Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Multamia Retno Mayekti Tawangsih
"Pada tanggal 25--28 Februari 1975 di Jakarta telah diadakan Seminar Politik Bahasa Nasional. Dalam seminar itu telah disimpulkan bahwa di dalam hubungannya dengan kedudukan bahasa Indonesia, bahasa-bahasa seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, Makasar, dan Batak, yang terdapat di wilayah Republik Indonesia, berkedudukan sebagai bahasa daerah. Kedudukan ini berdasarkan kenyataan bahwa bahasa daerah itu adalah salah satu unsur kebudayaan nasional dan dilindungi oleh negara, sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 36, Bab XV, UUD 1945 (Amran Halim 1975:145). Untuk itu maka bahasa-bahasa daerah yang di_pakai di wilayah negara Republik Indonesia perlu dipelihara dan dikembangkan. Usaha-usaha pembinaan dan pengem_bangan bahasa daerah meliputi kegiatan-kegiatan (1) in_ventarisasi dan (2) peningkatan mutu pemakaian"
Depok: Universitas Indonesia, 1979
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajatrohaedi, 1939-2006
"ABSTRAK
Menurut Pusat Pwmbinaan dan pengembangan bahasa di Inodnesia terdapat tidak kurang dari 400 bahasa daerah dan sabdaraja. Baik jumlah pemakai, luas daerah pakai, maupun pemakai bahasa dan sabdarajanya itu tidak sama. Ada bahasa yang jumlahnya sangat banyak, seperti misalnya bahasa Jawa (BJ) dan bahasa Sunda (BS), ada pula yang jumlah pemakainya sangat sedikit, seperti misalnya bahasa-bahasa di Irian Jaya."
1978
D1576
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajatrohaedi, 1939-2006
"ABSTRAK
Menurut Pusat Pembinaan dan pengembangan bahasa di Indonesia terdapat tidak kurang dari 400 bahasa daerah dan sabdaraja. Baik jumlah pemakai, luas daerah pakai, maupun pemakai bahasa dan sabdarajanya itu tidak sama. Ada bahasa yang jumlahnya sangat banyak, seperti misalnya bahasa Jawa (BJ) dan bahasa Sunda (BS), ada pula yang jumlah pemakainya sangat sedikit, seperti misalnya bahasa-bahasa di Irian Jaya."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1978
D27
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhira Aranyati
"Bahasa Jawa adalah bahasa ibu orang-orang Jawa yang tinggal di propinsi Jawa Tengah , Jawa Timur dan di propinsi lain di Indonesia yng ada pemukiman orang Jawa. Di luar Indonesia, negara Suriname pemakaian bahasa Jawa.Seperti bahasa lain masing-masing bahasa mempunyai dialek geografis."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
S11700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fautngil, Christ
"ABSTRAK
Penelitian ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu pemetaan dan sebaran unsur-unsur leksikal bahasa-bahasa daerah di Lima wilayah kecamatan Kotamadya Jayapura dan sekitarnya. Pendekatan yang digunakan ialah perhitungan jarak kosa kata yang dikemukakan Seguy dengan persentase yang disarankan Guitar. Perhitungan ini diperkuat pula dengan penarikan garis-garis isoglos sebagaimana digunakan oleh Chambers & Trudgill. Interpretasi dipakai unsur-unsur bahasa, yaitu gejala-gejala kebahasaan, baik fonologis maupun morfologis dan latar belakang sejarah, geografi, dan sosial budaya.
Hasil yang diperoleh antara lain (1) terdapat tujuh bahasa dalam lima wilayah kecamatan itu, (2) terdapat saling pengaruh antara bahasa-bahasa itu, (3) bahasa-bahasa yang ada sekarang ini merupakan hasil asimilasi dan hasil perkembangan bahasa-bahasa pada masa lalu. Dalam kaitan dengan tujuh bahasa itu, penelitian terdahulu menyatakan bahwa antara Kayu Pulau dan Tobati merupakan bahasa tersendiri, demikian halnya Kemtuk di Sabron dan Moi di Dosai-Hasil perhitungan jarak kosa kata dalam penelitian ini hanya sebesar 511 untuk Sabron-Dosai dan 54% untuk Kayu Pulau-Tobati.
Terdapatnya rumpun bahasa Austronesia di Teluk Yos Sudarso, menurut penelitian terdahulu (yakni Orru, Kayu Pulau, dan Tobati), diasumsikan sebagai akibat pengaruh yang kuat dari sebelah barat, yakni pengaruh Ternate-Tidore melalui Raja Ampat dan Biak. Dengan pengaruh-pengaruh kuat tersebut, bahasa-bahasa di teluk itu yang dulunya diperkirakan serumpun dengan bahasa-bahasa di batik gunung Dobonsolo (yakni bahasa-bahasa Irian), akhirnya didominasi oleh rumpun Austronesia.
Sebaran penduduk berdasarkan sejarah dimulai dari bagian timur, selatan, dan barat- Sebaran tersebut diperkirakan dalam dua tahapan besar, yakni kelompok timur, selatan, dan barat (dekat --> Demta) merupakan kelompok pertama dan kelompok yang datang dari daerah barat dan jaLinan kembali hubungan timur-barat seperti dikemukakan di atas sebagai kelompok kedua. Hubungan timur dan barat yang dekat masih berjalan terus hingga sekarang.

ABSTRACT
This study has two main objectives: the mapping and distribution of lexical elements in five districts in Jayapura and the neighboring areas. This study used the technique created by Seguy for counting word distance, and word percentage created by Guiter (dialectometry). The dialectometry is also supported by techniques for drawing isglossis as used by Chambers and Trudgill. The interpretation of the results was based on linguistic phenomena both phonologically and morphologically, as well as and historical, geographical, and socio-cultural background.
The results of the study are: (1) there are seven languages in the five districts, (2) there are linguistic influences among these languages, (3) the existing languages now are the results of the distribution of languages and the migration of the people in the past. In relation to seven languages, earlier studies claimed that the languages in Kayu Pulau and Tobati are separate languages and so are the Kemtuk language in Sabron and the Moi language in Dosai- The calculation and percentage of dialectometry is 51% for Sabron-Dosai and 64% for Kayu Pulau-Tobati.
The languages in the Yos Sudarso Bay, that is, the Ormu language, the Kayu Pulau Language, and the Tobati language, according to earlier studies, belong to the Austronesian group because of the influences from western languages, like the Ternate-Tidore languages, which came through the Raja Ampat and Biak. Because of these strong influences, these languages around the bay, which were once the same group as those at the other side of Mount Dobonsolo namely the Papuan Languages, then changed to belong to the Austronesian group.
The migration of people, according to history, began from the east, the south, and the west- This migration is thought to occur twice: the first group which is called the east, south, west group (Demta); the second group migration from the west and east as described above. The contact between east and west still exists today.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T 1857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fautngil, Christ
"Penelitian ini memitiki dua tu.juan pokok, yaitu peme¬taan dan sebaran unsur-unsur leksikal bahasa-bahasa daerah di lima wilayah kecamatan Kotamadya Jayapura dan sekitar¬nya. Pendekatan yang digunakan ialah perhitungan jarak kosa kata yang dikemukakan Seguy dengan persentase yang disaran¬kan Guiter. Perhitungan ini diperkuat puler dengan penarikan garis-garis isoglos sehagai rnan.Y digunakan oteh ChaffiberE Trudgill. Interpretasi dipakai unsur-unsur bahasa, yaitu gejala-gejala kebahasaan, baik fonologis maupun morfologis dan Tatar belakang sejarah, geografi, dan social budaya.
Hasil yang diperoLeh antara Lain (1) terdapat tujuh bahasa dalam lima wilayah kecamatan itu, (2) terdapat saling pengaruh antara bahasa-bahasa itu, (3) bahasa-bahasa yang ada sekarang ini merupakan basil asimilasi dan basil perkembangan bahasa-bahasa pada mass lalu. Dalam kaitan dengan tujuh bahasa itu, penelitian terdahulu menyatakan bahwa antara Kayu Pulau dan Tobati merupakan bahasa tersen¬diri, demikian halnya Kemtuk di Sabron dan Moi di Dosai. Hasil perhitungan jarak kosa kata dalam penelitian ini hanya sebesar 51% untuk Sabron-Dosai dan 64% untuk Kayu Pulau-Tobati.
Terdapatnya rumpun bahasa Austronesia di Tetuk Yos Sudarso, menurut penelitian terdahulu (yakni Ormu, Kayu Pulau, dan Tobati), diasumsikan sebagai akibat pengaruh 0 yang kuat dari sebelah barat, yakni pengaruh Ternate-Tidore melalui Raja Ampat dan Biak. Dengan pengaruh-pengaruh kuat tersebut, bahasa-bahasa di teluk itu yang dulunya diperki¬rakan serumpun dengan bahasa-bahasa di balik gunung Dobon¬solo (yakni bahasa-bahasa Irian), akhirnya didominasi oleh rumpun Austronesia.
Sebaran penduduk berdasarkan sejarah dimulai dari bagian timur, selatan, dan barat. Sebaran tersebut di¬perkirakan dalam dua tahapan besar, yakni kelompok timur, selatan, dan barat (dekat --> Dem.ta) merupakan kelompok pertama dan kelompok yang datang dari daerah barat dan jalinan kembali hubungan timur-barat seperti dikemukakan di atas sebagai kelompok kedua. Hubungan timur dan barat yang dekat masih berjatan terus hingga sekarang.

This study has two main objectives: the mapping and distribution of lexical elements in five districts in Jayapura and the neighbouring areas. This study used the technique created by Seguy for counting word distance, and word percentage created by Guiter (dialectometry). The dialectometry is also supported by techniques for drawing isglossis as used by Chambers and Trudgill.
The interpreta¬tion of the results was based on Linguistic phenomena both phonologically and morphologically, as well as and histori¬cal, geographical, and socio-cultural background.The results of the study are: (1) there are seven Languages in the five districts, (2) there are Linguistic influences among these languages, (3) the existing languag¬es now are the results of the distribution of languages and the migration of the people in the past.
In relation to seven languages, earler studies claimed that the languages in Kayu Pulau and Tobati are separate languages and so are the Kemtuk Language in Sabron and the Moi language in Dosai. The calculation and percentage of dialectometry is 51% for Sabron-Dosai and 64% for Kayu Pulau-Tobati.The languages in the Yos Sudarso Bay, that is, the Ormu language, the Kayu Pulau Language, and the Tobati language, according to earlier studies, belong to the Austronesian group because of the influences from western languages, Like the Ternate-Tidore Languages, which came through the Raja Ampat and Biak. Because of these strong influences, these languages around the bay, which were once the same group as those at the other side of Mount Dobonsolo namely the Papuan Languages, then changed to belong to the Austro¬nesian group.
The migration of people, according to history, began from the east, the south, and the west. This migration is thought to occur twice: the first group which is called the east, south, west group (Demta); the second group migration from the west and east as described above. The contact between east and west still exists today.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T38826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Munawarah
"Penelitian ini mengenai geografi dialek Madura yang digunakan di Pulau Madura dan di daerah "Tapal Kuda" di wilayah Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan daerah pakai serta daerah sebar variasi-variasi kebahasaan pada bahasa Madura di Jawa Timur serta menganalisis sejauh mana bahasa Madura di daerah "Tapal Kuda" itu mempunyai kesamaan atau kemiripan bentuk dengan bahasa Madura di Pulau Madura. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan berapa dialek bahasa Madura baik yang ada di Pulau Madura maupun di daerah "Tapal Kuda", serta dialek mana yang mempunyai daerah sebar paling luas.
Penelitian ini menetapkan sepuluh kabupaten atau kotamadya untuk dijadikan titik pengamatan. Empat titik pengamatan di Pulau Madura, yaitu Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan; serta enam titik pengamatan di "Tapal Kuda" Jawa Timur, yaitu Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, Jember, Lumajang, dan Bondowoso. Metode penentuan dialek menggunakan penghitungan dialektometri leksikal dan dialektometri fonetis.
Dari hasil penghitungan dialektometri leksikal di Pulau Madura hanya ditemukan perbedaan sub-dialek antara Pamekasan dan Bangkalan, sedangkan di daerah "Tapal Kuda" di Jawa Timur ditemukan perbedaan dialek antara Situbondo dan Jember. Adapun dari penghitungan dialektometri fonetis ditemukan empat dialek bahasa Madura yang terdapat di Pulau Madura dan di daerah "Tapal Kuda" di Jawa Timur. Dialek 1 digunakan di Sumenep dan Situbondo, dialek 2 digunakan di Pamekasan, Sampang, Probolinggo, Jember, dan Bondowoso, dialek 3 digunakan di Bangkalan, serta dialek 4 digunakan di Banyuwangi dan Lumajang. Jadi dialek 2 merupakan dialek yang mempunyai daerah sebar paling luas.

This research discusses the dialect geography of Madurese used both in Madura Island and the "Tapal Kuda" region of East Java. The aims of this research are to describe the dialect regions and the dialect spread regions of Madurese, and to analyze the degree of similarities and resemblance found in the "Tapal Kuda" region Madurese used in Madura Island. Besides, this research also aims at determining how many dialects of Madurese used both in Madura Island and the "Tapal Kuda" region, and to observe which Madurese dialect is the most widely spread as well.
In the research methodology, ten regencies or cities become the observation points. In Madura Island four observation points are Sumenep, Pamekasan, Sampang and Bangkalan; whereas, in the "Tapal Kuda" region six observation points are Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, Jember, Lumajang and Bondowoso. Both lexical and phonetic dialectometry are then used as the tools to determine the dialects.
As the result of lexical dialectometry, in Madura Island, the difference of subdialects is only found between Pamekasan and Bangkalan, while in the "Tapal Kuda" region the difference of dialect is only found between Situbondo and Jember. On other hand, as the result of phonetic dialectometry, this research finds four dialects of Madurese used both in Madura Island and the "Tapal Kuda" region. Dialect 1 is used in Sumenep and Situbondo. Dialect 2 is used in Pamekasan, Sampang, Probolinggo, Jember and Bondowoso. Dialect 3 is used in Bangkalan. Dialek 4 is used in Banyuwangi and Lumajang. Therefore, based on the finding of phonetic dialectometry, dialect 2 is the most widely spread dialect of Madurese.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
T19505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fian Sulyana
"Skripsi ini membahas persebaran dan variasi bahasa Sunda di Kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan serta dengan teknik wawancara terstruktur terhadap lima belas informan di lima belas titik pengamatan yang telah ditentukan. Data yang diolah didasarkan pada penghitungan dialektrometri dan berkas isoglos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situasi kebahasaan di Kota Bandung tidak menunjukkan perbedaan bahasa ataupun dialek, melainkan hanya perbedaan subdialek. Sikap positif akan bahasa Sunda dalam masyarakatnya perlu ditingkatkan untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Sunda, termasuk bahasa.

This thesis discusses about the distribution and variation of Sundanese language in The City of Bandung. The data was collected by using the survey method done on the field along with structural interview technique to fifteen informants in fifteen predetermined observation points. The data was processed based on the counting of dialectrometry and the isoglos files. The survey results show that the language situations in The City of Bandung do not show the language differences nor dialect, on the other hand they just show the difference of pronounciations. The positive manner in using Sundanese language among its citizens should be improved to maintain and develop all Sundanese cultures, especially language."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1756
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Bawa
"ABSTRAK
Daerah Tingkat I Propinsi Bali, yang merupakan lokasi penelitian ini, terdiri dari lima buah pulau yang berpenghuni dan sebuah pulau lagi yang tidak ada penduduknya. Lima buah pulau yang berpenghuni itu adalah pulau Bali, pulau Nusa Penida, pulau Nusa Ceningan, pulau Nusa Lemongan, dan pulau Serangano Pulau Bali merupakan pulau yang paling besar, Pulau"
1983
D1646
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harijatni Sri Oetami
"Kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bekasi saat ini sudah mulai berorientasi pada kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat metropolitan. Hal ini merupakan konsekwensi logis keberadaan Bekasi sebagai daerah penyangga Jakarta. Keterbatasan kemampuan Pemerintah dalam menyediakan sarana pelayanan kesehatan, khususnya untuk pengobatan umum ; mengundang minat pihak swasta untuk ikut berkiprah. Sehingga trend pertumbuhan Balai Pengobatan swasta di Kabupaten Bekasi menjadi sangat pesat, sebanding dengan laju pertambahan penduduk/LPP Kabupaten Bekasi yang merupakan LPP tertinggi se Indonesia ( LPP Bekasi pada tahun 1980-1990: 6,29 % per tahun ).
Kecepatan pertumbuhan Balai Pengobatan swasta tersebut membutuhkan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (BINWASDAL) agar tetap berfungsi sebagai mitra Pemerintah dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat Bekasi. Diperlukan suatu alat/instrumen untuk melakukan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (BINWASDAL) Balai Pengobatan swasta. Namun instrumen yang ada, masih belum dapat mengakomodasikan semua aspek pembinaan yang dibutuhkan secara optimal, yaitu aspek hokum, aspek medis dan aspek sosial.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kekurangsempurnaan instrumen yang telah ada. Kajian dilakukan terhadap relevansi, adekuasi, efektifitas dan efisiensi instrumen tersebut dalam mengukur kinerja Balai Pengobatan swasta. Diajukan suatu model instrumen, yang diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan BINWASDAL BP swasta pada saat ini maupun untuk menyongsong era pasar global kelak.

Now, the Health Services needs of Bekasi's community, are going to be Metropolitans Health Services oriented. This is a logical consequence of Bekasi as Jakarta's buffers. Limited capability of Government in providing Health Services tools; especially for the general treatment, invites the Private Medical Clinic's Owners to participate in handling Public Health Services. Therefore, the trend of growth and development of the Private Medical Clinics is quite high, equal with the Population Growth Rate of Bekasi. The Bekasi's Population Growth Rate is now the highest in Indonesia, that was: 6.29 % per annum in 1980 -1990 period.
The speed of the growth and development of the Private Medical Clinics needs continuously guidance and control as the Government's partner in order to increase the quality of public health services. To realize this activity, we need some tools or instruments. However, the Private Medical Clinics control and development instruments now, do not optimally accommodate yet all establishment aspects, which are needed, they are legal aspect, medical aspect and social aspect.
This instrument's imperfectness, invites me to learn and review this problem. The instrument for the Private Medical Clinic's establishment, guiding and controlling are discussed from the relevancy, the adequacy, the effectiveness and the efficiency point of view. This analysis is submitted as a Models of Private Medical Clinic's Instruments. I hope that it would meet the present controlling and development and the next ones."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>