Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38381 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robindrani Nuralam
"Penelitian dalam skripsi ini difokuskan pada sebuah legenda Betawi, Nyai Dasima. Cerita ini sudah ada sejak lama, paling tidak bisa dideteksi dengan kemunculannya dalam bentuk novel yang dibuat G. Francis pada tahun 1896. Sejak itu orang menanggapi cerita ini dalam beragam bentuk, seperti prosa, puisi, drama, dan versi, seperti syair, pantun, sinema, lenong, Dardanela, Komedi Stamboel dan lain-lain. Adanya transformasi-transformasi cerita yang berlatar belakang kebudayaan Betawi ini menunjukkan minat yang besar dari masyarakat pada cerita ini. Tidak mengherankan jika cerita ini begitu populer hingga mengalami lintas budaya. Sekalipun banyak bentuk tampilan Nyai Dasima, namun tidak menyurutkan peredaran cerita ini sebagai cerita rakyat Betawi.
Dari beraneka ragam transformasi cerita Nyai Dasima tersebut kemudian dikaji transformasi cerita Nyai Dasima versi Tukang Cerita Sofyan jaid dari Tjerita Njai Dasima, G. Francis. Hal tersebut terutama dilakukan untuk melihat sejauh mana perubahan isi cerita dari akhir abad ke-19 itu menuju awal abad ke-21 ini. Dengan demikian dapat diketahui pandangan-pandangan terhadap cerita Nyai Dasima pada dua masa tersebut.
Dalam mengkaji transformasi yang terjadi dalam cerita Nyai Dasima digunakan teori intertekstual yang menyangkut hipogram menurut Riffaterre, Partini Sardjono-Pradotokusumo dan Pudentia MPPS. Kedua tokoh terakhir mengembangkan sendiri teori intertekstual itu--ekspansi, konversi, modifikasi, dan ekserp--ke dalam penelitian mereka. Pada dasarnya analisis ini menerapkan teori dari kedua tokoh tadi karena dianggap lebih relevan dalam penelitian ini. Untuk melihat sebuah kasus transformasi perlu lebih dulu dilakukan telaah intertekstual yang gunanya untuk melihat sejauh mana transformasi yang terjadi.
Sebelum mencapai analisis ini diuraikan terlebih dahulu isi cerita Nyai Dasima per-episode dari teks karya G. Francis dan teks Nyai Dasima versi Sofyan ]aid. Dari pemerian kedua teks tersebut diketahui pada dalam karya G. Francis terdapat 12 episode, sedangkan dalam versi Sofyan Jaid terdapat 8 episode. Empat episode yang tidak terdapat karya G. Francis adalah usaha Samioen dan keluarganya mempengaruhi Nyai Dasima (2 episode), Samioen menemui Hadji Salihoen (I episode), dan pesta kesembuhan Samioen (1 episode).
Selanjutnya setelah dilakukan penganalisisan terdapat transformasi dari unsur tokoh, penokohan, alur, latar. Tokoh Nyai Dasima mengalami modifikasi penokohan, Samioen mengalami modifikasi penamaan menjadi Hasan dan modifikasi penokohan, Ma Boejoeng mengalami modifikasi penamaan menjadi Mak Sema dan penokohan, Hajati mengalami modifikasi penamaan menjadi Dijah dan ekspansi penokohan, Toean W mengalami modifikasi penamaan menjadi van de Buur.
Penelitian ini baru merupakan sebuah pendahuluan bagi penggalian yang lebih mendalam terhadap sebuah cerita rakyat Betawi. Diharapkan dari penelitian ini dapat melestarikan warisan kebudayaan bangsa yang terancam punah karena perkembangan teknologi, komunikasi,dan jumlah penutur yang makin menyurut jumlahnya. Dari hasil analisis ini diharapkan pula dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan kesusastraan Indonesia, khususnya kesusastraan tradisional Betawi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.M. Ardan
Depok : Masup, 2007
899.221 ARD n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Francis, G.
"Tragedy about Dasima, a beautiful young woman, who is murdered during the colonial period in Batavia"
Jakarta: Masup Jakarta, 2013
899.221 FRA n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pudentia Maria Purenti Sri Suniarti Karnadi
"Untuk memperkaya khasanah kesusastraan Indonesia, beberapa cara dilakukan, antara lain dengan menerjemahkan atau menampilkan kembali karya dari khasanah kesusastraan daerah. Di antara sekian banyak sastrawan yang menulis dan memperkenalkan karya sastra daerah dalam bahasa Indonesia, nama Ajip Rosidi pantas dicatat kehadirannya. H.B. Jassin memasukkannya ke dalam Angkatan 66 (Jassin, 1985:95) dan Teeuw menyebutnya sebagai salah seorang pengarang Indonesia terpenting pada abad ini (Teeuw, 1979;.105). Ajip Rosidi tidak hanya terkenal sebagai seorang sastrawan, tetapi juga sebagai seorang penelaah sastra yang banyak memberi perhatian pada bidang sejarah dan kritik sastra. Selain menulis dalam bahasa Indonesia, ia pun banyak menulis dalam bahasa Sunda. Perhatiannya terhadap sastra daerah ini amat besar seperti yang tampak dalam usahanya menghidupkan kembali pemberian hadiah karya sastra Sunda "Rancage". Selain itu, ia pun aktif menampilkan karya sastra daerah Jawa, seperti Candra Kirana (1962) dan Roro Mendut (1961,1977)serta dari khasanah sastra Sunda, antara lain Mundinglaya Ai Kusumah {1961), Ciung Wanara (1961, 1985), Sangkuriang Kesiangan {1961), dan Jalan Ke Surga (1964).
Karyanya yang paling menarik untuk diteliti adalah yang berjudul Lutung Kasarung (untuk selanjutnya disingkat LKA). Cerita ini memiliki banyak kemungkinan terjadinya transformasi kesastraan yang belum pernah diteliti orang sampai sekarang. LKA terbit pertama kali pada tahun 1958 dan kemudian pada tahun 1962 dan 1986 diterbitkan kembali dengan judul Purba Sari Ayu Wangi (untuk selanjutnya disingkat PSAW).
Pada bagian awal LKA dan PSAW, Ajip Rosidi menyebutkan bahwa cerita yang digubahnya itu berasal dari versi lisan juru pantun yang kemudian diciptakannya kembali sesuai dengan pemahaman dan penafsirannya sendiri (Rosidi, 1958:7-18; 1986:5-18). Salah satu versi lisan yang tertua yang sempat direkam dalam bentuk tulisan dapat dilihat pada naskah bernomor SD 113 yang ditulis oleh Argasasmita, mantri gudang kopi di Kawunglarang, Cirebon atas perintah K.F. Halle. Naskah ini pernah tersimpan di ruang naskah Museum Pusat Jakarta, tetapi sekarang dinyatakan hilang. Edisi teks yang pertama atas cerita "Lutung Kasarung" dan yang mendasarkan diri pada naskah tersebut adalah edisi yang dibuat oleh C.M. Pleyte pada tahun 1911 (Kern, 1940: 473).
Di samping Pleyte yang menerbitkan Cerita Pantun (batasan mengenai Cerita Pantun ada pada bab 2) dari teks "Lutung Kasarung", ada dua orang lain yang juga melakukan hal yang sama, yaitu Eringa (1949) dan Achmad Sakti (1976). Selain itu, masih ada penulis lain yang menerbitkan cerita "Lutung Kasarung" dalam bentuk Wawacan (yaitu narasi panjang yang digubah menjadi puisi yang dinyanyikan) dan dalam bentuk Tembang Cianjuran (yaitu sejenis drama yang dinyanyikan dengan iringan musik khas daerah Cianjur). Engka Widjaja, misalnya, memilih bentuk Wawacan; Saleh Danasasmita dan Ade Kosmaya memilih bentuk Tembang Cianjuran. Dari kesemua penulis di atas, hanya Ade Kosmaya yang memakai bahasa Indonesia sebagai media penyampaian cerita. Yang lainnya memakai bahasa Sunda. Selain dalam bahasa Sunda, Pleyte dan Eringa memberikan juga ringkasan dan terjemahan cerita dalam bahasa Belanda.
Cerita "Lutung Kasarung" di antara cerita rakyat yang ada di Indonesia memang menarik untuk diteliti. Cerita ini bermula dari versi lisan dan mempunyai kedudukan yang khusus dalam kesusastraan Sunda. Dari sejarah resepsi teksnya tampak bahwa "Lutung Kasarung" mempunyai banyak kemungkinan terjadinya transformasi yang tidak hanya berupa lintas budaya {Sunda ke Belanda, Indonesia, dan Jawa), tetapi juga yang berupa lintas bentuk (dari bentuk Cerita Pantun lisan ke bentuk tertulisnya dan dari bentuk Cerita Pantun tertulis ke bentuk prosa, puisi, drama, opera, novel, dongeng, dan film). Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan apa keistimewaan cerita "Lutung Kasarung" sehingga dari zaman ke zaman orang menaruh perhatian pada cerita ini. Seakan-akan cerita ini muncul kembali dalam bentuk-bentuk yang baru dengan penampilan yang baru. Dari masa ke masa orang memberikan perhatian kepada cerita tersebut baik dalam bentuk penciptaan kembali seperti yang telah disebutkan di atas maupun dalam bentuk pembicaraan kritis. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
T6892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudentia Maria Purenti Sri Suniarti Karnadi
"Literary study of Lutung Kasarung, a Sundanese folktale."
Jakarta: Balai pustaka, 1992
899.22 PUD t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heidyanne Rahajeng Kaeni
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai moral yang terungkap
dalam cerita rakyat Betawi pada buku teks “Pendidikan Lingkungan Budaya
Jakarta (PLBJ)” untuk siswa SD. Ancangan penelitian ini didasarkan pada teori
Analisis Wacana Kritis Van Dijk (2008; 2009) yang menggunakan pendekatan
sosiokognitif untuk menunjukkan kesesuaian atau pertentangan pemahaman
wacana dengan konteks sosial. Beberapa teori lain seperti teori Alwi, et. al. (2003)
tentang pemerian kalimat dalam tata bahasa baku Bahasa Indonesia serta teori
proposisi makro dan skema naratif Van Dijk (1980) juga diterapkan untuk
mengalisis struktur teks. Sementara itu, kesesuaian atau pertentangan pemahaman
wacana dengan kesepakatan sosial atas nilai-nilai moral diuji dengan
menggunakan prinsip moral dasar Magnis-Suseno (1987). Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa pembaca diarahkan untuk memahami tindakan-tindakan
dalam teks sebagai tindakan yang bernilai positif. Namun, temuan menunjukkan
bahwa tindakan tokoh-tokoh dalam teks cenderung digambarkan dengan kata-kata
berkonotasi negatif dan beberapa teks cenderung menggunakan kekerasan atau
perkelahian sebagai konsekuensi atas tindakan tertentu. Dari temuan yang
diperoleh, terlihat bahwa tindakan tokoh-tokoh yang terungkap dari teks cerita
rakyat Betawi dalam buku PLBJ untuk siswa SD melanggar nilai-nilai moral yang
menjadi kesepakatan sosial.

ABSTRACT
The objective of this paper is to analyze the moral values of Betawi folktales in
“Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta (PLBJ)” textbook for elementary
students. This study employs Van Dijk’s Critical Discourse Analysis (2008; 2009)
as the core theory which applied sosiocognitive approach to explain how
comprehension of the discourse and social context corresponds or contradicts each
other. In addition, other theories such as sentence division in Bahasa Indonesia
grammar by Alwi, et. al. (2003) and macroproposition as well as narrative schema
by Van Dijk (1980) are applied to analyze the text structures while basic moral
principles by Magnis-Suseno (1987) is used to examine the moral values of the
stories. The results demonstrate that character behaviours in the stories can be
viewed as examples with positive values by readers. Meanwhile, those behaviours
are likely described using words with negative connotation and some texts tend to
utilize violence as consequences to certain behaviours. These findings suggest that
the behaviours in Betawi folktales in “Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta”
textbook for elementary students fail to comply with basic moral principles thus
cannot be consented by society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T39069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Wahyudi
""The focus of this thesis is the phenomenon of the nyai[ which was a dominant theme in novels produced before the founding of Balai Pustaka2, the Dutch colonial publishing house. The fictional treatment of this theme helps illuminate the social situation in Indonesia's colonial society in which penryaian or concubinage was regarded as social fact which was accepted as normal by Indonesian society at that time. In this respect, the discussion in this thesis is not I. only a literary analysis, but also a sociological analysis. This thesis is informed by a conviction that the validity of the official view of the genesis of Indonesian literature;, which has up untill now been regarded as a 'Literally, the term 'nyai' has two meanings: 1. term of reference and address for the concubine of a European or Chinese in Indonesia's colonial society, and 2. respectful term of address for older woman. The term 'nyai' in the second meaning is derived from Javanese culture, and has different meaning with the term 'nyai' which will be used in this thesis; so this meaning will not be used any longer. In the next discussion, a number of understandings of this term will be used, but actually those understandings have a basic meaning, that is, ""a concubine or a mistress of foreigner"". See John M. Echols and Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris [An Indonesian-English Dictionary], Jakarta, PT Gramedia, 1989, p. 392. 201 the 57 Pre-Balai Pustaka novels there are more than 20 which narrate nyai stories. For Pre-Balai Pustaka novels, see Ibnu Wahyudi, Perkembangan Novel Indonesia sebelum Balai Pustaka [The Development of Indonesiannovels before the Balai Pustaka Period], Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1988. The official view which is meant here is a basic belief that has been followed by most of the researchers or literary c cs both in Indonesia and elsewhere, or that has been taught as a formulaic matter in schools,t Indonesian literature begins from the foundation of Balai Pustaka in 1917, or from the first publication of that colonial publisher. For the opinions that regard the foundation of Balai Pustaka as a indication of the emergence of Indonesian literature, see Goenawan Mohamad, ""Sebuah Sketsa Setengah Abad: Kesusastraan Indonesia 1917--1967,"" Horison, 1968; and Anthony H. Johns, ""Genesis of a Modern Literature,"" Indonesia, edited by Ruth T. McVey, New Haven: Yale University, 1967, p. 413. While for the opinions that regard the first novel published by Balai Pustaka as the birth of Indonesian literature, see, for example, A. Toeuw, Modern Indonesian Literature, The Hague: Martinus Nijhoff, 1967, p. 1; A.""
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T41371
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toti Tjitrawasita <=Citrawasita>
Jakarta: Pustaka Jaya, 1976
899.22 TOT s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khairani Fitri Kananda
"Kisah Nyai Dasima dalam Yjerita Njai Dasima karya G. Francis dirombak ulang oleh S.M. Ardan dalarn buku berjudul Nyai Dasima, sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial. Teori Psikoanalisis Lacan digunakan untuk menganalisis fenomena pembentukan subjek melalui tubuh Nyai Dasima dengan menyingkap ruang ketaksadaran dan mekanisme-mekanisme yang bekerja di dalamnya. Wacana resistensi Nyai Dasima dalam Nyai Dasima melahirkan subjek yang gegar akibat peran kolonial sebagai pemegang kendali tatanan simbolik. Kolonial sekaligus berperan dalam mengatur hasrat subj ek dalam otoritas etis. Otoritas inilah yang mengatur subj ek pribumi yang lebih dulu “terintimidasi” oleh superioritas kolonial sebelum akhirnya wacana resistensi nyai muncul sebagai “suara perlawanan” dari jeratan kolonial. Akan tetapi, kegegaran adalah hal yang abadi dalam diri subjek sehingga dekolonialisasi menjadi sebuah ilusi yang menciptakan lubang inferioritas yang berkepanjangan."
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2023
400 BEBASAN 10:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nanny Sri Lestari
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>