarannya.

This research compares the tendency and result of the using of picture in German vocabulary tests to observe how the using of picture influences fourth-semester students' understanding and memory. This research is focused on fourth-semester students of the German Departement in the University of Indonesia. This is done through an experiment, and data collecting is done through a description of quantity. This research shows that the using of picture in vocabulary test has the tendency to increase students' scores, but it does not increase the students' memory. In the end, it is suggested to use picture in teaching Deutsch to students, but it is not recommended to do so in vocabulary tests."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S14976
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rebecca Soselisa
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1180
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Adhista
"Bahasa gay merupakan salah satu variasi bahasa yang terdapat di kelompok masyarakat. Bahasa tersebut termasuk ke dalam kelompok bahasa slang yang pembentukan dan penggunaannya memiliki maksud dan tujuan-tujuan tertentu dari para penggunanya. Penelitian ini membahas proses pembentukan kata yang terjadi dalam bahasa gay dan penggunaannya dalam percakapan. Data yang digunakan merupakan percakapan yang dilakukan oleh sebuah kelompok gay dalam media sosial Whatsapp. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penyajian data secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kata dalam bahasa gay terbagi ke dalam tiga klasifikasi utama pembentukan, yaitu pembentukan berdasarkan asosiasi fonetis, asosiasi semantis, dan rujukan bahasa asing. Asosiasi semantis terdiri dari enam subklasifikasi, yaitu abreviasi, paragog, abreviasi dan paragog, asosiasi bunyi, onomatope, dan modifikasi internal. Kemudian, asosiasi semantis terdiri dari dua subklasifikasi, yaitu asosiasi semantis konteks lingual dan asosiasi semantis konteks nonlingual. Di sisi lain, rujukan bahasa asing terdiri dari tiga subklasifikasi bahasa asing yang dirujuk, yaitu bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Hokkien. Dari segi penggunaan katanya, bahasa gay digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, seperti menimbulkan kesan genit dalam percakapan, penghalusan kata, serta sebagai pemberi ciri khusus kelompok pemakainya.

Gay language is one of variations of language in society. That language included in slang language which have special formation and uses of the weare group. This research analyzed the formation of word and its use in the conversation. The data is the conversation that used by a gay group on Whatsapp social media. This research used a qualitative method with descriptive data presentation. The result showed that the formation of words in gay language is divided into three classifications phonetic association, semantic association, and foreign language references. Phonetic association divided into six subclassifications abbreviation, paragogue, abbreviation and paragogue, sound association, onomatope, and internal modifications. Then, semantic association divided into two subclassifications semantic association lingual context and semantic association nonlingual context. On the other hand, foreign language references divided into three subclassifications English, Dutch, and Hokkien. In addition, gay word used for special purpose, such as rise the impression of a flirty in conversation, euphemism, and distinctive feature of the weare group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>