Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sandra Dewi
"
ABSTRAK
Penelitian yang saya lakukan adalah penelitian geografi dialek di Kotif Depok. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya pertentangan antara perkembangan dialek Jakarta yang makin menanjak dan penelitian segi-segi dialek ini. Tujuan penelitian ini adalah mengadakan pemetaan bahasa guna memperoleh situasi kebahasaan di Kotif Depok.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pupuan lapangan. Peneliti turun langsung ke lapangan mendatangi informan guna memperoleh data berupa kosakata setempat berdasarkan daftar tanyaan yang telah disusun.
Adapun hasil dari pemetaan bahasa melalui penghimpunan isolgos dan penghitungan dialektometri adalah di Kotif Depok hanya terdapat satu daerah pakai bahasa; daerah pakai bahasa Betawi . Ciri fonetis bahasa Betawi di Kotif Depok merupakan ciri fonetis subdialek Pinggiran seperti yang dikemukakan oleh Muhadjir dalam Morfologi Dialek Jakarta. Di Kotif Depok juga ditemukan daerah pakai kosakata ora, sebagai penanda istilah Betawi Ora, di sebelah barat dan selatan.
Selain itu, dalam dialek ini banyak terdapat kosakata Jawa. Hal ini sesuai dengan asumsi Muhadjir bahwa dalam subdialek Pinggiran banyak terdapat kosakata Jawa. Kosakata lain yang terdapat dalam bahasa Betawi di Depok adalah Sunda, Bali, dan Belanda. Konstruksi kosakata bahasa Sunda juga turut mempengaruhi beberapa kosakata Betawi di Depok.
"
1997
S11114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririen Ekoyanantiasih
Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional, 2007
499.22 RIR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyo
"Di dalam masyarakat yang dwibahasa ada suatu keharusan untuk memilih salah satu dan atau mencampurkan kedua bahasa sebagai alat komunikasinya. Dalam pemilihan bahasa: ternyata ada prasyarat-prasyarat tertentu yang harus dipatuhi oleh peserta tutur. Jadi, seseorang dalam bertutur akan "dikendalikan" oleh norma-norma sosial, seperti siapa yang berbicara, kepada siapa, di mana, tentang apa, dan dalam situasi bagaimana tuturan itu berlangsung .
Untuk mengkaji pemilihan bahasa, Fishman (1972) menawarkan konsep ranah yang dikaitkan dengan kedwibahasaan. Konsep ini kemudian diterapkan Greenfield (1972), Parasher (dalam Fasold, 1964). dan Sumarsono (1993). Setelah dilakukan penelitian pemilihan bahasa di lima ranah, yaitu rumah, pendidikan, pekerjaan, pemerintahan, dan agama oleh masyarakat tutur J-I di PETS ; diperoleh hasil bahasa Jawa masih sangat dominan di ranah rumah. Meskipun demikian, di ranah ini telah terjadi "kebocoran" diglosia.
Jika bahasa Jawa mendominasi ranah rumah, bahasa Indonesia mendominasi ranah pendidikan, pekerjaan, dan pemerintahan. Hal ini selaras dengan temuan Parasher 1980 (dalam Fasold, 1984), yaitu bahwa ketiga ranah tersebut termasuk ke dalam ranah "resmi" atau Tg. Dengan demikian. di tiga ranah ini terdapat masyarakat tutur yang diglosik. dengan bahasa Jawa sebagai Rd dan bahasa Indonesia sebagai bahasa Tg. Sementara. di ranah agama penggunaan dua bahasa tersebut berimbang sehingga terbentuk masyarakat yang triglosik.
Terlepas dari adanya keberagaman pemilihan bahasa, sesungguhnya di lima ranah tersebut membentuk pola, yaitu semakin muda usia dan atau semakin tinggi status peran interlokutornya, semakin lebih besar kemungkinan digunakan bahasa Indonesia. Sebaliknya, semakin lanjut usia dan semakin dekat hubungan perannya akan semakin besar kemungkinannya digunakan bahasa Jawa. Akan tetapi, hal ini "tidak berlaku" dalam ranah agama."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diar Luthfi Khairina
"Condet pernah dijadikan sebagai Cagar Budaya Betawi. Akan tetapi, keputusan tersebut telah dicabut oleh pemerintah. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Betawi juga semakin terabaikan. Berdasarkan hal tersebut, skripsi ini akan memperlihatkan persebaran dan variasi bahasa Betawi di wilayah Condet yang terletak di kawasan Jakarta Timur. Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan di wilayah Condet hanya satu, yaitu bahasa Melayu dialek Jakarta subdialek Pinggiran.

Condet had been granted as a cultural heritage area. But, the status was removed by the government. As the results, Betawi language as a mother tongue in this area has been slightly forgotten. The purpose of this research is to define the spread and variants of Betawi language in this area. Collected and processed data were conducted in qualitative and quantity method. The results of this research prove that the only spoken language in this area is Malay languange of Jakarta dialect and Pingguran subdialect.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Multamia Retno Mayekti Tawangsih
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2007
499.221 MUL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Multamia Retno Mayekti Tawangsih
Jakarta: Penerbit Akbar- Media Eka Sarana , 2007
499.221 MUL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1987
499.28 PEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rr Sri Yuniasih Rahayu
"Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berlokasi di kecamatan Ciledug. Tujuannya adalah memaparkan dialek Betawi Ora, melacak lokasi dialek tersebut, serta menampilkan kosa katanya. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode pupuan lapangan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah ini ditemukan dua puluh enam buah kosa kata yang khas. Lokasi pemakaian dialek tersebut meliputi kampung (13--16, 19--20, 22--26). Bahasa yang dipakai di daerah ini hanya merupakan satu dialek, yang termasuk salah satu subdialek pinggiran. Di kalangan anak mudanya lebih suka memakai bahasa Jakarta atau bahkan bahasa Indonesia, karena mereka merasa malu memakai dialek tersebut, yang dianggapnya bahasa kampung."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soriente, Antonia
"Salah satu masalah yang banyak dibicarakan dalam linguistik masa kini adalah bahasa-bahasa yang terancam punah. Indonesia dengan aneka ragam budaya dan bahasa merupakan salah satu panorama di mana masalah ini merupakan topik yang sangat menonjol. Pada Konferensi Linguistik Austronesia tahun 1994, telah diramalkan bahwa dalam abad mendatang hampir 90% bahasa marjinal di dunia akan hilang terdesak oleh arus globalisasi dan massifikasi.
Rumpun bahasa Austronesia merupakan kelompok bahasa terbesar di dunia yang salah satu subkelompoknya, Indonesia, mencakup 10% dari semua bahasa di dunia. Sebagaimana ditunjukkan oleh Steinhauer (1994:21), dari tahun ke tahun ancaman kepunahan bahasa daerah di Indonesia sungguh mengerikan. Dan hal ini terjadi dalam satu situasi di mana perbedaan di antara berbagai bahasa dan dialek belum jelas dan deskripsinya belum pula dilakukan. Sebenarnya Indonesia dengan dinamika dan keragaman bahasanya dapat merupakan kiblat linguistik. Namun dalam kenyataannya ia merupakan terra incognita karena kekayaan linguistiknya belum tergali. Misalnya, pengkajian kebahasaan di Palau Kalimantan teramat sedikit jika dibandingkan dengan di pulau lain di Indonesia. Dari pengamatan semua karya yang membahas bahasa di Kalimantan, dapat dikatakan bahwa masih banyak daerah Kalimantan yang belum dikaji sama sekali, baik dari sudut deskriptif maupun dari sudut dialektologi dan geografi dialek. Bahkan di banyak daerah di Kalimantan, name bahasa dan sebarannya banyak yang belum pasti. Penelitian geografi dialek dapat memperlihatkan stratifikasi pewujudan unsur kebahasaan secara menyeluruh.
Dari data kegiatan yang dilakukan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, terlihat bahwa di antara lima kelompok jenis penelitian, penelitian dialektologi dan geografi dialek hanya merupakan 9,12 persen semua penelitian linguistik. Berdasarkan wilayah penelitian, Kalimantan hanya memperlihatkan 12 persen dari seluruh penelitian di. Indonesia. Dari gambaran yang menunjukkan gabungan antara wilayah penelitian dengan jumlah bahasa yang diteliti, dapat diketahui bahwa penelitian dialek di Kalimantan baru dilakukan tiga kali. Itu pun dilakukan di luar Kalimantan Timur (Lauder 1992).
Penelitian dialektologi di Indonesia sangat sedikit walaupun hal itu sangat berguna untuk memberikan penjelasan. Misalnya penjelasan tentang jarak antara bahasa standar dan dialek dalam situasi di mana penggunaan bahasa daerah sangat besar, dan bagaimana perkembangan bahasa yang diteliti serta apa hubungannya dengan bahasa-bahasa yang berkerabat dengannya. Dari gambaran situasi kebahasaan dapat diketahui berapa banyak bahasa atau dialek telah ditemukan di Indonesia. Pemetaan bahasa perlu diadakan baik di daerah yang monolingual maupun yang plurilingual. Kemudian pemetaan tersebut sangat berguna juga untuk perkembangan teari linguistik: fonologi, historis-komparatif, morfologi dan sintaksis, serta pengajaran dan pembinaan bahasa dengan informasi berapa jumlah penutur dan untuk apa pemakaiannya. Penyebaran berian-berian pada peta sangat bermanfaat dalam penyusunan kamus etimologi.
Dialektologi, dalam kontras dengan linguistik historis-komparatif, dianggap sebagai telaah variasi bahasa pada dimensi yang bukan-waktu, yakni pada dimensi ruang dan jarak geografis. Bahasa yang dipakai pada wilayah yang begitu luas sering diucapkan agak berbeda antara satu bagian wilayah dengan bagian wilayah yang lain. Perbedaan itu dapat terjadi pada segi-segi fonetis, fonologis, dan sintaksis. Melalui peta-peta, dialektologi dapat menampilkan hal itu. Dalam bidang ini, Indonesia mempunyai kekurangan yang tidak kecil. Sampai sekarang, tidak ada kejelasan berapa jumlah bahasa dan dialek yang sebenarnya ada. Melalui data yang ada di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, diketahui bahwa di Indonesia terdapat tidak kurang dari 500 bahasa dan dialek, banyak yang tanpa tradisi tulisan. Tapi tak pernah dijelaskan, mana yang dialek dan mana yang sub-dialek dalam jumlah tersebut.
Jawaban atas permasalahan ini hanya dapat diperoleh apabila diadakan pemetaan bahasa dan dialek secara cermat dan menyeluruh. Dengan demikian dapat dibandingkan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Dan pemilahan antara bahasa, dialek dan subdialek dapat pula dilakukan. Dengan demikian bidang dialektologi dan linguistik historis komparatif perlu dimanfaatkan guna memperjelas jumlah bahasa den dialek dan mengetahui situasi kebahasaan yang sebenarnya. Dalam kenyataan, sampai sekarang ini studi dialektologi di Indonesia sangat terbatas. Jumlah penelitian sangat terbatas, belum memadai, jika dibandingkan dengan jumlah bahasa dan dialek yang ada di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kay Ikranagara
Jakarta: Balai Pustaka, 1988
499.22 KAY t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>